Porot dan U – dong!

27 Apr

Kemarin tiba-tiba temanku bertanya padaku, “Mel, bahasa Jakartanya untuk peres orang apaan sih?
“Bahasa Jkt? Peres? maksud kamu bullying?”
“Iya maksa seseorang dengan tekanan gitu loh”
“Aduh, apa ya? Peras aja kan udah bahasa Indonesia. Kok pakai cari kata lain? (soalnya aku tahu dia penerjemah, jadi kalau kerjaan ya bagusan pakai bahasa Indonesia kan?)
“Ngga, gue tiba-tiba teringat ada orang yang bilang, “Kita XXXX dia aja”, jadi penasaran gue lupa kata itu”
“Hmm aku orang baik sih jadi ngga tahu kata-kata kek gituan”
“wkwkwkw ho oh ya, emang kita berdua orang baik sih ya”

Dan akhirnya aku tanya sahabat-sahabatku Yessy, Puak dan Eka di twitter, dan keluarlah jawaban “MALAK”. Horeee, kupikir itu pasti jawabannya. Cepat-cepat aku kirim email temanku itu ke HPnya. Dan mendapat jawaban, “Gue baru inget mel, kata itu POROTIN” hahaha. Iya juga yah

Entah kenapa aku kalau dengar kata porot, selalu teringat pelorot. Celananya melorot hihi. Yah intinya sih kadang memang kalau kita tidak pakai, bahasa itu bisa terlupakan.

Hari ini seperti biasa aku mengantar Kai ke TK pukul 8:45an. Dan hari ini dia manja sekali padaku, menangis terus di depan pintu TK. Memang kemarin malam aku tidak membacakan picture book seperti biasanya sebelum tidur, karena aku sedang sakit tenggorokan. Riku yang mengambil alih membacakan untuk adiknya, sementara aku langsung tidur. Sepertinya Kai jadi merasa “kurang kasih sayang”, dan menangis terus di TK nya. Untung gurunya melihat aku sedang bingung, dan menjemput Kai masuk ke kelas, sementara aku lari ngabur hehehe.

Sampai dengan pukul 11:30, waktu Kai pulang TK aku tidurrrr ZzzZZZ, pulas banget deh. Hantam gejala flunya dengan obat dan tidur, soalnya hari Jumat aku mesti mengajar. Tidak bisa tidak masuk!

Begitu alarm berbunyi, aku pergi menjemput Kai, dan membiarkan dia bermain 30 menit di taman TK. Ah senangnya melihat dia mau bermain terus. Dibandingkan dengan Riku dulu, Riku malas bermain di halaman, itu juga karena dia melihat mamanya mau buru-buru pulang. Benar sekali terasa dulu Riku itu kasihan dibanding Kai. Waktuku melewati hari-hari dengan Kai lebih lega dan enjoyable.

Karena aku merasa lemas, malas masak makan siang untuk Kai saja. Jadi aku ajak Kai makan UDON. Riku dan Gen  tidak suka Udon, padahal di dekat rumahku ada resto Udon yang cukup terkenal karena pernah masuk TV (dan aku tonton kebetulan waktu itu). Resto ini membuat sendiri udonnya, dan memakai bahan semua yang dihasilkan jimoto 地元 daerah sendiri (lokal). Bahkan katanya harganya tidak sama setiap harinya, tergantung pakai bahan apa dan harga bahan itu berapa (yang berbeda tiap harinya). Biasanya kalau bahan itu banyak harga menjadi murah, sedangkan jika baru panen, masih segar harganya lebih mahal. Tapi untung saja kami diyakinkan bahwa tidak mungkin mahal sekali seperti sushi, masih terbayarlah. Kalau sushi memang harga “season” itu bisa membuat mulut menganga. Muahalnya rek.

Udon itu apa? Kalau soba sudah tahu ya? Mie Jepang yang berwarna coklat atau hijau yang ketebalannya seperti mie telur/mie kuning biasa. Sedangkan Udon adalah sejenis mi Jepang terbuat dari gandum yang berwarna putih dan khas nya mempunyai ketebalan yang TEBAL, mungkin sekitar 5 kalinya soba. Diameternya menurut JAS (Japanese Agricultural Standard) harus minimum 1,7 mm. Terus terang waktu aku pertama kali makan udon di Tokyo aku susah sekali menelannya. Waktu itu aku membayangkan cacing tanah soalnya (maaf ya) gendut-gendutnya mirip, cuma warnanya putih. Karena tebal, rasanya kenyal (hagotai ga aru), bagiku sih harus digigit dengan baik dulu sebelum ditelan. Lain sekali kekenyalannya dengan soba.

Udon dingin dengan kaldu kecap asin terpisah. Cara makan, ambil udon, celup ke kecap asin lalu dimakan.

Cara masak Udon memang bermacam-macam, biasanya ditentukan dari kaldu yang dipakai. Ada yang memakai kaldu dari shoyu (kecap Jepang) dan kaldu ikan (dashi), ada yang hanya kaldu ikan aja sehingga berwarna bening. Yang pasti sih Udon itu halal, selama tidak minta topping babi panggang iris tentunya (Jarang sekali resto Udon yang menyediakan babi panggang iris sih). Aku sendiri lebih suka makan udon dalam sup bening panas, daripada udon dingin (Zaru udon) yang dimakan dengan mencelupkan ke dalam sup kaldu dingin.

Tapi karena aku mengajak Kai, aku membiarkan dia yang memilih dari foto yang tersedia. Dan Kai memilih udon dingin. Kai sih apa saja berbentuk mi dia suka. Satu porsi besar Udon mori ini habis kami makan berdua.

Restoran bernama Enza ini memang kecil dengan kursi untuk 18 orang tapi cukup sejuk dan bersih. Suasananya enak. Tapi karena hanya menjual Udon saja, aku tak bisa mengajak Riku dan Gen ke sini. Yah cukuplah tempat ini menjadi tempat kencan khusus untuk aku dan Kai hehehe

Kai mengambil Udon, tapi karena terlalu panjang, akhirnya aku yang ambilkan dan potong-potong dengan kukuku. Setiap kali lupa membawa gunting.

NB: Keterangan lengkap mengenai Udon bisa baca di wikipedia.