8 Besar dari Nerima 2017

31 Des

Melanjutkan kebiasaan kami setiap tahun, untuk menutup tahun 2017 ini aku ingin menuliskan 8 Besar dari Nerima 2017.

  1. Bulan September 2017, genap 25 tahun lalu aku mendarat di Narita Jepang untuk memulai kehidupan sebagai mahasiswa S2 di Yokohama. Dan tahun ini juga kami deMiyashita merayakan ulang tahun pernikahan orang tuanya Gen yang ke 50. Gold Anniversary. Kami rayakan bersama keluarga, hanya bersembilan di hotel tempat mereka membuat resepsi 50 tahun yang lalu, Chinsanzo Tokyo. Tahun yang penuh berkat bagi kami. Sehingga aku sendiri menentukan kanji tahun ini bagiku adalah 「祝」.
  2. Riku 14 th, kelas 3 SMP dan sekarang sedang puncaknya belajar untuk masuk SMA. Selama 3 tahun dia mengikuti bulutangkis dan akibatnya bentuk badannya bagus… sangat jauh dibanding waktu dia baru masuk SMP. Tingginya sudah 170cm lebih dan yang paling mencolok adalah celana panjangnya yang kedombrongan sehingga harus pakai ikat pinggang. Untung panjang celana sudah diantisipasi pembuat seragam sehingga bisa dilepas kancingnya. Tadinya kupikir dia akan berhenti tengah jalan, tapi senang juga melihat dia bisa menyelesaikan sampai waktunya “keluar” excul yaitu musim panas dan sempat ikut beberapa pertandingan dan menang beberapa kali. Memang tidak sampai ke tingkat yang lebih tinggi, tapi lumayanlah untuk kami, keluarga yang bukan pelaku olahraga (Miyashita dan Coutrier sama-sama tidak juara dalam olahraga 😀 ). Dia akan mengikuti ujian masuk di bulan Januari nanti, dan semoga hasilnya memuaskan.
  3. Kai 10 th, kelas 4 SD. Kai selalu anak mama. Dia selalu berkata “Aku tidak bisa tidur tanpa mama” dan karenanya aku selalu membawa dia kalau perlu ke Indonesia dan menginap (2 kali ke Jakarta dalam tahun 2017). Tapi Kai juga yang selalu memperhatikan kalau mamanya sakit. Dia sudah bisa masak sendiri, sehingga kalau dia pulang sekolah dan lapar, dia akan masak nasi goreng sebagai snack timenya dia 😀 Dan akibatnya berat badannya membengkak. Sampai di sekolah semua temannya tahu dan tidak memperbolehkan dia tambah makanan waktu makan siang bersama. Ini akan menjadi PR kami berdua, aku dan Kai supaya Kai tidak menjadi rendah diri nanti jika naik kelas 5. Oh ya, Kai juga sudah mulai mengikuti bimbingan belajar sejak bulan November lalu. Dan kalau SMP Riku tahun 2017 memperingati 70 tahun, maka SD nya Kai memperingati 40 tahun. Aku tidak ikut acara apa-apa di SD Kai karena memang waktu itu aku sedang berada di Indonesia.
  4. Tahun 2017 merupakan tahun yang sibuk buat keluarga kami. Sehingga kami sudah tidak ada waktu untuk pergi bersama, apalagi mengumpulkan cap untuk 100Famous Castle. Sulit sekali menyatukan waktu aku dan Gen, apalagi Riku yang hampir setiap hari ada latihan badminton. Gen dengan posisi naik di kantor menjadi lebih banyak tanggung jawab sehingga membiarkan pegawai muda untuk ambil cuti di hari libur dan dia yang bekerja di hari libur. Tapi untungnya, tahun ini dia tidak perlu pulang sampai di rumah jam 2-3 pagi untuk kerja lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Ini juga karena ada larangan lembur dari pemerintah, sehubungan dengan meningkatnya bunuh diri akibat overworked. Jadi aku akhirnya mengambil keputusan bahwa aku yang pergi sendiri saja begitu ada hari kosong. Naik bus sendiri melihat pemandangan di Ibaraki atau naik sepeda ke Taman Tachikawa. Mungkin karena keputusan-keputusanku untuk mengambil libur sendiri ini ternyata bisa membuat balancing kesehatan, pikiran dan hati yang lumayan sepanjang tahun ini.
