Personal Touch #1

30 Agu

Karena sesungguhnya pertemuan dua hati tidak dibatasi oleh tempat, waktu dan kwantitasnya. Tapi oleh keinginan dan pengertian dari kedua belah pihak. (IEVCM)

Setelah mengadakan kopdar pada tanggal 10 Agustus di Pasaraya Blok M, keesokan harinya aku bertemu dengan dua orang blogger. Yang satu belum mantan (semoga) meskipun sedang hiatus cukup lama, sedangkan yang satunya blogger aktif penulis masalah sosial yang memang cukup vokal menurutku. Vokal dalam arti semua pemikirannya ditumpahkan dalam blog, yang mungkin bagi sebagian orang akan dicap sebagai radikal. Tapi aku pribadi lebih banyak setujunya, meskipun aku mungkin tidak bisa menulis seperti dia.

Si “vokal” satu ini adalah Pito. Cukup lama aku mengenalnya, dan setiap aku pulkam kami juga cukup sering bertemu. Terakhir (mungkin tahun lalu) dia datang ke rumahku pas aku sedang packing untuk pulang. Dan dia ikut membantuku packing menghadapi koper-koper yang perlu diisi. Dengan dia, selalu bebas, dalam arti jika pas waktunya, “Nte.. aku ke rumah ya…” “OK…” atau aku akan mengajak dia bersama-sama bertemu temanku jika aku sudah ada janji sebelumnya. Dan dia akan dengan “anteng”nya duduk bersama kami, tidak pernah merasa kikuk. Malah sebaliknya aku sering dibantu menangani anak-anak. Kadang aku suka heran, Pito ini bisa menjadi baby sitter yang baik :D, bahkan baik sekali.

Hari itu aku janji bertemu dengan Reti dan Moza di Senayan City. Reti sulit mengikuti acara yang diadakan pada sore/malam hari karena harus keluar dengan Moza berdua saja. Tahun lalu, dia datang bersama om-nya ke acara kopdar Pasaraya. Tapi Om-nya yang sudah akrab juga dengan kami sudah meninggal dunia, sehingga tidak ada lagi yang menemani Reti bepergian. Aku tahu betapa shock dan kehilangannya Reti ketika om nya meninggal. Apalagi sebulan setelah itu bapaknya di Surabaya juga kena stroke. Untunglah sekarang bapaknya sudah mengalami kemajuan dalam rehabilitasinya.

Aku sebenarnya merasa bersalah, meminta Reti dan Moza yang mendatangiku ke Senayan City. ‘Secara’ aku hanya butuh waktu 5 menit sampai di Sency, padahal Reti membutuhkan waktu 1,5 jam menembus kemacetan dari Bekasi ke Sency. Seharusnya aku yang mendatangi dia, tapi aku ‘buta’ sama sekali daerah Bekasi. Kelapa Gading saja aku tidak tahu 🙁 Dan Sabtu itu aku tidak ada supir yang bisa diandalkan untuk mencari alamat karena papa juga ada acara di gereja. Peringatan ulang tahun paroki kami yang ke 60, sehingga papa yang termasuk dalam Dewan Paroki harus ikut sibuk wara-wiri. Benar-benar aku menyesal tidak memilih tempat yang lebih dekat dengan kediamannya. Sebetulnya tempat mana sih yang asyik buat ketemu, yang di tengah-tengahnya Kebayoran dan Bekasi (Barat)?  Ada usul tidak? Untuk lain kali 😀

Tapi, sesuai dengan judul postinganku, dengan bertemu hanya sendiri atau berdua, terasa lebih akrab. Ada personal touch, ada ikatan batin yang lebih dekat, meskipun waktunya tidak sampai berjam-jam. Kami bisa bicara dari hati ke hati, sambil menikmati makanan, apalagi Pito membawa Moza jalan-jalan ke luar menonton TV sebesar kamarku di Jepang 😀 sambil lesehan 😀 Untung aku tidak ada di situ, jadi tidak bisa ambil foto ketika Pito dan Moza lesehan berdua 😀 Dan waktu yang mereka berikan padaku dan Reti cukup lama, sehingga kami benar-benar bisa bercerita tentang macam-macam. Yang pasti aku kagum pada keputusan Reti untuk membesarkan anaknya sendiri, tanpa pembantu dan baby sitter. Hebat! Memang konsekuensinya, kami tidak banyak bisa melihat update status di FB atau di blognya. Tapi itu tak mengapa, semuanya kan tergantung prioritasnya. Dan Reti lebih memprioritaskan keluarga terutama Moza. Aku angkat topi untuknya, karena tidak banyak yang bisa dan mau. Aku dukung dari jauh ya Reti dan Pito! Terima kasih untuk waktu dan kesediaan untuk bertemu, penuh dengan sentuhan pribadi yang mewarnai liburanku kali ini.

 

Reti-Aku dan Moza. Pito yang ambil fotonya, dengan BB. Karena aku dan Reti lupa bawa kamera 😀