Pernah mempelajari bagaimana berdiskusi yang baik? Aku sendiri lupa-lupa ingat, apakah aku belajar berdiskusi di sekolah atau di latihan kepemimpinan. Maklum sudah banyak kali mengikuti latihan kepemimpinan, sampai lupa apakah pernah belajar berdiskusi di SD.
Pagi ini aku mengunjungi sekolah Riku dan Kai dalam rangka Open School SD Negeri daerahku, yang merupakan kegiatan berkala sekolah itu. Karena Gen bekerja, dan palajaran yang diberikan hari ini hanya 4 pelajaran, aku cepat-cepat keluar rumah dan mengikuti dari pelajaran pertama pukul 8:35 di kelasnya Riku, kelas 6. Dia memang mengatakan padaku, “Mama kan musti lihat kelasnya Kai juga, mending ke kelas aku jam pertama, lalu jam kedua ke kelas Kai. Jam pertama aku akan ada pelajaran diskusi”.
Diskusinya bertemakan “Untuk sarapan, lebih baik roti daripada nasi”. Kemarin malam dia sempat bertanya-tanya pada papanya karena dia masuk grup yang memihak nasi, dan harus mengemukakan keunggulan nasi daripada roti. Dari soal kalori, soal kemudahan persiapan, soal kebudayaan orang Jepang yang makan nasi dsb. Yang lucu Gen sempat mengatakan begini, “Kalau bangun pagi, apakah cuci tangan dulu sebelum makan? Biasanya tidak kan? Padahal kalau makan roti pasti pegang langsung pakai tangan, sedangkan makan nasi tidak. Pakai sumpit kan? Jadi lebih bersih nasi!” hahaha…. ya benar sih, aku jadi ingin tanya apakah orang-orang itu cuci tangan ngga ya kalau makan pagi. Kalau makan siang/malam memang pasti cuci tangan dulu, tapi pagi2 begitu bangun duduk dan makan? hihihi. Aku sih pasti cuci tangan, karena aku yang masak 😀
Sepanjang yang kulihat tadi, anak-anak kelas 6 sudah lumayan untuk berdiskusi. Tidak ada yang bertengkar, atau menjelek-jelekkan lawan, atau bicara dengan “membodoh-bodohi”. Di kelas 5 mereka hanya belajar diskusi dengan dua grup, pro-kontra dan diketuai moderator, dilengkapi pencatat untuk grup pro dan pencatat grup kontra serta penghitung waktu. Tapi kali ini ditambah dengan grup pengawas dan grup ini yang memberikan keputusan siapa yang paling bagus memberikan argumen. Semoga saja di SD Indonesia juga mempelajari cara berdiskusi yang baik ya.
Pada jam pelajaran ke dua aku ke kelas Kai, dan mereka sedang belajar etika. Setiap anak dibagikan lembar pertanyaan seperti : Apakah kamu punya adik laki-laki? Apakah kamu suka susu? dsb sebanyak 10 pertanyaan. Setiap anak harus secara aktif menyapa teman, memberikan salam lalu menanyakan satu pertanyaan yang ada. Kalau benar, temannya akan memberikan tanda-tangan, sedangkan kalau salah, dia harus mencari teman lain yang kira-kira jawabannya benar. Tujuannya untuk membuat murid-murid tidak takit bertanya dan berkomunikasi. Belajar bermasyarakat. Terutama karena mereka baru kelas 1 dan belum begitu mengenal teman-teman sekelasnya.
Dan Kai? aduuuh dia cuek beibeh dan tidak bisa menyapa teman-temannya untuk bertanya duluan. Kalau ada yang menghampir dia, dia sih akan jawab, tapi dia sendiri tidak aktif! Pemalu! Sampai aku melotot-melotot dari jauh menyuruh dia berbaur dengan temannya. Untung saja gurunya juga memperbolehkan bertanya pada orang tua yang berdiri di belakang, sehingga paling tidak Kai bisa bertanya padaku 😀 Tapi untunglah pada akhir pelajaran dia berhasil mendapatkan 6 tanda tangan dari 10 yang harus dikumpulkan. Duh Kai~~~~
Selesai jam kedua, aku cepat-cepat pulang untuk menjemur cucian, kemudian pergi ke dokter gigi untuk memeriksa luka bekas cabutan minggu lalu dan membersihkan karang gigi, yang sebetulnya harus dilakukan 6 bulan sekali (aku sudah “bolos” 2 tahun euy hihihi).
Hari ini panas, max 30 derajat saja! Sudah summer! (Dan semoga musim hujannya sudah selesai, karena hujan terus menerus seminggu yang lalu, pakaian jadi anyep, tidak kena matahari)