  5. 2017 merupakan tahun tersibuk sepanjang sejarah bagiku. Kadang aku harus mengorban janji lain demi pekerjaan yang memang bertumpuk. Sebagai sekretaris PTA kupikir HANYA mengikuti rapat sebulan sekali saja, dan sudah kuplot hari Kamis pagi untuk itu. Eh, ternyata pekerjaan sebagai sekretaris bukan itu saja (ah! memang waktu perekrutan banyak bohongnya nih hehehe). Sebelum rapat bulanan tentu harus membuat rapat pengurus inti, harus membuat agenda rapat, harus membuat laporan rapat dan menerbitkan buletin PTA. Juga harus menghadiri open school karena petugas penjaga di open school harus diarahkan oleh sekretaris! Belum lagi sekretariis ternyata juga harus mengikuti pertemuan dan kegiatan dari asosiasi PTA sekelurahan, serta di barisan pertama pada setiap kegiatan SMP. Puncaknya pada tanggal 28 Oktober yaitu perayaan ulang tahun ke 70 SMP nya Riku (dan untuk mengatur pesta perayaan ini ada rapat setiap sebulan sekali yang akhirnya aku angkat tangan tidak hadir sama sekali). Untung saja ada 3orang sekretarisnya, 1 kerja full time, 2 part time (aku da seorang lagi, tapi dia tidak bisa komputer… jadi kalau urusan hadir rapat biasanya dia yang wakilkan) .
  6. Sebagai pengelola Rumah Budaya Indonesia, yang dimulai bulan Agustus 2017, selain harus merencanakan kegiatan termasuk dekorasi dsb, aku juga membuat pamflet, membuka pendaftaran via email, dan pada hari H kerja serabutan sebagai MC atau kameraman :D. Dan tidak terlupa… laporan, laporan, laporan hehehe. Selain RBI, aku juga harus membuat laporan kegiatan untuk APPBIPA Jepang (Afiliasi Pengajar dan Pengiat Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Jepang) yang baru terbentuk bulan November 2017.
  7. Mulai tahun ini aku memakai buku cetakan sendiri untuk mengajar. Memang perlu modal yang cukup besar tapi dengan adanya buku tata bahasa untuk kelas dasar ini, aku tidak perlu lagi boyong-boyong fotokopian untuk mengajar. Bagi anak yang pintar dan mau belajarpun jadi bisa mempersiapkan sendiri bagian-bagian yang tidak aku ajarkan. Kemudian pada bulan Oktober aku mencetak buku ajar untuk kelas menengah yang berisi tulisan-tulisan mengenai Indonesia. Buku ini merupakan perkembangan buku yang dulu sekali pernah kutulis untuk kelas Bahasa Indonesia di Keio University (dan sudah habis). Ada 35 judul cerita umum mengenai Indonesia dalam 65 halaman, yang bisa kupilih untuk bahan mengajar kelas menengah yang tentunya sudah menguasai tata bahasa dasar. Dengan adanya buku ini aku jadi tidak perlu repot-repot lagi memilih bahan dan foto copy deh. Sekarang aku juga sedang menyusun lagi edisi ke duanya, yang isinya lebih banyak pendapatku (esai). 
  8. Sebagai penutup tulisan, sengaja saya pilihkan kegiatan ini sebagai nomor 8. Jadi sebetulnya selama 3 tahun terakhir ini, aku ikut aktif dalam pembuatan kamus bahasa Indonesia-Jepang v.v. karena diajak Ibu Funada (Ketua/Tim Penyusun). Tentu banyak orang yang ikut serta dalam pembuatan kamus ini. Sebagai penulis, kami diberikan sejumlah kata untuk ditulis dalam kamus, dan kami juga harus memikirkan contoh kalimatnya. Setelah semua kata terkumpul, pada tahun ke-3 yaitu awal tahun 2017 ini, sebagai anggota tim editor, kami harus memeriksa lagi semua tulisan yang masuk. Apakah sudah benar jenis katanya, contoh kalimatnya. Ini masih berupa halaman file. Dan tahap terakhir membaca lagi semua dalam bentuk buku apakah sudah benar letaknya, apakah tidak ada salah tulis, atau terlewati. Pekerjaan yang berat yang baru pertama kali aku geluti tapi aku merasa senang mengerjakannya. Sulit memang untuk menyisihkan waktu di antara semua pekerjaanku, apalagi kalau pas dapat halaman yang isinya kata-kata membosankan, yang sulit diekspresikan dalam bahasa Jepang, atau kata-kata aneh dan jarang yang sudah selayaknya dihapus dari kamus. Untung saja tugas penulisanku dalam 1 tahun pertama bisa dilaksanakan dalam jangka waktu yang diberikan (biasanya sekian ratus lema/turunan kata dalam satu bulan), meskipun kadang aku masih “nawar” minta perpanjangan waktu. Tapi untuk bagian editing yang terakhir, aku merasa memang aku cocok untuk pekerjaan editing yang perlu kecepatan tapi tetap harus teliti. Senang loh bisa menemukan passionku di mana, meskipun aku yakin aku tidak mau  mengerjakan editing melulu hahaha. Jadi nanti tanggal 26 Februari 2018, sudah bisa dibeli di toko-toko besar sebuah kamus Progressive Indonesiago dari penerbit Shogakukan dengan harga 4,900 yen (+tax) .                                 『プログレッシブ インドネシア語辞典』  
     B6版 1104ページ  ISBN978-4-09-515811-2,   定価: 4,900円+消費税 

