Perjalanan ke Selatan (PkS)

4 Mei

Dalam liburan musim semi yang lalu, yaitu dari tanggal 26 Maret sampai 31 Maret, aku bersama Riku dan Kai, bertiga pergi melakukan perjalanan ke daerah Kyushu yang terletak di selatan Jepang. Tentu saja tujuan sebenarnya adalah untuk melengkapi cap 100 kastil Jepang terkenal. Tentu kami tidak bisa menunggu Gen sampai bisa pergi bersama, jadi aku merencanakan untuk pergi bertiga saja dengan anak-anak yang memang sedang liburan musim semi.

Wisata domestik Jepang itu mahal! Semua orang Jepang tahu itu. Lebih murah kami pergi ke Korea atau ke New York daripada berlibur ke dalam negeri Jepang. Dan sudah lama aku selalu katakan ke Gen, kalau mengajak aku pergi ke Okinawa yang merupakan “Bali”nya orang Jepang, mendingan kasih uangnya saja, aku akan lebih senang ke Bali. Tapi karena deMiyashita punya hobi/proyek keluarga mengejar 100 kastil Jepang terkenal, maka mau tidak mau kami harus mengadakan perjalanan dalam negeri. Dan suatu kali aku pun akan sampai ke Okinawa 😉

Karena itu aku mulai mencari tiket dan penginapan sejak awal Maret. Karena bersamaan dengan liburan musim semi, banyak juga yang lulus sekolah, sehingga merupakan peak season bagi pelajar di Jepang. Dan aku tetapkan tempat tujuan adalah Kyushu. Pendapatku, jika toh sudah keluar rumah, lebih baik sekaligus saja jalani semua yang bisa dikunjungi. Tapi akhirnya aku harus give up rencana mengunjungi prefektur Oita, juga beberapa kastil di Nagasaki dan Saga yang sulit dicapai dan butuh satu hari penuh. Tujuanku kali ini 4 prefektur yaitu Fukuoka, Kumamoto, Nagasaki dan Saga. Mulailah aku mencari alamat kastil dan mengatur perjalanan agar sedapat mungkin pergi ke kastil yang terdapat dalam buku 100 Kastil Jepang Terkenal – 100Meijo 100名城-kemudian mencari cara untuk ke sananya.

Untuk mencari tiket Tokyo-Hakata aku gunakan website milik Kinki Nippon Tourist (KNT), yang sebelumnya juga sudah pernah aku gunakan waktu bepergian ke Sendai. Tentu saja semua dalam bahasa Jepang, dan aku berhasil menemukan beberapa pilihan yang murah dan menarik. Sulit untuk menentukan mana yang baik, naik shinkansen (kereta super ekspress) atau pesawat. Akhirnya setelah kuhitung-hitung biaya dan waktu tempuh dari bandara ke dalam kota setiap prefektur tujuan, aku memutuskan untuk naik shikansen saja. Karena toh pada akhirnya kami akan pergi ke mana-mana naik kereta. Waktu tempuh dari Tokyo sampai Hakata (Fukuoka) 5 jam. Backpackerlah kami!

Aku kemudian mendapat pilihan paket tur yang terbatas untuk pemesanan lewat internet. Jadi kalau pilih option itu, aku tidak bisa minta dibukukan di loket KNT yang biasanya ada di stasiun-stasiun. Juga tidak boleh “tanya-tanya”, harus mengerti dari keterangan yang tertulis di situ saja. Perlu diketahui harga tiket shinkansen (kereta super express) biasanya sekitar 30.000 yen (Rp 3 juta) per orang itu jika kita membeli langsung di stasiun. Tapi berkat pengalaman, di KNT itu aku mendapatkan paket dengan harga sama +kamar hotel untuk satu malam. Tentu aku merasa beruntung sekali karena sebetulnya tarif hotel tersebut juga sekitar 30.000 yen per malam, jika memesan langsung ke hotelnya. Paket tur memang selalu lebih murah, karena biasanya travel biro mendapatkan “jatah” kamar hotel dengan harga murah. Nah, karena aku mengambil paket 6 hari 5 malam, aku mesti mencari lagi penginapan untuk 4 hari lainnya.

Karena aku separuh ‘orang Jepang’ :D, aku ingin semua hotel fix sebelum berangkat. Apalagi untuk hari Sabtu dan Minggu, biasanya sulit mencari kamar kosong. Lagipula kepergian kami bertepatan dengan musim liburan anak-anak. Jadi aku memesan di agoda.com hotel yang berbeda (beda kota) untuk 3 malam. Loh kok 3 malam? Ya, ternyata waktu aku memesan paket tur shinkansen+hotel itu, aku bisa mendapatkan tambahan penginapan untuk hari terakhir. Kupikir biarlah aku harus membayar tambahan biaya hotel dalam paket itu, asal aku bisa dapat kamar. Eh, ternyata ada kesalahan komputer sehingga untuk kamar di malam ke 5 itu, aku tidak perlu membayar tambahan apa-apa. LUCKY! Untung di aku, meskipun rugi untuk kantor travel itu 😀 Aku bisa membeli karcis shinkansen + 2 malam di hotel berbintang dengan harga murah (sekali).

