Ada seorang temanku yang menyebut ibunya sebagai “Bank Doa”, dan aku setuju sekali. Memang seorang ibu pasti akan mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya kan? Sayang sekali Bank Doa-ku sudah tidak di dunia lagi, sehingga aku tak bisa memintanya mendoakanku, mendapatkan pelukan dan tanda salib di dahi setiap aku menghadapi ujian-ujian berat dan bepergian. Aku tahu ibuku juga merasa cemas waktu kami anak-anaknya ujian, dan berdoa setiap hari untuk kami.
Kemarin tgl 22 Januari 2018, aku merasakan perasaan seorang ibu jika anaknya ujian! Maklum, biasanya aku sendiri, boleh dikatakan tidak pernah panik/ grogi kalau mengikuti ujian. Malah lebih panik mama daripada aku sendiri 😀 .
Ah, aku sampai sekarang merasa “berdosa” menertawakan mama yang ketakutan, panik waktu mau ujian lisan les Bahasa Inggris di LIA dulu. Dulu waktu aku SMA, mama, aku dan adikku bertiga mengikuti les bahasa Inggris di LIA (beda-beda tingkatan kelas sih). Kami selalu naik bus bersama ke Slipi, atau kadang kami “nunut” teman kami dan teman mama yang juga les di LIA dan tinggal hanya beda 100m dari rumah kami. Ibunya bisa menyetir jadi kami bisa pergi bersama naik mobil. Nah setiap term ada ujian lisan dan tulisan. Padahal mama itu jago bahasa Inggris, tapi setiap ujian lisan mesti nervous dan ternyata mengantongi rosario! Mungkin sambil menunggu giliran dia berdoa tuh. Lalu aku tertawakan dan bilang, “Aduh mama segitunya nervous sih?”…..
Kualat! Ternyata setelah itu aku pun selalu membawa rosario kalau ujian, dan kemarin aku pun berdoa waktu anak sulungku mengikuti ujian masuk SMA. Dan aku pun mengulangi kebiasaan mama kepada kami, aku sebagai seorang ibu yang melepas anaknya pergi ujian. Ah, rupanya begini perasaan seorang ibu pada saat-saat penting anaknya. Dan aku menjadi kangen pada mama 🙁
Waktu melihat prakiraan cuaca akhir minggu lalu, memang sudah diprediksikan bahwa salju lebat akan turun di Tokyo. Aku pun berdoa, semoga salju itu tidak menghalangi perjalanan ke tempat ujian bagi Riku. Dan rupanya Tuhan mengabulkan doaku! Salju turun setelah siang hari, waktu dia sudah hampir selesai ujian. Dalam perjalanan pulang pun salju belum begitu banyak, sehingga dia bisa sampai di rumah dengan selamat.
Ada beberapa email masuk pada siang hari, dari sekolah SD dan bimbelnya Riku yang memberitahukan rencana pembelajaran hari itu dan esok harinya. Bahkan malam harinya, guru bimbelnya Riku menelepon dan menanyakan bagaimana ujiannya. Ah, aku suka orang-orang di sini yang penuh perhatian. Mereka benar-benar menjalankan pekerjaannya dan tulus.
“Bagaimana ujiannya Riku?”
“Sepertinya sih biasa-biasa saja sensei. Katanya bahasa Jepang dia bisa, tapi bahasa Inggris dan matematikanya sulit. Tapi ya kita lihat hasilnya saja.”
“Ya pasti tidak apa-apa.”
“Besok masih ada ujian lagi. Semoga salju tidak berkepanjangan sampai besok.”
“Ya, besok harap hati-hati waktu berangkat, jangan tergesa-gesa.”
“Terima kasih sensei, sudah dengan sengaja menelepon kami.”
Tentu aku juga tahu bahwa kelulusan (semoga) Riku juga mengangkat nama baik bimbel. Mereka bisa pasang iklan bahwa anak didiknya berhasil masuk SMA favorit. Tapi terlepas dari dunia “dagang berdagang”, aku berterima kasih karena mereka memang menjalankan pekerjaannya dengan baik dan bertanggung jawab. Aku sendiri tidak bisa mengajarkan Riku pelajaran SMP Jepang! Wong aku tidak pernah bersekolah di Jepang…..
Hari ini aku bangun pukul 5:30. Membangunkan Gen yang harus pergi kerja naik kendaraan umum. Sudah pasti kendaraan umum akan tidak lancar akibat salju yang menumpuk. Dia berangkat jam 6:30 dan baru sampai di kantornya jam 8:30 (padahal biasanya 1 jam cukup). Bus tidak jalan, mungkin karena banyak orang yang jalan di tengah-tengah jalan, jadi busnya juga sulit lewat.
Nah, hari ini pun si Riku harus mengikuti ujian hari kedua. Dan kemarin, untuk mengantisipasi sulitnya transportasi SMA itu sudah menghubungi lewat email dan memberitahukan bahwa ujian diundur 4 jam dari rencana semula. Jadi ujian hari ini akan dimulai pukul 12:30 dan tadi pukul 9:00 Riku sudah mulai berangkat ke stasiun dan ke SMA yang juga butuh waktu sekitar 2 jam. Lebih baik terlalu cepat daripada terlambat bukan?
Satu hal yang perlu diketahui, orang Jepang jarang memakai “cuaca” sebagai alasan terlambat, kecuali memang sampai masuk TV. Jam 5:30 pagi di TV sudah diperlihatkan orang-orang berangkat ke kantor lebih cepat dari biasanya (biasanya 1 jam lebih awal), hanya supaya tidak terlambat sampai di kantor/sekolah. Rasa tanggung jawab yang besar inilah yang membuat negara ini tangguh, tidak mau “kalah” dengan cuaca.
Pagi ini aku pun menemani Kai berjalan ke SD, karena kemarin di email pihak sekolah menyarankan orang tua untuk “mendampingi” anak-anak jalan ke sekolah, supaya tidak terpeleset, berhati-hati berjalan dalam tumpukan salju. Dan tentu saja supaya bisa mengingatkan supaya jangan bermain salju 😀 Namanya juga anak-anak yang tangannya gatal dan sulit menahan diri untuk tidak bermain salju 😀 Lah, ibunya saja ingin sekali bermain salju jeh 😀 😀 😀 . Akhirnya ibunya bermain-main dengan camera deh hehehe.