    Sampai dikerjakan di restoran sambil menunggu pesanan. (bukan sandiwara karena benar-benar sudah mepet hehehe)

Tahun 2017 penuh dengan pencapaian dan peringatan. Semoga aku bisa melanjutkan pekerjaan yang sudah kupegang selama ini di tahun 2018 dengan lebih baik lagi. Dan tentunya bisa mulai menulis lagi di blog ini ya 😀

Happy New Year 2018!

Kucing yang Ingin Menjadi Manusia

27 Okt

Ini adalah judul sendratari yang dibawakan kelas 4, kelasnya Kai dalam acara pentas seni di sekolahnya. Memang bulan Oktober di Jepang merupakan bulan olahraga (Hari Olahraga pada minggu kedua Oktober), dan bulan seni. Sekolah Dasar kami menggelar pentas seni 3 tahun sekali, dan tahun ini merupakan pentas terakhir Kai yang duduk di kelas 4. Siklus 3 tahun sekali memang dimaklumi karena persiapan pentas seni ini cukup makan waktu dan bisa mengganggu target pendidikan sekolah jika dilakukan setahun sekali.

Pentas seni itu dilakukan hari Sabtu minggu lalu. Basah! Meskipun demikian masih beruntung badai  -supertaifu- belum sampai ke Tokyo. Dan karena dilakukan di dalam aula sekolah, acara tetap dilaksanakan. Banyak sekolah yang mengadakan pekan olahraga terpaksa membatalkan kegiatan mereka karena hujan. Dan entah kenapa, dalam ingatanku pentas seni 3 tahun yang lalu juga diadakan dalam kondisi hujan.

Karena pentas kelasnya Kai mendapat urutan kedua, aku berangkat cepat-cepat dari rumah supaya pas waktunya bisa masuk pada waktu pintu dibuka. Ternyata sudah cukup banyak orang tua murid yang datang dan menempati tempat duduk yang disediakan. Sedapat mungkin di depan karena mereka antusias menonton anaknya yang akan manggung. Kalau bisa satu keluarga diajak serta 😀 Paling sedikit satu anak dihadiri 2 orang (bapak-ibu), tapi tak jarang dihadiri 4 orang (bapak-ibu-kakek-nenek tambah adik/kakak) lebih. Keluarga kami hanya aku sendiri, karena Gen harus bekerja dan Riku mempunyai janji dengan teman-temannya.

Aku beruntung mendapat tempat duduk di deretan ketiga dan menikmati tampilan kelas 2 yang mempertunjukkan “Jugemu, anak bernama terlalu panjang”. Jugemu ini memang cerita klasik Jepang dan sudah kutonton beberapa kali. Tapi kali ini murid-murid kelas 2 patut kuacungi jempol. Kemasan pertunjukan yang menarik! Coba baca ringkasannya dari wikipedia:

Jugemu adalah cerita humor klasik Jepang berbentuk susunan kata pembelit lidah yang sulit untuk diucapkan dalam bahasa Jepang. Susunan kata-kata yang panjang sekali digunakan sebagai nama anak kecil (nama singkat: Jugemu). Cerita Jugemu merupakan salah satu cerita pembuka dalam seni bercerita rakugo karena merupakan permainan kata yang dapat digunakan dalam berlatih mengucapkan cerita.

Cerita Jugemu sangat sederhana. Sepasang orang tua kebingungan dalam memilih nama anak laki-laki yang baru dilahirkan. Biksu yang dikunjungi menyarankan beberapa nama untuk sang bayi yang dimulai dengan nama Jugemu. Sang ayah ternyata masih juga kebingungan, hingga akhirnya seluruh nama yang diberikan biksu dijadikan nama si anak. Pada suatu hari, Jugemu jatuh ke danau dan nyaris tidak dapat diselamatkan. Semua orang di kampung kesulitan mengucapkan nama Jugemu yang sangat panjang.

Nama lengkap Jugemu dalam romaji dan kanji (bahasa Jepang):

Romaji Kanji
Jugemu-jugemu

Gokōnosurikire
Kaijarisuigyo-no Suigyōmatsu
Unraimatsu Fūraimatsu
Kūnerutokoroni-sumutokoro
Yaburakōjino-burakōji
Paipopaipo-paiponoshūringan
Shūringanno-gūrindai
Gūrindaino-ponpokopīno-ponpokonāno
Chōkyūmeino-chōsuke

寿限無寿限無

五劫の擦り切れ
海砂利水魚の 水行末
雲来末 風来末
食う寝る処に住む処
やぶら小路のぶら小路
パイポパイポ パイポのシューリンガン
シューリンガンのグーリンダイ
グーリンダイのポンポコピーのポンポコナーの
長久命の長助

Hal yang kusayangkan adalah, aku pindah tempat duduk waktu pertunjukan Kai akan dimulai. memang ada tempat duduk matras yang disediakan di depan panggung, khusus untuk orang tua yang anaknya pentas saat itu. Diadakan pergantian setiap kelas berakhir. Karena aku melihat Kai mencari-cariku, aku menghampiri dia untuk memberitahukan keberadaanku. Dan setelah itu aku tidak bisa kembali ke tempat dudukku, dan terpaksa aku duduk di matras. Parah deh, aku tidak bisa duduk jongkok karena lutut mulai bermasalah dan menahan sakit (dan kesemutan) selama pertunjukkan berlangsung. Belum lagi aku tak bisa mengambil foto atau video tanpa terhalang orang tua lainnya.

Tapi secara keseluruhan pentas kelasnya Kai cukup bagus. Semua jalan cerita, kostum, tata lampu, musik, tata suara, pergantian latar dilakukan sendiri oleh anak-anak. Sehingga terjadi peralihan adengan yang cukup lama, karena memang panggung gelap sekali. Tapi penggunaan lampu cukup menarik, menyesuaikan adegan demi adegan. Dan aku cukup senang Kai bisa bersuara keras membawakan lakonnya, dan ikut menari dengan terampil. Dia menjadi pandai besi dalam cerita itu (sebagai salah satu warga saja sih) .

