Lapor 2x24jam !

18 Feb

Sering kita lihat di pengumanan RT/RW bahwa tamu 1×24 jam atau 2×24 jam untuk melapor ke ketua RT, yang konon mengacu pada UU No. 23/2006 soal pendatang. Peraturan ini menurutku baik juga, karena dengan demikian bisa mencegah masuknya “orang asing bertujuan jahat” dalam lingkungan kita. Tapi kalau setiap saudara dari daerah menginap harus melapor, kasihan juga pak RTnya ya :D, maklum rumahku di Jkt memang biasa jadi tempat singgah saudara-saudara yang tersebar di tanah air.

Tapi hari ini aku mau lapor ah kegiatanku dalam 48 jam sebelum hari ini, mulai Sabtu siang kemarin. Karena aku belum menerima abu pada hari Rabu Abu (awal masa puasa untuk umat Katolik)  aku “maksa” anak-anak untuk ke gereja di Meguro, gereja berbahasa Indonesia setiap Sabtu pukul 5. Memang kasihan juga kalau anak-anak mengikuti misa berbahasa Indonesia karena mereka tidak mengerti bahasanya. Jadi aku janji pada mereka bahwa aku kita akan makan MacD sebelum misa. Tapi karena perginya mepet, kalau mampir MacD dulu pasti terlambat, jadi aku minta anak-anak bersabar, mengikuti misa dulu baru setelah misa ke Mac D. TAPI… misa hari Sabtu itu cukup lama karena diawali dengan Jalan Salib dulu, kemudian pemberian abu baru dilanjut misa biasa. Untung saja anak-anak masih bisa tahan mengikuti 1,5 jam upacara yang tidak mereka mengerti. Tapi untuk aku sendiri, benar-benar merasa senang karena bisa merayakan ekaristi dalam bahasaku sendiri. Kalau papanya tidak bekerja sih sebaiknya memang aku titipkan anak-anak di rumah saja, sayangnya suamiku tetap harus bekerja meskipun Sabtu.

Jadi misa sudah dipenuhi hari sabtu, sambil aku menerangkan bacaan Injil yang dipakai hari itu kepada Riku, kami pulang ke rumah dalam udara yang dingiiiiin sekali. Brrr deh, north wind-nya benar-benar menusuk tulang. Dan tentu saja aku memenuhi janjiku kepada anak-anak makan di mac D.

Tapi seperti biasanya Riku harus mengikuti Sekolah Minggu di gereja Kichijouji. Kalau aku tidak ke misa di Meguro ini, kami biasanya ke misa pukul 9 pagi (misa anak-anak) lalu sesudah misa pukul 10, Riku akan mengikuti sekolah Minggu sampai pukul 11:15. Tapi karena Riku sedang persiapan komuni pertama, dia ada pelajaran tambahan katekismus sampai pukul 12 (dan seringnya sampai 12:30… bahkan kemarin sampai pukul 1….). Nah, biasanya aku mengantar Riku ke misa dan  manyun menunggu Riku sekolah Minggu. TAPI kemarin ini ada satu kemajuan besar pada Riku yang akan berulang tahun ke 10 minggu depan. DIA PERTAMA KALI NAIK BUS SENDIRI. 

“Ma, aku pergi sendiri aja deh…. mau coba naik bus”
“Berani? Gampang kan? Kamu sudah tahu tempatnya juga…”
“Iya bisa kok…”

Jadi aku berikan dia uang bus, dan aku lebihkan untuk membeli jus saja. Hanya membawa 420 yen saja! Dan tidak lupa aku bawakan dia kartu namaku, seandainya ada apa-apa. (Padahal aku baru ingat kartu namaku itu semuanya alfabet hihihi)
Sempat ragu-ragu juga dia sebelum pergi, lalu aku katakan…..
“Riku…. biasanya ibu-ibu itu khawatir SEKALI waktu melepaskan anaknya pergi sendirian. PARNO. Kelihatannya mama cuek banget ya? Memang mama cuek, karena mama tahu Riku pasti bisa. TAPI kalau Riku ragu-ragu nanti mama ketularan ragu-ragu, trus mama  khawatir, terus mama melarang kamu pergi, trus kamu musti pergi dengan mama teruuuuus sampai jadi kakek-kakek kan? Jadi… jangan ragu-ragu! Kamu sudah besar, sudah bisa baca kanji. Punya mulut untuk tanya, dan mama tahu kamu tidak pernah MALU bertanya sejak kecil. So…. GO GO GO!!”

