Dalam pelajaran bahasa Indonesia kelas menengah biasanya aku berikan bacaan yang mudah, yang kira-kira mahasiswa bisa selesai menerjemahkan dalam 90 menit. Bacaannya kubuat sendiri, yang pernah diterbitkan oleh Sekolah Bahasa Asing Keio dengan judul Serba-serbi Bahasa Indonesia. Itu merupakan buku keduaku setelah buku tata bahasa. Seperti reading dengan kalimat yang baku dan mengambil tema kebudayaan Indonesia. Dan salah satu tema pelajarannya adalah “Kebiasaan Makan”
Setelah menerjemahkan kalimat per kalimat ke dalam bahasa Jepang, aku akan menanyakan kebiasaan makan mahasiswa satu per satu. Kebanyakan dari mereka hanya minum kopi saja tanpa sarapan, atau sarapan roti yang gampang. Tapi mereka yang masih tinggal bersama orang tuanya akan makan yang lebih bergizi. Sarapan ala Jepang biasanya terdiri dari semua atau paduan dari adalah nasi atau bubur, sup miso (misoshiru), ikan bakar, natto (kedelai yang difermentasikan), telur, nori (rumput laut), dan acar.
Nah kemudian aku tanya mereka, telurnya diapakan? Yang paling banyak menjawab adalah Tamagoyaki 卵焼き selain Medamayaki 目玉焼き (telur mata sapi). Terus terang pertama kali aku datang ke Jepang, aku tidak suka makan Tamagoyaki. Tamagoyaki ini sering juga muncul di restoran sushi, dan aku selalu minta untuk tidak pakai tamagoyaki. Kenapa aku tidak suka? Karena MANIS! Bayanganku masakan telur itu harus asin, kalaupun manis,bentuk “telur”nya sudah tidak kelihatan seperti pancake atau kue, bukan sebagai lauknya nasi.
Tapi setelah bertahun-tahun tinggal di Jepang (wah september ini aku pas 20 tahun di Jepang loh), akhirnya aku bisa menikmati Tamagoyaki ini. Dan setelah berlatih terus, bisa membuat tamagoyaki yang tidak hancur, tepat kelembutan dan manisnya. Memang tamagoyaki ini butuh kesabaran karena harus masak dengan api kecil-sedang dan TIDAK BOLEH DITINGGAL! hehehe… maklum aku kan multitasking person, jadi maunya masakan bisa ditinggal sebentar untuk mengerjakan sesuatu yang lain.
Untuk membuat tamagoyaki, biasanya aku pakai 3 telur, lalu diberi susu segar kira-kira 4-5 sendok makan, beri kaldu sedikit (aku biasanya pakai shirodashi), lalu gula 1 sendok makan munjung (tergantung selera). Campur lalu taruh dalam wajan (kalau di sini wajan kotak, khusus untuk tamagoyaki) dengan api sedang, sedikit-sedikit. Biasanya 1 adonan dibagi 2 kali. Adonan pertama yang sudah agak terbentuk keras dilipat lalu masukkan sisa adonan. Jika tidak bisa membentuk berlapis-lapis kurasa dengan adonan itu bisa dibuat dadar saja. Hasilnya akan lain dengan dadar biasa. Manis dan lembuuuut karena pakai susu dan gula. Silakan dicoba!
Kalau orang Indonesia jarang tidak ada yang tahu tamagoyaki, maka kebanyakan orang Jepang tidak tahu cara makan telur rebus setengah matang 😀 Waktu aku membuatkan Riku telur rebus setengah matang, dia terheran-heran dan mengatakan “Enak!!! aku suka”. Memang dia suka yang telur kuningnya setengah matang, sehingga kalau membuat telur mata sapi untuk dia, aku juga selalu mengusahakan bagian kuningnya untuk setengah matang. Sedangkan untuk suamiku kuning telurnya harus matang, dan putih telurnya membentuk kerak di pinggir.
Kalau aku sih apa saja makan, tidak ada “pesanan” khusus. Semua cara masak telur bisa aku makan, telur mata sapi, dadar, scrambled egg, poach egg, onsen tamago , tamagoyaki, atau telur rebus baik setengah matang/matang. Yang aku tidak bisa makan adalah telur mentah. Tapi di Jepang TAMAGOKAKE GOHAN (nasi dengan telur mentah) juga populer sebagai makan pagi. Caranya mudah sekali: pecahkan telur di atas nasi panas dalam mangkok dan beri kecap asin (shoyu). Duh… aku belum bisa deh). Tapi Kai sukaaaaa sekali, sehingga hampir setiap pagi dia makan tamagokake gohan.
So, bagaimana telurmu untuk sarapan pagi ini?
Aku masak telur mata sapi diberi kecap manis…. yummy!