Mainan Baru

30 Nov

Horree sudah umur segini masih suka main! hehehe. Sepertinya bermain memang bukan monopoli anak-anak saja kan? Asal bermainnya tidak negatif, boleh kok main terus sampai …. mati 😀

OK langsung saja deh aku memang punya mainan baru! Tepatnya sejak tanggal 13 Oktober yang lalu. Sudah  1 bulan lewat, dan aku mulai terbiasa bermain dengannya. Ya, aku dibelikan gadget ini oleh Gen sebagai hadiah 20th  berada di Jepang….

Aku ditawari Gen mau iPad atau iPhone, dan jelas kupilih iPhone. Tahu kenapa? Karena adikku punya yang 4S dan aku melihat hasil fotonya bagus-bagus, terutama untuk dalam ruangan. HP ku sudah bagus untuk fungsi cameranya, tapi kalau di ruangan kurang cahaya, maka hasilnya kurang bagus a.k.a buram. Sudah itu saja 😀 Fitur-fitur lain tidak penting bagiku. Karena itu ketika kami terpaksa harus mengganti kamera Canon Powershot kami karena sudah “koit”, kupikir aku tak perlu lagi iPhone. Untunglah suamiku gigih menanyakan terus, sehingga akhirnya aku memesan di counter AU, operator teleponku yang menyediakan iPhone 5 ini. Selama ini, sampai dengan iPhone 4S, hanya dimonopoli operator Softbank, sehingga kalau mau menggunakan iPhone, harus pindah operator. Dan aku tidak mau pindah. Alasannya? Operator ini sudah kugunakan lebih dari 15tahun, dan service “humanis” seperti yang kutulis di sini. (Menawarkan pindah paket karena pemakaian membengkak pada tengah bulan untuk menghindari kewajiban harus membayar dalam jumlah besar) Aku pernah mempunyai telepon cadangan dengan operator Softbank, tapi aku tutup…. kurang sreg dengan pelayanannya.

Hari pertama menerima gadget baru, aku masih bingung bagaimana harus menelepon, atau mengirim pesan. Untung saat itu yang menghubungiku cuma adikku, jadi sambil belajar, sambil memakainya. Yang lucu aku belajar pemakaian gadget baru itu selain dari adikku tentunya, justru dari Riku. Riku tahu pemakaian fungsi panorama pada kamera, sehingga mengambil foto pertama di hari pertama. Dasar anak jaman sekarang, cepat sekali menyerap teknoogi. Aku baru bisa menguasai fungsi itu sesudah2 minggu! Dan kemarin aku memotret foto panorana 360derajat yang menjadi andalan iPhone5 ini di taman Okuma yang terletak di sebelah universitas Waseda dan Rihga Royal Hotel Waseda.

Ya, akhirnya aku sempat juga melihat keindahan musim gugur dengan warna dedaunan yang khas, setelah berkali-kali batal rencana pergi di akhir pekan. Ternyata ada tempat sebagus ini di tempat kerjaku! Tahu begitu kan aku bisa bahwa DLSRku juga 😀

Senang sekali loh melihat pemandangan seperti ini meskipun hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit! Mahasiswa di sini benar-benar dimanjakan oleh fasilitas taman sebagus ini. Tapi memang karena aku datang pas jam kuliah ke 4, jadi tidak banyak mahasiswa orang Jepang yang bermain di taman itu. Kebanyakan mahasiswa dari Taiwan atau China, sehingga aku kaget sekali waktu menoleh ingin meminta diambil fotoku, ternyata mahsiswi itu berjilbab! Langsung kutanya: Dari Indonesia ya? Ternyata dia mahasiswa program Master, dan kami akhirnya gantian mengambil foto kami dengan latar belakang pemandangan indah itu.

Kembali lagi ke gadget, mainan baruku ini bisa SIRI, fungsi mengenali suara dan melaksanakannya. Aku memang sudah lihat di iklan TV, tapi sama sekali tidak bermaksud untuk menggunakannya. Tahu-tahu waktu aku menyetir, aku memang meminjamkan gadget itu kepada Riku. Lalu dia berkata: “One Piece”. Dan dengan bantuan SIRI itu dia mengakses You Tube yang menampilkan film anime One Piece yang dia mau tonton. Waaaaahhh Riku lebih tahu dari mamanya! Pernah tidak merasa “sebal” karena anak kita jauh lebih tahu dari kamu? Kelihatannya aku sudah harus menerima kenyataan itu loh 😀

Tapi tentu saja yang bisa download aplikasi hanya aku. Dan dari aplikasi yang aku pakai, ada beberapa yang sudah aku hapus, karena kurasa tidak perlu. Hari kedua memakai gadget baru itu aku langsung download app Viber dan Whatsapp! Senang sekali bisa bercakap-cakap dengan teman-teman tanpa harus keluar uang. Dan aku juga tentu saja ikut-ikutan memakai aplikasi yang sering dipakai “warga smartphone” seperti Instagram, Path, Line (belum ada satupun yang call aku lewat LINE nih…hehehe, jadi belum tahu cara pakainya) . FB, WordPress dan Twitter tentu keharusan ya :D. Dan yang terakhir aku ikut-ikutan Titik (thanks ya Tt) yang memakai aplikasi Accuweather. Bagus juga aplikasi ini karena memberitahukan suhu kotaku, lengkap dengan info kelembaban, angin, dan yang penting real feel. Jadi meskipun tercantum 10 derajat, karena faktor angin dan kelembaban, bisa saja real feelnya cuma 3 derajat. Seperti hari Rabu kemarin terasa dingin sekali, tercantum 7 derajat, padahal real feelnya 3 derajat, dan keseokan harinya tercantum 14 derajat padahal real feelnya 16 derajat! Bingung deh badannya.

Aplikasi game? Tadinya aku tidak mau download aplikasi game (apalagi yang angry bird, bisa-bisa HPku tidak bisa aku pakai karena dipakai anakku terus), tapi sekarang ada satu game dalam iPhoneku itu. Bernama “Atta あった” yaitu mencari barang-barang yang disebutkan dalam gambar. Aku sadari bahwa ternyata masih ada beberapa nama barang dalam bahasa Jepang yang tidak aku ketahui. Bagaimana bisa mencari barang itu kalau kita tidak tahu apa artinya hehehe. Jadi sekaligus deh belajar bahasa Jepang. Sayang permainannya terbatas karena memang gratis sih ya. Jika semua aku sudah bisa temukan berarti aku harus cari game baru lagi deh 😀

Maaf kalau posting ini terkesan pamer, tapi sebetulnya aku tidak bermaksud pamer gadgetnya. Aku tadinya cuma mau pamer foto panorama dan foto-foto musim gugurnya aja kok hehehe.

Posting ke 12 di bulan November (lebih bagus performasinya daripada Oktober yang cuma 10 postingan) yang tinggal satu hari kurang …..

 

 

Ampuuun deh!

29 Nov

Biasanya kita memakai kata “Ampuuun deh”, untuk menyatakan keheranan, kegemasan atau bahkan kekesalan/kejengkelan kan? Nah beberapa hari ini, sering sekali rasanya aku mengatakan “Ampuun deh!”. Kapan dan kepada siapa?

1. Cuaca.
Cuacanya sih tidak salah, karena memang sudah memasuk musim dingin, jadi sudah pantas dong kalau dingin. Bahkan katanya di beberapa gunung, banyak yang “terlambat” tertutupi salju. Tapi kalau melihat TV tadi pagi, di kota Muroran di Hokkaido (utara Jepang) yang warganya banyak yang kedinginan karena listrik padam padahal dalam kondisi badai salju… brrr rasanya memang harus kuat sekali untuk bisa tinggal di negara/daerah dingin. Tadi pagi saja, di Tokyo suhunya 7 derajat, tapi terasa seperti 3 derajat karena humiditas rendah, dan angin bertiup ditambah mendung. Bahkan waktu aku pergi ke tempat kumpul warga yang disediakan pemda kelurahanku, mulai hujan rintik yang ternyata salju yang langsung meleleh.

