Seperti yang sudah kutuliskan di posting-posting sebelumnya, aku memang menjadi sangat sibuk sejak bulan April lalu. Setiap hari kerja aku harus pergi mengajar, dan tempatnya jauh. Kira-kira makan waktu 2 jam dari rumahku. Sebetulnya kalau aku mau, aku bisa minta kamar untuk menginap di tempat itu, karena tempat ini adalah semacam mess pelatihan dengan banyak kamar, tapi tentu saja sebagai seorang ibu, aku tidak akan merasa tenang jika tidak meyakinkan diri bahwa anak-anak akan pergi ke sekolah dengan segala persiapannya. Membangunkan mereka (Riku bisa bangun sendiri, tapi Kai sulit bangun), kemudian menyiapkan sarapan dan tas mereka, bahkan jika aku harus menyiapkan juga makan sore/malam mereka. Biasanya aku bangun jam 4 untuk masak dan menyiapkan bahan pelajaran. Dan karena sejak masuk bulan Juni, kelembaban udara naik dan menyebabkan kami tidak bisa menaruh makanan di luar terlalu lama. Untung saja anak sulungku sudah bisa memanaskan dengan microwave.
Tapi untungnya pekerjaan di sebuah institut negara ini sudah selesai kontraknya sampai tanggal 18 Juni yang lalu, sehingga mulai tanggal 23, aku bisa leyeh-leyeh di rumah dan mengerjakan apa-apa yang tidak sempat kukerjakan selama ini. Benar-benar dua setengah bulan yang memeras tenaga dan pikiran. Tapi, selama itu sedikitnya ada dua kali peristiwa yang membuatku merasa aman.
Pertama waktu terjadi hujan lebat dan angin puting beliung di daerah rumah kami. Aku mengetahui kejadian tersebut dari layanan email kelurahan kami bahwa daerah kami terkena hujan badai setempat serta guntur, Dan di jalan rumahku listrik mati. Padahal di tempat kerjaku terang benderang… wah bagaimana nih. Aku tanya “adik lesung pipit”ku Sachan yang rumahnya terletak di kelurahan sebelah, dan memang bener terjadi hujan lebat. Aku coba telepon ke rumah tapi tidak bisa sambung… benar saja apartemenku mati listriknya. Sempat khawatir akan kondisi Kai yang pulang sendiri, tapi kemudian ada email dari sekolah yang bertuliskan, “Karena hujan keras dan guntur, murid kelas 1 yang seharusnya pulang, kami suruh tunggu di sekolah sampai hujan reda” Ahhhh rasanya lega sekali. Pasti lebih aman berada dalam sekolah (padahal sekolah juga padam listriknya). Sambil bergegas pulang, aku perhatikan HP terus. Tak lama aku menerima email dari kelurahan yang menyatakan bahwa listrik di jalan apartemenku sudah nyala kembali, dan email dari SD bahwa anak-anak sudah diperbolehkan pulang. Legaaaa sekali rasanya, dan saat ini aku berterima kasih sekali akan pelayanan pemerintah daerah tempat tinggalku yang sudah memberikan rasa aman.
Memang untuk mendapatkan layanan email ini perlu pendaftaran sendiri, dan aku sudah lakukan cukup lama. Aku bisa pilih pemberitahuan apa saja yang aku mau, dan aku pilih “keamanan” dan “Cuaca”. Kadang jika terjadi kejahatan minor, akan ada laporannya via email pagi hari. Misalnya “kemarin waktu pulang sekolah, seorang murid wanita di jalan xxx ditanya oleh seorang laki-laki separuh baya letak WC umum dan mengajak pergi bersama. Tapi si murid lari.” Sehingga ibu-ibu bisa mewanti-wanti anak perempuannya, terutama jika berjalan ke arah jalan itu.
Nah peristiwa kedua terjadi hari Senin kemarin. Rupanya ada kejadian percobaan perampokan di sekitar stasiun dekat rumahku. Memang perampokannya bisa digagalkan, tapi pelakunya lari. Nah, ditakuti kalau dia lari ke daerah perumahan dan sekolah. Sehingga anak-anak disuruh pulang berkelompok dan tidak keluar bermain sendiri. Ini kuketahui dari email sekolah, dan aku cukup merasa aman dan tenang waktu anak-anak telepon ke HPku dan memberitahukan bahwa mereka sudah di rumah.
