Judul aslinya “Kome Hyappyou 米百俵” , samar-samar aku mengingat sebuah cerita sejarah yang melatarbelakangi slogan “100 karung beras” ini. Peristiwa ini terjadi di domain (=藩 han = daerah yang dikepalai seorang Hanshu, semacam “raja kecil”) Nagaoka, di prefektur Niigata sekitar tahun 1860-an. Saat itu daerah ini kalah perang Boshin, dan mengalami kelaparan. Melihat kondisi ini, “tetangga”nya domain Mineyama, mengirimkan 100 karung beras, dengan tujuan menyelamatkan daerah Nagaoka dari kelaparan. TAPI, seorang petinggi daerah Nagaoka yang bernama Kobayashi Torasaburo malahan menyuruh menjual beras itu dan hasil penjualan diperuntukkan untuk membangun sekolah. Katanya: “Seratus karung beras itu jika dimakan akan habis dalam sekejap, tapi jika dijadikan sekolah (pendidikan) kita akan menuai hasilnya kelak, 10.000 atau 100.000 karung.” 「百俵の米も、食えばたちまちなくなるが、教育にあてれば明日の一万、百万俵となる」
Tentu saja keputusan itu dikecam oleh petinggi yang lain, namun keputusan itu tetap dijalankan dan didirikan Koukkan Gakkou yang menjadi cikal bakal SD Sakanoue, yang masih ada sampai sekarang. Dan semangat Kome Hyappyou ini disentil lagi oleh PM Jun-ichiro Koizumi, dengan menekankan pentingnya berpikir jauh ke depan.
Sebetulnya hari ini tanggal 12 Oktober 2015 merupakan hari Olahraga di Jepang. Karena sekolah anak-anakku sudah menjalankan class meeting di bulan Mei, kami tidak perlu datang ke sekolah untuk meramaikan Undokai (class meeting) tersebut. Tapi meskipun hari ini tanggal merah, deMiyashita tidak libur. Papa Gen bekerja, karena hampir semua universitas mengadakan kuliah pada hari ini. Riku juga tidak ada di rumah, karena mengikuti pertandingan Badminton pemula bagi amatir se-kelurahan Nerima sejak kemarin. Hari ini dia bermain dobel bersama temannya…. dan … tentu saja kalah karena dia baru mulai belajar bermain sejak April lalu hehehe.
Nanti tanggal 3 November, Jepang juga merayakan Hari Kebudayaan, jadi libur. Dan untuk merayakan hari kebudayaan itu, sekolah Riku mengadakan perlombaan paduan suara. Delapan belas kelas sudah berlatih sejak awal bulan Oktober, dan besok akan tampil di Pusat Kebudayaan daerah kami. Aku pun akan ikut sibuk karena aku harus mengambil foto untuk kemudian dimasukkan ke dalam buletin PTA.
Yang membuat aku termenung hari ini adalah kenyataan bahwa di Jepang TIDAK ADA hari pendidikan seperti di Indonesia. Tapi tentu bukan berarti Jepang tidak menganggap pendidikan itu penting. Dan aku sadari bahwa dari olahraga dan kebudayaan itu juga tercermin pendidikan Jepang yang sesungguhnya. SEMUA berawal dari kelompok kecil. Kerjasama dan persatuan. Maju bersama demi masa depan!
Satu lagi yang membuatku ingat pada “100 karung beras” ini adalah sebuah buku yang dikarang Yamamoto Yuzo, seorang pengarang sastra anak-anak dan penulis skrip drama (screen play) yang terkenal. Buku “Kome Hyappyou” juga merupakan buku skrip drama. Aku melihat buku ini di museum Yamamoto Yuzo yang berada di Kichijouji, tidak jauh dari gerejaku. Karena ada tempat parkirnya, Gen memarkirkan mobil kami, dan kami bertiga : aku, Gen dan Kai masuk ke dalam. Riku sakit kepala sehingga menunggu di mobil.
Museum ini merupakan bekas rumah kediaman Yamamoto Yuzo. Dari foto-foto yang ada, terlihat banyak anak-anak yang mengunjungi rumah itu dan membaca buku-buku cerita anak-anak di perpustakaan rumah itu. Ada pula foto waktu Yamamoto Yuzo berdiri berbicara di depan anak-anak itu di teras rumah. Rumahnya asri dan memang merupakan bangunan eropa.
Ada beberapa karyanya yang terkenal, tapi belum ada yang pernah kubaca. Tapi Gen menyarankan untuk membaca kompilasinya mengenai sastra dunia yang dia terjemahkan. Hmmm kalau sastra dunia mending aku baca dalam bahasa Inggris dong hehehe.