2. Orang Jepang.
Jadi ceritanya tadi pagi aku pergi ke tempat kumpul warga yang bisa dipakai warga kelurahanku, asal mendaftar terlebih dahulu. Aku dan ibu-ibu temannya Kai di TK mau mempersiapkan acara Natalan anak-anak yang akan diadakan tanggal 12 Desember nanti. Jadi kami mengepak mainan yang akan dibagikan, lalu membuat hiasan berupa rantai-rantai kertas origami. Pada hari H nya nanti kami juga harus membawa hadiah seharga 100 yen untuk acara tukar kado dan hiasan pohon natal tempelan. Nah aku sering heran sekali pada ibu-ibu yang anaknya bersekolah di TK…. dari dalu. Mereka itu sibuk karena kebanyakan dari mereka masih mempunyai bayi atau batita, TAPI masih mau ngoyo untuk membuat acara untuk anak-anaknya dan HAND MADE! Mbok yo beli aja kenapa sih? Mereka ada yang membuat kantong sepatu merah/putih untuk goodie bag anak-anak. Atau sebagai contoh hiasan pohon natal mereka membuat origami, atau hiasan dari plastik dsb tapi buatan sendiri. Padahal kan banyak yang dijual dan murah! Atau ambil saja dari hiasan pohon natal yang ada di rumah :D. Memang sih rasanya akan lain sekali kalau handmade, lebih… akrab, lebih menarik… dan lebih enak kalau soal makanan…. Hehehe ini sebenarnya curhat aku saja karena aku paling tidak bisa prakarya-prakarya begitu sih (tapi kalau disuruh buat kue hayuuuk :D)

Selain soal orang Jepang yang telaten sekali dalam mempersiapkan acara, aku juga sempat memotret sebuah pintu yang kelihatannya biasa saja. Pintu dari ruangan “Niko-niko kurabu” (grup niko-niko yang artinya senyum) ini adalah pintu geser, tapi ternyata tidak menutup sama sekali. Masih ada celahnya, karena di bagian atas diganjal dengan semacam busa sehingga tidak bisa menutup semua. Rupanya ini dibuat khusus supaya anak yang kebetulan bermain dekat pintu tidak terjepit tangannya. Hmmm memang cukup banyak “usaha-usaha” yang dilakukan orang Jepang untuk mengurangi kecelakaan anak-anak. Yang aku perhatikan juga adalah tidak adanya “undakan” atau cekungan di lantai. Semua lantai sama datarnya, sehingga kemungkinan anak-anak jatuh (atau mereka yang memakai kursi roda) sangat kecil. Ini kami namanya barrier free (bebas rintangan)

3. Kai
Kalau aku mau tuliskan semua tentang Kai, mungkin tidak ada habisnya. Tapi dua minggu terakhir ini Kai memang sedang pada puncaknya untuk berkreasi, untuk eksis! Di kelas tambahan usagi setiap Kamis dan Jumat, dia pasti membawa pulang hasil karyanya berupa origami yang tentu saja dibantu gurunya. Nah di rumah dia juga mau membuat sendiri, bermacam-macam bentuk.  Ada “vending machine” dari kotak bekas tissue, ada kamera dari kotak tissue, atau dari lipatan kertas dia membuat masker wajah! Dan tentu saja kalau dia lihat hasilnya ada di tempat sampah, dia marah dan memungutnya kembali 😀 Jadi… bisa bayangkan rumahku seperti kapal pecah kan?

 

Mungkin pengaruh dari televisi, Kai mengatakan padaku, “Mama aku mau ke Luar Negeri”
“Loh Kai, kai kan setiap tahun ke luar negeri. Jakarta itu luar negeri loh”
“Eh? Jakarta luar negeri. Tapi aku mau ke Italia”
“Italia, Belanda, Inggris, Paris semua itu luar negeri dan mahal kalau mau pergi ke sana. Makanya Kai harus tabung. Mama harus tabung. Jadi jangan minta beli coklat, atau mainan ke mama” (Telak deh heheheh)
Tapi entah kenapa lalu dia minta pensil warna padaku, “Ma minta merah, hijau dan biru (meletus balon hijau dooor hihihi)”. Lalu kuberikan dan hasilnya, dia menggambar ini. Rupanya dia menggambar bendera Italia dan Perancis, padahal belum pernah dijarkan sebelumya. Takjublah aku kok bisa tahu bendera Italia seperti itu. Wah benar-benar ingin ke luar negeri nih dia.

Kai juga sedang getol belajar menulis. Aku sama sekali tidak mengajarkan, tapi dia sendiri yang mau meniru dari tulisan yang dia lhat. Bahkan kadang dia mencontoh kanji-kanji mudah yang dia lihat. Dia sudah bisa menulis namanya sendiri, dan nama kakaknya. Dan dengan huruf-huruf hiragana yang dia tahu, dia menyambung menjadi kata baru. Aku hanya memperbaiki atau mengajarkan cara penulisan. Nah, ada kejadian yang membuat aku tidak bisa tidak geli. Dia tidak bisa menulis ‘ba’ ば、jadi dia minta kakaknya menulis ‘ba’ saja. Dan tahu apa yang dia lakukan? Dia menambahkan kata riku di depan huruf ‘ba’, serta sesudah ‘ba’, dia menuliskan huruf hiragana ‘ka’, sehingga menjadi “Riku baka りく ばか”….. yang artinya “Riku bodoh!”….

AMPUUUN deh! liciknya dia menyuruh kakaknya menulis, padahal dia menjelek-jelekkan kakaknya. Bangga loh melihat dia mulai bisa menulis, tapi kalau melihat penggunaan kata-katanya itu… aku cuma bisa kesal saja. Terus terang bahasanya Kai kasar, karena meniru kakaknya, atau meniru film anime di TV. Aku berusaha menghilangkan ucapannya yang kasar, tapi tetap butuh waktu (dan energi).

Kanji “Miya” 宮 yang ditulis Riku (kiri) dan Kai (kanan)

Ada satu lagi “Ampuun deh” nya Kai sebagai penutup, yang maish ada hubungannya dengan tulisan Nique yang ini. Ya, Kai itu selalu, hampir tidak pernah tidak, b.a.b waktu kami pergi makan. Jadi kalau kami sedang pergi makan di restoran (di rumah juga sih, tapi kan karena rumah sendiri, tidak aneh dan WC nya dekat) , kami biasanya pesan makanan, lalu makan kan. Nah baru mulai makan nih, Kai akan berkata “Ma, pup” (Aku ajarkan untuk bilang pakai bahasa Indonesia supaya tidak ketahuan orang Jepang… kalau pakai unchi kan semua dengar dan tahu). Terpaksa deh aku yang sedang makan menghentikan makan dan mengantar dia ke WC dulu. Tidak, aku tidak gerutu, karena aku tahu dia itu pasti sudah tidak bisa tahan. Jarang sekali harus berlama-lama dalam WC. Tapi kenapa selalu kalau lagi makan di restoran ya? Dan biasanya kalau Kai sudah berkata, “Ma……….” Riku dan aku berpandangan, “Again!”. Ampuuuuuuun deh 😀

Masih banyak ampun-ampunku yang lain, tapi aku cukupkan di sini saja. Bagaimana?

Teman-teman pernah pakai “Ampuuun deh”? Dalam situasi apa? heheheh

 

(Fotonya besok ya, soalnya trouble terus waktu mau pasang foto :D)

Momijigari dan Dompet

25 Nov

Sebetulnya penduduk Tokyo sejak Jumat lalu libur berturut-turut 3 hari renkyu, tapi deMiyashita seperti biasa, tidak pernah bisa libur 3 hari full, pasti hanya bisa 2 hari saja. Dan memang hari Jumat, Gen libur, tapi karena hujan kami tidak bisa pergi Momijigari, mencari keindahan daun-daun musim gugur, sesuai dengan keinginanku. Gen tahu aku sudah capek mengurus anak-anak ditambah kondisi tidak fit, jadi dia mengajak Riku dan Kai menonton film Jepang yang berjudul “Floating Castle”. Lumayanlah aku bisa istirahat tidak mendengar suara anak-anak selama 4 jam. Maunya sih tidur, tapi akhirnya waktunya habis membersihkan rumah dan membuat design kartu duka (mochuhagaki).

