24/7

12 Nov

Terus terang aku belum lama loh tahu bahwa istilah 24/7 itu berarti 24 hours a day, 7 days a week… atau sama dengan “always”. Dulu pertama baca aku sempat pikir susah amat ya 24 dibagi 7. Mungkin aku akan lebih cepat nge-dong dengan istilah 7-11 (seven eleven) alias nama convinience store di Jepang, yang memang buka 24 jam sehari, terlepas dari angka yang menjadi “trade mark” nya dari jam 7 sampai jam 11 misalnya.

Dalam bahasa Jepang, menggunakan istilah 四六時中 shi-roku-ji-chuu yang mana shi = 4, roku = 6. Lebih bingung kan? Kok 4 dan 6 yang dipakai. Tapi 4 kali 6 = 24 dari 4 kali setengah putaran jam, dan berarti “always” juga.

Terus terang aku sudah tidak tahu apa saja yang buka 24 jam sehari di Indonesia atau Jakarta lah. Yang terpikir adalah UGD, Unit Gawat Darurat Rumah Sakit yang semestinya buka 24 jam sehari. Lalu mungkin toko konbini (convinience store) berlambang huruf K atau toko lain yang buka 24 jam sehari. Ada restoran 24 jam sehari? Hmmm kalau tidak salah info, sepertinya ada tuh resto dim sum di bilangan Kemang, Jakarta.

The city that never sleep! Tetapi sesungguhnya, ya Tokyo tidak bisa juga dikatakan sebagai kota yang tidak pernah tidur. Jika tidak punya mobil sendiri, akan sulit juga untuk jalan-jalan seputar Tokyo di malam hari. Harus jadi orang kaya juga jika terpaksa terdampar di kantor melebihi jam 1 pagi. Karena berarti pulang harus naik taxi, atau menginap di kantor. Nah, kalau rumahnya jauh? Bersiaplah untuk membayar mahal. Meskipun bagi kantor besar, biasanya mereka menyediakan jatah tiket taxi untuk dipakai karyawan jika terpaksa lembur. Aku sendiri pernah satu kali terpaksa membayar taxi pulang dari pusat kota ke rumah sebesar 8000 yen (800.000 rupiah).

Rupanya pemerintah Jepang sedang merencanakan perluasan bandara Haneda menjadi bandara 24 jam. Tetapi memikirkan banyak aspek, seperti lingkungan perumahan di sekitar bandara, transportasi dan lain-lain, membuat sebuah perusahaan data survey mengadakan angket kecil-kecilan yang ditujukan pada warga Jepang mengenai “Sarana apa yang Anda inginkan membuka pelayanan 24 jam sehari?”

Dari angket tersebut diketahui bahwa ranking pertama yang diharapkan warga untuk “Buka 24 jam” adalah Kereta Api. Kereta api memang transportasi umum yang murah di Jepang. Dan ternyata selambat-lambatnya kereta beroperasi, tidak ada yang beroperasi setelah jam 1 dan mulai beroperasi terpagi jam 5 pagi. Jadi tetap ada waktu “istirahat” selama 4-5 jam. Dengan adanya “jam terakhir” kereta, tentu saja membuat warga harus memperhatikan jadwal keretanya, dan menyebabkan harus “menyelesaikan” pekerjaan atau hiburannya, karena jadwal ini.(Memang aku juga ingin kalau bisa kereta buka terus, supaya tidak perlu naik taxi jika kemalaman. Tapi…. jeleknya memberikan “alasan” para suami untuk lembur, kerja di kantor)

Ranking kedua adalah Kantor Kelurahan. Jika kantor kelurahan bisa buka 24 jam, maka pegawai kantor tidak perlu mengambil “ijin” atau “cuti” jika perlu mengurus masalah kependudukan. (ini boleh deh, soalnya kadang aku juga harus mengurus formulir atau surat-surat di kelurahan)

Ranking ketiga adalah Bank. Sabtu Minggu libur! Sudah pasti pegawai kantor harus menyediakan waktu khusus jika ada urusan dengan Bank. Maunya sih Bank juga buka 24 jam…. (ah kalau aku sih ngga peduli, wong ngga ada duit di Bank hihihi)

Rumah Sakit menempati urutan ke 4. Memang ada unit gawat darurat, tapi warga inginnya ada dokter biasa, terutama internis dan bagian anak yang buka 24 jam sehari. (bagus juga kalau ada sih)

Urutan ke 5 adalah Kantor Pos. Jika kantor pos buka 24 jam sehari, maka kapan saja bisa mengirim surat dan mengambil paket yang dikirim. (Sebetulnya ngga perlu juga sih)

Perpustakaan! Wah ini benar-benar mencerminkan betapa orang Jepang suka baca ya? Aku sih jarang pergi ke perpustakaan. Jarang minjem juga, soalnya lebih enak baca buku milik sendiri sih.

Yang ke 7 adalah Jalur BUS (Bukan bus malam antar kota, tapi bus dalam kota loh).  Memang tidak semua pelosok bisa dicapai dengan kereta. Rumahku juga harus naik bus dari stasiun, sehingga kalau bus bisa beroperasi 24 jam juga amat sangat menolong.  Bagiku mungkin BUS menempati urutan nomor 2 setelah kereta.

Kedelapan adalah Toko Buku. Ck ck ck…. alasannya seringkali malam tidak bisa tidur, jadi kalau toko buku buka 24 jam bisa pergi ke toko buku untuk membaca sambil berdiri (tachiyomi) atau membeli buku yang diinginkan. Doooh segitunya. Kalau aku sih cukup pesan online saja, atau browsing.