Yang menarik, aku mencari alur cerita “Kucing yang Ingin Menjadi Manusia” di google (dalam bahasa Indonesia) tapi tidak menemukannya. Padahal cerita ini merupakan cerita terjemahan dari The Cat Who Wished to Be a Man karangan Loyd Chuddley Alexander, seorang pengarang buku anak-anak terkenal dari Amerika (Pennsylvania)

Lionel, a housecat given the power of speech by the magician Stephanus, begs his master to turn him into a man. After many objections concerning the depravity of humans, Stephanus relents; and the transformed Lionel begins his adventures to town of Brightford. The mayor and his officers are plaguing Brightford with capricious rule and economic hardship. The mayor is especially covetous of the inn belonging to Gillian, with whom Lionel begins a rocky friendship. Lionel becomes entangled in the struggles of Brightford, and escalates the conflicts between the mayor and the people, while falling in love with Gillian as he becomes more and more human. (wikipedia)

Menarik! Aku sendiri benar-benar salut pada Jepang yang banyak menerjemahkan dan mengadaptasi cerita-cerita dari seluruh dunia. Benar aku merasa kaya di sini karena secara tidak langsung (melalui anak-anakku) aku banyak mengenal sastra dunia. Mungkin kalau aku di Indonesia, tidak akan mengetahui cerita-cerita yang sebetulnya merupakan karya terkenal di luar negeri.

Dari cerita drama ini, ada satu bagian yang benar-benar menyentuh hatiku adalah ucapan lakon sarjana (yang kira-kira seperti ini) : “Lionel, seekor kucing yang mempunyai jiwa manusia. Manusia sendiri belum tentu bisa. Manusia lahir sebagai manusia, melewati perjalanan panjang, pengalaman menyenangkan dan menyedihkan, serta pembelajaran yang panjang baru bisa menjadi seorang manusia sejati. ”

Ya, dikatakan bahwa masih banyak manusia yang belum menjadi manusia seutuhnya.

Masih banyak orang Indonesia yang belum bisa menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yang menyadari bahwa dirinya bagian dari komunitas beragam, dan untuk hidup bersama perlu tepaselira, bertoleransi dalam berinteraksi dengan sesamanya.

Masih banyak orang Indonesia yang belum menghargai usaha-usaha para pendahulu untuk menyatukan Indonesia dengan pernyataan, “Berbahasa satu Bahasa Indonesia”. Aku sedih membaca timeline seperti “Anak-anak jaman now”.. apa itu? Mengapa dalam satu kalimat bahasa Indonesia, bercampur kata-kata bahasa Inggris yang tidak seharusnya. Hei! Banggalah berbahasa Indonesia, dan tugas kita untuk menaikkan martabat bahasa Indonesia. ( mengenang Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928) . Pakailah KBBI! FYI Dalam menulis posting ini aku memeriksa KBBI paling sedikit 10 kali untuk mengecek penulisan yang benar. Contohnya: adegan atau adengan 😀

Satu tambahan lagi,

Masih banyak narablog yang melupakan tugasnya untuk memajukan Indonesia dengan tulisan-tulisannya. Termasuk aku yang akhir-akhir ini absen menulis dikarenakan kesibukan di dunia nyata. Padahal kalau saja aku mau “menutup mata” sedikit, mengorbankan waktuku 1 jam, pasti bisa. Seperti hari ini kupaksakan bangun pukul 4 pagi, karena memang niat menulis dalam rangka “Hari Blogger Nasional”, dan mengingat kembali tulisanku di blog sahabat Donny Verdian yang ini: “Blogger sampai Mati“. Ah, Donny memang narablog sejati! Ssst Don…. aku masih blogger kok, meskipun hanya bisa menulis sekali sebulan, untuk sementara ini…

Satu tulisan yang padat tujuan kuakhiri dan mungkin akan menjadi tulisan terakhir di bulan Oktober. Semoga November bisa menulis lagi meskipun cuma satu.

 

 

PUN = plesetan

2 Sep

Apa pula PUN itu?

Sebetulnya hari ini aku mau menulis soal goroawase 語呂合わせ, yaitu pemudahan pengucapan sebuah kata/huruf atau angka. Dan kalau mencari bahasa Inggrisnya adalah “pun”, yang diterjemahkan menjadi “plesetan”. Hmmm jauh juga ya pengertiannya.

Goroawase sulit diterima oleh orang Indonesia karena dalam bahasa Indonesia memang cuma ada “pelesetan” itu. Jadi contohnya terbatas. Aku sendiri kalau ditanya apa contoh goroawase dalam bahasa Indonesia, paling-paling teringat mejikuhibiniu. Padahal dalam bahasa Jepang cukup banyak, dan biasanya dipakai untuk menghafal deretan angka, atau menyingkat kata. Yang paling sering dipakai adalah 39 yang dibaca san-kyu = Thank You. atau 4649 dibaca yo-ro-shi-ku. Dan ssst aku kasih tahu kata sandi ipadku supaya Kai tidak bisa buka yaitu Sa-i-ko-ro 3156 loh hehehe

Nah hari ini tanggal 2 September kalau ditulis ala Jepang menjadi 9-2 yang bisa dibaca menjadi KU-JI. Merupakan peringatan hari KUJI atau undian. Tanggal ini ditetapkan menjadi hari (takara)kuji oleh Daiichikangin (Mizuho Bank sekarang) pada tahun 1967.

Yang kedua 9-2 ini juga bisa dibaca menjadi hari KU-TSU (Tsu adalah pelafalan bahasa Inggris untuk 2) sedangkan kutsu sendiri berarti sepatu. Tanggal ini ditetapkan oleh perusahan sepatu DIANA pada tahun 1992 (wah kutsu lagi deh 😀 )

Goroawase ini memudahkan kita untuk menghafal angka-angka, apalagi jika angkanya banyak.

 

Mitigasi Bencana

1 Sep

Hari ini tanggal 1 September adalah hari Mitigasi Bencana, Disaster Prevention Day atau bahasa Jepangnya Bousai no Hi 防災の日. Hari ini ditetapkan sebagai Hari Mitigasi Bencana karena pada hari ini tahun 1928, tepat pukul 11:58 siang terjadi Gempa Bumi Besar Kanto. Jadi biasanya hari ini dilakukan latihan-latihan menghadapi bencana di seluruh Jepang.