Sabtunya Gen ke kantor, dan cuaca juga tidak cerah. Paginya hujan dan menjadi mendung. Tadinya aku mau mengajak anak-anak ke Taman Shakuji dekat rumah, tapi batal lagi. Karena masih banyak kerjaan di rumah yang harus kulakukan. Gen pulang kantor jam 4, dan aku sempatkan pergi berbelanja sayur naik sepeda. Yang pasti aku malas masak, sehingga akhirnya Gen mengajak kami makan di luar. Dan hisashiburini (setelah beberapa saat) kami makan sushi di dekat rumah. Riku seperti biasanya memilih salmon, salmon aburi (dibakar atasnya saja), sedangkan Kai sukanya telur ikan Salmon (ikura). Yang lucu saat itu ada paduan sushi salmon dan ikura, sehingga aku katakan itu namanya oyako-zushi (Sushi Ibu anak). Sedangkan aku mencoba Zuniku aburi (daging yang terdapat di kepala tuna seberat 40 kg). Dan memang enak, lembut karena banyak lemak. Aku memang suka makan kepala ikan. Tapi 1 buah sushi harganya 260 yen. Mahal! (biasanya dihitung per piring berisi 2 buah, tapi karena ini khusus, jadi isinya cuma 1 buah)

Nah, karena mengetahui dari prakiraan cuaca bahwa hari Minggu cerah, aku minta Gen untuk pergi momijigari, ke mana saja, asal keluar rumah. Kalau bisa melihat illumination (hiasan lampu) sih lebih baik, tapi memang illumination peaknya setelah masuk Desember, jadi yang penting melihat pohon-pohon berubah warna di musim gugur saja dulu. Jadi pagi-pagi kami bersiap untuk pergi ke Taman Showa Kinen, yang memang terkenal dengan berbagai macam tumbuhan. Tapi karena Gen sakit kepala, akhirnya kami baru berangkat jam 1. Itu juga setelah aku sebal karena terlalu lama menunggu keputusan pergi atau tidak. Aku paling benci menunggu dalam ketidakpastian. Kalau memang mau batal, ya batalkan saja, biar aku bisa buat rencana lain. Meskipun akhirnya kami juga hanya drive ke arah Taman Showa, dan tidak jadi masuk karena terlalu penuh mobil yang antri untuk masuk parkirannya. Apalagi sore ini adalah hari terakhir orang libur, jadi pasti macet di mana-mana. Jadi kami cuma bisa melihat momiji di sepanjang jalan. Itupun sudah cukup lah daripada tinggal dalam rumah terus. Jadi foto-fotonya juga kurang bagus karena diambil dari dalam mobil.

Sebelum berangkat ke Taman Showa Kinen itu, kami sudah sarapan sekitar jam 10 pagi, jadi jam 2 an sudah merasa lapar, terutama anak-anak. Sebetulnya aku sudah bilang pada Gen untuk makan dulu sebelum pergi, dan kami berdua setuju untuk MacDonaldgari! Mencari Mac Donald. Segitu kepengennya? hehehe. Ya kami memang ingin ke MacDonald setelah melihat iklan di TV yang memberitahukan bahwa jika memesan set menu yang L akan mendapat hadiah magnet khusus. Waaah aku mau tuh, lucu-lucu sih bentuknya. Dan akhirnya kami menemukan MacD di jalan Itsukaichi pukul 3:15 dan borong untuk 4 orang! Untung kami jarang beli MacD, sehingga tidak bisa dibilang junkfood eater 😀 Tapi kadang, kepengen juga kan makan junkfood tuh… Seakan MacD, KFC dan sejenisnya melambai-lambai memanggil 😀

Oh ya sebelum kami menemukan MacD ini, kami sempat berhenti di sebuah toko konbini, hanya karena aku melihat sebuah rumah dengan lapangan luas, yang penuh dengan pohon berwarna kuning, merah…dan di salah satu sudut rumah di kejauhan ada semacam pohon cemara yang berwarna putih! Aduh aku senang sekali melihat perpaduan warnanya, juga rumahnya yang kelihatan kuno. Kupikir itu kuil, ternyata setelah aku datangi, tertulis nama orang 🙁 Pasti deh orang kaya… Dan karena rumah orang aku tidak berani ambil foto, takut disangka mau maling 😀 Coba aku bisa gambar ya, aku ingin sekali menuangkan keindahan pemandangan rumah itu. Sayang sekali aku tidak bisa menggambar 🙁 hiks….

Lalu apa hubungannya judul di atas Momijigari dengan dompet? Hmm memang 3 hari libur membuat aku harus membuka dompet lebar-lebar mencari recehan untuk bayar macam-macam :D. Tapi maksudku menulis dompet itu karena ada sebuah angket di situs Goo, yang aku senangi. Yaitu sebuah survei yang mereka adakan pada pengguna situs dengan pertanyaan: “Dompet yang kamu pakai sekarang sudah tahun ke berapa?” Ya, ternyata … dompet itu lumayan awet dipakai terus, dan ada yang mengganti karena rusak, atau karena sudah terlalu lama. Meskipun ada juga yang mengganti dompet setiap tahun baru 😀

Aku? Dompetku yang sehari-hari aku pakai, berwarna merah. Itu aku pakai, karena dompet sebelumnya berwarna hitam. Dan karena dulu aku pernah panik mencari-cari dompet dari dalam ranselku. Rupanya karena ranselku berwarna biru donker, lalu dompetnya hitam, dan kebanyakan barang-barang dalam dompet itu juga hitam, maka sulit dicari. Kemudian Tina, adikku menyarankan ganti dompet dengan warna jreng, supaya langsung terlihat. Dan itu kupakai sampai sekarang!

Kapan tuh? Aku jawab sekitar 5-6 tahun, tapi mungkin lebih karena aku ingat saat itu Riku masih kecil sekali, padahal Riku sekarang hampir 10 tahun. Jadi bisa jadi sudah 8 tahun loh.

Dompetmu yang sekarang sudah berapa tahun dipakai?

 

 

 

Koyuki dan Pasutri

22 Nov

Hari ini, tanggal 22 November dalam penanggalan solar, merupakan hari Shosetsu yang dilambangkan dengan Salju Kecil 小雪 (dan bisa dibaca sebagai Koyuki, nama seorang penyanyi Jepang terkenal) . Menurut tulisan yang kubaca, pada hari ini mulai turun salju  (sekitar hari ini sebelum/sesudahnya juga termasuk) di daerah-daerah dingin di utara Jepang, dan pegunungan. Sudah bisa terlihat puncak gunung tertutup salju, dan kabarnya jeruk mulai menguning dan memenuhi pasaran Jepang. Jeruk yang banyak mengandung vitamin C ini dijual murah dan pasti ada dalam setiap keluarga Jepang. Apalagi nanti pada tahun baru, biasanya orang menaruh jeruk di atas kagamimochi (mochi dua tingkat).

Tadi pagi sih aku merasa hari ini lebih hangat dibanding kemarin atau dua hari yang lalu. Dua hari yang lalu aku sampai harus mencari kaus tangan karena dingin waktu naik sepeda. Mungkin hari ini hangat karena telah turun hujan yang biasanya menaikkan kada kelembaban udara. Memang untuk menentukan dingin tidaknya hari itu, selain melihat suhu udara, juga harus melihat persentasi kelembaban udara, juga apakah angin utara bertiup atau tidak (angin utara dingin, angin selatan hangat).