Urutan ke sembilan adalah Disneyland. Sekarang Disneyland buka dari jam 10 pagi sampai jam 10 malam, inginnya bisa main sepuas-puasnya … kata penjawab angket ini. Aduuuuh deh… kalau musim panas sih ok deh, kalau musim dingin bermain di disneyland sampai pagi bisa-bisa pulang beku hihihi

Dan yang terakhir adalah Apotik. Kalau buka 24 jam maka bisa membeli obat/susu/pampers/keperluan bayi kapan saja. Aku setuju sekali!!! Memang sekarang sudah ada beberapa obat generik yang umum seperti obat sakit kepala atau penurun panas yang dijual di toko konbini, tapi tidak spesifik. Pernah kejadian soalnya tidak sempat membeli pampers pada waktu apotik buka. Bingung deh. Kayaknya apotik di Jepang memang tidak ada yang buka 24 jam deh. Aku setuju banget nih, dan buatku Apotik inginnya di urutan nomor 3 aja deh…

Dari angket ini bisa diketahui kondisi kehidupan di Jepang. Kalau seandainya orang Indonesia, apa ya kira-kira yang ingin buka 24 jam? Atau malah kebalikannya, jangan buka 24 jam dong! hehehe.

1-8-10 STOP PRESS

11 Nov

Ichi hachi juu…. angka apa itu? Ini adalah deretan angka yang dihafal oleh Kai, dan selalu dia sebutkan, kapan saja. Dulu Riku selalu menyebutkan juhachi atau 18 sehingga pernah saya tulis di “Ada apa dengan 18” dan  di “Masih tentang 18“. Tapi untuk Kai, ya tiga angka itu, satu (ichi), delapan (hachi), dan sepuluh (juu). Mungkin diantara angka 1 sampai sepuluh, pengucapannya yang paling mudah untuk Kai ya ketiga angka ini. Dan setiap dia melihat angka, baik itu berupa jam analog maupun deretan huruf saja, di mana saja , dia akan berteriak, “JI”… padahal Ji lebih berarti huruf, daripada angka. Kalau angka disebut dengan SUUJI.

Saya sendiri memang sangat memperhatikan angka. Pada waktu menulis surat/email/memberikan komentar biasanya saya perhatikan jam di komputer. Dan biasanya kalau saya melihat jam itu, angka yang keluar adalah angka-angka bagus… seperti jam 01:23 atau 12:34 atau 10:01…..  Dan setahu saya ada satu orang lagi blogger yang juga sering memperhatikan angka bagus itu.  Entah kenapa saya selalu tertarik dengan magis dari angka-angka itu. Angka kesukaan saya? Masih tetap 8.

Karena itu saya juga pernah memberikan hadiah pada komentator TE yang ke 6666, 6969, 6996, 6999, 7000,  7777 dan 8888. Nah sesudah 8888 tentu saja ada angka 9999 dan 10.000 ya. Beberapa hari yang lalu Gen membawa selembar perangko Naruto padaku dan berkata, “Mel, ini aja hadiah untuk komentator ke 9999 di TE”. Hmmm iya kalau orang itu suka Naruto…. kalau tidak? Nanti tanya saja deh sama yang jadi komentator 9999 dan 10.000 maunya apa ya?

perangko Naruto calon hadiah untuk komentator 9999 dan 10.000
perangko Naruto calon hadiah untuk komentator 9999 dan 10.000

Kepengen dapet hadiah? Perhatikan saja di sidebar kiri, ada tulisan SPEC dan disitu ketahuan kok sudah ada berapa komentar yang masuk ke TE. Tentu saja, ada kemungkinan pendatang baru atau masuk spam, sehingga saya masih perlu moderasikan lagi. Atau bisa juga saya delete komentar yang tidak relevan atau hetriks keterlaluan tanpa ada message di dalamnya ( yang pasti tulisan , Pertamax, Kedua, Ketiga dst tanpa ada lanjutan kalimat lainnya akan saya hapus heheheh)

So… siapa ya yang akan menjadi komentator ke 9999 dan 10.000. Saya tunggu ya…. (lalu mungkin ada yang bertanya sesudah 10.000 ada lagi ngga? hmmm mungkin kalau ada yang mau nunggu sampai 11.111 dan jika blog ini termasuk empunya masih hidup …… ya sayembara (taelah) akan dilanjutkan terus heheheh)

Ini adalah posting yang ke 656 (jadi ingat palindrome deh) dan pada tanggal 11-11.

Kemarin malam saya sempat capture kunjungan tamu ke 99.999 entah siapa dia
Kemarin malam saya sempat capture kunjungan tamu ke 99.999 entah siapa dia...

Penghargaan

10 Nov

Tadinya saya tidak mau menulis sesuatu tentang Hari Pahlawan. Tahun lalu saya sempat membuat beberapa tulisan di sini dan di sini. Tapi tahun ini,  saya memang tidak tahu mau menulis apa di Hari Pahlawan. Mungkin saat ini bagi saya, selain orang tua yang selalu menjadi “pahlawan” di hati saya, pahlawan bagi saya masih bapak Watanabe yang saya ceritakan di sini. Sabtu dua minggu yang lalu, saya memberikan print out tulisanku di sini mengenai beliau, berikut komentarnya, semuanya 30 halaman. Saya titipkan pada Akemi san, untuk memberikan langsung padanya. Dan Jumat lalu, sebelum berangkat mengajar saya mengangkat telepon dari Watanabe san. Dia mengucapkan terima kasih atas tulisan saya. Dia terkejut katanya. Dan dalam kesempatan itu saya  juga sampaikan salam dari beberapa orang yang ingin mengirim surat langsung.

Pada tanggal 3 November lalu, Hari Kebudayaan Jepang, dan seperti biasa Kaisar Jepang memberikan penghargaan, medali kepada warga Jepang dan warga asing yang dianggap berjasa bagi Jepang. Memang banyak terdapat polemik di kalangan masyarakat Jepang sendiri mengenai pemberian penghargaan ini… tapi, aku melihatnya sebagai tanda bahwa Jepang pun masih menghargai warganya yang berusaha dan berjuang di bidangnya.

Sekedar informasi, Jepang memberikan penghargaan biasanya dua kali setahun, yaitu di musim semi dan di musim gugur. Musim gugur, biasanya diberikan di awal-awal November. Dan biasanya aku mendapatkan info dari bagian Pendidikan KBRI, Ibu Hikita bahwa hampir setiap tahun ada satu orang Indonesia menerima penghargaan. Dan tahun ini yang menerima penghargaan adalah Jacob Oetama (78), Pemimpin Umum Harian Kompas, Presiden Direktur Kelompok Kompas Gramedia, dan seorang mantan anggota DPR.

