Menjadi Peneliti

20 Sep

Peneliti atau Scientist atau bahasa Jepangnya disebut Kenkyuusha 研究者. Sebuah profesi yang menarik bagi saya. Entah kenapa bagi saya seorang peneliti identik dengan kamar laboratorium, mikroskop, baju putih dan kacamata. Padahal sebetulnya peneliti itu bisa di segala bidang, baik ilmu pengetahuan alam maupun humaniora. Misalnya, Gen pernah bercita-cita menjadi peneliti bidang filsafat pendidikan. Saya? Well, saya memang pernah bercita-cita jadi peneliti bidang biologi. Tapi waktu saya akan lulus SMA,  saya mengikuti  Test bakat/psikologi untuk  mencari “saya tuh cocoknya kuliah di bidang apa”…. hasilnya saya tidak disarankan menjadi peneliti karena akan mempersempit dunia saya yang tidak mau bergaul dengan manusia. Memang waktu SMA saya penyendiri, sedikit teman, terlalu serius dan tukang belajar! Meskipun begitu tetap saya coba menuliskan Biologi  di kolom pertama pilihan Sipenmaru (huh jadul banget ya istilah ini), dan ternyata tidak masuk…hehehe. Dan sekarang malah yang menjadi peneliti adalah adik saya Novita, tepat seperti penggambaran saya di atas tadi. Well, dia memang jauh lebih pintar dari saya (ya iyalah mel, kalo ngga kan dia ngga bisa jadi PhD on microbiology! I’m proud of you sis. Dia sekarang tengah meneliti malaria bekerja sama dengan universitas belanda).

Suasana kampus Tsukuba Daigaku yang begitu luas
Suasana kampus Tsukuba Daigaku yang begitu luas

Dan teryata dunia science ini tidaklah jauh dalam kehidupan saya di Jepang. Karena sepupu Gen yang bernama Akinori, sekarang sedang menyelesaikan program Doktor untuk bidang (Marine) Microbiology di Universitas Tsukuba. Kira-kira sebulan yang lalu, kami diundang untuk mengunjugi laboratoriumnya di Universitas Tsukuba yang kira-kira 2 jam bermobil jauhnya dari rumah kami. (hmmm butuh waktu sebulan untuk bisa menulis di sini… ide alur penulisannya sulit euy)

Ruang kerja atau kenkyuushitsu
Ruang kerja atau kenkyuushitsu

Universitas Tsukuba yang terletak di Kota Sains Tsukuba ini memang terkenal sebagai sarang ilmuwan. Dulu waktu saya pertama kali datang ke Jepang, pernah diajak oleh teman papa ke sini. Kalau-kalau saya mau masuk sini…. but…. terus terang saat itu saya menolak (belum tentu diterima juga sih). Tahu alasan saya? Hmmm terisolasi. Yang ada cuma universitas, tanpa ada hiburan, udah gitu universitasnya bagaikan dalam hutan. Memang bagus untuk belajar, tapi untuk orang yang mudah kesepian (dan otak pas-pasan) seperti saya…wah deh. Dan memang saya tahu waktu saya masih mahasiswa pernah mendengar ada mahasiswa Indonesia juga yang bunuh diri karena stress.

Tim peneliti yang dimasuki Akinori san ini diketuai seorang dosen bernama Inoue, berhasil menemukan sebuah family algae (ganggang) jenis baru, yang diberi nama Hatena Arenicola. Biasanya ganggang mempunya salah satu sifat saja yaitu predator /mempunyai sifat binatang atau mempunyai sifat tumbuhan. Tapi family baru ini mempunyai gabungan keduanya. Dan ini merupakan penemuan bersejarah dalam ilmu mikrobiologi Jepang (meskipun orang awam tidak bisa mengerti hal ini).

Sekarang dia juga sedang berkutat dengan penelitian untuk menentukan sebuah plankton bersifat tumbuhan yang baru. Nah, waktu kami datang ke universitasnya itu, kami juga diantar melihat bermacam laboratorium yang ada.

inkubator kedap udara dengan pengaturan suhu
inkubator kedap udara dengan pengaturan suhu

Riku diajak untuk mengambil sampel air dari sebuah danau kecil dalam lingkup universitas dan beberapa kolam lain sebagai perbandingan. Air danau dan kolam itu dimasukkan dalam botol khusus. Dan asyiknya botol ini langsung ditaruh di bawah mikroskop tanpa perlu ditaruh dalam kaca preparat.