Tapi selain hari Shosetsu atau Salju Kecil, hari ini merupakan hari Pasutri, pasangan suami istri. Karena tanggal 22 November ditulis dalam bahasa Jepang 11-22 sehingga bisa dibaca sebagai Ii Fufu (Suami-Istri yang Baik). Dan tadi pagi acara TV banyak meliput hari suami istri ini, dan diantaranya pada acara ZIP di chanel 4, mereka menanyakan pada pasutri di jalanan mengenai “Aturan yang ditetapkan antara suami istri”. Ada yang mengatakan bahwa si suami akan menggunakan bahasa daerah Kansai (Osaka) setiap hari meskipun dia berasal dari Yokohama, karena istrinya berasal dari Osaka (Ini merupakan pengorbanan yang tidak mudah loh). Lalu ada yang mengatakan bahwa si suami harus membawa pakaian dalamnya sendiri sampai ke kamar mandi (jadi tidak boleh keluar telanjang ke kamar). Atau ada pasutri lansia yang terlihat istrinya lebih “galak”, dan kata si istri, suaminya harus berjalan 2 langkah di belakangnya 😀 (Ini aneh, karena biasanya di Jepang dulu istri-istri yang berjalan di belakang pria :D… ternyata pasutri ini sudah modern sekali :D).

Ada lagi yang mengatakan bahwa si suami tidak boleh masuk dapur, padahal sebetulnya si suami ingin sekali mencuci piring (hobinya cuci piring) tapi tidak diperbolehkan istri)…. Nah kalau ini aku mungkin mirip, karena kalau Gen masuk dapur, semua bahan makanan bisa masuk tempat sampah, karena dia tidak tahu bahwa itu masih bisa dipakai!

Sambil tertawa-tawa melihat tontonan TV, Riku bertanya, kalau papa dan mama apa ya? Hmmm apa ya? Kayaknya tidak ada deh (menurutku), tapi kata Gen, “Papa harus OK kalau mama mau pulang ke Jakarta!” hahahaha, enak aja! Kan itu sudah perjanjian dari dulu bahwa aku harus pulkam minimum setahun sekali 😀 Eh…. iya perjanjian sama peraturan sama ya? 😀

Nah di antara kamu dan pasanganmu, ada perjanjian/peraturan apa yang mungkin tidak tertulis, tapi unik, yang hanya dipunyai keluargamu saja :D?  Aku ingat dulu kalau kami sekeluarga keluar rumah, mama jarang sekali bawa dompet, sehingga di mata kami, yang membayar papa melulu. Nah, kebiasaan di Jepang, yang pegang dompet keluarga adalah istri, sehingga istri yang selalu bayar kalau keluarga makan di luar. Ini yang tidak biasa untukku, sehingga perlu penyesuaian waktu aku baru menikah dengan Gen. Pikirku, jika Gen yang membayar, akan terlihat lebih ‘jantan’, meskipun sumber keuangannya sih sama saja. Maklum pandanganku sejak dulu, yang membayar selalu yang laki-laki sih 😀 (sekarang tentunya sudah berubah ya 😉 ) Sekarang sih, biasanya aku yang selalu bayar kalau pergi-pergi begitu.

Selamat hari Pasutri, dan kami di Tokyo akan libur esok, memperingati hari Penghargaan terhadap Pekerja. Mungkin seperti thanksgiving di Amerika dan Eropa deh, tapi tanpa PESTA apalagi ayam Kalkun 😀

 

Latihan

21 Nov

Menjelang Natal dan akhir tahun, ada berbagai acara di sekolah Riku dan Kai. Kalau Riku sudah selesai tampil pada acara pertunjukan musik dengan menyanyi dan bermain ansamble suling (recorder), maka giliran Kai berlatih untuk tampil dalam acara “pentas seni akhir tahun” yang dinamakan otanoshimikai. Otanoshimi itu sendiri artinya yang dinanti-nanti, tidak langsung merefer kepada pentas seni. Jadi sebetulnya bisa acara apa saja. Meskipun akhirnya jatuh pada penampilan gerak dan lagu dari anak-anak usia 3-6 tahun di TK nya Kai.

Acara otanoshimikai ini bisa kami, para orang tua tonton nanti pada tanggal 1 Desember. Sayangnya Gen pada hari itu, meskipun hari Sabtu, harus bekerja, sehingga hanya aku dan Riku yang bisa menonton. Kai sudah berlatih sejak masuk bulan September dan kelasnya memainkan operetta “Bremen the Town Musicians” berdasarkan cerita dari Jacob Grimm. Lucu juga karena sebetulnya operetta ini juga dimainkan oleh Riku waktu dia masih TK Nenchusan 5 tahun yang lalu! Dan peran yang dibawakan Kai juga sama yaitu sebagai pencuri! 😀

Nah hari Rabu ini adalah hari latihan seperti general repetisi, latihan bersama di atas panggung. Jadi pemain operetta memakai kostum yang akan dipakai pada hari H, sekaligus mencoba kostumnya. Aku selalu salut pada TK ini, mereka mempunyai stock kostum yang sudah dipakai bertahun-tahun, jadi tinggal dipinjamkan pada anak-anak, diputer-puter, kalau perlu satu item dipakai beberapa kelas sekaligus, seperti gelang kertas emas, bulu-bulu penghias kaki dsb. Jadi ibu-ibu hanya perlu menyediakan baju dalam dan celana panjang/ burma (burma adalah celana pendek bagi perempuan supaya jika roknya terangkat tidak terlihat celana dalamnya). Untuk Kai aku hanya perlu menyediakan baju kaos hitam dan celana jeans saja. Jadi tidak perlu membeli baju baru. Kalau tidak punya juga bisa meminjam teman, sehingga pentas seni ini tidak perlu biaya tambahan. Pada latihan ini anak-anak juga  mendapat kesempatan melihat pertunjukkan dari kelas-kelas yang lain, bertindak sebagai tamu, berlatih bagaimana menghargai teman-teman yang sedang manggung. Karena pada hari H, mereka tidak bisa menonton disebabkan tempat yang kecil dan harus berganti baju segala.

Guru kelas memang menyiapkan segala hiasan sendirian, juga membagikan kostum masing-masing murid. Tapi untuk menggantikan dan mengurus anak-anak ini, tentu sulit dilakukan sendirian. Jadi senseinya meminta bantuan 5 orang ibu-ibu yang bisa datang pada 3 hari, yaitu hari latihan, hari H dan hari pemotretan yang dilakukan sesudah hari pertunjukan. Dan karena kebetulan pada 3 hari itu aku tidak mengajar, jadi aku sukarela bersedia membantu gurunya. Kapan lagi, karena biasanya pada acara-acara yang membutuhkan bantuan orangtua aku tidak pernah bisa, karena biasanya jatuh pada hari Kamis atau Jumat, hari yang merupakan hariku bekerja.

Jadi tadi pagi jam 8:45 aku ke TK bersama Kai, dan membantu gurunya, bersama 4 ibu lainnya, mengganti kostum murid-murid. Karena Kai mendapat peran pencuri, aku memakaikan kostum 6 orang murid yang menjadi pencuri. Untunglah kostum pencuri tidak ribet, hanya menggantikan baju sekolah mereka dengan blus hitam dan celana jeans. Hiasan yang dipakai juga cuma gelang emas (dari kertas) dan topi. Karena aku cepat selesai, aku sempat membantu seorang murid perempuan berganti kostum ayam. Dan disitu aku sadar! Ternyata baju perempuan itu ribet ya! Waktu ganti baju sekolah saja, si anak perempuan mengenakan baju lapis 3 (tentu karena musim dingin), stocking panjang dan kaus kaki. Lalu kostum ayamnya juga harus memakai baju putih lengan panjang, stocking putih, kaus kaki putih dan burma, lalu di atas roknya pakai renda-renda, belum lagi hiasan dada, sayap dsb aduuuh. Dasar ibu dari 2 anak laki sih, jadi aku sempat termangu-mangu, mana yang duluan dipakaikan. (Padahal dirinya sendiri juga pakai baju berlapis-lapis hehehe)

Murid-murid yang sudah selesai memakai kostum masing-masing duduk di depan televisi yang memutarkan video Tom and Jerry (di sini setiap kelas punya TV+video). Sambil menunggu teman yang lain, mereka duduk anteng. Oh ya dalam pertunjukan anak TK dan SD, tidak pernah aku lihat anak yang memakai makeup tebal-tebal seperti celepuk, seperti anak-anak Indonesia. Mereka tampil selalu dengan wajah biasa, karena toh ini pertunjukan dalam sekolah. Mungkin kalau pertunjukan di luar sekolah, tampil di panggung beneran mereka pakai makeup ya, tapi di sekolah tidak pernah! Bahkan bedak pun tidak. Sekali lagi aku mengagumi hal ini, karena aku benci melihat anak-anak kecil sudah di”cat” sedemikian rupa. Memang kebanyakan ibunya yang mau menge”cat” anak perempuannya supaya terlihat cantik, tapi aku tidak suka jeh… Mungkin karena itu Tuhan juga memberikan aku anak laki-laki ya 😀 Simple dan tidak perlu dandan 😀

Kai selalu dapat posisi di tengah sehingga memudahkan untuk dipotret. Lucky! Sekeliling Kai saya blur untuk menjaga privacy teman-temannya Kai.