Beliau menerima Bintang Jasa bernama The Order of The Rising Sun, Gold Rays with Neck Ribbon diberikan Pemerintah Jepang atas jasanya bagi peningkatan hubungan Jepang dan Indonesia. Oetama telah memberikan kontribusi bagi promosi pemahaman terhadap Jepang di Indonesia lewat keunikan berita di Harian Kompas dan keragaman aktivitas penerbitan melalui Kompas Media Grup.

Oetama juga dianggap telah memberikan penilaian tinggi pada makna Restorasi Meiji Jepang, dan sejak masa awal berdirinya Harian Kompas, dengan partisipasi dan kerjasamanya dalam beragam pertukaran intelektual dengan pihak terkait Jepang terutama di bidang jurnalisme dan budaya, memberikan kontribusi saling pengertian di antara kedua negara.

Jakob Oetama juga dengan aktif menawarkan Pusat Budaya (Bentara Budaya) yang dimiliki oleh perusahaannya sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan yang berhubungan dengan kebudayaan Jepang. Pada momentum yang sangat penting yaitu tahun peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Jepang di tahun 2008, menjadi penyelenggara bersama kegiatan “Expo Indonesia Jepang 2008”. Kegiatan ini merupakan kegiatan peringatan berskala besar yang telah memberikan kontribusi bagi promosi saling pengertian dan hubungan persahabatan antara Jepang dan Indonesia.

Pemerintah Jepang telah menghargai orang Indonesia dalam usaha menjalin persahabatan dan kerja sama kedua negara. Dan sebetulnya diharapkan juga bahwa pemerintah Indonesia dapat memberikan penghargaan kepada warga Jepang yang memang telah bekerja untuk persahabatan kedua negara. Dalam percakapan saya dengan Hikita san tadi di telepon, dia menyebutkan nama  salah satu calon orang Jepang yang patut dihargai yaitu Ibu Ogura Mie. Beliau telah memberikan seluruh uangnya demi pendidikan di Indonesia, melalui yayasan Fukushi Tomo no Kai. Yayasan ini merupakan perkumpulan mantan prajurit Jepang di Indonesia yang bergerak di bidang pendidikan dengan memberikan beasiswa bagi anak-anak Indonesia. Dan kegiatan ini sudah lama dia lakukan (kalau tidak salah info sekitar 15 tahun). Ogura Mie san sendiri telah menerima bintang penghargaan langsung dari Kaisar Jepang tanggal 13 Mei yang lalu.

Namun dengan rasa apatis, saya menyampaikan pada Hikita san…. masih banyak pahlawan kita yang belum dihargai oleh pemerintah sendiri, bagaimana kita mau mengharapkan pemerintah Indonesia menghargai orang asing yang telah banyak berbuat untuk hubungan kedua negara? ….  Apa memang sulit ya? Memberikan penghargaan bagi orang-orang yang memang telah berjasa? Entahlah….

sumber: dari sini

Museum Arsitektur

8 Nov

Weekend kali ini kami tidak kemana-mana, karena Sabtu-Minggu Gen harus bekerja dalam rangka Festival Universitas. Akhir Oktober-Awal November merupakan waktu sibuk bagi sekolah, terutama universitas untuk mengadakan Festival Universitas. Karena tanggal 3 November di Jepang adalah hari libur resmi, Hari Kebudayaan、Bunka no Hi.

Jadi hari Selasa, tanggal 3 November yang lalu itu kami sekeluarga menggunakan waktu libur untuk pergi ke Edo-Tokyo Open Air Architectural Museum yang terletak di dalam Taman Koganei. Bahasa Jepangnya Edo-Tokyo Tatemonoen, jadi sebetulnya terjemahan secara harafiahnya Museum Bangunan Edo-Tokyo. Sebab jika diterjemahkan Museum Arsitektur, agak kurang pas, karena sama sekali tidak ada keterangan tentang rumah-rumah tersebut, seperti maket, denah, keterangan bahan…. mungkin lebih mirip Taman Mini Indonesia Indah, versi Jepang… dan jauh lebih kecil luas wilayahnya. Tempat ini mengalahkan alternatif yang lain yaitu Taman  Showa Kinen Koen yang sudah pernah kami kunjungi.  Padahal saat ini pasti taman itu juga bagus dipenuhi oleh bunga Cosmos.  Alasannya: Hari itu DINGIN sekali. Menurut perkiraan hanya 7 derajat Celsius, sehingga pasti tidak nyaman untuk berjalan di taman yang begitu luas…. brrrr.

Tiak lebih dari 20 menit dengan mobil, kami sampai di Museum Bangunan ini. Parkir mobil, dan keluar mobil…brrr…. Aku terpaksa pinjam coat Gen,  Sedangkan Kai pakai shawl wool yang tadinya aku akan pakai. Riku? dia bawa jacket kantornya Gen deh. (Gen sih orang Jepang jadi tahan dingin hihihi). Untung kami parkir dekat sekali dengan lokasi. Tapi harus melewati kantin yang menjual AMAZAKE, minuman khas musim dingin. Namanya sih kalau diterjemahkan seperti Sake manis, tapi minuman ini sama sekali tidak beralkohol. Seperti tape ketan putih yang diblend hancur dan disajikan panas-panas. Manis.

Karena kami berniat untuk makan di restoran lain pada waktu makan siang, kami pikir masuk kantin itu untuk membeli amazake, dan menghangatkan badan sebentar. Ehhh jadinya malah aku membeli Oden, Riku Oshiruko ( bubur kacang merah panas dengan mochi), dan Gen membeli Amazake. Kai ikut makan denganku, dan dia suka Oden.

