Bersiul dan Cetak-cetok

24 Jan

Aku ingin tahu deh, apakah semua bisa bersiul? Ingat kapan pertama kali bisa bersiul? Aku sendiri tidak ingat kapan aku bisa bersiul, tapi aku ingat aku bisa bersiul karena ingin menandingi papa dan mama hihihi.

Dulu waktu masih kecil, aku ingat kalau mama dan papa saling “memanggil” pasangannya yang tidak ada di kamar yang sama dengan bersiul. Bukan berteriak, “Paaaaa…” atau “Maaaa…..”. Tapi mereka punya “lagu” sendiri untuk memanggil. Mungkin kalau diterjemahkan dengan kata-kata seperti “Schaatje” atau “Meisj….” (panggilan papa kepada mama memang Meisj dari dulu, padahal kan meisj artinya gadis hihihi). Nah, imelda kecil ingin meniru bersiul seperti itu, dan memonyong-monyongkan mulutnya meletakkan ujung lidah di belakang gigi bawah… fu…fuu…. fuuu….. mengeluarkan udara lewat sela-selanya.

Setelah berhasil, tentu saja bisa meniru nada panggilnya papa dan mama, bahkan bisa bersiul mengikuti irama. Suatu waktu aku bersiul di rumah kost pertamaku di Tokyo, dan dimarahi sang Nenek. Katanya, “Kupikir cucu laki-lakiku, ternyata kamu ya? Wanita Jepang tidak boleh bersiul…..” Supaya tidak panjang, ya aku iyakan saja, minta maaf, dan tidak bersiul lagi di rumah. Padahal waktu aku tanya Gen, dia tidak pernah dengar tabu seperti itu bahwa wanita Jepang tidak boleh bersiul dsb dsb. Dan memang sih aku tidak pernah mendengar wanita Jepang bersiul. Waktu kutanya ibu mertuaku, dia hanya bilang “Saya tidak bisa…” tanpa ada alasan lain. 😀

Waktu Riku  mendengar aku bersiul (setelah nikah dan punya rumah sendiri ya bebas dong untuk bersiul), dan ingin sekali bisa. Waktu itu dia baru TK, dan berusaha sekali belajar bersiul….. tapi agak sulit. Cukup lama dia akhirnya bisa bersiul. Tapi Kai…. seperti sudah aku ceritakan, ternyata Kai sudah bisa bersiul waktu kami pergi ke Disneyland waktu itu, berarti umur 3 tahun! Lalu kata Gen waktu aku beritahu hal itu, “Iya, Kai ompong sih, jadi gampang bersiul” hahaha. Jahat ya!

Karena Kai sudah bisa bersiul, dia merasa dia sudah gede, sama dengan kakaknya. Jadi kadang aku panggil dia, “Kakak Kai….” Dan dia memang sering bersiul-siul sendiri di rumah. Aku sih tidak pernah melarang, karena bukannya bersiul pertanda gembira? Betul kan?

Selain bersiul karena gembira, atau tidak ada kerjaan, biasanya aku ikut bersiul dengan burung perkutut kesayangan. Untuk mengundang perkutut peliharaan bernyanyi sering kami awali dengan bersiul dulu…. (dulu kami pelihara perkutut sih, jadi aku sering begitu hihihi).

Nah, ada satu lagi “keahlian” yang seakan-akan menjadi penentu “kedewasaan” seseorang. Aku tidak tahu apa namanya. Itu tuh, kalau kita mengeluarkan suara “cetak cetok” dengan jari tengah dan ibu jari, atau “memukulkan” jari telunjuk pada jari tengah dan ibu jari, sehingga mengeluarkan bunyi… ya cetak-cetok itu deh. Rasanya kalau sudah bisa mengeluarkan bunyi begitu puas rasanya, dan sering dilakukan jika kita bosan, atau memanggil …anjing :D. Tambah afdol lagi memanggil pakai cetak cetok itu dan bersuit, “Fuit fuit”. (Jangan lakukan untuk memanggil gadis lewat ya! :D)

Bagaimana apakah pembaca TE bisa bersiul dan cetak-cetok itu? Kapan bisanya? Atau tidak bisa atau tidak boleh karena ditabukan? (Dulu memang aku sering dengar tidak boleh bersiul di malam hari karena memanggil setan 😀 ). Ini bisa dikatakan ketrampilan atau ngga ya? hehehe….

Have a nice Monday! Mine will be busy as usual….. Dan Tokyo sedang mendung nih (max 9 derajat), malas mau ngapa-ngapain. Belum lagi aku mulai menderita karena serbuk bunga/ pollen. Terpaksa minum obat anti alergi deh.

Tabiks

EM