Operetta Bremen no Ongakutai ini berakhir dengan sukses. Kai (5 tahun) yang awalnya tegang, malu-malu, bisa memainkan perannya dengan baik. Ah selalu menyenangkan melihat pertunjukan anak-anak balita ini. Kai masih ada kesempatan satu kali, tahun depan untuk tampil di atas panggung, dan biasanya semakin besar mereka, semakin bagus pula penjiwaannya.

Setelah pertunjukan kelasnya Kai selesai, 5 ibu ditambah 2 guru heboh karena harus mengganti baju anak-anak ini dari kostum menjadi baju sekolah. Dan ini semua dilakukan di tempat duduk penonton 😀 Untung anak TK, jadi belum malu untuk bertelanjang dada di depan orang-orang lain. Kami melepas semua atribut, mencopot baju-baju dan hiasan, lalu membawanya ke kelas yang terletak di lantai bawah. Di kelas, kami memisahkan semua baju dan hiasan menurut perannya, karena hari H masih jauh, tgl 1 Desember! Sambil melipat baju dan menghitung hiasan, aku bisa bayangkan betapa repotnya gurunya untuk mempersiapkannya lagi di hari H. Menjadi guru TK itu memang perlu energi yang banyak!

Setelah tanggal 1 Desember tinggal aku dan Riku yang masih ada latihan. Yaitu latihan drama Natal untuk Riku dan latihan koor Natal untuk aku. Koor natal yang aku ikuti untuk gereja orang Jepang di Kichijoji baru berlatih 1 kali, hari Minggu kemarin. Dan di situ aku sudah mulai tidak sreg, karena lagunya BUKAN lagu Christmas Carol… lagunya mendayu-dayu tipikal orang Jepang hahaha. Tapi harus aku akui kebanyakan orang Jepang itu pintar nyanyi (nada tinggi) dan pandai membaca not balok. Aku tak bisa membaca not balok, sehingga aku harus dengar dulu orang lain menyanyi :D, baru menirunya. Ah not angka itu memang memanjakan orang Indonesia! Berani tidak ya pendidikan di Indonesia menghapus not angka dan mengajarkan not balok ke semua jenjang pendidikan? 😀 (pemain piano/alat musik sih memang bisa baca not balok, tapi tidak semua orang Indonesia bisa main piano/alat musik kan?)

(Sssttt satu lagi tambahan: Syarat menjadi guru TK dan SD di Jepang adalah : SEMUA HARUS BISA BERMAIN PIANO. Gugurlah cita-citaku untuk mengambil sertifikat guru SD Jepang hihihi)

Tukang Sayur Modern

20 Nov

Kemarin aku pasang link di FB ku sebuah lagu dari Matsuzaki Shigeru yang berjudul “Ai no Memori” (Kenangan Cinta). Dan menambahkan info bahwa tgl 19 November itu adalah hari ulang tahun penyanyi ‘jadul’ tersebut, yang kubilang seperti Pance nya Jepang. Aku juga baru tahu soal penyanyi itu, apalagi bahwa kemarin itu hari ulang tahunnya. Aku tahunya dari email tukang sayurku 😀

Dan kemudian sahabatku ini menulis komentar, “Wah keren, tukang sayur punya email”. Hmmm menurutku, supir bajaj dan tukang becak di Indonesia malah lebih keren, punya HP dan bisa sms-an :D. Di Jepang memang hampir setiap orang punya HP dan HP di Jepang sampai dengan tahun lalu tidak bisa sms, tapi bisa kirim email. Setiap HP di Jepang bisa internet-an, asal membayar paket internetnya. Tapi kupikir si Tukang Sayurku ini tidka mengirim emailnya dari HP tapi dari PCnya 😀

Sebetulnya kalau dikatakan Tukang Sayur, orang Indonesia akan beranggapan seperti bapak-bapak yang dorong gerobak berisi sayuran dari rumah ke rumah. Meskipun di Jepang ada juga tukang sayur yang membawa sayur dengan mobil pickup (sedikit), yang kumaksud dengan Tukang Sayur di sini adalah si pemilik toko sayur dekat stasiun di rumahku. Nama tokonya Tokoro Seika, dan merupakan toko sayur termurah di daerah kami. Memang kadang mutu sayurnya jauh dibawah standar, tapi yang penting murah 😀 Mungkin bisa disamakan dengan toko grosir sayuran. Dulu aku tidak begitu suka belanja di situ karena sayurnya kelihatan tidak segar, dan buahnya kecut-kecut. Kemudian aku pergi ke toko sayur murah, saingannya tidak jauh dari situ. Eeeeehhh ternyata lama kelamaan toko sayur saingan ini mutunya anjlok dan akhirnya tutup! Jadilah aku belanja agak jauh, menyeberang rel ke toko sayur murah lainnya.

Tapi si Tokoro Seika ini kemudian memperbaiki mutu sayurannya, dan dia memebuat gebrakan baru. Yaitu menarik pelanggan dengan membuat harga khusus anggota. Caranya, dengan langganan email yang setiap pagi sekitar pukul 9:30 (toko sendiri buka jam 10:00) . Dia sediakan QR code, atau kalau HP nya tidak bisa baca QR Code, dia memberikan alamat emailnya untuk pendaftaran anggota. Setiap pagi itu dia akan mengirimkan email kepada anggota, berisi harga-harga khusus berbagai jenis sayuran hari tersebut. Jadi misalnya Tomat 3 biji 200 yen, Jamur Eringi 80 yen, telur 150 yen… Jadi waktu kami membaca emailnya, kami malah bisa tahu sayuran apa yang bisa kami beli hari itu, atau bahkan menu masakan dengan sayuran tertentu. Kalau tomat sedang murah, kami bisa membuat menu masakan dengan memakai tomat, dsb dsb. Kurasa kreatif sekali cara ini. Juga kami bisa membandingkan harga dengan toko lain tentunya.

Nah, sebagai tanda bahwa kami anggota, setiap hari dia akan menentukan Aikotoba 合言葉, sandi hari itu. Kebanyakan adalah nama bunga atau bebatuan yang merupakan bunga/bebatuan ulang tahun hari itu. Berkat pilihan bunga harian itu pula aku sempat mencari website birthday flower, dan selalu mengecek bunga apa hari itu. Kalau aku punya fotonya, aku pasang dan beri nama, termasuk nama latinnya. Untuk bebatuan aku tidak begitu perhatian. Kadang dia juga memberikan hari peringatan atau nama atlit yang baru menang, atau ya itu artis kesukaannya yang sedang berulang tahun.

Setiap aku belanja ke tokonya, meskipun dia sudah tahu aku anggota (mungkin satu-satunya gaijin, orang asing yang suka belanja di situ), aku selalu mengucapkan kata sandi hari itu. Dan dia selalu berterima kasih karena aku selalu perhatikan kata sandinya, padahal katanya kalau lupa bisa saja sebutkan “Anggota”. Dan aku suka memujinya karena memilih kata sandi yang bagus dan aneh, dan menjadi pelajaran untukku. Kemarin aku bilang, “Terima kasih ya sudah kasih tahu nama Matsuzaki Shigeru itu, karena ternyata saya pernah lihat orang itu dan tahu lagunya. Saya googling dan coba dengar lagunya”
“Wah, kamu sampai googling? Terima kasih ya. Ya saya suka dia. Hebat ya jaman sekarang, mau tahu info langsung googling saat itu juga bisa tahu informasinya. Kalau dulu kan mesti cari di perpustakaan dan butuh waktu. Canggih ya jaman sekarang”.
Dan aku rasa tukang sayurku ini juga canggih, karena bisa memberikan info padaku ini hehehe.