Setelah “istirahat” (belum apa-apa sudah istirahat hehehe), kami berjalan menuju gedung gerbang Museum Bangunan itu. Tiket tanda masuk seharga 400 yen untuk dewasa, dan gratis untuk anak SD ke bawah. Dalam gedung yang merupakan pintu gerbang museum open-air ini, dipamerkan sejarah jalur kereta api Tokyo, yang bernama Chuo Line. Chuo Line ini memotong Tokyo dari Timur ke Barat, dari Stasiun Tokyo sampai Gunung Takao. Rumahku juga bisa dicapai dengan menggunakan bus 20 menit dari stasiun Kichijoji, yang berada di Chuo Line itu. Hmmm…kapan-kapan aku bercerita soal Kichijoji deh, kota modis murah meriah di pinggiran Tokyo.

denah museum, kami menuju arah kanan
denah museum, kami menuju arah kanan

Dari gedung, kami keluar dan mendapati sebuah meriam besar. Jadi teringat meriam di depan Museum Fatahillah, Jakarta. Lalu mendapatkan denah keseluruhan museum taman. Kami langsung menuju salah satu rumah terdekat yaitu rumah mantan menteri keuangan Jepang, Takahashi Korekiyo   (pernah menjabat sebagai Perdana Menteri juga)  yang dibunuh dalam peristiwa kudeta 226 (Niniroku Jiken, 26-2-1936). Sebuah rumah tradisional Jepang yang besar, meskipun mungkin ada orang Jepang terkenal lain yang rumahnya lebih mewah. Kesannya rumah ini jauh dari glamour, meskipun besar.

Sayangnya kami tidak boleh memotret dalam rumah ini, karena sebetulnya kami juga memasuki kamar kerjanya di lantai dua, tempat dia dibunuh oleh tentara Jepang yang melakukan kudeta (katanya sih karena dia akan memotong budget angkatan perang… perlu keterangan akademis yang lebih detil… aku agak malas mempelajari Sejarah Showa Awal (1926-1989), yang waktu itu diajar oleh Pak Mossadeq Bahri — Kak Ade —… udah semester-semester akhir juga sih, udah males belajar, maunya cari bahan untuk skripsi aja hehehe)

Sento dilatar belakang merupakan pusat dari perkampungan itu, dan tempat diadakan pertunjukan sulap
Sento dilatar belakang merupakan pusat dari perkampungan itu, dan tempat diadakan pertunjukan sulap

Dari sini, kami menuju ke Sento (pemandian umum) di perkampungan Jepang untuk mengambil tiket menonton sulap dari jam 1. Karena pertunjukan gratis, tiket disediakan  satu jam sebelumnya untuk 200 orang pertama. Nah, sambil Gen mengambil tiket itu, aku dan anak-anak menunggu di mulut perkampungan tempat sebuah kereta tram dipajang. Di dekatnya juga ada warung-warung tradisional yang menjual makanan khas warung, seperti bakmi goreng, octopus ball alias takoyaki, sup suiton, sup miso daging babi, oden dan lain-lain.

Nah, karena aku belum pernah coba suiton, jadinya aku beli suiton. Ternyata suiton itu hanyalah adonan terigu yang dimasukkan dalam air rebusan sehingga membentuk bulatan bakso. Untuk membayangkannya, TEKWAN. Tapi tekwan jauuuuuh lebih enak, karena ada rasa ikannya kan? Kalau ini hambar …benar-benar hanya terigu saja hihihi. Jadi deh Gen yang menghabiskan sup itu. Lumayan sih air supnya bisa menghangatkan badan juga.

Karena Jam 1 kami masih akan berada di situ untuk menonton sulap, jadi akhirnya kami makan siang dengan bakmi goreng Jepang, Yakisoba, dan chijimi, martabaknya korea. Sambil membuat foto-foto juga di tram, karena kami makan di bangku dekat situ.

Waktu pertunjukan sulap yang diadakan di Sento, kami tidak boleh mengambil foto. Dan waktu itu aku juga sempat keluar dari gedung, karena si kai tiba-tiba ingin “pupu”. Terpaksa deh aku gendong dia sambil mencari toilet terdekat. Tapi satu hal yang memang aku sukai dari Jepang, WC di mana-mana bersih, dan biasanya ada WC khusus untuk penderita cacat/wanita dengan bayi yang terpisah.

Setelah selesai pertunjukan Riku sempat bermain gasing dan engrang, di halaman depan Sento. Aku yang bosan menunggu, duduk terkantuk-kantuk sampai akhirnya aku dan Kai membeli oden lagi deh. Kami duduk di bangku yang disediakan depan warung sambil menikmati terik matahari senja yang hangat.  Karena memang matahari cepat sekali turun dan meninggalkan bayang-bayang semakin panjang.

Sekitar pukul 3:3o kami bergerak ke arah pulang. Kami memang santai sekali menghabiskan waktu di perkampungan Jepang itu, sehingga sebetulnya kami baru melihat separuh dari museum bangunan ini. Well, selalu ada lain kali kan? Lagi pula kali ini aku melakukan satu kesalahan. Persis setengah jam sebelum berangkat aku men-charge batere kamera. Jadi kupikir seharusnya penuh. Tapi ternyata justru habis! sehingga aku tidka bisa pakai kamera digital seperti biasanya. Tidak tahu, apakah sistem chargenya mengosongkan dulu, baru mengisi penuh atau bagaimana. Karena sebetulnya sebelum aku charge masih setengah penuh. Terpaksa deh aku pakai kamera HP ku dan HP Gen. Jadi SEMUA foto di sini adalah hasil jepretan HP.

di depan pos polisi jaman dulu, di dalamnya ada kasur untuk tidur loh

Kamu Ketahuan

7 Nov

Aku memang sering melihat tulisan orang di blog/komentar frase ini : kamu ketahuan…. yang sepertinya merupakan judul/lirik suatu lagu. Tapi terus terang baru pagi ini aku dengar lagunya…. Matta Band: Kamu Ketahuan hihihi ketinggalan banget ya?

Nah, gara-gara pagi ini aku buka SNSku berbahasa Jepang yang bernama MIXI. Kadang saya masuk ke situ untuk mengetahui tema-tema percakapan teman-teman Jepang, dan biasanya aku baca berita populer di situ. Yang paling aku sering buka adalah hasil angket online tentang suatu trend. Pagi ini adalah angket tentang “Tindakan pria waktu ketahuan berbohong”. Ternyata ranking nomor satu, yang menegaskan bahwa memang pria itu berbohong, dalam tindakannya, Ia akan “menjawab asal-asalan atau ambigu”… hihihi kayaknya aku bisa ngebayangin deh kayak apa.

