Anak Kunci

4 Apr

Hari Kamis dan Jumat, tanggal 2 dan 3 April, benar-benar hari untuk Riku. Kamisnya aku titip Kai di Himawari dari jam 10. Sebetulnya rencananya jam 9, tapi karena begitu banyak yang aku harus persiapkan jadi terlambat. Foto copy Asuransi Kesehatan, isi formulir pertanyaan mengenai kehidupan sehari-hari, membuat daftar jenis vaksin apa saja yang sudah dan belum diterima, Surat Ijin membawa ke RS seandainya sakit atau kecelakaan, Catatan Nama dan Nomor telepon emergency dll. Belum lagi semua baju, apron, lap mulut, handuk kecil, alas tidur dan selimut handuk harus diberi nama satu-per-satu…. wahhh bener-bener kerjaan deh. repot….

Karena sudah lama tidak dititipkan, Kai menangis waktu kami tinggalkan di penitipan. Aku sering membayangkan pikiran Kai atau Riku dulu, setiap aku tinggalkan di penitipan. Pasti mereka berkata dalam hatinya, “Mama, aku mau sama mama terus, kenapa tinggalkan aku di sini. Guru-guru di sini galak-galak. Aku harus makan semua yang dikasih, padahal aku tidak suka. Aku harus tidur waktu semua tidur, padahal aku tidak ngantuk…” Dan dengan rasa bersalah aku berjalan, dan membatin… maaf ya nak. Mama juga bukan untuk bersenang-senang, tapi untuk bekerja.

Aku dan Riku naik kereta menuju ke Seibu Department Store di Ikebukuro. Tujuannya? Mencari celana pasangan Jasnya Riku. Karena sesungguh aku dulu sudah membeli setelan jas untuk Riku, tapi celananya tidak muat. Gara-gara… ndut hihihi. (aduh Nak, kalau kamu baca nanti kalau dewasa jangan marah ya hihihi). Cari celananya aja, dengan warna yang bisa masuk ke Jaketnya. Masuk keluar toko, tapi memang yang terbanyak baju-baju formal untuk anak perempuan. Duh kalau punya anak perempuan, aku bisa bayangin deh berapa uang harus dikeluarkan untuk mendandani anaknya. Pilihan untuk anak laki-laki amat sedikit. Mau cari di Polo Ralph Lauren, semua jasnya bahan wool, jadi terlalu panas untuk musim sekarang. Akhirnya masuk ke toko Perancis deh, “comme ca du mode”. (to tell the truth, aku sebenarnya tidak begitu suka Perancis, entah kenapa)

Gadis pelayan yang melayani kita amat ramah dan cantik. Dia sabar sekali mencarikan segala alternatif dan dengan mulut manis seorang penjual, berhasil mendandani Riku dari atas sampai bawah. Padahal Rikunya sudah sebel, ngomel terus karena dia maunya pergi ke tempat mainan. Susah deh anak laki! Didandani ngga mau. Sampai aku marah dan bilang, “Ya sudah Riku, kalau Riku tidak mau tampil keren, ngga papa. Mama ngga usah buang uang beli baju untuk kamu. Kamu pake pajama aja ke sekolah ya. Semua teman-teman kamu pakai Jas, keren-keren. Mama ngga mau tahu lagi. Silakan pergi sendiri sama papa. Diurusin ngga mau…huh….” Kalau aku sudah bicara gini, dia cuma bisa nangis aja deh…  Emang sifatnya anak laki kayak gitu ya?

Jadi hari kamis itu berakhir dengan belanja dan kencan makan di Mac Donald, es krim dan pulang bersama Kai dengan badan letih. Hari Jumatnya jam 9 aku titip Kai, tapi kali ini kami berdua tidak pergi ke mal, malah berbelanja sayur dan keperluan rumah tangga. Nah, pada saat aku pergi ke sebuah toko kelontong dekat rumah itulah aku teringat tentang KUNCI.

Riku memegang-megang kunci dengan lapisan plastik bergambar karakter disney. Memang toko itu juga bisa membuat kunci duplikat atau bahasa Jepangnya Aikagi. Aku teringat untuk membuatkan Riku duplikat kunci rumah, sehingga dia bisa masuk ke dalam rumah kalau-kalau aku tidak ada di rumah. Yang pasti setidaknya untuk semester ini setiap hari Jumat, dia harus menunggu aku di rumah sampai aku pulang mengajar. Waktu di TK, ada kelas tambahan sampai dengan jam 5 tapi di SD tidak ada. Kalau mau aku harus mendaftar ke tempat belajar anak-anak SD selepas sekolah. Tempat ini namanya Gakudo. Tapi aku tidak bisa mendaftar ke situ karena waktu kerja aku di luar rumah tidak sampai 5 hari seminggu. Repot deh. Sehingga memberikan kunci adalah jalan satu-satunya, selain menitipkan /menyuruh dia pergi ke rumah teman (which is rather difficult, karena dia tidak punya teman akrab).

