“Mau makan apa?”
“Roti saja”
“Mau yang asin atau manis”
“Manis”
Dengan sigap aku memasukkan dua lembar roti ke dalam toaster, mengambil mentega dan meses.
“Namanya Muisjes Imelda! Bukan meses! Apa itu meses, meses….”
“Bagaimana tulisnya?”
Mamaku menuliskannya dengan tulisannya yang khas. M U I S J E S. Oh… Bahasa Belanda!
Memang Muisjes itu dari Belanda. Konon muisjes yang artinya Tikus Kecil itu ditaburkan di atas beschuit (roti kering bulat : bayangkan bagelen) menjadi tanda terima kasih pada acara kelahiran bayi baru. Orang tua membagikan beschuit met muisjes kepada para tamunya. Dinamakan Tikus Kecil karena adas manis berlapis gula berwarna merah muda, biru dan oranye ini bentuknya memang menyerupai tikus kecil.
Wait! Warnanya kok hanya merah muda, biru dan oranye dan terbuat dari adas manis? Padahal kita di Indonesia mengetahui bahwa meses itu terbuat dari coklat?
Jadi sebenarnya penyebutan coklat tabur menjadi muisjes itu salah. Karena sebetulnya namanya chocoladehagelslag, apalagi sulit menyebutkan hagelslag (baca : hahelslah) bagi orang Indonesia. Lagipula toh sama-sama ditaburkan di atas roti, bolehlah orang Indonesia menamakannya sebagai meses. Yang pasti sejarah hagelslag ini sudah lama yaitu dari tahun 1919 oleh B.E. Dieperink, dan dipopulerkan oleh perusahaan VENCO. Sampai sekarang pun meses ini tidak bisa lepas dari kehidupan orang Belanda sebagai makan pagi mereka, juga bagi Indonesia yang mengikutinya.
“Mamaaaa… Rotinya belum?”
“Oh iya…. Sebentar”
Aku pun cepat-cepat mengoleskan mentega dan meses eh muisjes eh hagelslag di atas roti untuk anakku.
**Ma…. aku kangen. Semalam aku merasakanmu lagi dalam mimpiku. Samar-samar. Aku tahu mama selalu bersamaku.**
sumber: https://www.iamexpat.nl/lifestyle/lifestyle-news/brief-history-dutch-sprinkles-aka-hagelslag