Shinkansen biasanya diterjemahkan sebagai kereta super express, tapi dengan informasi mengenai Jepang yang sudah membanjir di Indonesia, hampir semua “pemerhati Jepang” sudah tahu mengenai shinkansen, jadi dengan tetap memakai kata shinkansen pun sudah bisa dimengerti.
Seperti yang kutulis di Perjalanan ke Selatan (PkS), aku naik shinkansen untuk mengadakan perjalanan ke Kyushu. Aku ingat dulu mama juga berbangga sudah naik shinkansen sekitar th 1970-an akhir waktu dia ke Jepang. Dan olehnya, Shinkansen diterjemahkan menjadi Bullet train (yang naik sih ngga semua bulet hehehe, canda!). Aku sendiri waktu pertama kali ke Jepang tahun 1988-an juga sudah pernah naik shinkansen dari Tokyo ke Osaka selama 3 jam. Kesanku waktu itu: naik shinkansen itu sama dengan naik pesawat, karena interiornya bagus. Sampai waktu aku duduk, sempat mencari-cari seat belt 😀 Bedanya ya masih bisa melihat pemandangan (bukan awan saja) di luar jendela.
Ternyata nama shinkansen itu sudah dirintis mulai tahun 1940, namun yang merupakan kereta super express dengan kecepatan 210 km/jam itu dimulai tahun 1964, tahun diadakannya Olimpiade di Tokyo. Dan itu berarti 50 tahun lalu!! Sejarah Shinkansen sudah setengah abad. Hebat euy…. Sekarang kecepatan shinkansen mencapai 320 km/jam, bahkan sudah ada uji coba SCMaglev yang membuat kereta dengan kecepatan 581km/jam, yang konon menjadi kereta tercepat di dunia.
Kalau teman-teman berencana datang ke Jepang, silakan mencoba naik shinkansen, yang juga terkover dengan karcis railway JR seminggu yang dijual di Jakarta (kalau tidak salah seharga 29.111 yen naik kereta JR ke mana saja selama seminggu, bisa cari keterangannya di sini). Karena kalau beli di Tokyo di loket biasa dengan harga yang sama hanya dapat tiket shinkansen pp Tokyo-Osaka saja untuk satu kali pakai. Tapi memang dengan tiket itu tidak bisa naik Nozomi (yang paling cepat tanpa berhenti di kota kecil), tapi cukuplah dengan jalur Hikari, sama-sama cepat :D.
Satu hal yang perlu diketahui juga, shinkansen selain super cepat, juga super TEPAT waktu! Di karcisku tertulis keberangkatan jam 09:13, dan tentu 10 menit sebelumnya aku dan anak-anak sudah berdiri di depan pintu gerbongku menunggu petugas membersihkan bagian dalam shinkansen yang baru saja tiba. Petugas yang sudah terlatih ini konon bisa membersihkan satu gerbong dalam waktu 7 menit dan selalu dipuji orang asing yang melihatnya. Kalau mau melihat bagaimana mereka membersihkan dalam 7 menit silakan buka Youtube ini: https://www.youtube.com/watch?v=rFXi1cM9vO0
Kami boleh masuk ke dalam gerbong kami setelah gerbong bersih, dan teeet jam 9:13 shinkansen berangkat. Konon keterlambatan shinkansen hanya 36 DETIK, yang sudah termasuk gangguan cuaca. Kecelakaan? Tentu pernah ada kecelakaan yang terjadi karena badai dan gempa bumi (3 kali) tapi tidak ada penumpang yang cedera. Shinkansen sendiri dilengkapi sensor gempa sehingga otomatis berhenti jika ada gempa. Kalaupun ada korban meninggal akibat shinkansen, itu adalah orang yang mau bunuh diri dan melompat dari/ke arah shinkansen.
Kami bertiga duduk satu baris dan memang yang membedakan shinkansen dengan pesawat itu ruang untuk kakinya begitu lebar sehingga kami bisa menaruh tas di depan kaki, tanpa harus bersempit-sempit. Tentu saja tas bisa kami taruh di atas rak, tapi aku biasanya malas taruh di atas. Angkatnya itu loh yang tidak kuat, takut sakit pinggang hehehe. Maklum sudah tua sih.
Nah setelah kami duduk, mulai deh masing-masing klutekan dengan hobinya masing-masing untuk “membunuh” waktu 5 jam perjalanan. Yang pasti aku bobo, Kai bermain nintendo ds nya, dan Riku membaca buku. Riku memang sedang getol-getolnya membaca, sehingga dalam perjalanan 6 hari ke Kyushu pun dia membawa 5 buku di dalam ransel. Tentu saja aku dukung, sepanjang bukan aku yang harus gendong ransel itu 😀 Eh… tapi aku membelikan dia tas (koper kecil) geret kok, sehingga barang berat bisa dia masukkan ke dalam tas itu.
Yang aku senang aku menemukan stop kontak untuk mencharge HP/komputer di bagian bawah shinkansen. Konon tidak semua shinkansen menyediakan stop kontak. Jalur yang kami naiki juga menyediakan wifi tapi aku tidak pakai karena toh HP ku sudah terkonek internet terus. Meskipun aku membawa power bank, senang sekali melihat tersedianya stop kontak di dalam shinkansen.
Ntah kebetulan atau tidak, WC di gerbongku sangat bersih dan modern. Katanya tidak semua shinkansen mempunyai WC khusus disable sebesar dan secanggih ini. Kalau bersihnya sih bisa dijamin, karena aku hampir tidak pernah menemukan WC shinkansen yang kotor. Biasanya yang mengotori kan penumpangnya sendiri hehehe, sehingga WC itu pasti bersih kalau baru berangkat. Kalau sudah lewat beberapa jam, ya tidak tahu yah 😀
Oh ya, satu lagi yang perlu kutulis adalah tentang penjualan makanan/minuman dalam shinkansen. Papaku selalu memesan unagi bento (nasi belut) di dalam shinkansen yang dia tumpangi. Gen juga sempat mengingatkanku untuk membeli bento saja di dalam shinkansen. Memang sedikit lebih mahal daripada bento yang dijual di stasiun, tapi konon “naik shinkansen = makan bento khusus yang hanya dijual dalam shinkansen”. Tapi untuk membeli bento ini, kita sendiri yang harus memperhatikan kapan si Shinkansen Lady ini membawa cart dan warawiri di lorong gerbong, karena dia tidak shitsukoi (cerewet) menawarkan dagangannya. Aku sendiri sempat membeli kopi panas untukku dan coklat untuk anak-anak dari Shinkansen Lady ini. Bentonya aku sudah beli di stasiun sebelum naik karena cukup banyak waktu luang.
Pelayanan lainnya adalah penyampaian nama stasiun perhentian dengan bahasa Jepang dan bahasa Inggris serta tulisan di display atas pintu. Jadi kalau turun di tengah-tengah pun tidak usah takut untuk ketinggalan (baca: kebablasan) turun di stasiun tujuan. Untung saja kami turun di stasiun terakhir yaitu Hakata yang menjadi tujuan dari kereta Nozomi #159.
display nama stasiun tujuan di atas pintu, ditambah pengumuman dalam bahasa Jepang dan Inggris.