Makasih ya!

18 Okt

Salah satu kelas bahasa Indonesia yang kuajar adalah kelas orang dewasa, dalam artian pegawai atau ibu rumah tangga sehingga pelajaran dilakukan malam hari. Kebanyakan mereka adalah orang-orang Jepang yang pernah pergi ke Indonesia. Atau kalaupun belum pernah, pasti kantornya berhubungan dengan Indonesia, atau dia akan dipindahtugaskan ke Indonesia. Jadi minat dan perhatian mereka lain dengan mahasiswa yang hanya sekedar memenuhi sks 😀

Nah, Rabu kemarin tiba-tiba ada seorang ibu yang bertanya: “Makasih” itu apa? Lalu kujelaskan bahwa makasih adalah singkatan dari terima kasih yang sering dipakai dalam percakapan orang Indonesia. Tapi sebaiknya jika bicara dalam forum formal jangan memakai makasih.

Sabtu kemarin benar-benar satu hari untuk keluarga. Tidak biasanya kami berempat bisa benar-benar libur satu hari. Jadi sekitar pukul 11 kami pergi bersama berbelanja untuk keperluan badminton Riku dan baju winter anak-anak. Untuk makan siang, kami makan di sebuah restoran India di gedung yang sama dengan toko pakaian itu. Riku suka sekali NAN, roti India yang biasa dimakan dengan kare. Dia kenal NAN itu waktu makan siang di sekolahnya, kadang diberi NAN dan kare. Tapi karena aku tidak suka kare India, aku tidak pernah membeli NAN atau mengajak anak-anak ke restoran India. Karena terlihat Riku ingin sekali makan di resto India itu, akhirnya aku mengalah dan kami masuk… untuk pertama kalinya sekeluarga. Sambil aku berencana untuk mengajak anak-anakku pergi mencoba masakan Thailand suatu waktu.

Setelah berbelanja kami kembali ke rumah dan menunggu Riku bimbel sampai jam 8 malam. Setelah itu Gen mengajak kami pergi ke sebuah rumah makan Indonesia yang relatif dekat dengan rumah kami, hanya 20 menit bermobil. Nama restoran itu MAKASHI dan stasiun terdekatnya adalah Ogawa dari Seibu line. Aku memang sempat tertawa waktu mendengar Gen mengatakan nama restoran itu pertama kali. Makasih memang mirip kata-kata bahasa Jepang. Tapi letak huruf H nya yang tidak benar 😀 Soalnya dalam bahasa Jepang, bunyi “SI” itu selalu ditulis SHI. Lihat saja paket bumbu NASI GORENG yang kubeli di toko MUJI. Tertulis NASHI GORENG euy 😀

NASHI GORENG 😀

Restoran MAKASHI ini memang kecil dan daripada disebut restoran, lebih cocok disebut tempat minum-minum, izakaya bahasa Jepangnya, atau tavern bahasa Inggrisnya. Begitu masuk saja kami langsung diserang dengan asap rokok dan bunyi tawa canda tamu yang lain. Kai yang “kalem” sekali langsung mengajak kami pulang hehehe. Tapi kami memesan cukup banyak variasi makanan di sini. Bihun goreng, mie goreng, nasi goreng, rendang dan gado-gado. Semuanya lumayan enak dan harganya relatif murah. Tapi sayangnya menurutku tidak bisa mengajak teman muslim ke sini, karena sudah terlihat potongan daging babinya dalam bihun/mie gorengnya.

Makashi ya 😀

Tapi restoran ini cukup “royal” kepada tamunya. Ketika kami hampir pulang, mereka membagikan sepiring emping kepada semua tamu “on the house” (tanpa bayar). Belum lagi waktu aku memesan pisang goreng untuk Riku saja, ternyata mereka membuatkan juga untuk Kai….. Jadi dapat dua bayar satu deh.

sayang sate ayam dan sate sapinya sudah habis, sehingga tinggal sate kambing saja. Rendangnya lumayan enak loh!

Senang sekali kami bisa mencoba lagi sebuah restoran Indonesia yang baru di Tokyo. Karena sebetulnya ini pelampiasan kami tidak bisa pergi ke Festival Indonesia yang diadakan di Yoyogi. Ah, memang makanan Indonesia itu ngangenin!

emping goreng pakai kecap memang enak!