Setelah mendapatkan karcis shinkansen dan penginapan sesuai dengan jadwal yang telah kususun, aku mulai mempersiapkan jadwal kereta api yang mendetil antara kota-kota lengkap dengan biayanya. Karena aku malas membeli karcis setiap berangkat, aku dan Riku memakai pasmo/suica, yaitu sistem pembayaran karcis electtronik pra bayar. Riku memang aku belikan pasmo itu waktu dia naik kelas 5, karena dia sering harus bepergian naik bus sendiri untuk ke juku (bimbel). Pasmo untuk anak-anak itu bisa didapat di stasiun dengan menunjukkan kartu asuransi untuk pembuktian nama dan tanggal lahir. Karena untuk anak SD biaya kereta api hanya separuh dari harga dewasa. Dan untuk menandakan kartu itu tidak dipakai oleh orang dewasa, pada kartu diberi nama (dalam katakana) dan tanda 小 (SD) dan akan berbunyi waktu melewati pintu masuk stasiun. Kartu suica/pasmo aku dan Riku aku charge dulu sebelum berangkat. Nama kartu eletronik itu berbeda di setiap wilayah, tapi sistemnya sama sehingga dapat dipakai di seluruh Jepang, untuk stasiun yang sudah dilengkapi pintu otomatis. Selama perjalanan ke kyushu itu, aku hanya menemukan satu stasiun tujuan yang tidak mempunyai pintu otomatis, sehingga aku harus membeli karcis biasa.

Pasmonya Kai baru kubeli kemarin. Waktu ke kyushu, dia masih belum SD sehingga gratis ongkos keretanya 🙂 (kecuali shinkansen aku sengaja beli supaya dapat tempat duduk)

Setelah memastikan aku mempunyai kartu kereta, aku mulai mempersiapkan tas, baju yang akan akan dibawa. Karena kami bergerak terus ke kota-kota yang berbeda, maka kami harus membawa terus barang-barang kami. Dan kami ini backpaker TIDAK sejati karena tidak mau memakai ransel besar ke mana-mana. Maklumlah aku sudah tua dan bermasalah dengan punggung sehingga tidak mau memberikan beban berlebihan pada punggungku. Kami memilih tas geret, tas cabin yang biasa diperbolehkan masuk cabin pesawat, satu untukku dan satu untuk Riku+Kai yang akan menjadi tanggung jawab Riku. Tas semacam itu sudah ada ukurannya, dan biasanya hanya cukup untuk perjalanan 2-3 hari. Nah loh….gimana dengan kami yang 6 hari? Tentu kami harus bawa seminim mungkin deh. Dua bawahan (celana panjang) dan 5 atasan cukup! Tidak ada waktu untuk dandan dan bergaya deh pokoknya 😀

tripod yang cukup ringan menurutku. Tripod ini nantinya mempunyai kisah tersendiri 😀

Selain itu, yang aku paling persiapkan sekali adalah perlengkapan memotret. Aku mau bawa DSLR, tapi juga mau bawa kamera kecilku. Yokubari! (Rakus) Tapi kapan lagi aku bisa memotret keindahan Jepang Selatan? Meskipun berat, aku harus bawa! Dan selain kamera, aku merasa perlu membawa (membeli) tripod. Nah, aku juga merasa harus beli tongsis nih! Kalau tripod pasti akan makan waktu untuk settingnya, padahal aku mau ambil foto bertiga dong. Lagipula orang Indonesia gitu loh, terkenal dengan tongsisnya. Pernah ada yang bertanya : “Mbak tongsis itu apa?”. Lalu kujawab: “Aku sendiri belum punya, tapi kuduga itu singkatan dari tongkat narsis”. Ya, sebetulnya namanya ada MONOPOD. Kalau  Tripod itu kaki tiga, kalau monopod ya kaki satu, alias tongkat perpanjangan tangan.

monopod a.k.a. tongsis

 

Waktu aku cari-cari tripod dan monopod di amazon, aku juga menemukan tripod kecil yang bisa ditempelkan di semua tempat yang terbuat dari besi, karena dia bermagnet (dan cukup kuat) dan cukup fleksibel. Namanya gorillapod 😀

atas gorillapod untuk ditempelkan ke besi. bawah clasp untuk memegang smartphone/iphone dan disambungkan ke gorillapod atau monopod

Yes! Dengan demikian persiapan perjalanan kami sudah lengkap. Dari jauh hari aku sudah wanti-wanti anak-anak bahwa kami akan jalan jauh, jadi harus siap dan jangan mengeluh! 😀 Dan tahu jawaban Riku waktu kukatakan kami harus naik shinkansen 5 jam, “Ma… naik pesawat ke Jakarta kan 7 jam” hehehe.