Sssttt cara dia memberikan harga anggota sepertinya bisa ditiru ya? Bagaimana menurutmu?

 

Mereka juga Manusia Biasa

19 Nov

Lah memang siapa yang kamu maksud Mel? Superman? Batman?

Hari Sabtu kemarin, sekolah Riku mengadakan Pertunjukan Musik 音楽会. Memang setiap bulan November sudah masuk kurikulum SD di sini, mereka akan mengadakan either pertunjukan musik/drama atau pameran kesenian setiap bulan November. Musim Gugur di Jepang memang sering diibaratkan sebagai musim seni. Mungkin karena Hari Kebudayaan yang jatuh di bulan November (tanggal 3) , atau mungkin karena keindahan musim gugur menimbulkan keingin setiap insan untuk mengagumi alam dan menuangkannya dalam berbagai bentuk seni, seni lukis, musik, puisi dan pantung, apa saja. Dan aku selalu mengagumi kegiatan-kegiatan sekolah (kalender sekolah) yang mengikuti musim ini.

Khusus untuk melihat pertunjukan musik Ongakukai-nya Riku, papa Gen mengambil libur di hari Sabtu. Biasanya memang Gen tetap bekerja setiap Sabtu, tapi dalam sebulan bisa mengambil 1 atau 2 kali libur pada hari Sabtu, asal memberitahukan sebelumnya. Jadi di akhir bulan Oktober, Gen sudah mengajukan libur untuk Sabtu tanggal 17 November kemarin. Acaranya dimulai jam 9:40 sampai 11:40 dengan menampilkan pertunjukan musik dari 6 kelas. Kelas 4 mendapat giliran ke 5, sehingga Gen pergi ke sekolahnya Riku sekitar pukul 10. Bisa sih datang dari awal, tapi kami tahu aulanya kecil, dan kami harus bergantian duduk di depan panggung, jadi lebih baik datang menjelang pertunjukan kelasnya Riku saja. Dan kelasnya Riku berhasil membawakan paduan suara dan pertunjukan ansamble suling yang membawakan lagu tema dari anime populer One Piece.

Karena aku sedang membereskan rumah dan sedang sakit punggung, aku tidak ikut melihat penampilan Riku. Jadi hanya menikmati lewat video yang diambil Gen. Dan aku sendiri punya rencana untuk pergi ke gereja, misa bahasa Indonesia di Meguro jam 5. Setiap hari Sabtu, komunitas umat katolik membuat misa bahasa Indonesia di gereja St Anselmo Meguro, mulai pukul 5 sore. Pastornya berganti-ganti, pastor orang Indonesia yang kebetulan sedang bertugas di Tokyo, dan ada waktu luang untuk memberikan misa. Ada 3 pastor Indonesia yang biasa memberikan misa di Meguro, dan hari Minggunya di Yotsuya (pada pukul 4 sore, di gereja St Ignatius, Yotsuya). Kalau kebetulan pastor orang Indonesianya tidak bisa, ya kami meminta bantuan pastor Leo, pastor kepala di gereja St Anselmo untuk memberikan misa dalam bahasa Inggris. Jadi kalau aku ke gereja Sabtu itu berarti aku mengikuti misa bahasa Indonesia, sedangkan kalau ke gereja Minggu pagi, aku mengikuti misa dalam bahasa Jepang. Riku mengikuti sekolah Minggu di gereja Kichijouji, sehingga aku mengantar Riku ke misa bahasa Jepang setiap pukul 9 pagi pada hari Minggu.

Aku keluar rumah sendiri pukul 4 sore meninggalkan anak-anak yang sedang bermain dan papanya sedang tidur siang, bergegas naik bus dan kereta. Hujan, sehingga agak lambat untuk ganti kereta, dan menyebabkan aku terlambat 15 menit ikut misa yang dimulai pukul 17:00. Eh, tapi misanya baru mulai kok 😀 Aku agak tertahan di tengah perjalanan menuju gereja, karena payung yang kupakai rusak tertiup angin. Angin sebetulnya tidak begitu besar, tapi kebetulan pas dekat gedung tinggi, pas ada angin besar bertiup dan …rusak deh payungnya. Dua batang jerujinya patah, sehingga separuh payung tidak berfungsi. Tapi karena aku buru-buru ya masih bisa deh pakai setengah payung :D.

Misa dibawakan oleh pastor Ardy SVD, yang biasanya melayani di paroki Kichijouji. Bacaannya seram, tentang dunia kiamat. Memang kalender liturgi katolik sudah hampir habis, dan menjelang akhir tahun ini, kita juga diingatkan tentang akhir dunia. Dan minggu adven pertama untuk menyambut Natal akan dimulai tgl 2 Desember. Berarti sudah musti mempersiapkan diri untuk Natal dan latihan menyanyi! Kami sempat berlatih menyanyi lagu Natal bersama pastor Dendy CSsR juga, yang khusus datang untuk latihan menyanyi. Pastor Dendy biasanya melayani gereja Hatsudai di Shinjuku.

Setelah selesai latihan, dalam hujan kami berjalan pulang menuju stasiun. Karena aku sudah lapar dan sudah dapat ijin untuk makan di luar dari Gen, aku mengajak kedua pastor untuk makan malam bersama. Tadinya sih mau makan sushi “berjalan” di gedung Atre, tapi aduh antriannya puanjang deh. Jadi kami masuk restoran masakan China di sebelahnya deh. Sambil makan kami ngobrol ngalor ngidul terutama tentang perbedaan pelaksanaan misa di Jepang dan Indonesia, juga pembaruan tata cara misa yang sekarang. Intinya, terasa semakin kemari, kesucian dalam misa semakin berkurang. Semakin jarang ada bagian yang berlutut, apalagi di Jepang. Misa di Jepang tidak mengenal kata berlutut! Modernisasi ternyata juga melanda tata cara misa. Tapi memang yang penting bagaimana hati kita memuji Tuhan dan percaya padaNya.

Duduk di antara dua gembala (umat katolik merefer pastor dan pemimpin agama dengan gembala) umat, dua orang pastor yang berasal dari Flores dan Jawa Tengah (tapi sekolah di Flores), aku merasa pastor-pastor ini dan tentu saja semua pastor pada umumnya, sama saja manusia biasa seperti kita. Dalam arti bukan manusia super yang tidak bisa capek, yang tidak bisa marah juga. Mereka juga butuh hiburan, butuh teman, butuh komunitas dan butuh candaan. Mereka juga mengaku bahwa senang bisa membawakan misa dalam bahasa Indonesia, tidak melulu bahasa Jepang. Atau betapa aku sering terkecoh dengan lawakan pastor Dendy yang begitu kocak dan penuh plesetan 😀 Hidup dalam masyarakat Jepang yang “dingin” memang kurang dengan candaan khas orang Indonesia. Dan dengan adanya misa berbahasa Indonesia oleh komunitas umat Indonesia di sini, sedikit banyak menjadi ajang penghiburan diri dari kepenatan sehari-hari. Kerinduan orang Indonesia pada komunitasnya. Seperti kata Donny di sini  “Misa berbahasa Indonesia selalu jadi tempat ‘temu-kangen’ .. di sini pun demikian.

Misa bahasa Indonesia Tokyo setiap Sabtu 17:00
Gereja St Anselmo, Meguro
3 menit berjalan kaki dari Stasiun Meguro, ke arah Dressmaking School SUGINO.

