Mudik Kilat

10 Nov

Bulan November sudah berlalu 10 hari, tapi belum ada satu tulisanpun di sini. Malas rasanya memulai, karena tak tahu lebih baik menulis apa, tapi kuputuskan kutulis saja yang paling mudah tetapi singkat panjang!

Ya, sebetulnya sejak tanggal 30 Oktober malam aku meninggalkan rumah di Tokyo, untuk mengadakan perjalanan kilat ke tanah air. Berangkat pukul 30 malam, tepatnya pukul 00:30 tanggal 31 Oktober. Kali ini aku menumpang pesawat Garuda. Memang murah, karena aku akan melanjutkan perjalanan dari Jakarta menuju Makassar, jadi Garuda merupakan peilihan terbaik, dibanding jika aku membeli tiket terpisah lagi di Jakarta. Lagipula pikiran kami (aku pergi bersama Sanchan yang kebetulan juga ada acara di jakarta) naik Garuda bisa memangkas waktu kami antri untuk mengambil Visa On Arrival bagi anak-anak kami.

Berangkat dari Haneda…sambil menahan kantuk! Dan sampai pukul 6 pagi di Cengkareng

TAPI, ternyata untuk keberangkatan Garuda dari HANEDA, tidak menyediakan proses imigrasi dalam pesawat, tidak seperti kalau berangkat dari Narita. Hmmm satu point ini sudah merusak image kami untuk maksud menggunakan Garuda di lain waktu. Kalau tetap antri juga, buat apa kami naik Garuda? Karena ANA pun berangkat dari Haneda, dan makanannya lebih enak menurutku hehehe. Satu point lagi yang mengurangi penilaianku, adalah waktu penerbangan pulang masih harus naik bus lagi (dan tentu naik tangga – tanpa garbarata) dari lobi ke pesawat yang parkir ntah di terminal mana….. sama seperti pesawat domestik saja hehehe. Jadi sepertinya kalau tidak mendesak sekali, aku akan tetap pakai ANA seperti yang sudah-sudah.

Kami sampai pukul 6 pagi, menyelesaikan VoA, lalu menunggu jemputan Opa yang datang pukul 7 pagi setelah mengikuti misa pagi. Kami menunggu di AW, sambil menunggu kedatangan adik Sanchan yang membawakan telepon Indonesia untuk dipakai selama berada di Indonesia. Enaknya aku bisa nebeng memakai wifinya 😉 karena 80% kami bergerak bersama selama di Indonesia.

Mengunjungi “makam” mama di Oasis, Tangerang

Dari bandara, kami berlima, Opa, Aku, Kai, Sanchan dan anaknya langsung menuju ke Oasis, di tangerang tempat makam mama. Tak terasa mama sudah hampir 1000 hari meninggalkan kami.  Pada hari ke 1000, aku tidak bisa datang sehingga aku berdoa dari Tokyo saja.

Karena masih pagi, lalulintas masih lancar. Kami pun menuju Jakarta Selatan untuk mampir di kedai bubur ayam langganan dekat rumah. Selain bubur ayam juga ada mie ayam sih. Padahal Kai maunya makan sate ayam! Tapi karena anak-anak ketiduran di mobil, kami langsung pulang ke rumah  dan minta pak supir membelikan sate ayam RSPP kesukaan Kai.

Sebelum ke sency belanja dulu oleh-oleh snack Indonesia di Nusa Indah, dan sesudah Sency mengejar sate padang di pasaraya tapi sudah habis. Senang bisa bertemu Yuko san lagi di pasaraya

Tadinya aku mau langsung jalan lagi, belanja barang-barang yang mau dibawa ke Tokyo. Tapi ternyata cukup capai, apalagi Sanchan yang sebelum berangkat bertubi-tubi dikejar deadline (aku sebelum berangkat malah boleh dibilang agak santai karena univ libur). Jadi deh kami berdua tidur siang dulu sebelum pergi lagi pukul 3 siang menuju Sency dan bertemu dengan kolega kerja kami. Nah, yang menjadi masalah, aku penuh jadwalnya untuk keesokan harinya, sehingga harus mengejar makan sate mak syukur untuk makan malam. Tapi begitu pergi ke counter di Pasaraya ternyata sudah habis. Terpaksa deh pulang dan tidur malam itu sambil mimpi sate padang deh **lebay**

Hari kedua, 1 November, Sabtu. Tadinya aku tidak ada rencananya apa-apa. Tapi ternyata ada sahabat baik waktu SMP yang melihat postinganku di FB bahwa aku mendarat di Jakarta. Dia rupanya menyelenggarakan pesta peringatan 25 th pernikahannya di Hotel Hermitage, Cikini pukul 11 siang. Jadi dia mengharapkan aku bisa hadir juga. Undangan itu cukup menggoda, karena sekali kayuh dua-tiga pulau bisa terlampaui. Aku bisa bertemu teman-teman lainnya di sana, tanpa perlu mengadakan reuni! TAPI….aku tidak punya baju yang layak!!! Tapi untung aku selalu membawa baju hitam-hitam, sehingga cukup ditutupi selendang batik, jadi cukuplah bisa memenuhi dress code, Smart Casual. CUMA, aku terpaksa harus pakai sepatu kets warna hitamku, karena tidak ada sepatu lain. Untung tidak perlu difoto satu badan 😀

Sabtu yang menyedihkan di RS Tjikini dengan Tjokie dan waktu yang menggembirakan di ultah pernikahan 25th sahabat waktu SMP.