Berikut urutan tindakan pria waktu ketahuan berbohong (meskipun itu alasan untuk kebaikan hubungan ya)

1. Menjawab asal-asalan
2. Mencoba mengalihkan tema pembicaraan
3. Tatapan matanya ke mana-mana
4. Kalau didesak akan marah sekali
5. Kembali bertanya, “Kenapa sih tanya seperti itu?”
6. Tidak seperti biasanya, lebih banyak omong
7. Bertanya terus, “Apa?”
8. Menyembunyikan handphone
9. Melarikan diri dnegan mengatakan, “Ngantuk! Mau tidur”
10. Menjadi lebih baik dari biasanya
11. Gerakan tangannya jadi aneh
12. Nada suaranya menjadi tinggi
13. raut mukanya menjadi keras
14. kedipan mata bertambah sering
15. Berbicara sambil mengetik sms/email
16. bicaranya tambah cepat
17. Tidak seperti biasanya, memuji-muji
18. Mempermainkan rambut
19. Menjelaskan dengan tegas, “Begini kok”
20. Tiba-tiba memberikan hadiah

Tapi kalau dipikir-pikir sebetulnya tindakan “ngeles” kayak gini juga akan dilakukan oleh wanita jika ketahuan ya? Atau wanita lebih pandai bersandiwara, sehingga tidak berubah tindakannya biarpun ketahuan, dan bisa ngeles dengan “pintar”?Ngga di Jepang, ngga di Indonesia sama aja ternyata ya?

Posting iseng, sambil nyiapkan sarapan: French Toast (roti yang direndam dalam adonan susu dan telur+gula, dengan bermacam variasi, kemudian digoreng di fry pan dengan sedikit mentega). Yang aku heran kenapa sih semua suka dengan menambahkan French? Ada juga French Fries (kentang goreng) dan French Bread (Roti Perancis/ Roti Pentung kalo keluargaku bilang) dan…. French Kiss (hmmm ada yang bisa mendefiniskan? Gampangnya…. cium jorok…alias basah semua hahahaha). Seperti semua tambahan kata Bangkok pada buah-buahan yang enak, manis, dan besar?

Apa sarapan kamu pagi ini? (Yang kutahu ada seseorang mengaku sarapan RENDANG pagi ini hahahaha)

Terry Rice Set

6 Nov

Uhhh, aku seenaknya saja pakai nama orang. Waktu aku browsing ternyata ada orang bernama Terry Rice, yang fotografer ….dan karyanya keren-keren banget loh! Very fabulous! Untung bukan nama anaknya Rice, THE Secretary of State.

OK aku akan jelaskan postingan hari ini. Waktu baca di webnya Pak De Cholik yang ini, yaitu tentang resep makanan berbasis ikan dan sayur…. aku sempat berkomentar, Ikan di sini lain dengan di Indonesia. Dan mendapat jawaban “alasan aja”…. something like that deh.

Ya jelas aja, memang ikan di sini lain sih. Memang diimpor ke Indonesia, tapi kan muahal….. Lagian orang Jepang paling senang makan ikan itu mentah atau di bakar, tanpa bumbu-bumbu tambahan. Sushi dan sashimi tuh kan bukan masakan karena tidak dimasak hihihi.

Jadi saya puter otak, ikan apa yang sama dengan di Indonesia. Dengan syarat murah dan mudah didapat! Akhirnya saya bertemu si Terry Rice ini, si kecil yang banyak mengandung kalsium dan …relatif murah, serta bisa dibeli di mana saja. Saya tahu jenis ikan teri di Indonesia banyak. Sedikitnya dua yang saya tahu, Teri Medan dan Teri Nasi. Nah karena saya suka teri nasi, maka saya memikirkan resep teri nasi + sayuran sebagai syarat dari blognya Pak De itu.Dan tentu saja jumpalitan cari bumbu yang ada di Indonesia.

Ikan Teri di Jepang juga bermacam-macam. Yang paling kecil dan halus, bernama shirazu, biasa dimakan mentah dengan parutan daikon (lobak) dan diberi shoyu (kecap jepang). Nah kali ini saya akan menampilkan Terry Rice Set, yaitu nasi kepal (onigiri) dengan ikan teri + acar sawi hijau serta salad nya yang terdiri dari lettuce+tahu sutra+ ikan teri goreng.

Karena saya tidak tahu apakah shirasu / ikan teri nasi di Indonesia bisa dimakan mentah atau tidak, semua teri nasinya saya goreng.

shirazu

Cara Pembuatan

Nasi Kepal Teri :

bahan:

1 mangkuk nasi panas (paling bagus jika beras dicampur dengan beras ketan dengan perbandingan 3:1, supaya mudah dibentuk/dikepal)
ikan teri goreng secukupnya sesuai keinginan
acar sawi hijau ditiriskan airnya dan dikeringkan dengan tissue/lap potong kecil-kecil.

(Kalau tidak bisa membuat acar sawi hijau sendiri, boleh memakai caysim yang sudah dijual. Cara membuat acar sawi hijau : seduh sawi hijau dengan air panas, bubuhkan garam, masukkan plastik dan inapkan. Bisa juga masukkan satu cabe merah yang sudah dicuci. Jika keluar air dan sawi sudah layu maka acar sudah jadi)

Campur bahan ke dalam nasi panas. Lalu basahkan tangan Anda dengan air bersih (paling bagus dengan air mineral kalau di Indonesia) taburkan sedikit garam di tangan. Ambil sesendok campuran nasi dan bentuk segitiga/bundar seperti pembuatan onigiri. Besarnya bisa disesuaikan, tapi saya lebih suka berukuran mini, satu suap. Waktu mengepal nasi ini memang panas  …. tapi tahan. Cinta Anda kepada keluarga tertumpah dalam sebuah onigiri!
Baca di sini untuk mengetahui nasi kepal/onigiri Jepang!

