Tepat tiga bulan yang lalu, atau 90 hari yang lalu, Mama berpulang kepada Bapa, dan “pindah rumah” ke Rumah Abadi….. Eternal Home.
Bagaimana perasaanku? Ya masih sedih, apalagi jika teringat, atau menyadari bahwa jika aku mudik nanti aku tidak bisa bertemu mama lagi, menciumnya, memeluknya. Padahal aku juga selama ini pulangnya setahun sekali paling lama satu bulan. Tidak bisa sering-sering bertemu. Juga tidak terlalu sering menelepon. Jika aku menelepon biasanya mama hanya mendengarkan “kicauan”ku, dan jika aku tanya, “Mama bagaimana?” dia selalu menjawab, “Ya… begitu. Namanya sudah tua. Sudah sering lupa” Dan kalau dia sudah bicara begitu, aku bilang, “Ngga usah mama, aku aja juga suka lupa. Suka sakit badannya. Namanya manusia ya ma…. pasti menjadi tua…” Tapi…. dia tidak pernah cerita bahwa dia mau dikremasi saja kalau meninggal. Tidak kepadaku, tetapi kepada adikku.
Ya, kami yang ditinggalkan masih belum bisa memahami keinginan mama jika dia meninggal. Ia ingin dikremasi dan abunya dibuang ke laut, sama seperti kakaknya. Rupanya pengalamannya waktu mengikuti prosesi kremasi dan dilarung abunya ke laut sangat membekas pada diri mama. Ntah karena dia ingin “bertemu” dengan kakaknya di perairan 7 samudra, atau lebih ke alasan ekonomis. Ya, dikremasi dan dilarung lebih murah dan tidak merepotkan bagi yang ditinggal, dibandingkan dengan pemakaman biasa.
Jadi waktu aku pulang ke Jakarta, aku saat itu hanya ingin mengetahui keinginan papa dan adik-adik bagaimana. Bagiku, cara apa saja OK. Apalagi aku sudah sering melihat upacara kremasi dari keluarga Gen. Yang memang untuk pertama kali pasti akan shock mengikutinya. Silakan baca di tulisan lamaku?http://twilightexpress.blogspot.jp/2006/07/for-dust-thou-art-and-unto-dust-shalt.html
Dua malam aku menjaga jenazah mama di kamar tamu rumah Jakarta sambil berdiskusi mengenai pemakaman mama. Tapi yang paling penting adalah keinginan papa. Papa sendiri sebetulnya tidak setuju kremasi apalagi dilarun atau ditebarkan abunya ke laut. Aku baru tahu bahwa papa tidak ikut waktu kremasi kakaknya mama, karena tidak setuju 🙁 Ya memang perlu mengubah mindset untuk bisa mengerti mengapa harus “kremasi”. ?Sama seperti tulisanku waktu omanya Gen meninggal, baru saat dikremasi kita bisa mengerti ayat dalam kitab suci :
dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil;?sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.” (Kejadian 3:19)
Ya, manusia pasti akan kembali menjadi abu/debu. Jika dimakamkan, dikubur dalam tanah akan butuh waktu bertahun-tahun, tapi dengan dikremasi hanya dalam hitungan jam.
Papa memang sudah memesan kepada pengurus pemakaman untuk mempersiapkan kremasi di Oasis Lestari. Sepertinya ada keluarga jauh kami yang juga pernah di sana. Sebuah areal kremasi dan kolumbarium (tempat menyimpan abu seperti koloseum) yang dikelola oleh sebuah yayasan katolik yaitu?Dana Pensiun??Konferensi Waligereja Indonesia ? (DP KWI)?. Untungnya yayasan ini memiliki website dan aku diberitahu websitenya justru oleh sahabat mayaku, Nique.
Dalam website itu tertulis begini:
Dalam Order of Christian Funerals bagian Appendiks II no. 417 yang diterbitkan pada tahun 1997, diberikan catatan bagaimana kita mesti memperlakukan abu kremasi [sebenarnya partikel-partikel tulang].
1. Hal yang dilarang oleh gereja :
Penaburan/pelarungan abu kremasi ke laut/sungai, entah dari udara atau dari pantai dan Penyimpanan abu kremasi di rumah sanak kerabat atau sahabat.