Tapi sebelum aku ke hotel untuk acara itu, aku menyempatkan diri mampir ke RS Tjikini untuk menjenguk teman SD yang sedang dirawat di ICU, Tjokie Tambunan. Waktu kujumpai, wajahnya cukup segar dibanding foto-foto sebelumnya yang dibagikan via BBM/WA. Sempat berfoto bersama, tapi ternyata penyakitnya sudah mengalami komplikasi parah dan dia meninggal 3 hari sesudah aku bertemu atau persis waktu aku meninggalkan Jakarta tgl 4 November pukul 12 siang.

Sabtu siang, sekitar pukul 1 aku pamit dari acara temanku itu, dan menjemput Kai yang kutitipi pada Sanchan di Sency. Ya, aku punya satu janji pada Kai, yaitu membelikan dia sate Padang. Dia suka sekali, dan ternyata anaknya Sanchan pun suka. Jadilah dibuka pertandingan makan sate Mak Syukur di Foodcourt Pasaraya siang itu. Puas makan sate, kami pulang karena Sanchan akan dijemput adiknya untuk menghadiri acara keluarga dan menginap di hotel. Kai sempat menangis karena harus berpisah, padahal hanya untuk dua malam saja. Kami toh akan pulang bersama ke Tokyo.

Sabtu malam kedatangan tamu tiga bidadari, sahabatku di rumahku. Sesudah itu makan bubur ayam di Barito

Sambil aku bingung akan makan malam apa, tiga sahabat yang memang sering berkunjung ke rumah, tiba-tiba berdatangan tanpa janjian. Ria, Lia dan Eka! Dan akhirnya malahan bisa berfoto berempat. Karena Lia harus kembali ke RS menjaga temannya, aku, Ria dan Eka akhirnya makan supper di Bubur Ayam Barito.

Aku dan Kai bersama Opa pada hari Minggu, 2 November naik pesawat pagi menuju Makassar, tujuan utamaku dalam perjalanan mudik kali ini. Begitu sampai di Makassar, kami langsung sarapan nasi dan ikan bolu (Bandeng) bakar di rumah makan langganan alm. mama. Nah sepertinya ini yang menjadi penyebab perutku bertingkah sesudahnya. Mungkin sambalnya ya? Karena begitu cek in di hotel, perutku mulai aneh. Meskipun aku sempat berbelanja Nyuknyak  (bakso) dan bakpao dan meninggalkan opa yang beristirahat di kamarnya serta Kai di kamarku. Setelah itu aku juga langsung menuju bandara Hasanuddin untuk menjemput, adikku Novi yang mampir ke Makassar setelah selesai dinas di Papua. Jika dia tidak ke Makassar, bisa-bisa aku tidak bertemu dengannya sama sekali.

Makassar, tanah nenek moyangku. Bertemu oma Dodo (94th) di bandara dan restoran, setelah itu aku tepar di hotel.

Tapi sebetulnya aku beruntung karena ternyata jadwal kedatangan adikku hampir berbarengan dengan kedatangan oma Dodo. Pertemuan dengan oma Dodo inilah yang merupakan tujuan utamaku mudik sesingkat 5 hari 4 malam. Karena Oma Dodo sudah berusia 94 tahun, ingin pulang kampung ke Makassar dari Belanda. Jadi menurut papaku, lebih baik aku menemuinya di Makassar daripada di Belanda, yang tentu butuh biaya dan waktu lebih lama daripada kalau aku ke Indonesia. Terakhir aku bertemu Oma tahun 2002 di Belanda, itu berarti 12 tahun yang lalu. Dan…. betapa senangnya aku melihat muka Oma yang kaget melihat aku ada di depannya. Terlihat beberapa kali dia menyeka air mata setelah keluar gerbang kedatangan bandara Hasanudin. Ya, Oma telah sampai di tanah kelahirannya, yang akan dilewatkan cukup panjang.

Sayang aku hanya bisa bertemu dengan Oma di bandara dan waktu makan malam. Rencananya tgl 3 pagi sebelum aku pulang ke Jakarta, aku akan pamitan dulu dengan Oma. Sayang sekali aku terkapar kena diare parah, sehingga sampai 4 jam sebelum terbang aku terpaksa minum obat terkeras yang paling cocok untukku Im*dium. Begitu aku kuat, 2,5 jam sebelum take off aku dan Kai bergegas ke bandara , tanpa sempat pamitan dengan Oma Dodo.

Mereka yang kutemui tidak lebih dari 10 menit! Ni Camperinique di Soeta, Deasy di Makassar dan Andrea Hirata yang sepesawat pulang di Haneda.

Sesampai di Jakarta pun aku terpaksa membatalkan janji makan malam, dan bertemu dengan sahabat blogger Ni Camperinique yang datang khusus ke bandara, serta kakak kelas (sempai) Yeye yang juga baru mendarat dari Singapore. Malam itu aku langsung pulang ke rumah dan beristirahat diselingi packing koper untuk pulang ke Tokyo keesokan siangnya.

Perjalanan mudikku kali ini adalah perjalanan yang tersingkat dan tersibuk selama ini. Tapi aku bisa menikmati silaturahmi yang begitu dalam, ada yang sakit dan sedih, ada yang gembira, ada yang merindu, ada yang sibuk, ada yang spontan…. macam-macam deh. Tapi aku beruntung bisa bertemu dengan mereka semua. They are really MINE! 

Terima kasih untuk waktunya, dan puji syukurku pada Tuhan yang telah membuat rencanaku berjalan mulus. Juga telah menjaga Riku yang kutinggal di Tokyo, yang ternyata melewatkan waktu yang menyenangkan dengan papanya! Put your anxiety to the Almighty and everything WILL be all right!