Aku membaca tulisan seorang teman kristen yang kesannya “nyinyir” terhadap Natal. Soal pohon natal, santa claus, kebaktian natal, makan-makan enak, hadiah-hadiah mewah dsb. Memang semua itu datangnya dari kebudayaan Eropa dan tidak semuanya juga merupakan tanda-tanda kristiani. Tapi di jaman sekarang ini, mana bisa sih kebudayaan luar diblok supaya jangan masuk? Kebudayaan selain Indonesia dari Asia seperti China, Korea dan Jepang, Aku sendiri tidak terlalu menyalahkannya karena memang terasa glamour natal itu lebih menyibukkan kita, umat kristiani dibanding persiapan hati kita untuk menyambut kelahiran “Sang Raja Damai”. Tapi aku juga tidak menyalahkan orang-orang (termasuk aku) yang mengadaptasi budaya luar untuk merayakan hari besar agama, untuk lebih merasakan 味わう ajiwau suasana yang sedikit berbeda dengan waktu lainnya. Sedikitnya dengan melihat pohon Natal, hiasan natal kita diingatkan bahwa sebentar lagi akan datang hari istimewa loh. Tanpa itu bisa jadi “lupa waktu”, jadi fungsinya sebagai pengingat saja. Lagipula jika hiasan itu bisa membuat manusia lebih gembira (kalau musim dingin itu bawaannya sedih loh) apa salahnya kan ? Manusiawi kan?
Kemarin Riku pulang pukul 4 kurang dari sekolah. Lalu kami langsung pergi ke Kichijouji karena Riku perlu berkumpul dengan teman-teman Sekolah Minggunya untuk latihan lagu. Akupun perlu datang lebih pagi dari jadwal misa yang pukul 6 sore, kalau-kalau tenagaku dibutuhkan untuk petugas gereja. Jadi jam 5 lebih sedikit aku dan Kai sudah duduk manis di bangku deretan terdepan di gereja. Masih ada satu jam, tapi aku masih beruntung karena jika di Jakarta kami perlu datang 2-3 jam sebelum misa dimulai supaya bisa dapat tempat duduk. Gerejaku di Jakarta memang penuh!
Misa diperuntukkan untuk anak-anak, dan memang cukup banyak anak-anak Sekolah Minggu yang datang tapi 80% dari umat yang datang bukan anak-anak. Keluarga atau kebanyakan lansia. Umat membludak sampai ke luar. Lain dari hari Minggu? Tentu karena misa minggu biasanya ada 6 kali ini dipadatkan menjadi 3 kali. Memang khusus di hari Natal ada yang namanya umat musiman yang hanya datang dalam misa natal saja. Misa dipimpin oleh Romo Ardy yang orang Indonesia, didampingi romo dari India dan romo dari China, misa konselebrasi, tapi jalannya misa tentu dengan bahasa Jepang. Internasional sekali!
Oh ya, aku lupa…lupa sekali bahwa aku sebetulnya TIDAK BOLEH memakai maskara waktu misa Natal 😀 seperti yang kutulis beberapa waktu yang lalu. Tapi ternyata aman! Aku hanya terharu sambil mengerjapkan mata, tapi tidak sampai menangis dalam misa. Kenapa? ya karena aku menikmati misa sepenuh hati dengan hati riang. Kadang aku geli mendengar Kai yang ikut bergumam menyanyikan lagu-lagu natal, tapi dengan suara seriosa. Tahu kan? Suara yang dilengkok lengkokin gitu… gemes deh! Selain itu di awal misa aku melihat anak sulungku ikut dalam prosesi membawa lilin ke altar. Kai pun sama sekali tidak bosan atau mengantuk selama misa seperti yang aku khawatirkan karena sebelum misa dia sudah hampir tertidur karena mengantuk. Lagu-lagu yang dinyanyikan, meskipun tidak semeriah gereja di Indonesia, cukup menghibur dan aku kenali sebagai lagu-lagu internasional tapi berbahasa Jepang. Lalu setelah misa diumumkan bahwa di luar gereja dibagikan biskuit untuk anak-anak serta hot wine untuk yang dewasa. Gratis. Wah! Jadilah aku meneguk segelas kecil hot wine yang bisa menghangatkan badan di udara yang dingin saat selesai misa pukul 19:30 malam.
Waktu aku menyalakan HPku (yang kumatikan selama misa), aku mendapat pesan dari Gen yang sedang dalam perjalanan pulang dari kantor. Dia tanya apa dia perlu membeli kue natal. Eh ternyata tak lama dia sudah sampai di rumah duluan dari kami. Jam 9 malam kami belum makan malam, dan dengan menu sederhana kami makan bersama. Untung sebelum berangkat ke misa aku sudah menyuruh anak-anak makan dulu sehingga tidak masuk angin. Tahun ini aku tidak mempersiapkan makanan macam-macam. Benar-benar hanya ayam panggang dan nasi pakai kecap manis pedas! Sederhana sekali natalku kali ini, tapi aku bahagia karena bisa mengikuti misa malam natal bersama anak-anak. Selama ini sulit membawa anak-anak ke misa dalam dinginnya malam karena mereka masih kecil dan Gen bekerja. Sekarang sudah bisa diajak, bahkan bisa ikut berpartisipasi dengan aktif.
Oh ya ada satu hal lagi yang membuat hatiku hangat kemarin. Setiap murid Sekolah Minggu dibagikan kotak sumbangan Caritas yang dipakai untuk pengembangan gereja dan atau mereka yang membutuhkan. Karena Riku selalu lupa aku yang membuat kotak itu (dibagikan masih dalam bentuk kertas) dan Kai bertanya kotak itu untuk apa? Setelah mendengar penjelasanku, dia langsung mengambil uang tabungannya 100 yen dan 10 yen dan memasukkan ke dalam kotak tanpa aku minta.
“Kai, kamu mau kasih uang kamu ini?”
“Iya dong… kan untuk gereja!”
Ahhh sekali lagi aku belajar dari ketulusan anak-anak. Bukan jumlahnya yang penting, tapi dari hatinya yang lebih penting.
Semoga hati yang penuh DAMAI dan SUKACITA NATAL ini bisa kubawa terus menghadapi tahun baru yang akan datang. Selamat Natal untuk teman-teman yang merayakan dan selamat berlibur untuk teman-teman di Indonesia. Kami masih bekerja sampai tanggal 30-31 dan akan libur selama 3 hari tanggal 1-2-3 Januari.