2. Hal yang dianjurkan Gereja :
Supaya abu jenazah yang dikremasi itu dimakamkan di pemakaman atau disemayamkan di mausoleum atau columbarium agar ada tempat untuk mengingat pribadi yang meninggal sekaligus tempat kita berziarah dan berdoa.
Berdasarkan keterangan ini, maka papa pun memutuskan untuk tetap mengadakan kremasi dan menyimpan abunya dalam kolumbarium. Ya, aku pun sependapat dengan papa. Meskipun aku menyetujui kremasi, aku tidak bisa membayangkan jika abu mama disebarkan ke laut misalnya. Bagaimana aku akan berziarah jika di laut? Memang semua laut di seluruh dunia sambung menyambung, tapi aku tetap tidak bisa pergi ke Teluk Tokyo misalnya untuk berdoa pada mama. Memang benar juga bahwa kita bisa berdoa di mana saja, tapi tetap yang namanya manusia tetap memerlukan simbol, tempat yang kasatmata, yang bisa dilihat. Meskipun mungkin hanya setahun sekali saja kita berziarah ke makam. Jadi makam, atau kolumbarium atau mausoleum itu lebih terletak pada kepentingan orang-orang yang ditinggal. Orang yang meninggal tidak memerlukannya.?
Jadi kami meletakkan abu mama dalam guci ke dalam kolumbarium. Sebuah kotak kaca kecil dalam sebuah dinding panjang. Kami menyebutnya sebagai flat baru mama. Ah mama, dia memang menurunkan sifat bercandanya pada kami. Begitulah keluarga Mutter… selalu bercanda, baik dalam upacara kematian. Bercanda sambil menangis….. Sehingga kami yang mewarisi sifatnya bisa mengatakan, “Mama, ini flat baru mama. Rumah abadi mama. Apartemen Nomor E-1 ya. Semoga mama kerasan” 😀 🙁 🙁
Memang banyak tempat menaruh guci itu yang benar-benar dihias seperti rumah oleh keluarga-keluarga. Ditaruh foto atau barang kesukaannya. Yang bagusnya di Oasis Lestari ini, kami pun bisa berdoa di depan “rumah abadi” mama dengan khusyuk tanpa takut kena hujan. Belum lagi setiap bulan, Oasis Lestari ini juga mengadakan misa arwah, mengenang saudara-saudara yang “tinggal” di situ. Dan persis tanggal 12 Mei kemarin, persis hari ulang tahun mama, mereka mengadakan misa arwah di sana.
Kami di Tokyo, memperingati hari ulang tahun mama, tanggal 12 Mei 2012 yang berdekatan dengan Mothers Day dengan mengadakan misa di gereja St. Anselmo, Meguro. Pada hari itu, aku memutuskan untuk membaptis Kai menjadi katolik. Memang biasanya kami, umat katolik membaptis anak-anak kami waktu masih bayi. Tapi selama ini aku pribadi belum menemukan pastor yang cocok, waktu yang pas, karena aku ingin adikku Tina yang menjadi ibu permandian bagi Kai. Sehingga aku baru membaptis anak keduaku ini waktu dia sudah berusia 4 tahun. ?Dan kebetulan pastor Ardy Hayon SVD, yang sudah kukenal sejak aku hamil Kai pindah tugas dari Akita ke Kichijouji, Tokyo.
Dan aku merasa memang seperti semua sudah seharusnya. Kai sudah mengenal cara berdoa, cara umat kristen bersikap. Bahkan setiap malam terlebih sesudah mama meninggal, dia selalu berdoa dengan suara keras. Doanya yang dia karang sendiri :
aaahhh waktu pertama kali dia menyebut “Supaya oma bisa bertemu Tuhan” tangisku tak bisa berhenti…..juga ketika aku beritahu bahwa opa akan operasi kateter tanggal 8 Mei lalu (dan sampai sekarang masih belum tahu cara operasi apa yang terbaik untuk penyumbatan jantung Opa) dia langsung tambahkan dalam doanya, “Tolong Opa jika takut….”
