Pasti setiap orang tua pernah mengucapkan kata-kata itu. Nanti jatuh! Jangan naik-naik, jangan manjat-manjat!
Tapi aku belajar untuk tidak selalu mengucapkan kata itu… meskipun aku harus deg-degan, karena aku takut ketinggian. Terutama kepada Kai. Aku tahu aku jarang sekali mendukung Riku untuk naik/manjat waktu dia di TK dulu. Riku sendiri juga tidak mau berusaha, dia juga penakut seperti mamanya. Awalnya Kai juga begitu. Bahkan kalau dia naik tangga dia tidak mau di bagian pinggir yang harus melihat ke bawah. Dia selalu bersembunyi di samping/belakangku. Dan…aku tahu bahwa aku harus mendorong dia supaya jangan terlalu takut. Dia anak lelaki! Dan untuk itu aku HARUS berani juga 🙂 Sulit ya menjadi orang tua 🙂 (Tentu saja bagaimana kita mau anak-anak kita suka makan sayur kalau kita tidak suka sayur? Mereka MELIHAT orang tuanya)
Karenanya sekarang aku hampir selalu mengabulkan permintaan Kai sepulang sekolah untuk bermain di halaman sekolahnya. Dan peraturan di TKnya, anak-anak boleh bermain selama 30 menit (berarti sampai 2:30) ASAL diawasi orang tuanya. Tak jarang ibu-ibu berkumpul dan ngerumpi sendiri dan membiarkan anak-anaknya bermain. Sedangkan aku seperti biasanya lebih taat pada peraturan sehingga aku selalu “menguntit” Kai pergi ke mana. Sambil dia meluncur, atau berlari, atau bermain jungle jim, aku sering berpikir, untung Kai mau mencoba.
Kemarin dengan bangganya dia memperlihatkan padaku bahwa dia bisa berputar di tiang senam dan bergelantungan di tiang lainnya. Aku sendiri tidak bisa, tapi aku pikir perlu untuk bisa! Aku juga senang kalau dia mencoba untuk naik pohon! Karena aku sendiri belum pernah naik pohon, padahal adik perempuanku si tante Titin waktu TK setiap hari “bergelantungan” di pohon. Setiap kami, kakak-kakaknya mencari untuk pulang dan bertanya pada gurunya, pasti gurunya katakan, “Cari saja di atas pohon!”.
Tapi kemarin aku memang menegur anak-anak yang bermain di pohon. Bukan, “Jangan, nanti jatuh” tapi “Jangan, nanti rantingnya patah!”. Sayang pohonnya heheheh. Karena aku tahu itu pohon sakura dan rantingnya begitu kecil untuk digelantungi 3 anak. Yang heran, ibu-ibunya yang ada di sekitar itu kok tidak menegur ya?
Masih bicara soal naik pohon, kemarin aku menangis! (Emang sedang sensi juga sih….. ) Ya aku membaca dari twitternya mbak Tias Tatanka, istri Gol A Gong, pemilik Rumah Dunia, bahwa ada anak yang jatuh dari pohon Kersen yang ada di lingkungan RD setinggi 3 meter-an. Firna anak itu jatuh telungkup ke tanah. Mengeluarkan darah kental dan kejang beberapa saat. Teman2 menjerit seketika…. langsung dikirim ke RS dan discan kepalanya. Tentu saja yang menjadi masalah adalah biaya 🙁 Untunglah relawan dan pendukung RD langsung bergerak dan mengumpulkan sumbangan untuk perawatan HCU yang konon biayanya 2 juta semalam. Ibunya sudah meninggal sehingga dirawat oleh nenek dan pamannya. 🙁
Kecelakaan dapat terjadi di mana saja. Konon memang banyak anak yang suka memanjat pohon itu yang kemudian langsung ditebang. Meskipun sudah diperingatkan, namanya anak-anak, tidak mendengar. Mesti ada ibunya di sebelahnya untuk mengawasi, tapi ibunya Firna tidak ada karena sudah meninggal juga. Perlu ada pendidikan/pembinaan bagi anak-anak ini, tentang bahaya bermain. Juga pembinaan terhadap ibu-ibunya, karena konon mbak Tias juga sering memperingatkan ibu-ibu mereka dan di jawab, “Biar saja bu, namanya anak-anak….” Tapi kalau terjadi bencana?
Aku juga tahu mas Gong pasti de javu lagi dengan kecelakaan yang menimpa dirinya sehingga tangan kirinya harus diamputasi. Penanganan kecelakaaan anak-anak harus dilaksanakan dengan memikirkan masa depan anak-anak itu. Dan itu adalah tanggung jawab orang tua. Ah, seharian aku memikirkan anak-anak secara keseluruhan dan masa depannya. Bagaimana jika Riku atau Kai mendapat kecelakaan seperti itu. Memang aku beruntung tinggal di Jepang, sehingga semua biaya RS gratis untuk anak SD dan SMP. Di Indonesia juga tidak ada Asuransi Nasional yang begitu tertata seperti di Jepang (bahkan di US pun konon tidak semurah di Jepang). Tapi di Indonesia? TIDAK BOLEH SAKIT di negara kita tersayang 🙁 apalagi orang miskin 🙁
Ada satu message dari mbak Tias yang sangat aku pujikan. Katanya: “Si Kaka pernah naik, trus aku bilang jangan tinggi2, alhamdulillah, gak naik2 lagi, udah tahu rasanya naik pohon. Odie juga. Mungkin karena banyak alternatif permainan yg lbh menarik dr sekadar naik pohon..” Jadi tetap mengijinkan asal sudah rasa, dan memberikan alternatif permainan lainnya yang lebih menarik. Menjadi orang tua juga harus belajar untuk tidak parno 😀 tapi yang penuh perhitungan. Susah ya 🙂
Dan semalam aku membawa semua peristiwa ini dalam doa, mendoakan Firna, mendoakan RD, mendoakan anak-anak dan mendoakan agar kami orang tua bisa menjaga anak-anak ini.
NB: Oh ya Rumah Dunia tgl 2 Maret ini akan berulang tahun ke 11. Selamat untuk Mas Gong dan Mbak Tias yang telah mengasuh RD sampai sekarang ini, dan sebentar lagi RD akan mempunyai Gelanggang Remaja yang akan menjadi pusat kegiatan anak-anak dan remaja di Serang.