Tapi karena hari ini hari biasa, dan tepat hari masuknya murid-murid di daerah kami, latihan bencana sudah dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu yang lalu. Kebetulan SMP nya Riku menjadi pusat pengungsian daerah kami jika terjadi bencana, jadi pemda kami mengadakan latihan di SMP pada hari Sabtu lalu (26 Agustus) . Karena aku termasuk dalam pengurus inti PTA di SMP, sebagai tuan rumah kami wajib datang dan ikut bertugas dalam latihan mitigasi tersebut.

Kami diminta berkumpul pukul 9 pagi, dan hari itu dibanding hari sebelumnya cukup panas! Kami diberi tugas memasak nasi alpha yang pernah aku tulis di Nasi Jadi. Nasi Alpha ini cukup diberi air panas dan ditunggu 15 menit, jadi! Tapi kalau yang aku pernah punya ukuran 1 orang, kami harus menyediakan untuk 50-60 orang (ada 4 kelompok jadi membuat nasi untuk 300 orang). Jadi di dalam satu  kardus besar. Setelah nasi itu jadi, kami masukkan dalam plastik untuk dibagikan.

Sebetulnya acara hari itu sampai pukul 11:30, tapi karena aku harus pergi ke Saitama mencari sekolah SMA untuk Riku jadi aku minta ijin pulang duluan pukul 10 pagi.

gunting dari kertas

Ada satu yang aku perhatikan. Waktu membuka kardus berisi beras yang terdapat dalam plastik alumunium itu, selain tersedia sarung tangan plastik, plastik untuk pembagian nasi, sendok kecil, karet gelang untuk menutup plastik ada juga GUNTING DARI KERTAS. Gunting itu cukup memadai untuk membuka plastik itu. Hebat ya, orang Jepang itu memikirkan semuanya sampai ke detail begitu.

Penelitian Bebas

31 Agu

Liburan musim panas sudah selesai! Ya hari ini adalah hari terakhir liburan musim panas. Dalam 2-3 hari belakangan ini amat terasa jalanan dan stasiun jauuuuh lebih sepi dibandingkan awal-awal liburan di awal Agustus yang penuh dengan anak-anak dengan ibunya. Mungkin mereka sedang berkutat membuat PR liburan musim panas di rumah ya? Anak sulungku berkata, “Seperti lebih bagus tidak ada liburan musim panas deh, karena liburan musim panas itu PR nya banyaaaaak sekali. Menyebalkan!” hehehe. Yang pasti memang anak-anakku seperti itu, berkutat pada hari terakhir liburan! Padahal  PR (Matematika, bahasa, IPS dll) yang diberikan gurunya sudah dicicil , tapi tetap saja ada yang mesti dikerjakan di hari-hari terakhir.

PR yang dikerjakan terakhir itu biasanya “Penelitian Bebas” atau “penelitian mandiri”, 自由研究 Jiyu Kenkyu bahasa Jepangnya. Murid-murid dibebaskan untuk mengadakan penelitian apa saja. Bisa memperhatikan bintang di langit . Bisa membuat resep baru, membuat jahitan atau prakarya, atau membuat laporan. Memang anak-anak deMiyashita biasanya membuat laporan, kecuali Kai tahun lalu membuat specimen kupu-kupu. Dulu Riku waktu kelas 4 SD membuat laporan penelitian tentang Mangrove di Jakarta, sedangkan Kai sekarang menulis laporan tentang Dr. Noguchi Hideyo (1876-1928), bacteriologist Jepang yang wajahnya terpampang di uang kertas 1000 yen.

Untuk menulis laporan itu, kami memang pergi ke Inawashiro, Fukushima dan mendatangi Museum Memorial Noguchi Hideyo, Museum waktu Noguchi muda di kota Aizu Wakamatsu. Kemudian Kai dan papanya sempat juga pergi ke Museum tempat penelitian Noguchi di Yokohama. Memang ada 3 tempat yang merekam aktivitas Dr Noguchi sejak lahir sampai meninggal. Jadi kunjungan ini pun menjadi tulisan utama dalam laporan Kai. Kai sendiri memang suka membaca biografi Dr. Noguchi sampai diulang berkali-kali.

Saat ini pukul 22:56, dan Kai masih menulis laporan itu secara detail. Sudah kukatakan tidak usah terlalu detail karena dia akan memasang banyak foto, tapi sepertinya anakku itu keras kepala seperti emaknya, dan mau sesempurna mungkin. yang kasihanmamanya kan harus menunggu dan membantu dia mencetak dan memasang foto-foto yang dia ambil itu 😀 Dan…. sambil menemani Kai aku pun teringat pada mamaku. Dulu pun dia sering menemani kami mengerjakan tugas-tugas, dan bahkan membantu lebih dari 50% karena si anak sudah terkantuk-kantuk 😀 Pekerjaan seorang ibu dari masa ke masa memang sama ya?

Tapi aku memang kagum dengan sekolah di Jepang yang memberikan tugas seperti penelitian bebas ini, BUKAN hanya dengan tugas mengarang “Liburanku” saja 😀

di depan rumah asli Dr Noguchi

Kasihanilah Aku

11 Jul

Gara-gara melihat sebuah tulisan di lini masaku, jadi teringat suatu percakapan dengan anak bungsuku. Sudah cukup lama berlalu tapi memang ingin kutuliskan.

