Aku tak tahu bagaimana teman-teman menanggapi kata “rasa aman” ini. Mungkin ada yang pesimis dan berkata bahwa rasa aman sudah hilang dari tanah air. Aku tidak bisa berkata apa-apa dan juga tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi aku ingin menceritakan mengenai “rasa aman” yang kurasakan 10 hari terakhir ini. Seperti yang kutulis di dalam Mama, Jangan Tidur!, ada kejadian yang menakutkan terjadi pada anak-anak SD (bukan SD Riku tapi masih sekitar wilayah kami), yaitu diserang dengan senjata tajam oleh seorang pria dewasa (yang diduga menderita kelainan jiwa). Saat itu ada 3 murid yang menjadi korban luka-luka.
Setelah kejadian itu ada kejadian lagi yang sempat masuk ke internet di Jepang, yaitu pada kamis minggu lalu. Waktu itu aku baru selesai ngajar dan baru akan naik kereta. Aku melihat ada telepon dari Gen, yang tidak biasanya. Jadi aku langsung telepon kembali dan dia bilang bahwa di internet ada berita bahwa murid perempuan SD nya Riku yang ditusuk dengan payung. “Kelas 5 juga seperti Riku. Apa kamu ditelepon?. Wah terus terang aku panik dong. Jadi ternyata pada jam anak-anak berangkat ke sekolah ada seseorang lelaki muda yang memukul ( bukan menusuk) murid SD (perempuan) dengan payungnya.
Aku cepat-cepat menelepon ke rumah, tapi Riku tidak ada. Hmmm seharusnya sudah pulang. Untung saja aku saat itu tidak parno, dan pikir macam-macam. Sempat mau menanyakan ibu dari teman sekelas Riku yang cukup akrab, tapi aku urungkan. Pikirku, pasti Riku pergi bermain! Padahal waktu aku periksa homepage SD nya Riku ada pengumuman tentang kejadian itu dan diminta anak-anak untuk tidak keluar rumah jika tidak perlu. Dan ternyata benar setelah aku sampai di rumah, tasnya sudah ada tapi Riku sendiri pergi bermain.
Aku bisa merasa aman dan tenang, karena aku melihat homepage sekolahnya Riku yang menampilkan berita terakhir yang sangat up-to-date. Sebetulnya ada satu service yaitu pengiriman email darurat ke semua pendaftar dari sekolah. Sayangnya aku ternyata belum memperbarui pendaftaran waktu kenaikan kelas, sehingga aku tidak mendapat pemberitahuan. Lalu selain itu dari pihak sekolah juga memberikan keterangan tertulis dan dengan pesan telepon beranting bahwa pelaku sudah diketahui, tapi untuk sementara waktu anak-anak pulang harus berombongan. Lega.
Setelah kejadian itu aku mendaftar kembali untuk penerimaan email dari sekolah, dan juga pemberitahuan dari kelurahan Nerima, tempat tinggalku, berupa email jika terjadi peristiwa darurat atau peringatan lainnya. Sampai hari ini aku sudah menerima 4 pemberitahuan email dari kelurahan. Dua berita mengenai padamnya listrik di beberapa jalan di wilayah kelurahanku waktu terjadi Yudachi (hujan mendadak di sore hari) akibat petir yang menyambar, satu berita mengenai suhu yang amat panas dan mohon kewaspadaan terhadap Necchusho (dehidrasi). Dan satu lagi mengenai kejadian adanya seorang lelaki dewasa yang memperlihatkan kelaminnya kepada siswa SMP di tengah perjalanan ke sekolah. Memang di Jepang kadang-kadang ada lelaki eksibis yang suka mempertontonkan kelaminnya kepada wanita muda. Email itu untuk meningkatkan kewaspadaan orang tua dan muridnya sendiri jika melewati jalan-jalan yang sepi.
Ada satu lagi “layanan keamanan” yang aku rasa hebat yaitu penggunaan kartu PIT dari bimbelnya Riku. Jadi setiap dia sampai di kelas dia harus menempelkan kartu PIT itu ke sebuah alat. Saat itu aku akan menerima pemberitahuan lewat email bahwa Riku sudah sampai dan sudah masuk kelas. Demikian pula waktu pulang, dia tempel dan aku bisa tahu dia keluar jam berapa. Dengan demikian aku bisa memperkirakan dia akan sampai di rumah jam berapa. Jika lewat waktunya dari yang diperkirakan aku bisa menelepon staff dan mereka akan menelusuri jalan menuju rumah, kalau-kalau Riku mendapat halangan di jalan. Ah, rasa aman ini memang yang diperlukan oleh orang tua, dan beberapa pihak sudah mengoptimalkan penggunaan IT untuk keperluan itu. Untuk sekolah SD dan pengumuman kelurahan tentu aku tidak perlu bayar alias aku bayar melalui pajak daerah. Untuk bimbel aku memang harus bayar uang kursus, tapi selain dari pengetahuan yang didapat, bonusnya adalah rasa aman itu.
Sistem pelayanan pemberitahuan via email ini tidak hanya pada bimbel tempat Riku. Yang kutahu ada service juga dari perusahaan kereta swasta (Odakyu) yang memberitahukan orang tua waktu sang anak masuk peron secara otomatis ke email.
Sebetulnya dalam kehidupan sehari-hari di sini, ada banyak “rasa aman” yang secara tidak langsung diberikan sebagai salah satu layanan kepada pengguna. Misalnya jika kereta terhenti, pasti ada pengumuman mengapa kereta terhenti atau terlambat. Atau pernah sekitar rumahku kedatangan pemadam kebakaran, dan setelah beberapa saat diberi pengumuman lewat speaker bahwa mereka datang karena katanya ada pipa gas bocor, tapi ternyata sudah bisa diselesaikan masalahnya. Apapun itu, jika terjadi sesuatu, hal yang pertama kita cari adalah “Penjelasan akan apa yang terjadi”, dan memang Jepang hebat dalam pelayanan ini. Bahkan kalau perlu “membayar” pun, aku yakin banyak yang akan “membeli” rasa aman ini. Setuju?