Anak Sekolah Dasar yang membawa kunci sendiri ini disebut dengan Kagikko atau diterjemahkan Anak Kunci. Bukan anak kunci sebagai pasangan lubang kunci, tapi benar-benar anak yang membawa kunci. Aku ingat dulu, 20 tahun yang lalu, waktu belajar kebudayaan dan masyarakat Jepang aku pernah membaca soal ini. Dalam ilustrasinya digambarkan anak SD yang berkalungkan kunci.

Fenomena Anak Kunci ini timbul sekitar tahun 1960, waktu Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Sampai tahun 1968, pemerintah merasa perlu mengadakan “Penelitian kondisi dan strategi penanggulangan Kagikko” . Dalam survey yang dilakukan terhadap ibu-ibu yang bekerja ini didapatkan hasil bahwa, ibu-ibu yang “tidak mengalami kesulitan keuangan tapi menginginkan tambahan pemasukan” sebanyak 49,2%. Sedangkan ibu-ibu yang “Jika tidak bekerja maka keluarga akan mengalami kesulitan ekonomi” sebanyak 28,4%. Dengan demikian diketahui bahwa timbulnya Kagikko ini karena wanita perlu keluar rumah dan bekerja demi memenuhi standar kehidupan yang tinggi akibat kemajuan perekonomian Jepang. Selain alasan ibu yang bekerja ini, alasan lain adalah bertambahnya keluarga Kakukazoku (Keluarga Inti) yang kakek-neneknya tidak tinggal bersama-sama (jadi tidak bisa dititipkan).

Mulai tahun 1963, untuk mengatasi kesendirian anak-anak kagikko ini, didirikanlah Gakudo Hoiku (semacam penitipan) dan perpanjangan penggunaan halaman sekolah untuk bermain. Dan mulai tahun 1975, banyak timbul Bimbingan Belajar (Gakushu Juku) yang kemudian menjadi semacam tempat “menaruh” anak-anak ini saja.

Jumlah anak-anak sekarang semakin sedikit, sehingga tentu saja jumlah kagikko ini menurun. Tetapi jika diteliti lebih lanjut, pada survey (5 tahun yang lalu) terhadap anak berusia di bawah 18 tahun dan kedua orang tuanya bekerja, jumlahnya mencapai angka 54,7%. Jadi jumlah kagikko ini sebenarnya semakin banyak dengan alasan kemungkinan  lebih banyak lagi wanita yang bekerja merubah statusnya dari partimer menjadi full timer. Kondisi kagikko seperti di Jepang tidak akan terjadi di Amerika, karena orangtua kagikko atau orangtua yang membiarkan anak-anak untuk tinggal di rumah sendirian akan dituduh “neglect -mengabaikan” dan bisa dituntut. (sumber wiki jepang)

Kagikko tidak akan terjadi di Indonesia. Mungkin. Paling sedikit ada asisten (pembantu rumah tangga) yang menunggui rumah. Atau jika tidak ada sama sekali, anak-anak bisa menunggu di rumah tetangganya. Sedangkan di Jepang, tidak bisa. Tidak ada pembantu, dan hubungan dengan tetangga tidak begitu erat seperti di Indonesia, atau tetangga itupun mempunyai masalah yang sama, rumah kosong! Problem kota besar! Dan memang aku juga tidak mau sebetulnya Riku menjadi kagikko, tetapi untuk saat ini kelihatannya menyerahkan anak kunci pada Riku akan lebih praktis.  Paling tidak untuk seminggu sekali.

A New Beginning

1 Apr

Tanggal satu April selalu dikonotasikan dengan April Fool atau April Mop, suatu kesempatan untuk “mengerjai” teman-teman dengan lelucon dan si penerima lelucon tidak boleh marah. Seakan tanggal 1 April ini segala “kenakalan” diperbolehkan. Tapi ada pula yang dengan lelucon yang mungkin tidak lucu itu, justru meretakkan hubungan pertemanan yang sudah ada.  Untung saja sampai saat ini saya belum pernah menjadi korban lelucon yang tidak bisa ditolerir. Dan tulisan ini sama sekali bukan April Fool.