Jadi di lini masa media sosial itu ramai tentang cerita bahwa ada seorang ibu-ibu yang naik kereta di Indonesia. Karena tidak ada tempat duduk, dia berdiri di depan seorang pemuda yang duduk. Bukan gerbong wanita, dan si wanita itu dengan suara keras mengatakan yang intinya, si pemuda tidak boleh duduk karena dia laki-laki.  Si pemuda tidak mau bertengkar, jadi memberikan tempatnya pada si ibu. Tapi waktu ada kursi di sebelahnya kosong, si wanita tidak memperbolehkan laki-laki duduk di sebelahnya. Intinya: laki-laki tidak ada  yang boleh duduk.  Haduh…. kalau yang begini sih mungkin sudah korslet ya? Tidak cocok untuk feminisme atau pejuang gender dong 😀  Sebagai tambahan cukup banyak loh lansia di Jepang yang tidak mau duduk meskipun sudah ditawarkan. Alasannya, “Saya masih sehat dan kuat, sedangkan kamu sudah capek bekerja seharian”. Hebat ya lansia itu…..

Nah, yang membuatku teringat pada anak bungsuku, yaitu waktu dia bercakap-cakap dengan kami.

Hadairo 肌色 itu warna apa sih pa?”

jreng…..

Jadi memang di Jepang selain warna akai 赤い (merah),  aoi 青い (biru), midori 緑 (hijau), kuro 黒 (hitam), kiiro 黄色 (kuning) dll, dulu ada warna yang bernama hadairo 肌色. Aku ingat sekali di susunan crayon/pensil warna untuk Riku dulu, ada yang namanya hadairo. Yaitu warna pink muda R- 246 G-222 B 197 yang dianggap warna yang mewakili kulit orang Jepang. Nah, Kai lahir 4 tahun setelah Riku dan memang waktu itu aku tidak melihat lagi nama warna hadairo.

hadairo … warna kulit orang Jepang…dulu 🙂

“Itu warna seperti pink muda, Kai. Warna kulitnya orang Jepang”

“Seperti apa ya? Aku tidak tahu!”

“Ya, dulu ada. Nanti deh mama kasih liat di rumah ya”

Papa G menyahut,

“Warna hadairo itu sekarang diganti menjadi …”

“Usudaidai…. ” Kai menyela

“Nah itu tahu kok. Ya hadairo itu usudaidai

“Mulai kapan ganti nama?”

“Nah itu musti cari dulu. Tapi kenapa hadairo diganti namanya yang penting. Karena ternyata orang Jepang sekarang warna kulitnya sudah banyak yang berubah. Tapi selain itu, kita tidak bisa menentukan warna kulit seseorang sebagai satu warna hadairo. Karena hada=kulit, warna kulit. Sedangkan warna kulit orang di dunia ini kan banyaaaaaak sekali! Itu menjadi bahasa diskriminasi/sabetsu 差別用語. Karena itu diganti menjadi usudaidai

Rupanya pergerakan untuk menghapus kata yang diskriminatif ini sudah mulai pada November tahun 1998 dengan sebuah artikel di harian Yomiuri yang mengangkat penamaan warna baru dari produsen craypas Pentel. Kemudian tahun berikutnya pada harian Asahi, dikatakan bahwa nama warna hadairo sudah dibuah oleh Pentel menjadi “pale orange”. Baru kemudian tahun 2000, tiga perusahaan produsen pensil/crayon/spidol yaitu Mitsubishi, Sakura dan Tombow mengganti hadairo menjadi usudaidai (daidai secara umum dikenal sebagai warna oranye, sedangkan usu = muda, jadi oranye muda). Tidak diketahui siapa yang menentukan penamaan warna itu. Tapi lucunya dalam kamus warna yang diterbitkan tahun 2005, tidak tercantum nama “usudaidai” atau “pale orange” sama sekali.

Memang di Jepang sekarang banyak penamaan yang diganti karena mengandung kata-kata diskriminatif. Sebuah pergerakan yang kukagumi karena memang seharusnya kita tidak melukai hati orang lain, bukan? Di Indonesia sendiri yang kuketahui sudah ada pemakaian kata pramu- atau tuna- menggantikan nama penderita yang tidak seperti manusia normal.

Nah, kembali ke percakapan dengan Kai, suamiku memberikan ilustrasi lain yang cukup membuat kami berpikir.

“Dalam kereta pagi hari. Banyak pegawai yang masih kecapekan dan ngantuk karena malam sebelumnya bekerja sampai larut. Lalu muncul lansia yang berpakaian untuk hiking (memang banyak lansia Jepang amat sangat kuat dan sehat bahkan mampu mendaki gunung). Berdiri di depan silver seat, di depan pegawai-pegawai yang lelah itu, sambil mengharapkan diberikan tempat duduk oleh penumpang yang lebih muda itu. Coba bandingkan si tua sehat semangat untuk mendaki itu…. bukankah kekuatannya jauh lebih banyak daripada pegawai yang kecapekan itu?”

Kai tertawa, tapi aku tidak… bahkan memikirkan hal itu. Memang benar, lansia Jepang itu jauh lebih tua tapi jauh lebih sehat. Akankah aku bisa tetap sehat dan kuat seperti mereka jika umurku mencapai umur yang sama dengan mereka?

Kejadian di kereta Jepang dan Indonesia…. penuh dengan kontradiksi dan pemikiran. Jenis kelamin, warna kulit, umur, seharusnya memang tidak menjadi suatu yang perlu dipertentangkan, atau dijadikan sebagai alasan. 