Bentuk-bentuk yang ditemukan di bawah mikroskop bisa dicari padanannya dalam buku yang ada. Riku amat menikmati kegiatan mengamati melalui mikroskop ini. (Untung dia tidak minta dibelikan mikroskop untuk penelitian di rumah hihihihi…mahal bo!)

Kai dan Papanya tentu saja tidak mau ketinggalan. Tadinya kai di bawah kursinya Riku “driving”, lama-lama dia juga mau coba lihat lewat mikroskop. Mamanya juga sih tapi ngga ada foto mamanya yang bagus tuh.

Kami juga diajak melihat sebuah mikroskop elektron di sebuah laobatorium khusus. Aduh…. takut deh kalau mau pakai mikroskop ini, abis harganya 100.000.000 yen… seratus juta yen, dirupiahin tinggal dikali 100 deh.

Bener-bener kami merasa menjadi peneliti meskipun cuma untuk 4-5 jam saja. Kebiasaan mengajak/mengundang saudara mendatangi tempat belajar/kerja telah dimulai oleh alm. bapaknya Akinori. Waktu itu dia mengajak Gen mengunjungi ruang kerjanya. Setelah itu, waktu Gen di program master, dia juga mengajak Akinori melihat-lihat universitasnya. Sekarang giliran Akinori mengajak Riku melihat ruang penelitiannya. Semoga kelak Riku juga akan mengajak anaknya Akinori, mengunjungi tempat belajar/kerjanya…. apapun bidang yang dipilihnya.

Untuk orang Indonesia mungkin mengunjungi tempat kerja saudara itu lumrah, tapi di Jepang tidak. Jarang ada istri yang tahu/pernah masuk tempat kerja suaminya (juga tidak menelepon, tidak seperti orang Indonesia yang hampir setiap jam menelepon ke kantor hihihi) . Apalagi anak-anak. Memang tergantung jenis kerjanya, tapi ada batas yang jelas antara kehidupan berkeluarga, kehidupan kerja dan masyarakat. Jarang kita bisa melintasi garis-garis itu, meskipun akhir-akhir ini garis itu mulai menipis. Saya sendiri pernah pergi ke tempat kerja Novita (adik langsung) di Eijkman, kantornya Tina (adik kedua) di Shinjuku, Universitasnya Gen sewaktu ada festival sekolah. Kantornya Taku (adiknya Gen) di Sendai, baru lewat depannya saja, padahal menarik sekali tuh penerbitan surat kabar.

Lalu apakah Gen/Riku pernah mendatangi tempat kerja saya (dulu)? Ya, bahkan Riku pernah menemani saya rekaman di Studio InterFM, gara-gara dia tidak mau pergi ke penitipan. Untung rekaman hanya 3 menit, jadi dia masih bisa disuruh tidak bicara…kalau lebih…pasti suara dia juga terdengar waktu siaran radio hehehe.

Riku di studio menemani mama rekaman 14-6-2006
Riku di studio menemani mama rekaman 14-6-2006

Universitas Tsukuba atau Tsukuba Daigaku dalam bentuk sekarang berdiri tahun 1973 , tetapi terlahir sebagai Tokyo Kyouiku Daigaku (Universitas Pendidikan Tokyo) yang berdiri pada tahun 1872, yang merupakan salah satu universitas tertua di Jepang. Pada tahun 1970, pemerintah memulai pembangunan Tsukuba Scientific City, Kota Sains Tsukuba menanggapi usulan sejak 1956 untuk memindahkan sebagian fungsi-fungsi penting dari ibukota Tokyo yang semakin padat. Sekarang sekitar 300 lembaga/perusahaan penelitian dengan 13000 peneliti (hampir separuhnya berpredikat PhD)  menempati lahan seluas 2700 ha di Tsukuba.

Sebagai wakil Tsukuba Scientific City ini adalah Universitas Tsukuba, menempati areal 2.577 m2  dengan 28 akademi dan sekolah afiliated. Sampai sekarang sudah  menghasilkan 3 pemenang nobel, dan Universitas Tsukuba selalu menempati ranking 20 terbesar di Asia. Salah satu sekolah afiliatednya adalah Tsukuba Daigaku Komaba (Tsukukoma) Junior and High School, almamater Gen.

Meskipun sekarang saya tidak bisa menjadi peneliti, saya mau jadi pemerhati saja deh, melihat dengan hati hehehe.

