Belajar Bersama Keluarga

2 Mar

Memang kalau kita sendiri mau mengusahakan, ada banyak cara yang bisa dilakukan sebagai wahana belajar bersama satu keluarga. Dan biasanya itu berupa pergi wisata bersama keluarga ke tempat-tempat yang mendidik seperti museum dan kebun binatang. Jika belajar bersama keluarga itu diadakan di rumah? Mungkin hanya menonton TV atau video ya? Dan ini memang sering deMiyashita lakukan karena kami memang suka acara kuis dan sejarah yang sering ditayangkan di TV Jepang (dan kerap menjadi bahan cerita di TE ini kan?).

Tapi apakah semua keluarga bisa melakukan belajar bersama keluarga ini? Untuk memastikannya, sekolahnya Riku (dan saya kira semua SD di Jepang) membagikan lembar yang dinamakan Katei Gakushu (家庭学習) yang aku terjemahkan menjadi Belajar Bersama Keluarga, untuk membedakan dengan pekerjaan rumah (PR) biasa, seminggu HANYA satu lembar. Isinya campuran pertanyaan yang mudah yang bisa langsung dijawab si anak, tapi ada pula pertanyaan yang sulit, yang biasanya hanya orang dewasa saja yang tahu. Anak dipancing untuk belajar pada sang orang tua.

Apa saja isinya? Biasanya dalam satu lembar itu dibagi dua, satu sisi untuk kemahiran kanji, yaitu menebak satu kanji tengah yang bisa dirangkaikan dengan kanji di atas/bawah/kanan/kiri sehingga menjadi satu kata. Ini sulit! Memang aku buka orang Jepang sehingga tidak mungkin menjawab semuanya, tapi sedangkan Gen pun kadang tidak bisa langsung menemukan kanji yang diminta. Harus membuka kamus kanji untuk mencari kanji yang cocok. Jadi kalau cuma aku dan Riku mengerjakan tugas itu, pasti makan waktu. Dan biasanya aku menyuruh Riku “Tanya papa besok pagi” hehehe.

Soal paduan Kanji di bagian kiri dan soal matematika di bagian kanan

Atau pertanyaannya mengenai matematika yang mudah. Kalau ini biasanya Riku bisa mengerjakannya sendiri. Baru kemarin aku menemukan pertanyaan yang cukup keren sebagai pertanyaan bidang IPS, yaitu ada daftar nama prefektur di Jepang dengan nama ibukota prefekturnya (kota tempat pusat pemerintahaan daerah itu berada)(FYI: Jepang mempunyai 47 prefektur, ada yang nama kotanya sama dengan nama prefekturnya, tapi ada yang tidak sama). Kalau ini aku bisa dengan cukup mudah menjawabnya hehehe.

sebelah kiri pertanyaan mengenai ibukota prefektur, kanan paduan kanji

Tapi yang menurutku suliiiiit sekali itu jika lembar Belajar Bersama Keluarga itu berbentuk TTS, aduh sulitnya dong deh sih! Pertanyaannya banyak yang memakai peribahasa, atau kalimat kiasan yang jarang dipakai sehingga aku pun mabuk dibuatnya. Meskipun googling pun belum tentu dapat huhuhu. Kalau dapat TTS begitu aku biasanya coba sebisanya, kalau tidak ada di google ya aku suruh tanya papanya deh. Tapi kalau ketemu di google rasanya aku jadi pintar deh hari itu karena bertambah lagi pengetahuan tentang Jepangnya. Seperti waktu aku ketemu peribahasa: 豆腐に鎹、糠に釘(とうふにかすがい、ぬかにくぎ) (memasang stapler di tahu, memasang paku di ampas beras artinya pekerjaan yang sia-sia). Atau sebuah perkataan terkenal : 是非に及ばず 【ぜひにおよばず】artinya “apa boleh buat” merupakan perkataan dari Nobunaga. Wah kalau aku tidak belajar bersama Riku, aku tidak akan pernah dengar peribahasa ini. Jadi menurutku benar-benar tercapai tujuan Belajar Bersama Keluarga : kebersamaan/kekeluargaan dan tambah pengetahuan!