 

 

Family Day: Shichi Go San

14 Nov

Bukan nama orang yang bernama Shichigo loh, tapi ini adalah peringatan yang jatuh pada tanggal 15 November setiap tahunnya terutama untuk keluarga yang punya anak-anak, baik anak lelaki maupun anak perempuan.

Sesuai dengan namanya, shichi = 7, go=5, dan san =3. Pada hari ini mereka yang mempunyai anak perempuan berusia 3 dan 7 tahun, serta anak lelaki berusia 5 tahun (di beberapa tempat ada juga yang merayakan untuk anak lelaki berusia 3 tahun, tapi kami tidak), merayakan “kesehatan” dan perkembangan anak-anak mereka dengan berdoa di Jinja atau Kuil (dan sekarang juga banyak yang merayakannya di gereja Jepang). Dan pada usia-usia inilah anak-anak ini pertama kali memakai baju tradisional Jepang, kimono untuk anak perempuan dan hakama 袴 untuk anak laki-laki.

Kebiasaan ini ternyata baru dimulai pada jaman Tokugawa Tsunayoshi tahun 1681, untuk mendoakan kesehatan anaknya. Secara mudahnya, kebiasaan shichigosan ini karena dulu anak-anak berusia dibawah 7 tahun itu banyak yang sakit dan tidak bisa hidup terus. Jadi kita melewati tahun ke 3, ke 5 dan ke 7, orang tua mengucapkan syukur kepada dewa-dewa atas pertolongan melindungi anak-anaknya. Diharapkan setelah usia 7 tahun, anaknya akan tumbuh sehat terus sampai nanti upacara berikutnya pada usia 20 tahun, yaitu hari dewasa Seijin no hi, waktu anak-anak itu dinyatakan sebagai dewasa.

Hasil foto studio 4 tahun yang lalu

Nah, Kai sudah berulang tahun ke 5, tahun ini. Jadi aku tahu bahwa kami harus mengikuti tradisi shichigosan ini. Waktu Riku aku ingat kami hanya mengambil foto di studio bersama Kai, dan itu aku laksanakan di bulan Mei. Perkiraannya waktu itu karena jika sudah masuk bulan November, maka akan banyak orang yang memakai jasa foto studio. Pada hari H, sekitar tanggal 15 November, kami makan bersama di rumah mertua, dan Riku berkunjung ke kuil dekat rumah Yokohama. Itu tahun 2008.

Tahun ini aku lebih “sigap” jadi aku mengatur supaya papa Gen bisa cuti, Riku dan Kai bolos sekolah dan aku juga tidak ada kerja, lalu menelepon foto studio untuk membuat jadwal. Sampai dengan tanggal 15 November, foto studio yang biasa kami pakai itu menggratiskan penyewaan kimono dan hakama bagi anak yang merayakan 753, serta orangtuanya. Wah, kesempatan bagiku untuk juga ikut memakai kimono, meskipun aku harus membayar untuk makeup dan hair stylistnya. Waktu upacara pernikahan aku memang tidak memakai kimono, dan dalam waktu dekat juga tidak ada keluarga jauh kami yang akan menikah, sehingga kali ini merupakan kesempatan bagiku kecuali aku mau menunggu kedua anakku menikah nanti 😀 Aku juga mengajak orang tua Gen untuk ikut berfoto bersama, apalagi tahun ini mereka merayakan ulang tahun pernikahan ke 45 tahun! Sekalian saja.

Jadi pukul 9:30 pagi kami keluar rumah dan naik bus menuju Kichijouji, tempat foto studio Laquan NY, karena aku akan mulai didandani pukul 10:30. Anak-anak dan Gen sebetulnya bisa datang pukul 11 karena pemotretan sendiri mulai pukul 12. Tapi…. aku tidak yakin membiarkan 3boys jalan sendiri, terutama aku takut kalau Kai berulah. Tapi ternyata kekhawatiranku tidak perlu. Meskipun mereka harus menunggu 30 menit sebelum jadwal mereka ganti baju, mereka dapat mengikuti petunjuk staff studio dengan baik. Bahkan Kai gembira sekali melihat 3 jenis hakama yang aku pilihkan buat dia. Memang sebelumnya aku sudah pilihkan 3 set hakama untuk Kai, dan ternyata dia pilih yang paling unik sendiri. Yaitu pakaian untuk samurai yang bernama Kamishimo (かみしも).

Pakai kimono bagaimana rasanya? Hmmm sama saja seperti pakai kebaya deh. Cuma kalau kebaya yang “menyesakkan” biasanya bagian perut dan pinggang karena pakai korset, sedangkan untuk kimono yang menyiksa adalah bagian dada. Percuma punya dada membusung karena pasti ditekan sedemikian rupa supaya rata. Prinsipnya pada kimono, wanita tidak perlu mempunyai body bentuk biola 😀 karena akan memakai obi (ikat pinggang) lebar yang membuat dada, perut dan pinggang menjadi satu garis :D. Jadi siap-siaplah buka bh, dan untung tidak perlu buka cd seperti wanita Jepang jaman dulu. Semua “lembah” disumpal dengan kapas dan kain sehingga menjadi rata, baru dipakaikan kimono. Yang menjadi patokan adalah motif bunga bagian bawah, jadi yang penting bagian bawah dulu, baru kemudian diatur bagian perut dan dada. Yang pasti akan sulit sekali memakai kimono sendiri, perlu belajar dan latihan yang banyak supaya bisa memakai sendiri. Kecuali badannya lurus seperti papan setrikaan kali ya hahaha.

Setelah aku siap kimononya, Gen dan anak-anak siap memakai hakamanya, kami menuju studio foto yang terletak di lantai 3. Fotografernya perempuan cantik dan lincah. Berkat dia, kedua anak lelakiku bisa bergaya dengan baik 😀 Kai sendiri, lalu Kai berdua Riku, lalu kami sekeluarga ber-4 dan ber-6 dengan bapak ibu mertua. Kai juga bergaya sendiri dengan memakai tuxedo (baju eropa). Yang pasti hasil pemotretan keseluruhannya ada 360 lembar!

Setelah selesai ganti baju, kami masih harus memilih dari 360 lembar, berapa yang kami mau cetak. Kami sudah pengalaman dan sudah tahu bahwa di situ cetaknya mahal (ongkos cetak ukuran terkecil seharga 2100 yen (Rp210.000), sehingga benar-benar memilih yang terbagus saja. Dan kami memilih 20 foto dengan 2 berukuran 5R (sisanya berukuran L). Memang mahal tapi kapan lagi bisa begini. Tapi pelayanan studio Laquan memang top. Mereka memberikan service 2 foto berukuran kecil dalam bentuk data untuk HP. Juga memberikan kalender dengan salah satu foto yang kami pilih. Bahkan karena aku cek in di FB, kami mendapatkan satu set kotak coklat dengan bungkus fotonya Kai :D.

Hasil foto baru jadi 2 minggu yang akan datang, tapi aku bisa menampilkan foto yang kami terima sebagai gambar background HP.

Kiri: Kai memakai Kamishimo dengan memegang Chitose Ame (Permen 1000 tahun), permen yang mengungkapkan harapan orang tua agar anak-anaknya panjang umur. Kanan: Kai dengan tuxedo yang kupilih. Senang sekali melihat dia langsung menyukai tuxedo ini.

Setelah selesai pemesanan dan pembayaran di studio, kami masih punya waktu 2 jam lebih sebelum bisa makan malam bersama di sebuah restoran Perancis masih di dekat-dekat stasiun Kichijouji itu. Aku memesan tempat untuk ber 6 pada pukul 17:30, begitu restoran itu buka untuk dinner. Sebetulnya restoran itu TIDAK menerima tamu di bawah 6 tahun, karena sudah bisa dipastikan anak berusia di bawah 6 tahun itu ribut dan bisa mengganggu tamu lainnya. Tapi waktu aku tanyakan apakah kami bisa merayakan Shichigosan di sana,kami diterima. Katanya ada kekecualian untuk event-event khusus. Untunglah.

