Prakiraan dan Persiapan

19 Jun

Selasa, 19 Juni 2012 pukul 21:21 malam saat aku mulai menulis posting ini. Di luar suara hujan bertalu-talu dan angin meraung-raung.  Anak-anak sudah tidur sehingga aku bisa menulis dengan santai, meskipun hati was-was karena Gen belum pulang. Tadi aku sudah kirim email padanya, jika perlu lebih baik menginap saja di kantor. Badai Topan no 4 dan 5 mulai melewati daerah Tokyo. Memang badai di Jepang diberi nama dengan nomor saja, dan biasanya tanpa disadari sampai nomor 30-an pada bulan September. Badai di musim hujan tsuyu 梅雨 ini memang tidak biasa, dan kebetulan arah angin membuatnya “mampir” ke daratan Jepang.

Aku sudah tahu mengenai badai ini sejak kemarin. Beberapa hari sebelumnya waktu badai itu terjadi di lautan Hindia, diperkirakan tidak akan “mendarat” ke Jepang. Tapi arah angin membelokkan jalannya, sehingga mulai kemarin TV memberitahukan untuk bersiap-siap untuk menghadapi badai. Jauhi sungai dan laut, juga bukit yang mungkin akan longsor jika air deras mengalir. Badai = hujan deras, angin kencang yang mengakibatkan banjir dan longsor. Kami yang tinggal di apartemen lebih “aman” dibanding yang punya rumah sendiri. Karena bisa saja saking kuatnya angin, atap “terbang”. Tapi aku tadi sudah menurunkan pot-pot tanaman yang ada di teras. Jangan sampai pot ini terbang dan mencelakakan orang yang lewat. Selain itu aku sudah menyiapkan makanan dan minuman jika seandainya aku tidak bisa pergi belanja. Persiapan perfect deh kalau cuma untuk badai. Lagipula apartemenku di lantai 4.

Tadi pagi kami sempatkan melihat prakiraan cuaca di TV, dan memang diberitahukan bahwa mulai pukul 6 sore badai akan sampai di Tokyo, dan berlangsung sampai pagi keesokan harinya. Jadi kupikir kalau jam 3 siang masih belum datang, sehingga aku tidak menyuruh Riku membawa payung. Untung dia sempat berkata sebelum masuk lift, “Dalam ransel ada payung lipat kok ma”.

Sebelum jam 2 siang sempat tiba-tiba turun hujan, tapi waktu aku mau pergi jemput Kai jam 2 tidak hujan. Kalau hujan aku akan berjalan kaki sampai ke TKnya Kai. Tapi karena (saat itu) tidak hujan, aku naik sepeda sambil berdoa mudah-mudahan bisa pulang sampai rumah sebelum hujan lagi. Sayangnya doaku tak terkabul, karena persis waktu aku meninggalkan TK seratus meter, byuuur tiba-tiba hujan turun dan tidak tanggung-tanggung. Sambil mengayuh sepeda, aku berkata pada Kai, “Kai kita hujan-hujan ya… kapan lagi loh bisa basah gini… Tapi begitu sampai rumah harus mandi. Kalau tidak nanti bisa sakit!” Sambil aku menutup kepala Kai dengan handuk kecil yang kubawa. Untung tas kami berdua dari plastik dan kulir jadi kalaupun basah, tidak akan sampai ke dalam. Lima menit naik sepeda rasanya lama, sementara bajuku sudah basah kuyup. Dan ternyata susah juga naik sepeda dengan muka basah. Air hujan masuk ke mata euy.

Begitu sampai rumah, aku langsung menyalakan air panas dan mengisi bak mandi. Sambil menunggu bak penuh, Riku pulang. Untung saja jadi aku tidak khawatir. Tapi dia mengeluarkan kertas pengumuman darurat dari sekolahnya. Isinya tentang kondisi angin topan dan langkah-langkah yang akan diambil jika besok belum reda.

kertas pengumuman darurat dari sekolahnya Riku dengan langkah-langkah menghadapi badai topan besok

1. Kemungkinan yang akan terjadi :  sekolah diliburkan, atau jam mulai sekolah diperlambat, atau jam pulang dipercepat, pulang bersama-sama dengan teman yang searah atau untuk keselamatan anak disuruh menunggu di sekolah (jika langkah ini yang diambil maka orang tua harus menjemput anak-anaknya di sekolah).
2. Keputusan yang diambil besok akan dibertahukan melalui website sekolah  dan atau melalui jaringan telepon.
Dan tambahan jika orang tua khawatir kondisi anaknya, besok boleh tidak menyuruh anak ke sekolah (bolos) dan tidak akan dihitung terlambat/absen. (Soal absen ini memang penting, karena ada ibu-ibu yang menginginkan anaknya 100% masuk sekolah dan tidak bolos supaya mendapatkan piagam penghargaan 皆勤賞)

Yang kasihan Kai, dia sudah semangat untuk pergi ke TK besok, karena rencananya besok akan mencabut kentang di ladang. Tapi meskipun besok mungkin badai topannya sudah berhenti, dengan keadaan tanah yang lembek habis hujan, pasti acara memanen kentangnya akan dipindah jadi minggu depan. Sedangkan Riku tadi sempat bisik padaku, “Ma,…moga-moga besok kelas diliburin ya …” hahaha. Murid itu memang senang ya kalau pelajaran diliburkan (padahal gurunya juga senang loh, kan guru juga pernah jadi murid, bisa tahu perasaan itu.

Bagaimana besok ya harus dilihat kondisi besok. Tapi prakiraan (cuaca) dan persiapan (langkah-langkah dengan berbagai alternatif) itu memang ciri khasnya orang Jepang. Hebat deh!

Untuk snack sore aku siapkan nanas yang kubeli kemarin. Nanas okinawa dan menurut tulisan si empunya toko “Bisa dikupas dengan tangan”… Ah masaaaaa. Aku coba tidak bisa tuh, tetap harus pakai pisau. Rasanya? TIDAK manis! (Dan anak-anak tidak mau coba, sehingga aku sendiri yang makan. Untung MINI!)