Infus

2 Mar

Sudah lama aku tidak diinfus. Terakhir waktu melahirkan Kai 6 tahun lebih yang lalu. Dan aku selalu “takut” diinfus atau diambil darahnya, karena biasanya suster-suster itu sulit menemukan pembuluh darahku. Halus katanya. Waktu Kai sampai aku harus dimasukkan jarum infus di tangan antara buku-buku jari tangan, dan itu sakiiit sekali. Tapi saat itu aku bisa tahan karena ada yang lebih sakit dari itu hihihi (jelas lah…. ada anak bayi yang aku harus pertahankan selama 48 jam karena masih prematur sekali). Untung saja suster yang tadi pagi menginfusku “cuma” gagal 1 kali, yaitu waktu dia coba di daerah pergelangan tanganku. Justru berhasilnya di tempat biasa, yang dia kira sulit awalnya.

Tapi aku baru kali ini merasakan efek obat yang dimasukkan lewat infus itu begitu cespleng. Ceritanya aku dua malam berturut-turut demam tinggi. Malam pertama cuma 38,4 dan paginya turun. Jadi kupikir sudah sembuh dong. Ehhh mulai senja, demam lagi dan puncaknya 39,2 derajat. Badan menggigil dan ngilu, sehingga tidak bisa mengerjakan apa-apa. Aku hanya sempat masak spaghetti dan membiarkan anak-anak ambil sendiri. Aku langsung tidur saja. Dan saat itu aku tahu ada yang aneh dengan leher di bawah telinga kananku. Bengkak dan sakit. Wah aku langsung ingat, jangan-jangan mumps nih (gondong). Lucunya aku tetap merasa lapar, tapi malas makan, sehingga minum teh panas manis saja.

Karena aku merasa parah juga aku bertekad akan ke dokter THT paginya. Dan benar si Dokter menerangkan bahwa aku terkena radang 耳下腺炎 yang seperti mumps, sama-sama virus seperti influenza, dan untuk memastikannya dia mengambil rontgen bagian leher. Lucu juga rasanya menempelkan pipi dan leher pada plat untuk difoto. Oleh Dokter disarankan pakai infus biar cepat sembuhnya. Jadi deh aku berbaring di dalam klinik itu selama 50 menit, sambil mendengarkan si dokter melayani pasien-pasien lain. Bisa dengar deh berbagai masalah mereka. Ada yang mempunyai masalah dengan pita suara, ada yang mempunyai masalah dengan telinga, ada yang treatment alergi dsb. Klinik THT ini memang hebat, pelayanannya cepat dan pasiennya banyak. Padahal dokternya cuma satu, tapi perawatnya ada 4 orang! Satu lagi yang kusuka di sini, mereka memberikan obat langsung, bukan resep, jadi tidak perlu khusus ke apotik. Karena sudah diinfus, kupikir obatnya sedikit yang akan kuterima. Ternyata tidak booo…. sama saja banyaknya hehehe.

obat

Setelah pulang dari dokter sekitar jam 12, aku sempat makan siang sedikit, karena rasanya makanan tidak ada yang enak. Lalu tidur terus sampai sore. Bangun badan sudah lebih enakan, dan bisa mulai mencuci piring, beresin rumah sedikit-demi sedikit. Dan masak nasi! Malam ini menunya KFC, soalnya Riku ingin makan (sudah berhari-hari minta sih). Dan yang pasti saat sekarang menulis ini aku sudah tidak demam lagi…. horreee.

Yah, ternyata aku tidak berhasil menerbitkan posting ini pada tanggal 1 Maret waktu Jepang deh (kalau WIB sih masih masuk tgl 1 Maret) . Rasanya kesal juga karena selama bulan Februari aku cuma bisa menulis 8 tulisan. Bulan Februari ini aku memang sering sakit dan tidak fit. Ada dua kali salju, ada  bermacam pertemuan di sekolah, dan ya… aku lebih banyak memakai waktuku menemani anak-anak mengerjakan PR. Semoga Maret ini aku bisa menulis lebih banyak daripada bulan Februari ya, soalnya kalau sudah masuk April, tambah sibuk sehingga belum tentu bisa menulis blog dengan teratur.

Nah, cucianku sudah selesai, aku bisa jemur dalam kamar dulu sebelum bobo. Selama musim dingin aku lebih suka menjemur malam hari supaya besok paginya bisa kering. Selain cepat kering, dengan menggantung baju di kamar, membuat kelembaban kamar tidak terlalu rendah, jadi bisa sebagai pengganti  humidifier deh.

Kamu punya pengalaman diinfus? Sampai berapa botol?