Di Jepang 1 April berarti suatu awal yang baru, awal tahun fiskal dan tahun ajaran baru dengan semangat baru. Pada hari ini biasanya pegawai akan mendapatkan surat perintah mutasi bagian  人事異動 jika ada. Saya juga dikirimi surat tugas dan kartu identitas dosen untuk mengajar di 2 universitas mulai tanggal 1 April 2009 sampai 31 Maret 2010. Kai juga mulai masuk Tempat Penitipan Anak, Himawari yang mungkin di Indonesia setara dengan Playgroup. Riku baru akan mengikuti upacara masuk SD nanti tanggal 6 April. Tapi semua di Jepang serentak memulai tahun fiskal baru di tanggal 1 April dengan smangat baru, yang juga diiringi dengan mekarnya bunga sakura (tapi di dekat rumah saya belum mekar semua, mungkin karena suhunya masih dingin)

Blog saya ini, Twilight Express juga memasuki tahun ke dua sejak kelahirannya di domain http://imelda.coutrier.com. Seharusnya saya membuat laporan 1 tahun ngblog pada tanggal 2 Maret, tapi karena waktu itu saya berada di Indonesia dan sedang liburan, maka saya pikir saya pindahkan saja ke tanggal 1 April…. mengikuti perhitungannya orang Jepang. Jadi inilah sedikit laporan saya mengenai blog TE ini di posting yang ke 510. Dan saya merubah tema hari ini dengan tema yang saya pakai pertama kali saya ngeblog. PENSIL WARNA!!!

Saya memang selalu berusaha membuat posting sekali sehari (belum tiga kali sehari seperti minum obat), seringan apapun topiknya. Ini hanyalah sebuah komitment saya pada diri sendiri, karena saya tahu saya pada dasarnya procrastinator (lihat saja di My Habit) . Padahal tujuan saya ngeblog dulu adalah untuk berlatih menulis selain menjadikannya catatan harian (seumur hidup belum pernah punya catatan harian yang isinya lebih dari 10 tulisan hehehe). Dan pada waktu menulis, saya pikir saya bisa memberikan sedikit info bagi orang Indonesia mengenai kehidupan di Jepang, atau segala sesuatu yang saya ketahui. Kalau saya tidak tahu ya saya tidak akan tulis tentunya.

Melihat statistik yang baru saya pasang bulan Juli, pengunjung blog ini sudah meningkat setiap bulan dengan rata-rata 140 an orang/hari. Alexa rankingnya berkisar di 210.000 -215.000 dengan pagerank 3. Dan kalau dilihat dari judul posting, maka bisa dilihat juga sebenarnya kata apa yang sering dicari oleh pembaca dari Indonesia. Berikut adalah 8 judul Posting yang sering dikunjungi “Arti Mimpi” (ternyata orang Indonesia masih percaya mimpi ya….), Menjadi model – Harus bugil? (ternyata orang Indonesia selalu mencari kata bugil …heran deh),  Guest Book (ini biasanya menjadi incaran spam yang masuk akismet), Who Am I (nah ini saya berterima kasih karena teman-teman mau mampir di sini, juga pada mas trainer yang pernah mempromosikannya di The Best From My Friend #2), Ramalan Bintang (hmmm lagi-lagi trend manusia Indonesia yang percaya mimpi, ramalan dan sejenisnya), 13 tahun (mungkin dipikirnya mirip dengan 17tahun… situs p*rn*), Kota Metropolitan Tokyo dan Onigiri- Nasi Kepal (Nah, ini murni ingin tahu…jadi saya senang sekali jika banyak yang bertandang di sini).  Untuk posting yang paling banyak komentarnya bisa dilihat di 14 top posting pada side bar.

Untuk saya sendir, blogging tentu memberikan manfaat yang amat banyak. Selain bisa berlatih menulis, menjadikan menulis sebagai kebiasaan, dan melatih penggunaan bahasa Indonesia saya. Dulu waktu belum mulai blogging (4 tahun yang lalu), saya hanya mengandalkan browsing dan chatting, sehingga penggunaan bahasa Indonesia saya sangat terbatas. Padahal sebelum saya mempunyai koneksi internet, saya hanya bergaul dengan bahasa Jepang. Sehingga sering saya termangu jika harus mencari kata-kata bahasa Indonesia yang tepat, atau yang up-to-date. Dengan browsing di blog teman-teman, saya banyak belajar penggunaan bahasa Indonesia. Di Blog Daniel Mahendra dan Agoyyoga saya banyak menemukan kata-kata aneh bahasa Indonesia yang jarang dipakai, seperti merawi, kelindan, ranah dll . Di Blog Mas Trainer NH18 saya banyak menemukan kata-kata populer yang belum ada di kamus (terutama kamus di otaknya Imelda) seperti lebay, termehek-mehek, slilit dll. Di Blog Mas Nug, saya terhibur dengan foto dan puisinya. Di Blog Pak Marsudiyanto saya selalu terkagum-kagum dengan kemampuannya mengumpulkan kata-kata yang mirip dan mencari tautannya. Di Blog Bunda Dyah, Ibu Enny dan Mbak Tuti Nonka saya banyak belajar mengenai masalah perempuan (berpolitik), masalah ekonomi (meskipun ngga mudheng juga), budaya, sejarah dan kesenian. Ah memang mereka bertiga adalah wanita dewasa yang patut menjadi panutan. Blognya Pakde saya bisa merasakan nostalgia waktu masih menjadi DJ.