Salad Tahu Teri:

bahan:

daun salada (lettuce) dipotong acak
tahu sutra (kalau di Jepang bisa dimakan mentah, kalau di Indonesia mungkin perlu digoreng dulu. Tahu goreng biasa juga boleh, dipotong kecil-kecil, kotak-kotak)
ketimun/ kyuri diiris halus
ikan teri goreng secukupnya

Hidangkan di piring dan bubuhkan salada dressing yang Anda punya. Tentu saja dressing ala japanese atau chinese yang berbumbu minyak wijen paling cocok, tapi mayonaise pun tidak apa-apa.
Jika tidak ada dressing bisa campurkan bahan berikut ini:

2 sendok makan kecap asing Jepang (kikkoman) atau apa saja yang ada
2 sendok makan minyak wijen
sedikit cuka (cuka Indonesia sangat kecut, sehingga hati-hati menggunakannya)  bisa diganti dengan lemon/jeruk
satu sendok teh gula pasir

Sebetulnya jika mau membuat dressing ala jepang perlu diberi sake untuk masak dan mirin, tapi saya sudah coba dengan bahan di atas sudah cukup. Campurkan semua bahan dan bubuhkan di atas salada yang siap disantap. (Ingin berbumbu yang lebih “maknyus” ala Indonesia? Pakai saja bumbu gado-gado/pecel yang diencerkan sehingga menjadi seperti goma dressing. Jadi deh Gado-gado Jepang hihihi.)

Perlu diketahui, orang Jepang memang sangat menghargai rasa alami dari setiap bahan yang ada. Karena ini menuntut kesegaran setiap bahan. Sedapat mungkin tidak memakai minyak untuk menggoreng untuk mengurangi kolesterol. Pokoknya makanan Jepang amat sangat healty.  Selamat mencoba!

NB: Saya tidak tahu apakah seperti ini memenuhi persyaratan atau tidak untuk disertakan dalam acaranya PakDe Cholik.

 

Romantis

4 Nov

Apa sih definisinya kalau orang itu romantis? Atau tindakan apa sih yang romantis menurut kamu?

Aku pernah diketawain waktu menulis bahwa adegan Cinta dan Rangga membeli kacang rebus dan makan sambil jalan itu romantis, di sini. Cuma Ge yang menyetujui pikiran saya. Mungkin di mata semua orang romantis = candle light dinner etc, suatu tindakan yang memerlukan waktu, uang dan perhatian. Well, perhatian memang, tapi tidak perlu yang sampai dua jam makan atau mengeluarkan uang yang banyak untuk makan di restoran yang bisa menyediakan candle light dinner kan?

Tadi pagi saya harus extra sabar menghadapi Kai. Sudah 3 hari belakangan ini dia amat sangat egois. Semua yang kakaknya pegang, harus untuk dia. Kalau soal belanja sudah kuantisipasi dengan membeli dua barang yang sama. Tapi masalahnya, misalnya kakaknya akan menggambar, dia juga harus…dan tidak mau memakai buku gambar yang aku belikan untuk dia (yang sama), maunya yang sedang dipakai kakaknya. Riku juga sudah banyak berkorban, tapi kalau sampai semua harus diberikan ke adiknya, dia juga sebel. Dan selain itu kalau semua permintaannya dituruti, bisa-bisa dia menjadi anak yang keras kepala dan menuntut…lagi-lagi aku yang akan susah.

Jadi biasanya kalau dia sudah tidak mempan diberitahu, diberikan alternatif lain, juga tidak mempan dimarahi, aku akan kurung dia di dalam kamar + susunya.  Tentu saja dia takut, berteriak minta keluar. Dan kebetulan kamar tidur kami harus dibuka ke dalam sehingga dia tidak bisa buka sendiri. (Semua kamar Jepang tidak berkunci) Dan biasanya dia akan menangis meraung-raung dan berteriak, “Mamaaaaa” atau “Kakak….” Dan kami berdua cuekin untuk beberapa saat.

Setelah cukup, baru aku masuk kamar dan peluk dia. Kadang dia masih menuntut, kadang dia menyerah, dan minta ditemani minum susu di tempat tidur. Lalu aku bacakan buku cerita.

Satu lagi kebiasaan jeleknya adalah memukul mukaku. Awalnya aku biarkan, tapi dia juga mulai memukul muka Gen. Waaah Gen marah deh. Jadi sekarang kalau dia memukul mukaku, aku pukul kembali dengan pelan. Kalau dia masih pukul, aku juga pukul terus…akhirnya dia tahu itu sakit…dan berhenti. Susyah deh, belum lagi kalau dia mengantuk, maunya aku di sebelahnya terus, tidak boleh ke WC, tidak boleh masak, tidak boleh ini-itu.

Tadi pagi dia sengaja menjatuhkan mie yang sedang dimakannya, lalu berkata, “Mama, jatuh!”. “Jatuh? Kamu jatuhkan…itu lain. Tidak boleh buang-buang makanan!”. Sambil ngomel, terpaksa aku bersihkan lantai. Huh, padahal pagi hari adalah waktu yang paling sibuk, karena harus menyiapkan semua pergi.

Waktu aku akan ganti bajunya, dia lari, tidak mau diganti. “A da…” katanya yang sebetulnya merupakan bahasa bayinya dari Ya da, iya da (tidak mau dalam bahasa Jepang).  Berkali-kali aku bujuk, dia tidak mau. “Ya..da”. Kemudian dia menemukan buku Wall-e dan Buzz Light Year. Minta dibcakan. Nah! Giliran aku bilang, “Ya da….” hihihi manyun deh.

Lalu aku bilang, “OK mama baca, tapi ganti baju dulu!” Dan akhirnya aku membacakan 2 buku dan baju juga sudah tergantikan. Sukses.

