Bukan Kasih (ngasih) Coklat, tapi Coklat Kasih. Coklat Valentine.
Mungkin sudah banyak yang mengetahui bahwa di Jepang itu waktu hari Valentine, justru yang perempuan mengirimkan coklat kepada yang lelaki. Ya memang tadinya sebagai tanda cinta, dan jika diterima, maka si pria akan memberikan “kembalian” pada tanggal 14 Maret, yang dinamakan sebagai White Day. Tentu, ini dimulai oleh perusahaan coklat, taktik mereka supaya coklat bisa laku dijual paling tidak dalam satu hari dari 365 hari. Dan perlu diingat, orang Jepang itu memang suka event-event khusus, sehingga menjadikan tanggal 14 Februari sebagai Hari Valentine di Jepang itu sangat tepat.
Buktinya selain coklat pernyataan cinta, akhirnya merupakan kewajiban bagi semua perempuan untuk mengirimkan kepada teman-teman (sekantor)nya yang laki-laki. Ini kemudian disebut sebagai Giri-choko…. ya seperti coklat “terpaksa ngasih” hehehe. Tapi akhir-akhir ini, karena aku punya anak usia SD, aku baru tahu ada istilah Tomo-choko, coklat yang diberikan kepada tomodachi a.k.a teman. Rupanya murid SD yang perempuan masih “malu” untuk memberikan kepada teman cowoknya, sehingga mereka bertukaran coklat dengan sesama teman perempuan. Daaaaan biasanya kalau coklat-coklat untuk valentine begini, mereka sedapat mungkin membuat sendiri! Tezukuri -hand made! Rajin yah 😀
Kemarin Riku datang padaku dan mengatakan, “Mama aku ngga mau valentine-valentinan, tapi aku mau coba buat coklat sendiri!” Ow, tentu saja boleh. Lagi pula aku memang masih ada banyak persediaan coklat, coklat putih dan segala pernak-pernik untuk membuat coklat atau menghias cake.
“Ayo, besok kan kamu pulang cepat. Setelah pulang sekolah kita buat coklat…. Eh, tapi kamu mau main dengan teman ya? Ya sudah kapan-kapan sebisanya saja. Kapan aja bisa kok”.
Dan, pagi tadi Riku pergi ke sekolah. Oh ya tadi pagi turun salju lagi, tapi meninggalkan lapisan tipis di atap, sehingga siang harinya yang max 10 derajat bisa mencairkan semua salju yang ada.
Karena aku batukku yang bertambah parah sejak kemarin, aku tidak bisa makan apalagi ditambah sakit kepala. Jadi ceritanya sekitar jam 1:30 aku mau leyeh-leyeh tiduran di sofa bed kamar tidur. Aku sudah buka kunci pintu sehingga kalau Riku pulang bisa langsung masuk. Apalagi ada Kai yang sedang menonton TV. Jadi waktu Riku masuk rumah aku tahu, tapi aku biarin. Tapi kok aku mendengar orang menangis? Kenapa?
“Kenapa? siapa nangis?”
Kai jawab, “Riku”
“Kamu apain Riku?”
“Bukan aku kok…..”
“Riku kenapa kamu nangis?”
Yang bersnagkutan tambah nangis…. Hmmm ada apa nih?
“Sakit?” dia menggeleng…
“Dibully?” dia menangis… sambil menggeleng.
“Kamu bukannya mau pergi main dengan teman-teman?”
nah, dia tambah nangis deh…
“Kenapa? Tidak ada teman yang mau bermain sama kamu?”
Lalu dia cerita, tentu saja sambil menangis. Dia ingin bermain dengan S-san, tapi S-san bilang tidak bisa karena dia ada janji dengan Y-san. Karena Y-san juga teman Riku, dia bilang… “Aku ikut dong…”
Dijawab…”Ngga bisa, karena ada beberapa perempuan yang ikut…”
(Nah aku sudah bisa nebak, ini pasti valentin-valentinan deh)
Ya sudah, lalu Riku tidak memaksa. Tapi teman Riku yang bernama I-san, dia juga tidak diajak… jadi dia nangis dan maksa untuk ikut…. Karena jadi ramai, S dan Y akhirnya mengajak I, tapi tetap tidak mengajak Riku. TERBUANG!
Ah kasihan anakku… Lalu aku bilang: “OK Riku mari kita pergi ke mana Riku mau. Sama mama dan Kai kita senang-senang yuk! Mama sakit, tapi bisa pergi. Yuuuk….”
Riku diam… “Atau kamu mau buat coklatnya hari ini. Lupakan saja. Kadang memang ada teman yang begitu. Tapi mama senang karena Riku TIDAK MENANGIS di sekolah dan merengek-rengek seperti I-san. Kalau kamu menangis, kamu setelah ini akan dikata-katain terus sebagai anak cengeng. Jangan takut, mama pasti dukung kamu. Tidak bisa bermain dengan mereka, ya sudah, nanti kita cari acara lain. Jadi bagaimana? mau pergi atau mau buat coklat?”
Dan dia memilih buat coklat! Mulailah aku ambil semua persedian, menyiapkan bahan-bahan sementara Riku melihat buku resep bergambar hadiah dari temanku Yeye (Ingat ngga kamu kasih buku resep kue ye? Saat aku ultah sekitar 18-19 tahun lalu?). Dan keputusannya dia mau membuat truffle….dan cake coklat seperti biasa.
Ok, mulailah kami bertiga memasak. Tentu Kai ingin berbuat SAMA PERSIS seperti Riku, sehingga aku sering harus mengingatkan dia bahwa dia lebih kecil dari Riku jadi ada kalanya tidak bisa melakukan yang sama persis. Jadi kalau Riku pakai pisau, Kai pakai serutan untuk memotong coklatnya.
Lumayan makan waktu membuat dua macam itu. Apalagi trufflenya harus masuk lemari es dulu. Sehingga baru selesai semuanya jam 5 sore. Eh yang jam 5 sore itu trufflenya, sedangkan cakenya sudah siap jauh sebelum itu dan sudah dihias, dan SUDAH HABIS 😀 Lumayan deh kekesalan Riku hari itu bisa terobati sedikit, karena sebetulnya sekitar jam 3 an dia sempat nyeletuk, “Si S dan Y sekarang sedang ngapain ya?”… aku dengar sih, tapi pura-pura tidak dengar 😀
Terbuang…. Merasa terbuang. Nakamahazure 仲間外れ. Aku sendiri sering mengalaminya, tapi untung mamaku selalu mengajarkanku untuk selalu percaya diri, dan mencari distraksi yang lain.
Kebetulan hari ini hari Rabu Abu untuk umat katolik. Meskipun tidak pas setahun yang lalu, tapi mama meninggal sesudah merayakan hari Rabu Abu, Mama masih menerima tanda abu di dahi — simbol kerapuhan kita sebagai manusia, bahwa kita terbuat dari debu dan akan kembali menjadi debu, menyambut Komuni suci, menjemput cucu-cucu dari sekolah, dan mandi keramas di sore hari… Mama betul-betul sudah siap untuk pergi…. Tapi yang ditinggalkan? Tidak pernah akan siap melepaskan orang terkasih, namun kami percaya bahwa Tuhan menyayanginya dan menginginkan untuk pulang ke rumahNya.
Aku sendiri belum menerima abu, karena di Jepang biasanya abu diterimakan pada hari sabtu berikutnya. Sulit untuk mengadakan misa pada hari kerja biasa di Jepang. Tapi, aku menaati puasa dan pantang ala katolik loh 😉
Besok valentine, aku kirim coklat kepada pembaca TE lewat blog saja ya 😀