Ada dua makan sederhana yang kutahu waktu kecil. Nasi dengan kaldu ayam + air panas. Dan nasi dengan emping/kerupuk + kecap manis.
Kedua makanan sederhana itu adalah makanannya alm. mama. Aku pernah memergokinya makan nasi dengan bulyon (kaldu ayam) yang dilarutkan dalam air panas. Waktu itu memang belum waktu makan, tapi karena mama melewati pagi tanpa sarapan, dan langsung kerja di kebun, dia bilang dia kelaparan. Kelihatan enak sekali. Kadang aku diberinya sesuap.
Saat yang lain dia makan nasi dengan emping dan kecap manis. Pakai cabe rawit dan tidak kalah lahapnya. Aku minta tapi kepedasan untukku. Aku heran mama kok makan seperti itu.
“Ini enak Imelda…” Dan dia bercerita bahwa dulu, waktu dia masih kecil, sering hanya makan sisa-sisa kakek-nenek tempat dia tinggal. Waktu perang, opa masuk kamp tahanan dan oma berdagang. Karena anak banyak, mama dititipkan pada saudara jauh di Kemetiran, Yogya. Mama hanya makan sisa-sisa dari kedua sepuh itu.
Hari ini hari Kartini. Seorang pahlawan wanita yang mengangkat pendidikan bagi kaum wanita. Aku ingin membandingkannya dengan ibuku. Betapa ibuku juga menekankan pendidikan bagi anak-anak perempuannya.
“Imelda, kamu harus sekolah tinggi. Jangan seperti mama. Waktu SD mama terpaksa tinggal kelas. Di kelas 5, karena tiba-tiba harus mengikuti ujian dalam bahasa Indonesia. Kami belajar dalam bahasa Belanda, ya tentu tidak tahu apa pertanyaan ujian itu, karena ditanya dalam bahasa Indonesia. Zaman Batu? Apa itu?2
Mama sendiri hanya lulus SMP. Dia mau melanjutkan tapi karena kendala biaya, tidak bisa masuk SMA. Dan dia masuk sekolah perawat. Karena jika masuk sekolah perawat, dia tidak usah membayar uang sekolah, bahkan digaji. Banyak ceritanya tentang suka dukanya belajar di sekolah perawat itu, yang diceritakan di meja makan kepadaku. Yang pingsan waktu melihat jarum suntik. Atau cerita seorang nenek yang suka meleper tinjanya di tembok. Tapi dia selalu cari mama…. “Suster Maria….” Sampai suatu hari waktu mama dinas, dia melihat tempat tidurnya telah kosong.
Dengan gajinya Mama menabung supaya bisa mengikuti kursus bahasa Inggris dan mengetik. Berbekal ijazah bahasa Inggris dan mengetik itulah, mama bisa masuk bekerja di Shell. Dan mama bisa buktikan bahwa mama memang mampu bekerja. Setiap orang yang lewat meja mama waktu mama mengetik, pasti berhenti karena terpesona dengan kecepatan ketikannya. Di situlah mama bertemu papa.
Kami semua mendapat pendidikan yang top. Mama selalu berkata, “Tidak apa kita makan setiap hari dengan tempe, asal kalian sekolah di sekolah yang bagus. Pendidikan nomor satu!” Sekolah bagus berarti mahal, dan yang bersekolah di situ anak orang kaya. Untung aku tidak pernah malu membawa roti dengan telur ceplok untuk dimakan waktu istirahat. Karena kami tidak pernah mendapat uang jajan.
Mama, terima kasih untuk pendidikan yang engkau sediakan. Untuk gemblengan dan disiplin selama kami kecil. Kami bisa merasakan manfaatnya sekarang. Dan tentu akan aku teruskan untuk anak-anakku.
Nasi dan emping pakai kecap manis ini terasa enak sekali, Ma. Karena aku tahu Mama selalu melihat kami dari atas sana.
Dalam tangan anaklah terletak masa depan dan dalam tangan ibulah tergenggam anak yang merupakan masa depan itu. (RA. Kartini)