BUKAN…. bukan saya! Hehhee… Saya hanya mau bercerita tentang seorang teman yang sedang hamil , dan saya sudah minta ijin darinya untuk menuliskannya di blog.
Saya berkata padanya bahwa dia sedang mengalami “Maternity Blue”. Padahal sebetulnya “Maternity Blue” merefer pada kondisi depresi sesudah bersalin atau dalam bahasa Inggrisnya disebut Postnatal Depression. Karena dia dalam keadaan hamil, seharusnya disebut Prenatal Depression. Nah, cerita mengenai Postnatal Depression sering ditemui, tapi ternyata untuk Prenatalnya itu jarang (mungkin si ibu sudah melupakan kondisinya waktu hamil, dan lebih konsentrasi pada sesudah melahirkannya).
Kalau postnatal, memang sering seorang ibu mengalaminya. Apalagi anak pertama. Kondisi dia harus merawat bayi 24 jam sehari, capek, tidak bisa tidur karena setiap 2-3 jam si bayi bangun menangis dan minta menyusu, cucian bertumpuk, tidak bisa jalan-jalan sesukanya tanpa membawa si bayi. Belum lagi kalau di bayi menangis terus tanpa henti, tidak diketahui penyebabnya. Rasanya pengen jambak rambut sendiri dan lari. Tapi believe me, kondisi bayi sampai usia 1 tahun merupakan masa yang masih bisa dinikmati tanpa harus terus menerus bersama si bayi. Kita masih punya waktu yang cukup lama untuk mengurus diri selama si bayi tidur (yang cukup lama dan sering), karena seiring dengan pertumbuhan bayi, waktu tidur mereka berkurang…sehingga sulit sekali bisa melakukan sesuatu secara terpadu. Well, setiap masa sebetulnya mempunyai romantika tersendiri.
Tapi se -stress bagaimanapun sesudah bersalin, masih bisa dihibur dengan kehadiran si bayi sendiri. Kita masih bisa memandangi bayi yang lucu dan lembut, harum baunya itu. Tapi …..sebelum melahirkan? Adanya cuma kita sendiri! Si perempuan hamil, dengan perut besar, susah berjalan, tidak boleh makan dan minum sembarangan, belum lagi kalau merasa mual terus-menerus, tidak bisa cium bau ini itu…. semuanya harus dihadapi sendiri! Suami? ada tentu saja, tapi kan tidak di sebelah kita terus-terusan.
Nah, Temanku ini baru menikah 1,5 tahun dan tinggal di Jepang. Dulu di Jakarta dia bekerja dan selalu sibuk setiap harinya. Di Jepang? kalau tidak bekerja maka waktu seakan berdetik lambaaaaat sekali. Ditambah tidak begitu mengerti bahasanya.Saya perkirakan karena kesepiannya itu dia mengalami prenatal depression yang cukup parah. Ya, dia sampai menuduh suaminya selingkuh karena menemukan nama perempuan di HP nya.
Jadi, HP di Jepang, kalau memakai bahasa Jepang, sudah ada alternatif pilihan kata-kata yang akan dipakai. Semisal kita mau menuliskan arigato dengan hiragana, maka wakti kita mengetik ari…maka akan keluarlah alternatif arigato atau arimasu, arimasen…. kita tinggal pilih saja. Kemudian jika kita satu kali menulis kata yang tidak ada di kamusnya HP itu, maka kata itu akan terekam. Misalnya sekali saya tuliskan imelda, maka akan timbul selalu sebagai alternatif waktu aku ketik i. Ini berguna untuk menyingkat waktu.
Kebetulan dia iseng mengetik kemungkinan nama-nama perempuan… nah keluarlah satu nama Fumiko. Langsung dia cecar suaminya…siapa ini? bla bla bla…. dan akhirnya dia sempat “ngabur” dari rumah sampai larut malam. Bingung deh suaminya nyari kemana-mana. Dan dia curhat padaku, dan mengatakan, “Mbak…. apa aku gila ya?”