Keluar kamar, dia mulai gratil, grusu. Dia ambil semua buku dari rak, dan lempar ke lantai. Ow ow ow… mau marah, tapi ah aku biarkan dulu. Sambil aku jemur pakaian (mumpung terang soalnya, jadi sebelum antar Kai aku ingin jemur pakaian dulu), Kai dengan suksesnya “memindahkan” buku dari rak ke lantai :).  Lalu entah kenapa, aku juga lupa aku mengatakan apa. Mungkin “Kalau Kai pinter, mau ke sekolah dan ketemu sensei, beresin dulu dong bukunya”… (something like that). Dan… dia mulai memungut satu buku lalu taruh dalam rak. Aku tepuk tangan. Dia tambah senang, akhirnya semua buku berhasil dia “susun” lagi dalam rak… Bravoooo, meskipun tidak seperti semula, tapi dia sudah berusaha.

hasil bebenah nya Kai
hasil "bebenah" nya Kai

Akhirnya kami pergi ke penitipan naik sepeda. Yang aku mau hubungkan dengan romantis itu sebetulnya suatu perbuatan Kai yang spontan. Dia memelukku dari belakang (dia aku bonceng di belakang). Mungkin karena dingin, jadi dengan dia bersandar pada punggungku yang bersweatshirt, pipi dan mukanya menjadi hangat. Dan otomatis aku juga menjadi hangat. Pertama kali Kai melakukan ini. Dan pikiranku melayang, mungkin orang pacaran dengan naik sepeda motor itu seperti ini ya? Jadi, aku kok berpikir, ternyata orang pacaran dengan naik motor, lebih romantis daripada naik mobil yang hangat, adem, ada musiknya, tapi….ada jarak. Kan murahan naik motor tuh. Sayang aku tidak suka naik motor dan tidak pernah punya pacar yang berkendaraan motor hehehe.

Intinya sebetulnya, romantisme itu bisa didapat tanpa uang yang mahal, waktu yang banyak, asal kita memang mau “menikmati” keadaan berdua. Yah orang jatuh cinta memang sih sepiring berdua serasa makan di restoran perancis hehehe (apalagi kalau suap-suapan yah …uhuyyyy)

So? romantis menurut kamu seperti apa sih? Kasih ide dong…. siapa tahu bisa jadi masukan untuk yang lagi “cari” atau “sedang penjajakan” dan dipraktekin tuh 🙂

NB: Satu hal yang tadi membuat aku kaget, adalah waktu aku menurunkan Kai dari sepeda, ternyata AKU LUPA MEMASANGKAN SEAT BELT … duhhh bahaya amat…. untung tidak apa-apa.

Kopdar Fesbuker

4 Nov

Hihihi, biasanya kalau kopdar pasti chatters atau bloggers atau insan radio/TV ya? Semuanya akrab lewat jaringan udara, jaringan televisi, atau jaringan internet. Jadi sebetulnya anggota segala macam SNS (Social Networking Site) macam fesbukers, plurkers, twitters, kalau bertemu di real namanya juga kopdar dong ya?

Hari Jumat yang lalu aku libur mengajar, karena di Universitas sedang persiapan Festival Universitas (semacam bazaar). Jadi  aku bisa bertemu Whita, yang juga tinggal di Tokyo. Kami berkenalan lewat TE (tapi Whita tidak punya blog sendiri, sehingga tidak masuk kategori blogger) kemudian menjadi teman di Fesbuk.  Nah, waktu aku menulis bahwa aku sedang di KBRI bersama adik saya memperpanjang pasport, dia mengatakan…. tahu begitu kan bisa pergi sama-sama. Kebetulan aku bermaksud akan mengambil paspor adik yang sudah jadi pada hari Jumat, sehingga aku menghubungi dia. “Ayo sama-sama ke KBRI besok!”

Kami bertemu di Stasiun Meguro pukul 10 lewat. Langsung saling mengenali, selain sudah tahu muka lewat foto, satu “identitas” yang langsung tertangkap adalah…kami berdua memakai scarf batik! (Hidup Batik Indonesia! ayooo jangan melempem  pake batiknya. Tapi terus terang aku cuma punya scarfs)

selalu berfoto di mana saja, termasuk waktu nunggu di Imigrasi KBRI
selalu berfoto di mana saja, termasuk waktu nunggu di Imigrasi KBRI

Perjalanan rute kami sama dengan waktu aku mengantar adik, ke foto studio, lalu ke KBRI. Itu mah sudah tidak usah diceritakan lagi. Tapi aku ingin ceritakan acara kami sesudah itu. LUNCH! (ngga jauh-jauh dari makanan hihihi).

“Mau makan apa? ”
“Apa saja”
Cuma kali ini aku yang tidak punya banyak waktu karena aku harus berada di rumah jam 2:30 siang, karena Riku pulang jam segitu. Jadi kami memilih pergi ke restoran Sushi “berputar”, Kaiten Sushi. Tentu saja kami memilih resto ini karena cepat, enak, dan bisa makan sedikit. Sama sistemnya seperti restoran Padang, hanya membayar apa yang dimakan saja.

Begitu masuk restoran kami dipersilahkan duduk di salah satu pojok sebuah counter yang besar. Di depan kami terdapat ban berjalan yang mengantarkan piring-piring kecil berisi berbagai macam sushi, nasi kepal dengan potongan ikan mentah, setengah matang (aburi) dan matang (seperti udang rebus). Kami tinggal mengambil piring yang kami mau dan makan. Tapi waktu mengambil piring, biasanya kami melihat corak/warna piringnya, dan melihat ke dinding resto yang memasang jens piring beserta harganya. Harganya bermacam-macam dari 160 yen, 200-an, 300-an, 400-an dan termahal 500-an.

Ikan Buntal Goreng
Ikan Buntal Goreng

Ada beberapa yang “aneh” yang kami makan (baru makan pertama kali)  termasuk di antaranya Ikan Buntal Goreng (Ikan Fugu yang beracun itu loh), pernah saya tulis di sini. Sambil makan kami sibuk memotret dan mengirim ke handphone masing-masing.

Nah, yang menarik adalah waktu akan membayar. Biasanya di resto sushi berputar yang lain, kami menumpukkan piring sesuai dengan warnanya, misalnya merah (160-an) , hijau (200-an) dst. Si petugas resto akan mencatat warna masing-masing serta menjumlahkannya dalam kertas, dan kami bawa kertas itu ke kasir untuk membayar.

pakai alat scanner yang ditaruh di atas tumpukan piring
pakai alat scanner yang ditaruh di atas tumpukan piring

Tapi ternyata, resto sushi yang ini amat  canggih . Kita cukup menumpuk piringnya tak beraturan. Si pelayan membawa alat scanner sebesar remote control, lalu diarahkan ke atas piring teratas. Pit pit… lalu kami diberi sebuah alat mirip kalkulator kecil tanpa angka/tombol apa-apa. Wahhh bukan kertas pula! Jadi ingat beeper (yang berfungsi memanggil jika makanan sudah jadi) yang ditulis oleh Pak Oemar di sini.

