Gadis Dalam Kotak

25 Mar

Terjemahan dari Bahasa Jepang “Hakoiri Musume“, tapi sebetulnya bukanlah arti sebenarnya, karena hakoiri musume menunjuk pada  anak gadis yang dipingit orang tuanya. Dan  memang boleh dikatakan aku dulu seperti “hakoiri musume” . Waktu kecil terus terang aku tidak pernah pergi bersama teman ke suatu tempat atau ke rumah teman itu, paling-paling acara sekolah/pramuka.  Mana pernah pergi ke rumah teman, karena sampai dengan SMP aku naik bus antar-jemput,  jadi pasti langsung pulang ke rumah. Akhir pekan? Ya sudah pasti berada di rumah atau keluar bersama keluarga. Aku ingat dulu kami sering pergi bersama ke Ancol untuk berenang. Karena adikku sakit asthma dan dipercayai akan sembuh jika sering berenang di laut. Atau kami akan pergi ke rumah oma dan opa dari mama yang tinggal di Bogor. Perjalanan panjang, karena dulu belum ada jalan tol. Kami selalu mengambil jalan lewat sawangan -parung-semplak. Kami senang kalau sudah bisa melihat tugu “helikopter” karena berarti sudah dekat. Ah papaku dulu setia sekali menyetir minimum sebulan sekali berkunjung ke rumah opa Bogor.

Sabtu kemarin, seperti yang sudah kutulis di Achievement, Riku diajak pergi menonton bersama 3 orang temannya. Mereka berempat menamakan kelompoknya sebagai grup lego, karena mereka bertemu  seminggu sekali untuk bermain lego. Ibu salah satu teman itu mengatur acara pergi nonton ini, dan dia akan mengantar jemput 4 abang ini ke bioskop yang terletak 15 menit naik mobil dari rumah kami. Bukan itu saja, ibu yang lainnya bahkan sudah membelikan karcis bioskop 2 hari sebelumnya, sehingga mereka tidak usah mengantri lagi. Dan yang aku rasa lucu, ibu-ibu ini sampai mengatur berapa uang yang harus dibawa setiap anak. Karena diperkirakan mereka akan membeli popcorn/minuman jadi perlu membawa bekal uang. Begitu pula setelah selesai menonton si ibu yang sama akan menjemput ke 4 bocah dan mengajak mereka makan siang di sebuah restoran dekat rumah. Itu pun ditanyakan kepada masing-masing ibu apakah boleh. Karena diperkirakan anak-anak akan bermain lagi bersama setelah menonton, tidak bisa langsung pulang…. (bayangkan cerewetnya anak-anak membicarakan film yang telah mereka tonton bersama, atau bahkan meniru karakter yang ada). Seandainya ada ibu yang tidak setuju, misalnya karena tidak mau mengeluarkan uang ekstra untuk makan siang, maka si anak akan diturunkan di rumahnya. Menurut perhitungan si ibu itu untuk popcorn dan makan siang, cukup membawakan si anak 1000 yen. Dan jumlah itu diseragamkan, tidak ada satu anak yang membawa lebih untuk mencegah rasa iri! Aku rasa cara ini bagus sekali.

Filmnya tentu saja sudah didub ke bahasa Jepang!

Jadi pagi-pagi aku memberikan uang 1000 yen kepada Riku untuk popcorn dan makan siang, serta amplop berisi 1500 yen sebagai pengganti karcis bioskop yang sudah dibelikan ibu yang lain. Memang orang Jepang semuanya serba terencana ya. Si ibu yang membelikan karcispun langsung mengirim email memberitahukan padaku bahwa dia sudah menerima uang 1500 dari Riku. Kubayangkan kalau di Indonesia, pasti diem aja tuh hehehe.

Waktu mengantarkan Riku sampai di pintu rumah, Riku sempat berkata: “Nanti aku belikan pop corn bagian Kai juga ya ma”… Haduh kalau begitu kan uangnya kurang …… segitu sayangnya dia sama adiknya. Jadi aku bilang, “Jangan beli untuk Kai. Untuk Riku saja. Nanti Kai tahu kamu pergi nonton dan dia iri….Yang penting kamu enjoy saja ya ”

Film Starwars 3D yang ditonton itu mulai pukul 11:05. Menurut cerita Riku dan dari email ibu yang mengantar, aku tahu bahwa rupanya, si ibu ikut turun dari mobil dan mengantar anak-anak itu sampai ke dalam bioskop. Sebelum masuk studionya, mereka belanja pop corn dulu. Dan rupanya mereka takut menghilangkan dompet berisi sisa uang mereka, jadi semua anak menitipkan dompet mereka pada si ibu sebelum menonton. Hahaha lucu juga…. Begitulah kalau di Jepang, anak-anak tidak dibiasakan membawa uang saku ke sekolah soalnya. DILARANG sama sekali membawa uang ke sekolah. Jadi tidak ada tuh kasus kehilangan uang/dompet. Transportasi? Ya kan mereka semua jalan kaki ke sekolah. Sekolah Riku adalah sekolah pemerintah daerah, yang letaknya PASTI dekat rumah masing-masing. Paling jauh rumah anak itu 15-20 menit berjalan kaki. Jadi tidak perlu uang transport. Bukan hanya uang saja, mereka juga tidak boleh membawa makanan atau mainan dari rumah! Ini semua menghindari perkelahian dan pencurian di dalam sekolah. Toh makan siang dapat di sekolah, dan bisa nambah loh (kalau sisa). Jadi bisa dimengerti bahwa anak-anak kelas 3 SD ini takut membawa dompet.

Tadinya memang si ibu yang akan jemput lagi mereka waktu pulang selesai nonton, tapi ternyata si ayah. Jadi si ayah itu membawakan dompet anak-anak itu dan memberikan kembali kepada anak-anak. Waktu makan bersama di restoran Sukiya (restoran gyudon –nasi daging– dengan sistem membeli kupon sebelum makan), masing-masing anak membeli dengan uangnya masing, apa yang mereka mau makan. Lagipula semahal-mahalnya makanan di situ, paling mahal cuma 600 yen. Jadi pasti cukup (kalau tidak cukup toh mereka bisa berhitung, seberapa uang yang mereka punya dan mereka bisa beli apa). Aku geli aja membayangkan 4 anak kelas 3 SD menonton dan makan bersama lalu hitung-hitung uang di dompet. Tapi pasti senang ya…. aku ingin deh bisa kelas 3 SD lagi dan mendapatkan pengalaman seperti itu 😀

Dan aku tak bisa menanyakan kesan Riku tentang acara menonton bersamanya sebelum Kai tidur pada malam harinya. Setelah Kai tidur aku menanyakan apakah Riku senang? “Tanoshikatta yo (senang sekali)… dan liburan kan masih ada 2 minggu, jadi kalau bisa minggu depan mau bermain bersama lagi”.

Bermainlah nak, selama kamu masih bisa bermain!

(Dan tentu saja aku langsung mengirim email kepada ibu yang sudah membuat rencana outing bersama ini, mengucapkan terima kasih)

Aku rasa teman-teman blogger punya banyak cerita dengan teman sekolahnya masing-masing, tidak seperti aku yang hakoiri musume. Atau bagi yang punya anak, sudahkah membiarkan anak-anakmu bermain bebas dengan teman-temannya? Atau mungkin kita terlalu parno sebagai orang tua?