Langganan Koran

30 Jun

Di jaman serba ‘e-‘ begini masih langganan koran? Mungkin pertanyaannya akan sama dengan “masih membeli buku?”. Tapi kurasa memang meskipun sudah ada e-paper dan e-book, membaca koran dan buku langsung itu menimbulkan sensasi tersendiri! Sentuhan kertas, bau kertas, besarnya tulisan, suara kertas yang dibalik dsb dsb… aku masih senang membaca koran dan buku langsung. Memang sudah banyak juga tawaran berlangganan lewat iPad, tapi karena aku belum berencana membeli iPad, deMiyashita masih berlangganan koran. (Ssst selain itu lembaran-lembaran promosi yang diselipkan dalam koran itu banyak yang berguna loh)

Pembayaran biasanya dilakukan dengan cara si loper koran yang bertugas di daerah kami mendatangi apartemen kami dan aku membayar langsung biaya langganan koran, sekaligus menerima kwitansi dan kertas pembungkus koran-koran bekas untuk dijadikan satu dan dikumpulkan pada akhir bulan. Satu tumpuk koran bisa masuk dalam satu “kantong” koran bekas, dan jika kami kumpulkan pada hari yang sudah ditentukan, kami akan mendapatkan satu gulung tissue WC untuk satu tumpuk. Tidak ada tukang loak di Tokyo yang mau membeli koran bekas, seperti halnya di Indonesia. Jadi sebagai gantinya kami mendapatkan tissue WC itu. Memang koran-koran bekas yang dikumpulkan itu akan didaurulang untuk menjadi tissue atau barang lain.

Sebetulnya aku agak malas membayar langsung kepada loper koran setiap menjelang akhir bulan. Meskipun jarang sekali aku tidak ada uang tunai untuk membayar, kadang mereka datang pas aku sedang sibuk memasak atau membereskan makan malam. Pernah terpikir untuk membayar dengan credit card saja, tapi masih aku pikirkan dulu. Karena ada satu cerita di TV yang pernah kulihat yaitu tentang manfaat bertemu dengan pengantar/penagih koran.

Jadi ceritanya ada seorang ibu tua yang jatuh pingsan tidak sadarkan diri karena sakit. Setiap pagi dan sore, si pengantar koran mengantar koran seperti biasa, dan dia melihat bahwa sudah dua hari korannya tidak diambil dari tempat koran di depan pintu apartemen ibu itu. Biasanya jika ibu itu tidak ada di rumah pasti akan memberitahu. Kami juga jika akan pergi lama pasti menelepon ke distributor koran dan minta mereka menyimpankan koran selama kami pergi…. tumpukan koran akan mengundang pencuri masuk, karena berarti tidak ada orang. Waktu kami terpaksa pergi mendadak bulan Februari lalu ke Jakarta, apartemen kami kosong selama 3 hari, dan si loper koran mengatakan padaku waktu aku bayar, “Waktu itu jika lebih dari 3 hari, saya akan bawa pulang dan kumpulkan dulu di kantor.”

Kembali ke cerita ibu itu, karena ibu itu tidak memberitahukan apa-apa, dia mencoba buka pintu apartemen, dan terbuka! Dia menemukan ibu itu tengkurap di lantai. Segera dia menelepon polisi dan ambulans, dan si ibu tertolong. Seandainya lebih dari 2 hari mungkin ibu itu akan mati lemas. Untung saja langsung ditemukan oleh si loper koran. Komunikasi, paling sedikit dengan loper koran seperti itu, memang perlu.

Barusan aku membayar rekening langganan koran untuk bulan Juni. Tidak biasanya ditagih sudah terlambat begini, di akhir bulan. Biasanya tanggal 24 sudah ditagih. Rupanya penagih koran itu bukan yang biasanya. Setelah aku membayar, dia menanyakan apakah ada masalah dalam pengantaran koran akhir-akhir ini? Lalu kukatakan… “Tidak sih… eh tapi, dulu koran diantar sekitar pukul 4 pagi ya? Sekarang kok sudah hampir jam 6 baru diantar? Kami sih tidak masalah, cuma kok lebih lambat dari biasanya saja….” (Dalam hati aku pikir juga, ternyata aku manusia pagi ya :D… dari dulu sih)
Sambil tertawa, dia menjawab, “Maaf, itu saya yang mengantar…. ” Dan baru aku perhatikan mukanya, seorang anak muda yang… cakep! ikemen! dan amat sopan… Saking mudanya (jangan-jangan dia masih mahasiswa), aku berkata, “Gambatte ne….”
dan dia jawab, “Yoroshiku onegaishimasu”….