Ignatius Kai Miyashita, 4 tahun … semoga kamu menjadi anak kristen yang berguna bagi gereja, keluarga dan masyarakat. Jangan takut karena Yesus dan St Ignatius melindungimu. Selalu….
sebuah postingan yang tertunda 1o hari….
Gk bisa menahan haru…
Oma sudah bertemu Tuhan, syg…
Tante amini doa mama untuk Kai ya..
Tuhan selalu memberkatimu…
ya mbak Em, aku baru menyadari juga
bhw makam itu perlu bagi kita yang ditinggalkan,
bukan buat mrk yang meninggalkan kita.
pengingat kita akan mrk yang terkasih
pengingat kita bhw ada kepastian ttg kematian.
makasi sharingnya mbak Em,
#dan Kai sudah pasti manis.. 🙂
Untuk yang kesekian kalinya saya berdoa semoga Mamanya Bu Em mendapat tempat yang layak disisi Tuhan, dan juga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan.
Selamat juga untuk Sang Jagoan Ignatius Kai Miyashita
kai omedetou..terharu dengan doa seorang anak kecil yg baru 4 tahun..Mba imel dan suami bersyukur punya anak2 yg “manis”…huhuhu *netes
Baru tahu tentang bagaimana anjuran gereja untuk abu orang meninggal.
Mbak, ikut senang dengan permandian Kai. 🙂 Doanya indah sekali.
Papa sakit to Mbak? Semoga cepat baik ya.
Kai juga sudah bijaksana seperti kakak Riku…., doanya pintar sekali…..semoga Oma bahagia di apartemen baru
Opa, semoga opa tidak takut dan sukses operasi kateternya…
anaknya pintar… salam buat kai… lucu doanya pinter banget… kremasi memang upaya yang paling mudah. karena kalau dimakamkan keluarga biasanya males ngurusin dan jarang ngunjungin.. mungkin itu pula alasan orang setelah di kremasi di buang ke laut ya..
Malah baru tahu kalau ga boleh ya…:) thank infonya…
gak terasa udah 3 bulan aja ya mbak
waktu begitu cepat berlalu
ah Kai … doa karangan Kai itu lho
bisa aja gitu yah …
Tuhan pasti jaga Opa ya Kai
dan Oma pasti udah bersama Tuhan sekarang dan selamanya 🙂
semoga Tuhan mengabulkan doamu untuk kai ya mba.
ahhh terharu baca doanya kai… semoga doanya dikalbukan semuanya yaaa…
selamat buat kai yang udah dibaptis…
waaa ikut terharu !! :'(
Aduuuhhh….aku terharu banget baca doanya Kai…. doa yang tulus dari anak-anak yang masih murni…
Selamat atas permandian Kai ya, Mbak…
Smoga papanya Mbak Imel diberi kesehatan ya…
Aduuh Kai, doamu indah bangettt…. polos selayaknya kanak-kanak 😀
Selamat ya sudah dibaptis. Namanya sama denga keponakan Tante Choco nih, Ignatius juga 😀
Semoga Kai menjadi anak baik, menjadi garam dunia 😀
owalah….. kai udah punya nama baptis…
Jadi ingat mbak EM pernah ngomong di FB waktu aku post ttg bapak-ku yang sudah dipasangi ring. Klo g salah papa mbak EM sudahh prnah bypass yah. ? Semoga bs ketemu jalan keluarnya yang terbaik mbak EM.
Doa Kai itu sangat menyentuh sekali EM …
Saya bisa merasakan … dan bisa sangat mengerti …
Kamu pasti terharu biru mendengarnya …
Doa anak-cucu yang berbakti itu Insya ALLAH didengar oleh ALLAH
Semoga Mama tenang disana
Semoga Papa sehat-sehat selalu
Salam saya EM
wah, namanya Ignatius ya Kai? Semoga jadi anak yang baik ya.. 🙂
Selayaknya anak menunjukkan baktinya kepada orangtua, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia jeng.