Tentu saja saya juga bisa merasakan orang yang sedang jatuh cinta dari blog adik saya Jeunglala, teman-teman muda yang energik dengan seabrek kegiatan seperti Mang Kumlod, lalu teman-teman di IBSN yang saling mendukung mereka yang sakit atau down, senang sekali melihat pertemanan mereka yang akrab. Puisi dan tulisan indah dari Mas Goenoeng dan Gratcia -G- yang sulit dikomentari. Sama halnya dengan tulisan Pak Ersis dan Pak Sawali yang musti mikir dulu untuk bisa berkomentar. Masih banyak teman-teman blogger yang tidak sedikit mengisi hari-hari saya di Tokyo ini, mohon maaf jika tidak bisa saya sebutkan di sini, tapi Anda bisa lihat di Blogroll saya baik yang di Pages sendiri atau di sidebar sebelah kanan.

Apalagi ketika saya bisa bertemu langsung dengan para blogger di Indonesia dalam kopdar-kopdar yang sudah saya tuliskan dalam beberapa posting, diawali dengan pertemuan Asunaro, Endayori, lalu beberapa blogger lainnya, sampai bisa bersama-sama berkunjung ke desa Kweni Yogyakarta di tempat Uda Vizon. Sungguh blogging merupakan kegiatan yang bermanfaat bagi saya.

Nah, apakah saya sudah berhasil menebarkan virus blog ke sekitar saya? Hmmm kelihatannya ada dua teman saya yang sudah mulai ngeblog, tapi saya perlu meminta ijin mereka dulu untuk menuliskannya di sini. Tapi saya senang karena jika dulu teman blogger adalah teman “baru”, sekarang mulai banyak teman lama yang menjadi Blogger “baru” atau baru bertemu di blogsphere seperti teman SMP saya, mantan ADA Band Khrisna Balagita (dukung band barunya “De Spectrum” ya… ). Semoga virus blog semakin mewabah di sekitar saya.

Last but not least, saya berterimakasih sekali pada Mas Nug yang hari ini memberikan saya sebuah award cantik buatannya. Namanya Inspirational and Friendship Award… cantik sekali namanya, dan semoga saya bisa meneruskan “pesan” yang ada di balik Award itu. Terima kasih banyak atas Awardnya. Untuk penerus awardnya saya hanya menemukan satu orang yang cocok menerimanya yaitu Mas Trainer NH18 (suhu blog yang menularkan virus blog pertama pada saya dan banyak memperkenalkan teman blogger pada saya sehingga di kalangan Asunaro kami menyebut beliau sebagai “Makelar Blog” …saya rasa banyak teman-teman di sini yang juga setuju akan pendapat saya ini) , dan terserah pada Mas Trainer untuk melanjutkan Award ini atau tidak.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman blogger, pembaca TE ini yang sudah memberikan komentar ataupun yang masih sembunyi-sembunyi sebagai secret reader. Tanpa teman-teman semua saya mungkin tidak bisa menulis blog seperti ini, dan menikmati pertemanan lewat blog dengan kopdar-kopdarnya yang asyik. Semoga blog saya bisa berguna bagi pembaca semua. Saya sudah mengupdate INDEX yang memuat seluruh judul posting yang pernah saya tulis, sehingga bisa lebih mudah membaca posting-posting yang lalu, terutama untuk teman-teman yang perlu informasi mengenai Jepang.

Sebagai penutup saya ingin memberikan lagu dari YouTube yang memberikan semangat Musim Semi berjudul Iro White Blend. Lagu ini diciptakan dan dinyanyikan oleh Takeuchi Mariya, istri dari Yamashita Tatsuro (untuk angkatan saya pasti tahu lagu “Mermaid”) . Takeuchi Mariya ini merupakan penyanyi favorit saya, dan lagu ini juga dinyanyikan kembali oleh Nakayama Miho, yang jauh lebih muda dan juga merupakan artis favorit saya. Lagu ini dipakai untuk iklan kosmetik Shiseido versi musim semi.