Lalu aku mengatakan bahwa dia tidak gila…sumbernya cuma satu yaitu kesepian dan menjadi parah karena memang seorang ibu hamil lebih labil. Banyak faktor psikis yang membuatnya lebih labil. Mudah-mudahan sekarang dia sudah “tidak gila” lagi, dan bisa mengusahakan supaya tidak kesepian. (Nah, susah kan menjadi seorang ibu tuh….)
Sebagai tambahan dia cerita ke aku, bahwa dia pernah lupa tidak sengaja memasukkan HP suaminya ke dalam mesin cuci, tercuci dan rusak… Dan suaminya tidak marah (baik kan?) . Tapi dia bilang, “Mbak aku lebih baik dia marah, soalnya aku selalu dimarahin ibuku kalau salah. Kalau tidak dimarahi rasanya gimana gitu.” hehehe ….ada-ada saja kan. Tapi ya gitu deh, komunikasi akhirnya merupakan kata kunci.
Apakah aku pernah prenatal depression seperti dia? Ooooh pernah juga. Cuma sejak aku tahu aku hamil dan tidak bisa pulang kampung, aku mulai chatting dan menemukan teman-teman di dunia maya. Berasa seperti pulang kampung deh. Waktu di YM bisa membuat room sendiri, bisa nyanyi-nyanyi, pasang musik, bahkan sampai buka kelas bahasa Jepang! Jadi soal depresi ngga terlalu menjadi masalah untukku. Dan aku memang masih bekerja terussss…
Tapi aku juga pernah melakukan “kebodohan” besar yang setara dengan mencuci HP hehehe. Begini ceritanya….
Aku masih bekerja terus 4 hari seminggu sampai kehamilan berusia 7 bulan. Jadi kadang aku tidak sempat bebenah dan mencuci baju. Apalagi sudah sulit bergerak dengan perut gendut. Jadi begitu week end, aku rajin deh membersihkan rumah dan mencuci pakaian. Nah, tiba deh Sabtu yang naas itu.
Karena aku environmentalis (cihuy) … jadi aku memakai sebuah alat yang namanya Bath Pump. Alat ini bisa menyedot air yang ada di bak mandi untuk direcycle dipindahkan ke mesin cuci melalui pipa yang tersambung dengan mesin kecil itu. Kalau mau gampang dan pakai cara primitif sih, cukup pakai ember, pindahin air dari bak ke dalam mesin cuci. Tapi aku hamil dan tidak boleh angkat berat-berat, jadi pakai alat itu. Seperti biasanya aku tinggalkan saja menyala, sambil mengerjakan yang lain, kemudian untuk beberapa wkatu aku akan kembali untuk matikan dan mulai menyalakan mesin cuci.
Tapi pagi itu aku lupa! Sering sih lupa tapi sebentar, pagi itu aku bercakap-cakap di telepon dengan adikku (dia sebel juga sih seakan dijadikan penyebab kecelakaan itu). Jadi cukup lama sekitar setengah jam, aku tidak perhatikan ternyata selang yang seharusnya masuk ke dalam mesin cuci itu meleset dan jatuh ke lantai. Jadilah seluruh lantai banjir, dan baru kusadari waktu aku lihat air itu sudah sampai di dekat dapur! Ya ampun. …..
Cepat-cepat aku matikan mesin, tapi terlambat! Sudah terlalu banyak air di luar. Dan yang menjadi masalah…. aku tidak bisa mengepel. Wong untuk membungkuk saja susah, apalagi ngepel! Jadi aku cepat-cepat membangunkan Gen, untuk membantu aku mengepel. Tapi sayangnya suamiku itu tidak bisa langsung ON kalau dibangunkan. Pasti butuh waktu satu jam dulu baru bisa “mengumpulkan nyawa”… bangun, ngerokok, ngelamun, ngerokok, minum kopi… lewat satu jam baru ok! start!.
