Sejak tahun lalu, awal pandemi dinyatakan, barang ini dicari-cari. Sempat menghilang tapi sekarang sih sudah banyak tersedia di mana-mana. Jel untuk sanitasi tangan. Beruntung di Jepang, hampir di setiap toko, atau sekolah pasti disediakan hand gel ini. Aku pun rajin memakai setiap melihat keberadaannya. Kalau di rumah sih cukup dengan cuci tangan.
Aku mau cerita saja sedikit tentang hand gel yang membuatku sedih dan menangis hari ini. Entah kenapa aku kok cengeng sekali tadi.
Begini, pagi ini aku mengikuti misa online berbahasa Jepang. Biasanya berbahasa Indonesia, sehingga tidak begitu aku perhatikan apakah ada pengumuman ini. Yang pasti aku memang melihat pastor akan memakai hand gel pada awal misa dan sebelum membagikan komuni untuk yang hadir di kapel/gereja tersebut. Untuk kami yang online, kalau misa di Indonesia pasti ditayangkan lagu Komuni Batin, yang amat menyentuh juga (sering nangis juga sih sambil menyanyikannya).
Nah, tadi pagi ini, misa di katedral Tokyo. Saya memperhatikan bahwa misdinar memakai hand gel sebelum komuni. Pastor dan diakon juga memakai hand gel. Ini memang S.O.P nya begitu. Namun yang membuat aku terharu itu justru pengumuman dari lektornya.
“Dalam pembagian komuni, umat tetap berada di tempat. Pastor yang akan menuju Anda. Harap memakai hand gel yang disemprotkan oleh misdinar, dan selama menunggu hostia, jangan menyentuh apa-apa”.
Duuuh, terus terang aku baru pertama dengar pengumuman itu. Dan aku merasa sebal sekali. Kan pastor sudah pakai gel? Kenapa umatpun sampai harus pakai gel lagi persis sebelum menerima hostia. Hostia kan bukan metal yang bisa tertempel virus, dan tidak menularkan? Kesal karena situasi ini jarang aku alami. Karena aku tahu, kita harus menerima kondisi dalam New Normal ini. Dan ya, aku memang tidak bisa ke gereja tatap muka karena pilihan sendiri, karena mengurangi interaksi dengan orang lain setidaknya sampai akhir bulan Februari. Selepas itu, aku ingin kembali misa offline.
Dan ya, mungkin tidak lama lagi, manusia harus memakai baju astronot ke mana-mana seperti cerita-cerita science fiction itu? Jangan sampai deh 🙁
*galau di hari Minggu*