色 ホワイトブレンド by Takeuchi Mariya

Akhir tahun fiskal dan TPA

28 Mar

Sampai dengan tanggal 31 Maret merupakan tahun fiskal 2008, sehingga hampir semua pegawai pasti pulang larut malam. Semua laporan keuangan harus selesai sampai dengan tgl 31, dan tanggal 1 merupakan awal tahun fiskal baru, tahun fiskal 2009. Meskipun suamiku bukan bagian keuangan, tapi setiap proyek atau kegiatan kantor pasti memakai biaya, sehingga dia pun terpaksa harus mendekam di kantor hingga larut malam. Tadi malam pun dia baru jam 1 sampai di rumah.

Fenomena menarik dari penutupan akhir tahun fiskal ini adalah, dana yang disediakan terutama untuk pemerintah harus habis. Jadi memasuki bulan Maret, jika masih ada sisa dana, biasanya semua berlomba-lomba untuk menghabiskannya. Kalau bisa satu paper clip juga ditagih. Karena itu menjelang penutupan tahun fiskal, bulan februari-maret di Jepang banyak kita jumpai perbaikan jalan/trotoar yang sebetulnya belum perlu untuk diperbaiki. Katanya sih ini salah satu cara untuk menghabiskan dana.

Ketika saya tanya kenapa sih harus habis? Bukannya lebih baik bersisa, dan bisa dikembalikan dan mungkin bisa digunakan untuk yang lain? Oleh teman saya yang bekerja di universitas dijelaskan bahwa jika dana itu tidak habis, maka dianggap proyek itu tidak sesuai anggaran. Yang susahnya itu bisa berakibat anggaran untuk tahun fiskal berikutnya dipotong. Huh, enaknya memang mikirin keuangan keluarga aja deh, sisa di satu pos, bisa diputar untuk pos lain, atau ditabung. Sayangnya kalau uang negara (Jepang) tidak bisa dibegitukan. Dan jangan tanya saya bagaimana kondisi perputaran uang di negara Indonesia, karena saya sama sekali tidak tahu. (Kalau di Indonesia mungkin baru setengah tahun fiskal aja udah kurang anggaran mungkin ya? huh kok jadi sinis sih?)

Karena Gen sibuk dengan kerjaannya, jadi saya harus mengurus semua keperluan Riku untuk masuk sekolah dan juga keperluan Kai. Jika Riku mulai April nanti akan menjadi murid SD, maka Kai akan menjadi murid TPA (Tempat Penitipan Anak — bukan tempat pembuangan akhir ya……)  yang dalam bahasa Jepangnya disebut Hoikuen. Hoikuen ini biasanya menerima bayi sejak umur 51 hari sampai usia sebelum sekolah yaitu 6 tahun. Hoikuen Himawari yang Kai akan masuki adalah TPA yang sama dengan Riku sebelum dia masuk TK, menjaga anak-anak mulai pukul 7 pagi sampai 8 malam dari Hari Senin sampai Sabtu.

Saya sendiri senang sekali waktu mendengar bahwa mulai bulan April ini Kai bisa menjadi “murid” tetap di Himawari, karena dengan begitu saya bisa menentukan paling sedikit 4 hari seminggu (minimum 8 jam per hari) dia saya titipkan di TPA, sementara saya bekerja. Sebelumnya status Kai masih “tamu” yang biayanya dihitung perjam (900-1100 yen per jam).

Sebetulnya TPA ini memang berguna bagi ibu-ibu yang bekerja. Tapi selain hanya sebagai tempat penitipan, saya sendiri merasa TPA sebagai tempat yang bagus untuk mengajarkan anak-anak untuk bermasyrakat. Selain itu makanan yang disediakan dirancang oleh ahli gizi sehingga sudah pasti lebih sehat daripada kalau mengandalkan menu pilihan saya.

Nah tanggal 26 kemarin saya pergi ke Himawari untuk mengurus pendaftaran Kai. Bertiga dengan Riku, naik sepeda melewati jalan ke arah stasiun, dan saat itu kami menemukan suatu pemandangan yang menakjubkan. Yah, kami melihat semacam bemo/ bajaj terbuka atau becak bermesin,  kendaraan dari Thailand yang bernama tuk tuk. Jelas-jelas tertulis di bagaian atas TUK TUK. Saya berdua Riku kegirangan melihat Tuk tuk itu, sayang tidak bisa memotret, karena sulit mengeluarkan HP sambil mengayuh sepeda. Dan untuk berhenti dulu, rasanya juga tidak perlu. Tapi “penampakan” tuk-tuk itu benar-benar memberi semangat di tengah dinginnya udara saat itu. Saya pikir musim semi sudah datang, ternyata dia masih malu-malu untuk mengambil alih peran musim dingin.

