Pagi hari tanggal 22 November, Selasa, seperti biasa aku terjaga pukul setengah lima pagi. Karena aku mesti memasak nasi untuk sarapan, aku masuk dapur dan mulai beberes ini itu. Tentu sambil sesekali kembali ke komputerku untuk menyiapkan bahan pelajaran hari itu. Kira-kira pukul 5:55 pagi, aku sedang berdiri sambil melipat cucian, dan aku merasa goyang. Aneh pikirku, mungkin aku terlalu capek. Eh persis 1 menit sebelum pukul 6, pas Riku juga sudah berada di dekat meja makan bersamaku, terasa gempa yang cukup lama. Kami berdua langsung bersiap kalau gempa akan menjadi besar, sementara Gen membangunkan Kai yang masih tidur. Langsung kupasang TV, dan mengetahui bahwa telah terjadi gempa di Fukushima, dan langsung melihat ada Peringatan Tsunami. Jepang telah belajar banyak dari gempa besar di Tohoku 5 tahun lalu. Pembaca berita mengatakan, “Belajarlah dari gempa yang lalu, segeralah pergi mengungsi ke tempat yang lebih tinggi!”.
Kabarnya ketinggian tsunami hanya 1,4 meter, tapi meskipun dikatakan tidak terlalu tinggi, air pasang yang hanya sebetis pun, jika berbalik akan menghanyutkan orang. Apalagi jika air itu membawa benda-benda hanyut berbahaya. Dan diketahui bahwa gempa bumi magnitude 7,4 skala richter ini tidak memakan banyak korban.
Tapi pengaruh gempa pagi itu cukup terasa di Tokyo. Transportasi terutama kereta banyak yang terlambat, sehingga aku harus menunggu mahasiswa datang untuk mengikuti kuliahku. Nah, saat itu, sambil menunggu aku mendapat pesan lewat inbox message, dari BANTA san. Dia menanyakan kabarku, karena mendengar bahwa ada gempa di Jepang. Waaaah aku langsung menjawab messagenya dan bahkan memulai percakapan dengannya. Sebetulnya aku sudah mendapat pesan-pesan dari keponakan dan dari dia sendiri di sosmed, tapi setiap kubalas, tidak ada kelanjutannya. Baru kali ini, aku berhasil bercakap-cakap dengannya.
Siapa Banta san? Kalau ada teman yang pernah membaca tulisan di TE ini yang berjudul Kartu Pos itu…., tentu mengenal nama Banta. Dia adalah seorang pendengar setia acara radioku (jaman aku masih penyiar radio) yang berasal dari Aceh. Waktu terjadi tsunami di Aceh aku kepikiran dia terus, karena aku tahu dia sudah pulang ke Indonesia. Dan tulisan tahun 2008 itu dijawab oleh keponakan Banta san tahun 20014 bahwa Banta san masih hidup! Itu saja sudah membuatku lega, meskipun semua pertanyaanku lewat email tidak dijawab. Nah, pagi itu, tgl 22 November 2016, Banta san sendiri menghubungiku.
Setelah menjawab pertanyaannya soal gempa paginya, aku langsung bertanya padanya ….soal Tsunami Aceh, 26 Desember 2004, apakah dia berada di Aceh saat itu? Dan dia menjawab:
Saya di pidie.aceh.langsung mengalami dan melihatnya.anak saya umur 2′ th meninggal.adik ipar 2, dan kemenakan.1 .hampir 5 th.saya seperti orang ling lung.sekarang sudah ada pengganti 3’orang
Ah, ternyata memang Banta san di Aceh dan terkena dampak tsunami. Aku hanya bisa mengatakan turut berduka dan berharap dia tetap tegar dan kuat. Lalu tadi sore dia mengirimkan pesan.
Saya membaca tulisan diblog, saya sampai menitikkan, air mata sungguh sangat kelu,saya waktu mengingat saat tsunami, apalagi membaca tulisan kk imelda, saya membaca semua,….
Aku merasa bersalah telah membuatnya sedih lagi, teringat lagi akan peristiwa itu. Tapi berkat aku menulis di blog ini, aku bisa mengetahui kabarnya. Ini adalah manfaat yang langsung bisa kurasakan dengan menulis di blog. Meskipun akhir-akhir ini aku jarang menulis di sini, aku akan usahakan terus mencatat atau paling sedikit merekam bukti-bukti berupa foto yang kelak bisa kutuangkan dalam tulisan.
Kutulis posting ini pada hari libur di Jepang, 23 November, Kinro Kansha 勤労感謝の日 atau Labour thanksgiving day. Hari yang dingin dengan awan merebak di langit, sesekali membiarkan sinar matahari menyembul. Sambil menantikan hari esok yang diperkirakan lebih dingin lagi dengan maksimum suhu 2 derajat saja. Kai sih senang sekali mendengar kemungkinan itu 😀