Padahal itu kondisi kritis. Kalau tidak cepat-cepat dipel, bisa meresap ke lantai bawah (kami di lantai 4). Aku bilang, pakai saja handuk-handuk (yang cukup banyak itu)… tapi dia bilang…kotor masak handuk untuk ngepel! Loh? Kan ntar dicuci… lagipula bukan ngepel banget, hanya menyerap air yang banyak itu dan membuangnya ke kamar mandi. Dia maunya pakai koran. Aduh mak, koran kan lamaaaaaa….Kalau aku bisa jongkok mengepel, aku akan kerjakan itu sendiri, lebih cepat malah! Dalam hati aku kesal sekali, tapi … ya itu salah aku, kok dia yang harus kerjakan ….
OK, akhirnya setelah beberapa waktu banjir berhasil diatasi. Keringlah lantai kami. Lalu… “ting tong….”
“Ya …”
“Saya penghuni kamar di bawah…. di situ sedang banjir ya?”
“Eh… tadi iya, sekarang sih sudah kering”
“Ya tapi sekarang di kamar kami jadi bocor”
wahhhhh…akhirnya Gen pergi melihat ke kamar di bawah. Terrible!
Dari sela-sela langit-langit terdapat rembesan bocoran. Di kamar tamunya sofa sampai basah kena tetesan air. Pokoknya gawat deh. Kami langsung menelepon maintanance apartemen, dan segala perbaikan dilakukan oleh pihak perusahaan. Untung kami membayar asuransi jadi semua biaya ditutup oleh asuransi. Cuma malunya itu tidak bisa dihapus begitu saja. Gen membawa kue dan mendatangi mereka untuk minta maaf. Juga minta maaf karena aku tidak datang. Ya aku tidak datang karena perut mulai kram dan sulit jalan.
Tapi dari peristiwa itu aku juga tahu bahwa memang kita tidak bisa mengharapkan orang lain melakukan pekerjaan dengan langkah yang sama seperti kita. Jalan pemikiran orang itu lain-lain dan untuk itu perlu didiskusikan sebaiknya bagaimana. Seandainya aku pakai handuk-handuk yang ada dan berkata, “Ok kita buang saja semua handuk-handuk itu kalau sudah selesai”, mungkin kerugian tidak terlalu besar, atau malah tidak menyebabkan bocor pada tetangga di bawah. Apa yang kita bayangkan tidak akan bisa dimengerti tanpa adanya komunikasi. Dan ini berlaku untuk semua aspek kehidupan. Aku memang dulu pendiam, Gen juga sama. Jadi lebih banyak pakai telepati untuk bicara (uhuy) …. iya kalau pas sama yang dipikirkan. Kalau tidak? bisa runyam deh.
Karena itu bicaralah kalau ada pemikiran, masalah atau uneg-uneg. Karena kita tetaplah manusia yang punya perasaan dan pikiran dan kadang perasaan lebih dominan dari pikiran yang logik. Dan to tell you the truth… aku banyak belajar mendefinisikan pemikiranku dengan menulis di blog! So… keep on blogging deh teman-teman. Tentu saja yang sehat ya! heheheh.
Mau kasih tahu juga bahwa aku dapat award 500post dari Fanda. Aku tidak tahu harus diapakan award ini. Katanya sih harus diberikan pada blogger yang jumlah postingannya sudah 500. Nah…. karena saya tidak tahu berapa jumlah postingan teman-teman, harap lapor ya! Sambil menjadi PR juga bagi saya untuk mencari teman blogger yang sudah 500 postingannya.
Buat temanku yang sedang hamil yang menjadi inspirasi tulisan ini, sabar sabar aja yah. Jangan curigaan, dan komunikasikan terus dengan suami. Aku juga pernah bertindak bodoh menyebabkan banjir yang mahal. Tapi ya nikmati saja kehamilan kamu. Apalagi kalau si janin sudah mulai bergerak…lucu deh… bentuk perut kamu bisa mencang mencong hhihihi. (Ada tuh foto perut mencang mencong, ntar aku kasih liat yah …soalnya ngga bisa dipasang di sini 🙂 ) Dan aku juga siap kok jadi marriage counselor untuk kamu hahaha.