Hari ke 19 – Keraton dan Borobudur

12 Mar

Hari ke 19 – Tanggal 5 Maret mulailah perjalananku ke Yogyakarta. Pukul 6:30 pagi taksi yang akan mengantarku ke bandara sudah tiba. Satu koper berisi alat-alat tulis dan pakaian masuk ke dalam bagasi taxi. Sebelum pergi kita berdoa bersama supaya perjalanan lancar dan Kai yang ditinggalkan tetap sehat. Aku sempat masuk ke kamar lagi terakhir kali, melihat Kai masih tidur, dan tidak bisa memeluk dia. Ah… aku jadi sedih meninggalkan dia sendiri. Tapi aku juga tidak mau melihat dia menangis pada waktu aku berangkat, sehingga aku biarkan dia tetap tidur di bed, sambil berkata lirih, “Mama pergi dulu ya sayang….” (mewek lagi deh)

Opa ikut mengantar kami dengan taxi sampai bandara narita eh cengkareng dan kemudian pulangnya naik limousine. Kami langsung cek in, dan masih punya waktu sekitar 2 jam sebelum boarding pesawat. Aku mencari gerai Starbuck untuk mengakses internet sambil minum kopi. Riku terpaksa ikut bengong bersama aku, tapi untung aku membawa buku dan bolpen sehingga dia bisa menggambar-gambar. Aku sendiri sebetulnya masih mempunyai pekerjaan editing majalah Nipponia tahap ke tiga. Jadi sambil aku kerjakan editing terus melihat ke arah jam. Mereka minta kalau bisa sebelum tengah hari. Apa bisa selesai ya?

Sebetulnya tepat sebelum aku boarding, pekerjaan itu selesai. Tapi bermasalah dengan attach ke email. Terpaksa aku boarding dengan meninggalkan pekerjaan belum selesai.

Terbiasa duduk di lorong, membuat aku agak panik waktu kutahu bahwa aku harus di bagian tengah dan Riku di bagian jendela. Untung saja perjalanan Jakarta Jogjakarta hanya ditempuh dalam 45 menit. Gile cepet amat ya? Jadi aku memanfaatkan waktu 45 menit itu dengan menutup mata dan zZZzZzz. Memang boleh dibilang aku tidak tidur semalam, mempersiapkan koper (yang tidak beres beres heheheh) . Ngga deh, ngaku bahwa aku tidak tidur karena chatting dengan seorang sahabat hati.

Sampai di Bandara Adisutjipto, tidak begitu panas. Turun tangga pesawat. Nah seperti ini tidak ada di Jepang, jadi tentu saja harus jepret!!! cissss aku suruh Riku berdiri di samping pesawat. Kemudian masuk ke ruang kedatangan untuk mengambil bagasi. Begitu keluar bandara, aku menemukan pak Edi membawa papan nama bertuliskan IMELDA MIYASHITA (eh lupa, miyashita atau coutrier ya? masa bodo deh yang penting namaku hihihi). Pak Edi ini yang akan mengantar-antar aku selama dua hari pertama di Yogya. Aku pesan melalui Alma dari indo.com untuk akomodasi dan transportasi.

Mobilnya Avanza masih baru berapa hari keluar euy…masih kinclong! warnanya juga aku suka Wine Red. (uh kok jadi laporan soal mobil sih?). Pokoknya aku dan Riku serasa jadi Raja dan Ratu sehari, diantar dengan supir pribadi. Sebuah kemewahan yang tidak bisa kita rasakan di Jepang (Kalo di Indonesia sih mah biasaaaaa mel!). Lah aku tiap harinya di Jepang naik sepeda, ya gembira dong kalau bisa naik mobil, bersupir lagi hihihi. Ah pokoknya aku nikmati setiap detik perjalanan ini.

Begitu masuk mobil, aku tanya pak Edi, sebaiknya pergi ke mana dulu. Karena tujuan aku hanya dua, Keraton Yogya dan Borobudur. Jadi tolong diatur aja menurut kemudahan jalannya. Pak Edi menyarankan agar aku pergi ke Keraton dulu, karena Keraton tutup jam dua siang. Nah! bagus kan kalau kita menanyakan pada yang lebih expert.

Sementara itu aku menghubungi mbak Retno dengan terburu-buru. Nomor HP mbak Retno terhapus waktu ada eror pada O2 ku sehingga begitu aku dapat nomornya lagi dari temanku yang lain pagi ini, aku cepat-cepat menghubungi dia. Mbak Retno adalah orang yang HARUS kutemui dalam perjalanan ke Yogya ini. Karena dia adalah saksi pernikahanku di Tokyo 9 tahun yang lalu. Aku mau memperkenalkan dia pada Riku.