Dan penyakit itu masih menghantui

3 Nov

Demam Berdarah atau Dengue Netsu (Panas akibat dengue) bahasa Jepangnya. Setiap saya ke Jakarta, cuma inilah yang selalu menghantui saya. Sudah banyak kenalan yang anggota keluarganya meninggal gara-gara penyakit ini. Karena itu begitu Kai demam hari Kamis lalu, saya segera membawanya ke dokter anak RSPP. Tapi waktu itu didiagnosa dengan flu, akibat AC yang terlalu dingin. Diberi obat. Selesai.

Tapi karena panasnya naik turun (naik terutama pada malam hari) dan Sabtu malam mencapai 39,8, saya putuskan untuk membawa Kai ke Unit Gawat Darurat (UGD) untuk periksa darah. Terima kasih pada teman-teman di Plurk yang mengingatkan saya untuk tidak gegabah, karena Demam berdarah sekarang tidak pakai acara berbintik-bintik merah lagi. Minggu dini hari jam 1 pagi, saya bangunkan Novi dan Chris dan minta diantar ke UGD.

Karena pembuluh darahnya halus, tidak bisa menerima infus
Karena pembuluh darahnya halus, tidak bisa menerima infus

Siapa sih yang tega melihat anaknya sakit? Saya ingat Riku juga pernah ke UGD ini saat dia berusia 1 tahun, persis 2 hari sebelum hari ulang tahun pertamanya. Waktu itu dengan bercucuran air mata, saya menahan tangannya yang akan diambil darah untuk pemeriksaan laboratorium. Kali ini saya lebih kuat, tidak pakai airmata segala (sudah lebih pengalaman? hehhehe) Saya juga ikut menahan tangan Kai yang chubby itu untuk diambil darahnya. Dan Kai amat sangat bertenaga… dia meronta sampai kepalanya bisa terangkat dari kasur. Dan karena gerakannya itu mungkin yang menyebabkan juga sang suster tidak bisa menemukan pembuluh darah yang cocok. Tiga tempat tidak berhasil. Akhirnya kita suspend dulu berapa saat. Sekitar jam 3 pagi, seorang bruder berhasil mengambil sampel darah dan membawanya ke laboratorium. (dengan iringan doa saya semoga jangaaaaaaan DB) (Demam berdarah disingkat DB, padahal saya dan gen punya istilah lain untuk DB yaitu….tamu bulanan hehehhe)

Alhasil jam 4, dokter jaga memberikan hasil lab yaitu DB (- ) Typhus (-) trombosit 256 (normal), dan HB 13 (normal). Puji Tuhan…. Kami bisa pulang dengan lega, setelah yakin Kai bukan demam berdarah. Dan dari pukul 4 sampai pukul 8 saya masih sempat melanjutkan pekerjaan terjemahan yang tertunda. (kamu sih mel, mau aja menerima kerjaan udah tahu akan sibuk gini di jakarta). Ada satu lagi perenungan yang saya dapat hari ini, yaitu Jangan sakit di jakarta….apalagi tanpa asuransi. Jadi ingat postingan ini, orang miskin dilarang sakit. Bayangkan… untuk biaya pemeriksaan laboratorium saja biayanya 500 ribu euy. Keseluruhan yang harus saya bayar adalah 907rb rupiah saja. Bagaimana yang tidak punya uang lebih untuk keperluan-keperluan mendadak begini? Memang RS ini mahal…tapi pelayanan yang cepat membuat tenang. Kesehatan adalah nomor satu. Semoga jangan ada di antara teman-teman yang perlu sampai mengalami ‘deg-degan’ dobel… penyakit dan tagihan RS.

Dan satu lagi berita gembira yaitu Mama sudah berada di rumah sejak Sabtu siang. Dia senang sekali bisa pulang ke rumah, bisa bertemu cucu-cucu, bisa makan enak (katanya makanan RS ngga enak — RS mana sih yang makanannya enak lha wong sakit apa saja ngga enak), dan bisa berlatih berjalan setiap saat dengan bantuan penyangga khusus training jalan fisioterapi.

Semalam Kai masih demam, dan semoga dia bisa sehat paling tidak sampai waktu keberangkatan kita kembali ke Tokyo besok malam. Tak terasa waktu kepulangan kami juga sudah mendekat… (Posting ini saya tulis sambil mendengar tempias air hujan yang deras turun di subuh jakarta …semoga besok jangan hujan …teru-teru-bozu)