Loh, bukannya ibu/bapak permandian ngikut gender anak permandian ya? Keluargaku demikian soalnya. Ato apa saya diboongin ortu ya, hehe. Si riku gimana?
anak-anak yang polos … terharu…
…………Ignatius Kai Miyashita, 4 tahun … semoga kamu menjadi anak kristen yang berguna bagi gereja, keluarga dan masyarakat…………… Amin-Amin-Amin- sebuah harapan yang indah ya Mel, harapan yang baik akan didengar oleh TUHAN yang Maha Baik
Selamat untuk pembaptisan Kai – btw keren lho baju batik yang dipakai mas Gen, kelihatan Indonesia sekali….hehehe
Aku baru tahu mengenai kremasi menurut agama kita, sebuah wacana yang bagus untuk dipertimbangkan
Selamat beraktifitas
Meskipun agak terlambat saya mengucapkan turut berduka cita Imelda san.
Terasa kesedihan dan ketegaran dalam membaca posting ini.
Kai pun sudah tumbuh jadi anak yang pintar ya? Doanya hebat dan semoga dikabulkan oleh Tuhan.
Semoga Imelda san dan keluarga sehat selalu. 🙂
hiks..terharuu
Baca doanya Kai.
Ga terasa ya Mba ,
udah 3 bulan lagi Mamanya pergi,
Semoga Mamanya tenang di surga..
waaahhh komen aku hilang *hiks.
intinya seh aku mau nulis sebenarnya kremasi itu sangat praktis utk pandangan aku.. tapi karena agama aku gak menganjurkan makanya aku gak kepikiran buat kremasi.. yg aku fikirkan malahan utk satu liang berbagi dengan 3 jasad gt.. utk penghematan.ruang.. disini belum terlalu digunakan deh.. klo diarab sudah menggunakan sistem.ini semua.. bahkan bbrp tahun kmudian tulangnya diambil utk kemudian liangnya dipakai utk jasad baru lagi.
Kita bisa merasakan begitu dalamnya doa Kai “Tolong oma supaya oma bisa bertemu Tuhan. Tolong opa jika kesepian, temani dia” hebat…..
Semoga doa-doa untuk Ignatius Kai Miyashita alias Kai di dengar oehNya. Amiinnn
Selamat sudah dibabtiskan ya Kai. Kiranya Kai menjadi seorang Katolik sejati yang patuh kepada mama papa, juga memiliki hati yang lembut untuk diajar dan dibimbing ke arah kebaikan.
Cerita secara keseluruhan mengaduk-aduk perasaanku, Mbak. Apapun cara seseorang dikuburkan atau dikremasi tidak akan mempengaruhi perjalanannya untuk bertemu Tuhan. Saya Yakin Yesus sudah membawa Mama ke pangkuan Bapa.
haii cyin,, udah lama gak main di mari,,
apa kabar,,,
Tante tahu gak , kalau tante sungguh beruntung, di karunia dua malaikat kecil dengan hati yang luar biasa..
kakak riku yang lembut, yang selalu bela kai,,
dan kai dengan kepolosan nya dalam berdoa, kai yang penyayang,,
luar biasa ya,,
gak terasa ya udah 3 bulan..
Oma pasti tenang di Surga sana.
Ah. Oma pastinya sudah berbahagia bersama Tuhan ya Kai, doa tulus yg sangat menyentuh..
hiks…terharu banget
semoga doa-doanya Kai terkabul ya…
dan pasti oma sudah tenang disana
turut berduka cita yah mbak..aduh doanya Kai menyentuh banget 🙁
Tulisan ini nendang banget, Mel! Aku terharu!
Semoga Santo Ignatius selalu mendoakan Kai dan masa depannya!
turut berduka cita mb, mendoakan almarhumah mama mb imel bisa tenang beristirahat di surga, salut untuk Kai yang sudah bisa berdoa untuk omanya, cepatlah besar nak!
semoga selalu mendapatkan tempat yang terbaik ya
Sebenarnya kita sebagai seorang Kristen baik Katolik dan Protestan tidak mempermasalahkan apakah abu jenazah ditabur di laut/sungai atau dikubur/disimpan….Alkitab tidak memberikan instruksi ini. Sebagai orang beriman kita mempercayai adanya kebangkitan badan. Tubuh kebangkitan adl tubuh mulia(glorified body). Kita diselamatkan oleh kasih karuniaNya, bukan bagaimana jenazah kita diperlakukan.