Waktu itu, aku sedang jalan dengan Sanchan ke Showa Memorial Park. Kami berdua sudah lama tidak bertemu dan masing-masing sibuk, sehingga begitu ada waktu kosong, kami janjian untuk bertemu. Sebetulnya bingung juga antara ingin istirahat di rumah atau pergi berdua. Tapi karena memang sulit mencocokkan jadwal, kami akhirnya janjian pergi ke Tachikawa. Tanpa lunch karena sudah siang waktu kami keluar rumah. Untung saja aku sempat membeli roti sandwich untuk dimakan jika kelaparan.
Kami masuk ke areal taman pukul 2 siang. Dan kami memutuskan untuk menyewa sepeda supaya bisa mengelilingi taman yang cukup luas ini. Biaya sewa 410 yen untuk 3 jam, tapi kami harus kembali pukul 4:30 karena taman tutup pukul 5. Tapi yang pasti, kami merasa bersyukur menyewa sepeda. Meskipun banyak tanjakan juga, kami bisa menghemat waktu dan bisa melihat banyak meskipun tidak semua. Kebanyakan di daerah tepi jalan sepeda saja.
Yang pasti kami senang bisa menemukan rumpun ajisai putih. Bunga hydrangea ini umumnya berwarna biru, sehingga yang putih bersih jarang ditemukan. Selain menemui pohon-pohon aneh, kami juga sempat berfoto di jalan yang dinaungi pohon ginkyo. Damai sekali rasanya melihat bunga-bunga dan pohon-pohon di sini. Kalau musim gugur pasti lebih indah deh. Kami berencana untuk pergi ke sini lagi, nanti sekitar bulan Oktober, dan tentu menyewa sepeda lagi 😀
Tujuan kami sebetulnya adalah Taman Jepang, karena meskipun aku sudah beberapa kali ke sini, belum pernah masuk ke Taman Jepang. Kebetulan di situ juga sedang ada pameran Bonsai. Terkaget-kaget kami melihat tulisan nama bonsai di situ, karena tercantum juga usianya. Yang paling tua berusia 300 tahun dan termuda 15 tahun. Orang Jepang benar-benar telaten merawat bonsai, yang sudah pasti dilanjutkan turun temurun.
Karena lapar, akhirnya kami makan roti di parkiran sepeda, kemudian pulang mengembalikan sepeda. Tak ada waktu lagi untuk makan bareng, karena aku juga harus berbelanja dan menemani anak-anak di rumah. Tapi paling tidak dalam satu hari itu aku sudah menggunakan waktu me-time dengan bermanfaat (bersepeda bersama sahabat) dan merasakan aman dan damai!
Lihat foto-fotonya jadi teringat Shinjuku Gyoen yang cantik yang pernah aku kunjungi 4 tahun lalu 🙂
ya shinjuku gyouen di pusat kota, kalau ini di pinggiran dan lebih luas
sekolahnya perhatian dnegan murid2nya ya mbak, samapai di email . hebat
ya itu sebagai salah satu cara komunikasi dengan orang tua murid
Cakep ya Mba taman-tamannya…
Sekolah juga sangat perhatian ya, ada kejadian apa aja pasti dikabarin ke orangtuanya ya…
taman di sini selain banyak juga bagus terpelihara.
Ya, karena itu aku merasa aman meninggalkan anak-anak sendirian
Aku salut banget deh sama Mbak Imelda.. dan wanita ibu rumah tangga yang bekerja di Jepang. Rasanya nggak kebayang kalau aku harus tugas ke luar kota dan di rumah nggak ada orang yang bisa dipercaya untuk menjaga dan mengurus anak-anak..
Mencuri waktu untuk bertemu teman…”sesuatu banget”. Tapi tetap harus dipaksakan, karena kita bisa terjebak dalam kesibukan yang tiada henti. Ketemu teman, jalan-jalan melihat taman yang indah, membuat hati tenang dan damai, dan semangat untuk memulai kembali kegiatan rutin yang sibuk.
Untuk mendapatkan email perlu mendaftar ya Imel? Tapi senang karena bisa update info terus.
Kok saya senang lo mb, dengan gambar rumah kecil (saung) di pinggir danau itu
Artinya semua pihak di Jepang sudah paham dengan teknologi (meskipun masih sederhana seperti penggunaan email) sehingga dapat membantu mempercepat penyebaran informasi.
Bedanya dengan personil kelurahan di Indonesia, mungkin sebagian besar belum paham memanfaatkan teknologi untuk berkomunikasi, kalaupun ada masih sebatas retorika saja.
Btw dua-duanya punya lesung pipit lo mb 🙂
Penggunaan teknologi informasi dari sekolah dan kelurahan sungguh penunjang rasa aman damai ya mbak, apresiasi…..bukan untuk saling provokasi. Ajisai yang mekar sempurna, putihnya bersih sekali. Salam