Pesta Terima Kasih

19 Mar

Di Jepang, sebelum atau sesudah wisuda, bagi setiap jenjang pendidikan, ada sebuah acara yang dikelola oleh murid-murid sendiri atau orang tua murid. Namanya Shaonkai 謝恩会. Pertemuan untuk menyatakan terima kasih kepada orang yang telah membimbing mereka, membalas budi baik guru atau dosen. Guru sebagai tamu khusus, tamu utama しゅひん 主賓 yang datang saja tanpa perlu membawa apa-apa (termasuk tidak perlu membayar iuran).

Acara ini sudah direncanakan sejak awal tahun ajaran kelas terakhir, dengan memilih orang tua murid yang berbakat untuk mengelola acara semacam ini. Satu kelas diwakili oleh dua ibu dan dinamakan Sotsutaiin 卒対員. Karena ada 4 kelas, jadi panitia terdiri dari 8 orang. Mereka yang merencanakan jalannya acara pesta ini.

Senin lalu, acara itu dilaksanakan. Ibu-ibu datang bersama anak-anak dan memasuki aula yang sudah diatur tempat duduknya. Memang memakai meja dan kursi ukuran anak TK, sehingga sempit dan rendah. Kami menempati tempat duduk dengan urutan yang sudah disediakan dengan makanan berupa bento untuk ibu, dan bento roti untuk anak-anak. Wih begitu baca bentonya dari Imahan (今半) langsung mengerti kenapa tidak ada hiasan-hiasan lainnya di atas meja. Dulu waktu Riku ada bunga dan kuenya ditaruh di dalam “sangkar” yang bisa dibawa pulang dan digunakan sebagai tempat kue. Imahan adalah toko/restoran yang terkenal dengan dagingnya yang empuk. Biasanya memang kita bisa menaksir “harga” sesuatu dari nama tokonya kan? Tapi sayang aku merasa bento itu biasa-biasa saja, dan tidak ada ke-khas-an sebuah restoran daging. Satu-satunya masakan daging yang keluar hanya soboro daging giling di atas nasi (daging giling dengan bumbu kecap asin/manis, seperti semur kering).

deretan kursi di aula, sudah diatur dengan bento untuk ibu dan anak

Tapi tentu saja perhatian ibu-ibu tidak hanya pada makanan. Yang terpenting biasanya justru acara apa yang bisa disajikan sebagai hiburan. Penampilan pertama dari bapak-bapak supir yang bekerja di TK tersebut (ada antar-jemput bagi yang mau, tapi aku tidak ikut antar jemput karena rumahku dekat). Lucu juga mereka menampilkan semacam sulap dan percobaan seperti yang dilakukan Denjiro Sensei (Percobaan kimia mudah yang menarik). Setlah acara itu murid-murid dari Grup Yuri (Bunga Bakung) kelasnya Kai tampil dengan lagu dari SMAP yang berjudul Sekaini hitotsudake no hana 世界にひとつだけの花. Yang membuat lagu ini menarik, anak-anak menyanyi sambil memakai shuwa 手話, bahasa tangan untuk tuna rungu. Aku sempat khawatir bagaimana Kai, karena latihan terakhir dia tidak ikut. Tapi ternyata dia OK OK saja.

Kai dengan teman-teman dari Kelas Yuri menyanyikan lagu. Kiri bawah, guru-guru memainkan operetta. Kanan bawah potret diri yang digambar anak-anak sendiri

Tampilan kelas-kelas yang lain berupa lagu yang… biasa-biasa saja. Sesudah itu ada persembahan dari guru-guru berupa operetta. Karena ada jalan ceritanya, anak-anak cukup terhibur menontonnya. Tapi yang kurasa paling memukau adalah acara yang dikemas oleh ibu-ibu sendiri. Ceritanya minta tolong pada Doraemon untuk kilas balik sejak masuk TK. Acara demi acara seperti pertandingan olah raga diperagakan lagi oleh ibu-ibu. Dan tentu dalam acara-acara itu ada peran guru, jadi ada beberapa ibu yang memakai topeng foto wajah guru-guru mereka. Menarik sekali, karena apa yang ditampilkan memang benar-benar terjadi, dan tentu menjadi lucu karena pemerannya ibu-ibu pakai baju olah raga dan celana pendek. Menarik sekaligus mengharukan. Pasti mereka lama sekali berlatih untuk tampilan ini. Sesekali kulihat gurunya Kai, Haruka sensei mengusap air mata. Ah, jangankan sensei, aku pun sesekali mengusap air mata (dan tentu sudah jaga-jaga pakai maskara yang tahan air hehehe)

suasana dalam kelas… lihat anak-anak perempuan terus memeluk sensei dari belakang. Kai? dia sih malu-malu ngga mau dipeluk atau berfoto dengan senseinya 😀 (Masih kecil aja udah tahu malu hehehe)

Kupikir hanya dua jam saja acaranya, ternyata sampai hampir 3 jam tapi tak terasa. Anak-anak menerima candy wreaths dan tas berisi kamus dan alat tulis langsung dari Haruka Sensei. Yang mengharukan, banyak anak-anak perempuan yang memeluk terus sensei dari belakang. Mereka sedih harus berpisah dengan sensei yang cantik itu. Kami akhirnya pulang membawa barang-barang isi loker anak-anak yang masih tersisa, dan tentu saja sambil menyiapkan acara berikutnya, upacara wisuda, keesokan harinya.

Sensei Daisuki! (Kami suka sekali sensei!)