 

Tukar Informasi

30 Jun

Biasanya aku hari Jumat memang mengajar. Tapi karena hari ini universitas S tempatku bekerja menyelenggarakan festival kampus, maka aku hanya mengajar sampai jam 12. Dengan agak terburu-buru aku menuju ke Nerima, kelurahanku, tepatnya sebuah sekolah SMP dekat Kantor Pemdanya. Karena mulai pukul 2 ada acara yang bertajuk: “Pertemuan Tukar Informasi antar PTA SMP”.

Dari 34 SMP milik pemda, sedikitnya 5 orang perwakilan pengurus (inti) PTA dan seorang kepala sekolahnya berkumpul dalam kegiatan ini. Dalam sambutannya, ketua komite pendidikan menyatakan pentingnya peran orang tua yang tergabung dalam PTA karena dalam setiap kegiatan terlihat kehadiran PTA. Apalagi tahun ini banyak sekali sekolah yang merayakan ulang tahun ke 70 (Kelurahanku ini memang baru berusia 70 tahun), sehingga bantuan dari orang tua sangat penting. 

Kami dibagi menjadi 15 grup, dan masing-masing grup diminta untuk membicarakan topik tertentu yang intinya bertujuan untuk “memikirkan bagaimana membuat lingkungan belajar yang lebih baik bagi murid SMP”. Ada beberapa kata kunci yang dipakai, misalnya Smartphone, pemilihan SMA, masa puber, hubungan pertemanan, PTA dan lain-lain.

Grup aku hanya membicarakan tentang Smart phone, yang ternyata dari 4 ibu, 2 memberikan smart phone pada anaknya, sedangkan aku dan satu ibu lagi menegaskan bahwa smart phone baru boleh diberikan waktu SMA. Tapi kami berdua mengijinkan pemakaian ipad/ipod di rumah dengan aturan yang sudah ditentukan. Semisal: orang tua BOLEH melihat percakapan di Line, atau pembatasan waktu hanya sampai pukul 9-10 malam kemudian piranti itu diletakkan di ruang tamu. Masalah smart phone ini memang agak rumit karena di satu pihak kita tidak bisa memungkiri bahwa smartphone merupakan kemajuan jaman yang harus bisa diterima, tapi di pihak lain smartphone membawa dampak negatif bagi anak atau lingkungannya. Cukup banyak anak yang ternyata kurang tidur karena terlalu banyak pakai LINE.

Tapi sebetulnya selain masalah smartphone, kami juga menyinggung masa puber dan aku merasa lega bahwa anakku tidak menunjukkan masa-masa perlawanan terhadap orang tua (atau belum). Dari pembicaraan di grup, aku juga bisa melihat bahwa kebanyakan yang bermasalah dengan smartphone justru murid perempuan. Karena mereka rentan terhadap godaan pria yang lebih tua, dan mereka sendiri juga membuat gank-gank kelompok yang lebih rumit dibandingkan murid laki-laki.

Lima belas grup kemudian membawakan hasil pembicaraan dan mempresentasikan di depan semua peserta selama 3 menit. Sehingga kami juga bisa mengetahui apa yang dibicarakan grup lain. Dari presentasi 15 grup ini aku bisa tahu mereka juga membahas sulitnya meminta orang tua murid untuk menjadi pengurus PTA. Ada saja orang tua yang memakai alasan “sibuk” padahal sebetulnya mereka melepaskan tanggung jawab pendidikan kepada sekolah saja! Tidak mau tahu! Aku pribadi merasa dengan menjadi pengurus PTA, kita secara tidak langsung bisa memonitor pelaksanaan pendidikan di sekolah, yang orang tua lainnya tidak bisa lihat.

Aku selalu kagum dengan pendidikan di sini, yang amat menekankan pemberian salam. Setiap aku ke sekolah, murid yang berpapasan PASTI memberi salam “selamat pagi/siang”. Mereka juga harus memberikan hormat kepada guru. Bukan dengan salut menaruh tangan di dahi, tapi dengan menunduk jika bertemu dan pasti melihat wajah guru yang sedang bicara. Ah, aku jadi teringat pada pendidikan Sr Bertine yang sama persis! Bahagianya aku pernah mendapatkan disiplin yang bisa terus kubawa sampai sekarang.

Ada satu lagi yang menarik dari presentasi tadi, yaitu bahwa bahasa murid-murid yang menjadi buruk. Yaitu dengan timbulnya kata-kata baru yang menjadi trend. Dan satu kata yang sempat kucatat adalah: Majipane まじぱね。 Yang setelah kutanya pada Riku artinya : Benar-benar hebat, singkatan dari Maji Hampa Janai マジ半端じゃない! (Dan disambung Riku bahwa yang sering pakai biasanya anak perempuan yang guoblok hahaha. Anakku itu benar-benar suka “merendahkan” cewek-cewek yang sukanya cekikan dan tidak suka belajar, atau paling sedikit bisa menggunakan bahasa yang baik 😀 Sasuga anak dosen bahasa hahaha)

Cukup capek 3 jam mengikuti acara itu, tapi yang membuatku capek sekali sebetulnya adalah duduk di tatami selama 1 jam penuh. Mati rasa deh kakiku, meskipun sudah berusaha ganti-ganti posisi. Dasar orang asing yang tidak terbiasa duduk di tatami sih 😀

Tulisan pertama di bulan Juni, pada hari terakhir.

