Infus

2 Mar

Sudah lama aku tidak diinfus. Terakhir waktu melahirkan Kai 6 tahun lebih yang lalu. Dan aku selalu “takut” diinfus atau diambil darahnya, karena biasanya suster-suster itu sulit menemukan pembuluh darahku. Halus katanya. Waktu Kai sampai aku harus dimasukkan jarum infus di tangan antara buku-buku jari tangan, dan itu sakiiit sekali. Tapi saat itu aku bisa tahan karena ada yang lebih sakit dari itu hihihi (jelas lah…. ada anak bayi yang aku harus pertahankan selama 48 jam karena masih prematur sekali). Untung saja suster yang tadi pagi menginfusku “cuma” gagal 1 kali, yaitu waktu dia coba di daerah pergelangan tanganku. Justru berhasilnya di tempat biasa, yang dia kira sulit awalnya.

Tapi aku baru kali ini merasakan efek obat yang dimasukkan lewat infus itu begitu cespleng. Ceritanya aku dua malam berturut-turut demam tinggi. Malam pertama cuma 38,4 dan paginya turun. Jadi kupikir sudah sembuh dong. Ehhh mulai senja, demam lagi dan puncaknya 39,2 derajat. Badan menggigil dan ngilu, sehingga tidak bisa mengerjakan apa-apa. Aku hanya sempat masak spaghetti dan membiarkan anak-anak ambil sendiri. Aku langsung tidur saja. Dan saat itu aku tahu ada yang aneh dengan leher di bawah telinga kananku. Bengkak dan sakit. Wah aku langsung ingat, jangan-jangan mumps nih (gondong). Lucunya aku tetap merasa lapar, tapi malas makan, sehingga minum teh panas manis saja.

Karena aku merasa parah juga aku bertekad akan ke dokter THT paginya. Dan benar si Dokter menerangkan bahwa aku terkena radang 耳下腺炎 yang seperti mumps, sama-sama virus seperti influenza, dan untuk memastikannya dia mengambil rontgen bagian leher. Lucu juga rasanya menempelkan pipi dan leher pada plat untuk difoto. Oleh Dokter disarankan pakai infus biar cepat sembuhnya. Jadi deh aku berbaring di dalam klinik itu selama 50 menit, sambil mendengarkan si dokter melayani pasien-pasien lain. Bisa dengar deh berbagai masalah mereka. Ada yang mempunyai masalah dengan pita suara, ada yang mempunyai masalah dengan telinga, ada yang treatment alergi dsb. Klinik THT ini memang hebat, pelayanannya cepat dan pasiennya banyak. Padahal dokternya cuma satu, tapi perawatnya ada 4 orang! Satu lagi yang kusuka di sini, mereka memberikan obat langsung, bukan resep, jadi tidak perlu khusus ke apotik. Karena sudah diinfus, kupikir obatnya sedikit yang akan kuterima. Ternyata tidak booo…. sama saja banyaknya hehehe.

obat

Setelah pulang dari dokter sekitar jam 12, aku sempat makan siang sedikit, karena rasanya makanan tidak ada yang enak. Lalu tidur terus sampai sore. Bangun badan sudah lebih enakan, dan bisa mulai mencuci piring, beresin rumah sedikit-demi sedikit. Dan masak nasi! Malam ini menunya KFC, soalnya Riku ingin makan (sudah berhari-hari minta sih). Dan yang pasti saat sekarang menulis ini aku sudah tidak demam lagi…. horreee.

Yah, ternyata aku tidak berhasil menerbitkan posting ini pada tanggal 1 Maret waktu Jepang deh (kalau WIB sih masih masuk tgl 1 Maret) . Rasanya kesal juga karena selama bulan Februari aku cuma bisa menulis 8 tulisan. Bulan Februari ini aku memang sering sakit dan tidak fit. Ada dua kali salju, ada  bermacam pertemuan di sekolah, dan ya… aku lebih banyak memakai waktuku menemani anak-anak mengerjakan PR. Semoga Maret ini aku bisa menulis lebih banyak daripada bulan Februari ya, soalnya kalau sudah masuk April, tambah sibuk sehingga belum tentu bisa menulis blog dengan teratur.

Nah, cucianku sudah selesai, aku bisa jemur dalam kamar dulu sebelum bobo. Selama musim dingin aku lebih suka menjemur malam hari supaya besok paginya bisa kering. Selain cepat kering, dengan menggantung baju di kamar, membuat kelembaban kamar tidak terlalu rendah, jadi bisa sebagai pengganti  humidifier deh.

Kamu punya pengalaman diinfus? Sampai berapa botol?