Aku memilih restoran ini karena pernah diusulkan oleh teman ibu mertua. Katanya masakannya lebih enak daripada restoran Perancis yang sering kami datangi yang bernama Kaisen Shokudo. Dan restoran ini bernama Mariage, sehingga kurasa cocok untuk merayakan ulang tahun pernikahan bapak ibu mertua. Mariage tentu saja berarti pernikahan.

Restoran ini tidak besar, tapi berada dalam sebuah rumah yang cantik, jadi seperti memasuki rumah bergaya Eropa. Karena malam dan dingin, kami tidak mau duduk di teras yang juga terlihat menyenangkan. Untuk makan siang pasti menyenangkan deh.

Sebelum memasuki restoran ini, aku sudah wanti-wanti Kai untuk behave! Tidak boleh ini itu, dan harus dengar-dengaran. Tapi tentu saja sulit bagi anak seusia 5 tahun untuk bersikap dewasa apalagi menguasai table manner. Sekaligus kesempatan ini kami pakai untuk mengajarkan table manner pada Kai. Kalau Riku sudah 9 tahun, sehingga sudah bisa mengikuti tata cara makan ala eropa. Kalau dipikir debut Riku di restoran Perancis memang jauh lebih muda daripada Kai. Usia 6 bulan saja dia sudah makan foie gras :D

Kami memesan makanan course menu, tapi masing-masing memilih main course beda-beda. Ibu mertua dan Riku memilih masakan udang besar, Gen dan papanya memilih steak daging sapi, Kai memilih roast chicken, sedangkan aku memilih steak menjangan. Rasanya? tentu semua enak (dan mahal). Tapi kami bisa memperingati sekaligus shichigosan dan ulang tahun pernikahan, dan mungkin untuk tahun ini adalah perayaan yang terakhir karena kami tidak merayakan pergantian tahun (tahun baru) karena dalam suasana duka mochu 喪中 (mama meninggal bulan Februari)

Nippon Maru

12 Nov

Gara-gara seorang teman facebook menuliskan tentang kegagahan kapal Nippon Maru, aku jadi teringat bahwa kami pernah masuk ke dalam kapal tersebut yang kebetulan sedang berlabuh  di Minato Mirai Yokohama sebagai bagian dari Museum Maritim. Tulisan ini disunting dari tulisan tahun 2006 di blogku yang lama.

Kunjungan kami waktu itu sebetulnya hanya karena Gen pernah bertemu dengan mantan kapten kapal tersebut. Dan setelah mencari informasi, diketahui bahwa kapal yang dijadikan kapal pelatih itu sedang berlabuh di Yokohama. Kami menginap di rumah mertua di Yokohama agar lebih cepat menuju Stasiun Minato Mirai. Sejak ada Minato Mirai line ini, memang akses ke MM21 ini menjadi lebih mudah….dan cepat. Dulu kami harus jalan jauh dari Sakuragicho.

Dan untuk melihat semua layar Nippon Maru terkembang sangatlah jarang. Kebetulan hari ini karena ada volunteer yang mau membuka/menutup layar, maka kami bisa melihat “pertunjukan” semua layar terkembang. Selain itu ada pertunjukan ansamble juga dari sekolah2 negeri di yokohama. Kami sampai di situ kira-kira 11:40 sehingga kami masih harus menunggu jika mau masuk ke dalam kapal. Katanya sih buka jam 12. Sementara itu kami melihat ada antrian anak-anak yang minta dibuatkan topi dari balon bertentuk macam2. Jadi aku dan Riku berbaris …mumpung gratis (bokis yah :D)

Setelah selesai mendapat topi balon itu, aku baru sadar bahwa itu sebetulnya semacam tanda masuk untuk kelas art wire yang akan di mulai jam 1. hihihi… Gen sih bilang gpp ntar toh kita ngga ada jam segitu. Akhirnya kami menunggu antrian untuk masuk ke kapal, setelah membeli karcis. Tapi lucunya si Riku tiba-tiba bilang mau ke wc sehingga kita lari2 cari wc. Anakku udah gede hihihi.

Begitu pintu masuk dibuka, kami langsung masuk ke kapal dan melihat bagian-bagian kapal. Pertama tentu saja di dek kemudi. kemudian mengikuti rute yang sudah ditentukan. Konon kapal ini adalah kapal terlama yang dipakai berlayar di dunia.

Dari ruang kemudi, ke buritan kapal, melihat berbagai macam alat dan tali tambang yang begitu besar…. Kata Gen ada kelas untuk membuat simpul. Jadi ingat dulu aku di pramuka jagonya buat simpul tali, sampai punya tanda kecakapan simpul. Syaratnya waktu itu bisa membuat tankard utk mengangkut orang sakit, dll. Selain itu simpul diperlukan dalam mendirikan tenda. Dulu di hitung juga berapa lama kami bisa mendirikan tenda, dan biasanya aku yang diserahkan tugas membuat simpul dan sebagainya, termasuk membuat pagar dari tambang. Kalo dipikir2 hebat juga yah aku….(uhuy).

Setelah foto jangkar dan tali temali, kita mulai masuk ke bagian dalam kapal. Yang mengagumkan memang adalah kuningan (brass) yang terdapat di bagian kapal, mengkilap semua. Katanya para kadet kerjanya memang memoles kuningan supaya mengkilap begitu, tentu saja selain mengepel kapal, sampai kayunya pika-pika (mengkilap)

Kami juga bisa masuk ke kamar para kadet, 1 kamar untuk 8 orang, dengan tempat tidur bertingkatnya. Dan bisa juga mencoba tiduran di bed bagian bawah. Riku langsung buka sepatu dan naik tiduran di situ. Cuma kalau melihat ukurannya  …mama Imelda pasti ngga bisa masuk situ… atau bisa masuk ntar ngga bisa keluar. How I hate to see that small space. Yang pasti aku ngga bisa jadi pelaut deh. I hate sea. Maklum kambing gunung sih 😀

selain kamar kadet kita juga bisa lihat kamar lainnya, seperti kamar mesin, dapur dan kamar operasi. Dalam pelayaran kalau terpaksa harus mengadakan operasi maka dilakukan di sini, dalam keadaan ombak yang bagaimana pun. Dipamerkan juga foto waktu operasi usus buntu. hiiii meja operasinya juga kecil gitu….. amit-amit deh. Gen juga memotret lorong yang sempit. duhhhh aku benci deh tempat yang sempit-sempit. Waktu naik turun tangga, karena ada Riku aku perhatian pada Riku. Kalau tidak ada Riku aku pasti takut sekali naik turun tangga. Sebelum ada Riku, Gen perhatikan aku kalau mau naik/turun tangga. sekarang? cuman perhatikan Riku aja hiks …. 🙁 😀

Setelah itu kami bisa melihat kamar Kapten. Sasuga kamar kapten, lux…lain dong sama kamar kadet. Ada ruang tamu, ruang tidur, dan kamar mandi lengkap dengan bath tub….

Di sebelah kamar kapten, ada kamar petinggi kapal lainnya, kemudian ruang sidang. Dalam ruang sidang ini ada stainglass yang menggambarkan kapal Nippon Maru dan bintang scorpion.

Akhirnya sampai pada bagian akhir journey di kapal ini. Ruang terakhir adalah ruang komunikasi. Setelah turun dari kapal ini, kami menonton pertunjukan ansamble musik dari SMP Hodogaya dengan lagu yang riang sekali. Karena sudah jam 1:00, perut lapar. dan biasanya kalau lapar kita pasti berantem deh. Aku ngga sabaran kalo laper sih. Sambil cari makanan kami buat badge dari kaleng dengan foto Riku mengenakan topi pelaut (tentu saja bayar)

Karena di sekitar museum maritim itu tidak ada restoran, dan kalau ke china town masih jauh, akhirnya kita masuk ke Landmark Tower, dan makan tonkatsu di restoran Wako. Riku makan banyak…tidak biasanya dia makan sebanyak itu…hebat. Kelaparan dan capek pasti. Pulangnya berfoto dulu sama beruang di depan Hard Rock Cafe Yokohama.

Keterangan dalam bahasa Inggris tentang kapal NipponMaru ini bisa dibaca di sini.