Jadi aku janjian bertemu Mbak Retno di Keraton, karena kebetulan rumah mbak Retno katanya cuma 2 menit jalan dari Keraton. wow! Memang kelihatannya keluarganya temasuk orang dekat istana deh (aku ngga pernah nanya-nanya soal latar belakang orang, jadi ngga tau …entah ya aku paling anti bertanya soal status atau latar belakang, kecuali kalau ybs cerita)

Kami sampai di Keraton dan memasuki pelataran pintu masuk, dengan dikerubuti penjaja cindera mata. Agak sulit juga aku menolak mereka, tapi kali ini aku berhasil. (Ada rambu yang masuk ke penglihatanku…. sepeda motor harap dituntun…. hmmm dituntun ya bahasa Indonesia yang benarnya?) Aku langsung menuju loket dan membeli karcis masuk. Dan seorang ibu mengantar kami masuk ke dalam keraton sambil menjelaskan isi keraton. Semacam guide lah. Ibu itu juga yang membantu mengambil foto kami berdua di beberapa tempat dalam keraton.

Kunjungan ke keraton ini merupakan kunjungan yang ke tiga untukku, tapi yang pertama untuk Riku. Namanya juga anak-anak, jadi tidak begitu antusias dengan barang-barang atau cerita bersejarah, sehingga cukup melihat sambil lalu saja. Yang pasti waktu aku cerita soal lukisan yang matanya bisa mengikuti pandangan mata kita (lukisan Hamengkubuono ke 8 atau 9) , Riku bilang tidak takut hehehe. Dia tidak merasa takut berada di dalam keraton, tidak ada setan katanya hihihi. Tapi yang dia paling senang adalah waktu dia boleh membunyikan kentongan yang ada di dalam keraton. Si ibu juga berbaik hati menunjukkan caranya.

Mendekati pintu keluar, Mbak Retno telepon dan memberitahukan bahwa dia sebentar lagi sampai di Keraton. Kami langsung naik ke mobil, dan mencari tempat makan siang. Kemudian kami diajak ke Restoran Bale Raos. Kabarnya Rumah Makan ini menyediakan makanan khas keraton untuk para sultan dan abdi dalem. Rumah makan ini masih di lingkungan keraton dan bersebelahan dengan Sarinah pusat kerajinan tangan batik. Di Restoran Bale Raos ini, Saya memesan masakan bebek masak jamur, Bebek Suwir-suwir , lalu masakan Paru dan bir jawa. Menyesal juga pesan bir jawa, karena memang non alkohol tapi boleh dikatakan ini bukan bir tapi minuman jamu manis heheheh (Pan aku pengennya minum bir hehehhe). Mungkin disebut bir hanya karena mengeluarkan buih jika di kocok/aduk.

Makanan di restoran ini cukup enak. Cuma yang kemudian saya perhatikan, kenapa di Yogyakarta banyak sekali masakan bebek ya? Setesai makan, kami mengantar Mbak Retno pulang sampai ke rumahnya, dan kemudian langsung menuju Borobudur. Cuaca memang tidak bersahabat, tapi aku berbekal payung lipat dan aku rasa tidak akan deras hujannya.

Sambil melangkah menuju tempat penjualan karcis masuk, dan kemudian masuk ke pelataran kompleks Borobudur, aku baru ingat perkataan Wita, “Onechan…jauh loh jalannya”… heheheh bener jauh euy. Untung Riku penuh semangat berjalan sendiri. Kalau sampai dia minta gendong susah deh. Aku juga ngga mau minta jasa pemandu, yang katanya bisa sekaligus memanggul Riku.  Mana mulai hujan rintik-rintik, meskipun aku bertahan tidak memakai payung.

Well sedikitnya Riku berhasil memanjat Borobudur sampai setengahnya sendiri, tanpa dibantu. Aku sebetulnya lebih takut daripada dia, karena aku ada phobia. Tapi aku akan berusaha ikut dia setinggi apa dia bisa. Sebetulnya kalau misalnya datang lebih pagi, tidak dalam keadaan hujan (licin) mungkin kami akan sanggup sampai puncaknya. Tapi berhubung sudah mendekati waktu tutup maka tiba-tiba dari arah atas, turun beberapa pengunjung. Ini yang membuat Riku ragu untuk terus memanjat sampai atas. Lalu aku bilang, “Nanti Riku naik sampai atas dengan papa saja ya? Kan Papa juga belum pernah ke sini”. OK deh… kami meninggalkan PR di kaki Borobudur.