Tertulis Piring ini tidak boleh dimasukkan microwave
Tertulis "Piring ini tidak boleh dimasukkan microwave"

Alat itu rupanya merekam harga yang tercantum di chips di piring yang kita makan. Begitu kita menyerahkannya pada kasir. Alat itu didekatkan pada suatu reader, dan keluar harga yang kita mesti bayar di display mesin kassa. Canggih! Tanpa kertas…

Membawa alat kecil seperti kalkulator ke kasir (plus uang tentu saja hihihi)
Membawa alat kecil seperti kalkulator ke kasir (plus uang tentu saja hihihi)

Kami berdua terheran-heran …sempat aku tanya sih tentang cara kerja alat pembaca chips di piring itu. Tapi karena restoran itu mulai sibuk dengan tamu-tamu yang mau lunch, terpaksa aku tidak bisa memotret alat reader itu dengan detil.

scanner yang dipakai di kantong belakang pelayan
scanner yang dipakai di kantong belakang pelayan

Akhirnya kami menutup cara kopdar hari itu dengan minum kopi di Tully’s Coffee (saingannya Starbuck) dengan saran aku Hazelnut Cappucino… yummy. Waktu masih kerja sebagai DJ di Radio, ada gerai Tully’s dekat studio, sehingga hampir setiap aku rekaman, pasti mampir situ. Adicted banget sampai beli Hazelnut siropnya untuk dicampur setiap minum kopi. Jadi gemuk deh…kan gula itu hihihi.

Kami berpisah di peron Yamanote line, dengan janji akan buat pesta bakso di rumah. Nanti cari waktu ya Whit…atau natalan juga bisa…cihuy.. (kayaknya masih lama deh tuh hihihi)

Obat Rindu

2 Nov

Bagi mereka yang tinggal/pernah tinggal di luar negeri pasti pernah merasakan kerinduan kampung halaman yang amat sangat. Ada salah satu cara menghilangkan rasa rindu, yaitu dengan “Aroma Terapi” yang sudah pernah saya tulis di sini. Tapi memang yang paling gampang lewat perut, langsung saja makan sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu atau kampung halaman. Tidak usah “bau”nya saja hehehe.

Hari Rabu yang lalu, aku mendapat suatu “obat rindu” yang cespleng, padahal aku tidka sedang sakit rindu. Tapi entah kenapa, begitu aku membelainya, mengupasnya, dan… menggigitnya, memori langsung berhamburan.

Bukaaaan, bukan memori dengan pacar atau apa, tapi…memori di rumah di Jakarta. Sepiring bengkuang, jambu air, mangga, kedondong, dengan sambal rujak! Huh… sambil menuliskan ini saja kutahan air liur supaya jangan ngeces.  Asal teman-teman tahu, kecuali mangga (ada dari Mexico dan Philipina)  bahan-bahan rujak itu tidak ada di Jepang…hiks (kasiaaaan yah ….) . Yang paling banter bisa kubeli di sini hanya nangka/nangka muda kaleng, rambutan (tidak akan kubeli kalau untuk diri sendiri, karena aku alergi rambutan). Kolang-kaling, kelapa muda…yey itu mah bahan es teler, bukan rujak. So…. saya tidak pernah bisa makan rujak di Tokyo.

aduuuh ngga sangka bisa ketemu kamu di Tokyo....
aduuuh ngga sangka bisa ketemu kamu di Tokyo....

Temanku Akemi san, tinggal di Tokorozawa, Saitama dan dia menyewa sebidang tanah untuk ditanami. Dia memang hobi berkebun, padahal orangtua di kampung halamannya di Hokkaido sana adalah peternak sapi. Nah, Akemi san selalu memasokku dengan cabe rawit dan labu siam pada musim gugur. Kacang tanah (pernah kutulis di sini) dan kentang pada musim panas.

Tapi tahun ini, dia membawa susuatu yang istimewa, yaitu BENGKUANG, saudara-saudara. B-E-N-G-K-U-A-N-G! Nama Jepangnya  YAMU IMO. Sayang cuma satu…. hihihi (masih mending dibagi ah mel… harus bersyukur!)

penampakan bunga bengkuang
penampakan bunga bengkuang

Saling senangnya menerima oleh-oleh dari Akemi san, aku cuci kacang tanah dan rebus, lalu aku cuci bengkuang yang masih penuh tanah itu. Kupas dan gigit sedikit….. AAaaaaaaahhhhh enaknya! Ngga akan keburu kalau mau buat sambal rujak, lagian bengkuangnya cuma satu. Jadi aku ambil gula pasir + kecap manis + cabe….. colek dikit…. hmmm yummy…. (Aku cuma kasih sepotong kecil pada Akemi san, karena rupanya dia belum coba hasil panennya sendiri hihihi) Dan …Akemi san berjanji untuk membawakan lagi… cihuyyy.

Labu Siam, nama jepangnya Hayato Uri
Labu Siam, nama jepangnya Hayato Uri

Untung kali ini Akemi san tidak membawa satu kardus labu siam (hayato uri), kalau tidak aku bisa mabok mikirin mau masak apa dengan sekian banyak labu siam. Memang orang Jepang tidak biasa memasak labu siam, tapi sebenarnya semua masakan yang memakai daikon (lobak) bisa digantikan dengan labu siam.

Jadi malam itu menu makan malam untuk Gen adalah, labu siam dengan ayam potong + santan sedikit. Dibuat sedikit pedas, taruh di atas nasi panas mengebul….  dan Gen makan banyak deh hihihi.

labu siam + ayam potong + santan
labu siam + ayam potong + santan

Jadi teringat aku mau memesan bahan makanan + kalengan + indomie di Bumbu-ya (bumbuya@yahoo.co.jp) , toko yang menjual bahan makanan Indonesia di daerah Musashi Sakai. Pemiliknya Kato Yumiko, sebelum menikah dengan Rusly, adalah mantan murid bahasa Indonesiaku. Yang membutuhkan  file daftar barang + ongkos bisa menghubungi saya lewat email.

Hmmm semoga bau-bau masakan Indonesia selama bulan November dan Desember bisa mengurangi homesick karena tidak bisa bernatalan bersama ortu di Jakarta.