Dua menit lagi bulan Juni habis, jadi sekian dulu yaaaaa

 

Hari Museum

20 Mei

Tulis pendek saja deh, sebetulnya mau tulis sebagai status di FB, tapi kok sebagai status kepanjangan juga hehehe.

Hari ini tanggal 20 Mei adalah hari Kebangkitan Nasional. Karena ini hari peringatan yang cukup besar, sudah banyak orang yang menanggapinya sehingga saya rasa saya tidak perlu menulis tentang tanggal 20 Mei. Tapi ada yang mengusik saya tentang hari peringatan yang sudah lewat yaitu tanggal 18 Mei yang merupakan Hari Museum Internasional. Terutama waktu membaca status teman saya yang memang pecinta museum Retty  yang mengingatkan tentang hari peringatan ini.

Langsung aku mencari informasinya dengan bantuan paman google, dan menemukan bahwa memang tanggal 18 Mei itu ditentukan sebagai hari Museum Internasional oleh ICOM (International Council of Museum) sejak tahun 1977, tapi tidak diberitahukan mengapa dipilih tanggal 18 Mei.

Tapi aku menemukan juga bahwa Museum Gajah (Museum Nasional) kita merayakan ulang tahun yang ke 239 tepat tanggal 18 Mei. Otomatis kupikir hari Museum Nasional itu mestinya sama dong ya? Eh ternyata hari Museum Nasional itu dirayakan tanggal 12 Oktober. Karena ditentukan dalam  Musyawarah Museum se-Indonesia (MMI) yang pertama yang diselenggarakan pada 12-14 Oktober 1962 di Yogyakarta. Coba waktu itu ditentukan sesuai ultahnya Museum Nasional, kan bisa bilang yang Internasional ngikut kita :D.

Anyway, hari ini aku mendapat satu link lagi yang memberitahukan soal patung Gajah pada Museum Nasional. Karena ada patung Gajah itulah museum kita disebut Museum Gajah. Tapi ternyata satu patung Gajah yang katanya merupakan hadiah dari Thailand, ternyata merupakan hasil “tukar-tambah” dengan arca-arca berharga dari Borobudur. Silakan baca detilnya di sini : http://historia.id/kuno/harga-mahal-di-balik-patung-gajah-museum-nasional

Sudah lama aku tidak ke museum, dan hari ini aku diajak pergi ke Museum Sastra di Yokohama atau Kamakura nih oleh Gen hehehe.

Kamu kapan terakhir ke museum?

Menutup April

30 Apr

Wah  baru bisa menulis lagi, setelah tanggal 3 April! huhuhu. Memang bulan April itu bulan yang menyibukkan sekali ya. Sebelum terlambat, aku ingin menuliskan bagaimana aku melewatkan satu hari kemarin dulu deh. Nanti kalau sempat baru kegiatan mendetil bulan April … tapi ngga janji 😀

Jadi ceritanya kemarin aku pulang dari kegiatan KMKI (Keluarga Masyarakat Kristen Indonesia) pukul 9malam. Untung aku dijemput Gen dan anak-anak, lalu kami makan di sebuah restoran pizza/spaghetti di tengah perjalanan pulang. (Yang ternyata tidak enak, sehingga kami berjanji tidak akan ke situ lagi hehehe). Karena capek sekali, aku langsung merebahkan diri di tempat tidur, paling tidak meluruskan punggung deh. Memang aku salah juga, mengangkut botol minuman 500 ml sebanyak 100 biji  ke mobil sendiri (tentu tidak sekaligus… aku belum menjadi wonder woman kok) . Akibatnya buruk bagi punggungku.

Nah sekitar pukul 11 an, Kai masuk kamar dan seperti biasa peluk memeluk sebelum tidur. Lalu aku minta dia untuk memijat punggungku. Dia lumayan pandai loh. Aku beritahu bagian mana yang perlu ditekan dan dia lakukan. Sambil kesakitan aku bilang enak! Lalu tiba-tiba dia menirukan ucapan sebuah tokoh tukang pijat yang terdapat dalam film Thermae Romae. Begitu mirip dan lucu! Aku, Gen dan Kai sendiri langsung tertawa terbahak-bahak, karena mengingat adegan lucu itu. Apalagi aku sampai keluar air mata karena mengingat karakter pemijat itu yang jempol a.k.a ibu jarinya besar. Lalu kucari fotonya di google dan menemukan foto ini:

dari : http://pbs.twimg.com/media/ aku lupa lengkapnya apa yang dikatakan si pemijat ini. Nanti deh tanya Kai ya
patung asli dari Namikoshi sensei

Ternyata tokoh pemijat yang ada dalam film itu benar-benar ada! Kupikir buatannya yang buat cerita saja. Namanya Namikoshi Tokujiro (1905-2000), yang merupakan bapak Shiatsu Jepang. Jepang itu memang keren! Mereka sering sekali membuat film dengan selipan-selipan adegan yang memuat sejarah asli Jepang! Kalau begini kan kita sambil menghibur diri jadi belajar juga.

Sayangnya, karena kami tertawa terus, pemijatanku terhenti deh 😀 Dan karena celetukan Kai yang meniru pemijat itu, kepenatanku yang sudah menggunung selama bulan April bisa terbang habis dan membuatku ingin menuliskannya di Twilight Express!

Bulan April ini memang melelahkan. Tapi pekan emas “Golden Week” di depan mata, dan deMiyashita bermaksud untuk menikmati liburan yang jarang dan berharga ini bersama. Semoga aku bisa menemukan waktu juga untuk menuliskannya di TE ya.

Have a happy holidays!