Sebetulnya kita tidak boleh mengkotak-kotakkan jenis pekerjaan dengan pelakunya. Entah kenapa ada saja pemikiran itu. Misalnya berbicara soal pijat, langsung timbul kata tuna netra. Tukang kain = orang India. Salon rambut = “banci” (maaf, saya sendiri merasa enggan menuliskan kata ini sebenarnya). Banyak sekali pemikiran orang Indonesia yang sekarang saya merasa aneh dan kasar. Dalam bahasa Jepang ada kata HENKEN (prejudiced opinion) SABETSU (discrimination) dan kata-kata ini sekarang populer, dalam arti, bahasa Jepang giat sekali menghapus kata-kata yang pernah ada, yang mengandung prejudiced opinion /discrimination ini…. dan jumlahnya amat banyak. Memang di dalam bahasa Indonesia juga pernah terlihat usaha ini, yaitu misalnya mengganti kata “orang buta” menjadi tuna netra, “bisu-tuli” menjadi tuna rungu-tuna wicara, atau “pembantu” menjadi pramu wisma dll. Namun menurut saya masih banyak sekali ungkapan yang mengandung HENKEN/sabetsu tadi itu.
Topik posting saya kali ini memang berhubungan dengan tuna netra, yang bernama Yu Tum. Pagi hari ketika membuka laptop saya, terbaca oleh saya tentang ramalan bintang (horoskop) saya hari ini. Hmmm hari ini bintang saya menduduki ranking satu, dengan lima bintang bernyala untuk urusan keuangan, cinta dan keseluruhan. Dan terdapat kata-kata….. jika merasa lelah minta dipijat. Hmmm saya tidak begitu suka dipijat. Kenapa? Karena merasa geli dan pernah juga merasa badan justru lebih sakit setelah dipijat (kayaknya dukun pijatnya waktu itu dukun beranak mungkin hheheh). Namun hari ini dengan berbekal kata-kata di ramalan itu, dan kekakuan pundak dan leher yang semakin menjadi-jadi, saya berkata di meja makan pagi tadi,
“Saya mau pergi massage/pijat!”.
“kemana mel? Bersih-sehat? (nama tempat pijat di Mayestik yang sering dikunjungi adik-adik saya termasuk Kimiyo)
“kemana ya? kok aku jadinya takut juga ya?” (saya mulai membayangkan saya justru akan stress berada dalam bilik itu….phobianya keluar nih)
“Kamu maunya 1 jam atau 1,5 jam mel?”
“Wahhh emang segitu lama??? ngga bisa cuman 30 menit?” (tambah mikir)
“panggil aja pemijatnya ke rumah….” usul Chris
“wah kalau bisa panggil ok sekali…(so aku bisa merasa nyaman dibanding berada dalam bilik itu) ”
Alhasil, seorang Yu Tum yang tuna netra datang ke rumah saya jam 13:45, saat hampir semua orang keluar rumah, ada yang pergi ke seminar, ada yang pergi ke pameran furniture di JCC…termasuk Riku. Yu Tum mulai memijat saya dengan pijatan yang tidak keras dan tidak geli. Dan sambil bercakap-cakap saya menikmati otot-otot yang tadinya kaku mulai mengendur. (entah kenapa saya itu hampir selalu mengajak bicara supir taksi, pelayan toko, dan sekarang Yu Tum….cerewet benar saya ini)
Dari percakapan itu saya mengetahui bahwa Yu Tum ini sudah tidak bisa melihat sejak bayi. Tapi sampai dengan 1986 dia masih bisa melihat sedikit cahaya, warna dan gerakan dengan mata kanannya. Ketika tiba-tiba mata kanannya itu menjadi gelap sama sekali. Dia menjadi panik dan pergi memeriksakan ke RS Aini, dan memang dia harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa melihat seberkas cahaya tadi. Hhhh saya tak bisa membayangkan seandainya saya terbangun dalam gelap. Saya yang phobia gelap juga pasti tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan.
Dan pernahkah kita membayangkan bagaimana Tuna netra itu memilih baju? Mencocokkan warna? Memadukan warna baju dan rok sehingga pantas juga dipakainya? bukankah dia tidak bisa melihat? Yu Tum masih bisa meminta si penjahit bajunya untuk membuat rok atau baju dengan warna merah, karena dia belum punya. Dan meminta si penjahit memadukan warna dan model sehingga pantas dipakainya. Yu Tum pernah mengenal warna “merah” itu seperti apa meskipun sebentar. Bagaimana kalau dia sama sekali tidak pernah mengenal warna? Warna itu tidak penting lagi dan tidak berarti.
Sama halnya juga pada penderita buta warna…. bagaimana dia bisa membedakan warna? Kebetulan Chris,adik ipar saya juga merupakan pengidap buta warna ini. Pernah saya tanyakan ….”jadi kamu melihat seperti apa?” Jawabnya “Ya sulit untuk membedakan biru dengan ungu, warna dasar masih bisa dilihat tapi perpaduannya sulit. Jadi misalnya lampu lalulintas itu ya saya tahu kalau itu terdiri dari 3 warna… yang orang katakan sebagai Merah, kuning dan hijau” Tapi apakah sebenarnya itu benar hijau yang saya lihat atau biru…saya tidak tahu. Memang ada beberapa macam jenis buta warna. Yang terparah adalah melihat dunia ini sebagai Black and White.
Cahaya, terang, gelap, warna, rasa, bentuk….. merupakan hal-hal lumrah yang mungkin tidak lagi perlu dipikirkan oleh kita, tapi sambil bercakap-cakap dengan Yu Tum ini, saya mengucap syukur bahwa saya boleh mempunyai indera penglihatan yang baik. Yu Tum yang dulunya pesinden, kemudian ganti profesi menjadi pemijat. Yang mempunyai cucu di Solo yang mengharapkan dia pulang lebaran ini… berhasil membuat pikiran dan otot saya yang tegang menjadi kendur dengan cerita dan pijatannya. Dan tanpa sadar 1,5 jam saya dipijat… yang tadinya menawar 30 menit saja…. dan mungkin akan disela oleh adik-adik saya “habis yang dipijat gede sih” hehehe. (Tapi Chris membela saya dengan berkata,”aku dipijat bisa 2 jam loh…padahal aku kurus ceking gini) thanks Chris.
Hari ini terjadi lagi sebuah DEAI (pertemuan) yang memberikan kesan pada seorang Imelda. Terima kasih Tuhan.
(tadinya mau foto si Yu Tum…apalagi pas mijit…tapi berhubung ngga ada yang bisa dimintain motret …ngga ada deh potretnya Yu Tum bersama pasiennya hihihi)