Dia harus naik bus dari halte dekat rumah (kira-kira300 meter), lalu membayar ongkos bus untuk anak-anak (harus memberitahukan KODOMO – anak-anak ) seharga 110 yen. Kemudian duduk (kalau ada tempat duduk) selama kira-kira 25 menit. Turun di terminal lalu jalan kaki ke gereja Kichijoji 10/15 menit. MUDAH! Tapi segala sesuatu yang PERTAMA pasti menakutkan 🙂

Jadilah dia pergi pukul 9:15 untuk mengikuti sekolah minggunya, sambil aku antar sampai depan pintu rumah saja. Dan Gen mengatakan, “Ternyata memang benar ya, usia 10 tahun anak-anak sudah harus mulai kita lepaskan. Milestone buat Riku.”
Sambil memandangi punggung Kai yang sedang menonton TV, aku berkata…
“Anak laki-laki pasti akan pergi keluar rumah… jangan orang tua menahan kakinya untuk pergi. Dia akan menemukan kehidupannya sendiri,meskipun begitu hubungan dengan orang tua jangan sampai terputus….”
“Kita harus pikirkan masa tua kita akan lewatkan bagaimana ya tanpa anak-anak” Kata Gen….dan aku sambut tertawa saja… Aku tidak pernah memikirkan masa tua akan aku lewatkan bagaimana. Berdua maupun sendiri…. Que sera sera, what will be will be. Pernah dulu ada seseorang yang pernah dekat denganku mengatakan, “Aku membayangkan menyambut masa tua dengan kamu sambil duduk memandang jendela…” Duh…. aku tidak pernah tuh memikirkan hal itu? Egois kali ya aku ini? Atau aku memang penganut “nikmati masa sekarang dulu deh!”…. Ima ga Daiji. (Yang penting sekarang ini)

Karena Gen ada janji bertemu seseorang di Stasiun Tokyo, maka dia pergi naik bus jam 10, sedangkan aku dan Kai pergi jam 11 untuk menjemput Riku di gereja Kichijouji. Riku baru keluar pukul 1 padahal kami sudah lapar sekali…. jadilah kami bertiga makan di dekat stasiun. Dan…aku menikmati sekali makan bertiga begini. Biasanya aku masak dan memberikan mereka makan malam, jarang sekali bisa duduk tenang, dan lama di meja makan. Sebentar aku sudah ke dapur untuk mengambil ini itu, atau makan cepat dan cuci panci peralatan lainnya, sementara anak-aak masih makan. Kalau pergi makan di luar (restoran) itu, apalagi kemarin restorannya suasana mendukung sekali, typical japanese, aku bisa memandang ke dua anakku dengan santai, tanpa harus memikirkan masakan. Melihat Riku yang suka makan daging, sedangkan Kai pasti pilih ikan (eh ternyata ada bagusnya juga loh kuliner menurut golongan darah. Gol darah A seperti aku dan Kai tidak bagus makan daging dan itu cocok juga) Tentu…. aku harus melihat juga mereka berdua bertengkar mulut 😀 but… thats life!

makan siang

Persis setelah kami menyelesaikan makan siang, aku mendapat email dari Gen untuk menemui dia dan tamunya di stasiun Yotsuya. Jadi kami bertiga pergi ke stasiun Yotsuya, dan mampir ke gereja Yotsuya. Riku dulu dipermandikan di sini, sehingga aku menceritakan tempat-tempat dalam lingkungan gereja itu. Kami juga sempat mampir ke toko gereja untuk membeli buku Jalan Salib (Jujika no michiyuki 十字架の道行き) dalam bahasa Jepang untuk Riku. Well…. dengan demikian dalam waktu 1 x 24 jam aku telah mengunjungi 3 gereja ditambah satu peristiwa melepas Riku pergi naik kendaraan umum sendiri. What a day.

Di depan SJ House dan kapel Kultur Heim, Yotsuya

Dan mumpung kami telah di Yotsuya dan bisa meminta tamu kami untuk memotret kami berempat, aku dan Gen memperlihatkan kepada Riku dan Kai, tempat kami menerimakan sakramen perkawinan 13 tahun lalu di kapel Kultur Heim yang terdapat di lingkungan universitas Sophia. Kemudian dari situ berjalan ke hotel New Otani, tempat kami mengadakan resepsi penikahan yang hanya dihadiri 110 orang Jepang dan 10 orang Indonesia (resepsi di Jepang rata-rata sedikit yang diundang karena undangan harus memberikan angpao cukup mahal yang sudah ditetapkan. Bisa baca cerita pernikahan kami di sini).

depan hotel New Otani

Untung kami masih bisa menikmati Nihon Teien 日本庭園 Taman Jepangnya hotel yang cukup terkenal ini dan bisa berfoto-foto di sini sebelum akhirnya kami menikmati tea time di lounge nya. Hari Minggu itu jadi lengkap dengan tapak tilas sejarahnya Papa Gen dan Mama Imelda sebelum Riku dan Kai lahir…
Mau tahu apa kata Kai? “Iiih mama zurui (curang), menikah di tempat bagus tapi Kai ngga ikut!” hahahahahhahahahaha

Taman Jepang di hotel New Otani, Yotsuya. Riku cari obyek foto sedangkan Kai kejar-kejar burung Gagak 😀