Kami turun ke arah pintu keluar dalam hujan, dan sempat beristirahat di toko-toko yang mau tidak mau kami lewati supaya bisa keluar. Bagaikan labirin toko, aku sebetulnya tidak suka dengan kondisi ini. Tapi apa boleh buat, ini juga taktik untuk memajukan penghasilan di sektor pariwisata kan. Aku sih terus terang malas membeli kerajinan tangan lagi…. masalahnya di Jepang tidak ada tempat untuk menaruhnya.

Akhirnya kami sampai di pelataran parkir dan aku menuju tempat janji bertemu dnegan Pak Edi. Tapi memang tidak ada mobilnya. Di situ Riku mulai panik.

“Mama, kok mobilnya tidak ada?”
“Aduh bagaimana kita pulang?”
“Loh Riku…kenapa nangis…kan Riku sama mama, Tidak sendirian. Kalau mama tidak ada nah boleh Riku nangis. Percaya dong sama Mama. Kan mama ada uang, kalaupun seandainya mobilnya tidak ada, kan mama bisa minta mobil lain.”

tapi Riku tetap menangis, sampai akhirnya aku ajak dia berjalan ke arah parkiran. Dan akhirnya ketemu. Kami hanya terpaut satu blok saja. Dan Riku masih terisak….

“Mama kita pulang ke Jakarta saja yuuk… Mama ngga kangen sama Kai ya?”
“Mama kangen sama Kai, tapi kan mama juga mau pergi berdua sama Riku saja. Empat hari loh, Riku berdua mama saja, tanpa ada Kai. Enjoy aja”

Entah dia sudah capai, atau dia juga sedang PMS (ups…bukan PMS tapi sensi deh heheheh). Dan anakku yang satu ini memang sangat perasa. Akhirnya dalam mobil aku peluk dia, dan kami menatap jalanan pulang ke arah hotel yang dibasahi air hujan.

Kami menuju ke Jalan Palagan, untuk mencari hotel Rumah Mertua tempat kami menginap 2 malam pertama. Ternyata Hotel Mertua dan Villa Hani’s terdapat di jalan yang sama yaitu di jalan Palagan. Tapi lebih mudah mencari Vila Hani’s daripada Rumah Mertua, karena letaknya di bagian dalam dan dikelilingi perumahan.

Setelah Check in di Rumah Mertua, aku menunggu kehadiran dua temanku yang akan datang bertemu. Setiawan yang teman sejurusan Sastra Jepang beserta istri bertemu kembali setelah tidak bertemu hampir 20 tahun. Dan tidak lama Uda Vizon datang juga untuk membicarakan detil acara tanggal 7 nanti. Kami berempat beserta Riku pergi makan malam di Peleg Golek, tidak jauh dari hotel, rumah makan sea food yang lumayan enak. Karena sudah terlalu capek, Riku tertidur dalam mobil, dan terpaksa digendong Uda karena aku tidak kuat.

Hari yang melelahkan tetapi memberikan kesan yang mendalam di hati.

Hari ke 15 & 16 – Sency and Hospital

10 Mar

Hari ke 15 – tanggal 1 Maret. Awalnya di FB, aku memang pernah mengatakan pada saudara sepupuku Inge, bahwa aku berencana untuk mengumpulkan saudara pada tanggal 1 Maret, untuk merayakan ulang tahun Riku. Tapi setelah dipikir-pikir, repotnya untuk membuat pesta, akhirnya aku putuskan tidak usah waza-waza mengadakan pesta untuk Riku, apalagi kita sedang dalam bulan Puasa.

Tapi ternyata Inge tetap mengira akan mengadakan pesta, dan akhirnya saya katakan, “Ngga ada pesta Nge, tapi kalau mau mampir silakan. Kan kalian juga biasanya sibuk di akhir pekan. Tapi kalau bisa bertemu senang juga”.  Aku dan Inge terpaut 3 tahun, dia lebih tua. Tapi kami sama-sama anak pertama. Ibunya Inge adalah kakak mama, yang sudah sejak anak-anaknya kecil hidup menjanda di Cirebon. Hubungan antara Mama dan ibunya Inge (Tante Zus) ini amat kuat, sehingga terkadang jika mama ingin berbicara pada kakaknya, sering hanya berpikir saja, dan kemudian tak lama telepon dari Tante Zus ini akan bergema. Tante Zus waktu itu bekerja di BAT, jadi terkadang di sela jam kerjanya, dia menelepon Jakarta.

Inge adalah seorang kakak yang saya kagumi, yang saya amati dari jauh, dan menjadi panutan saya. Betapa dia sebagai anak pertama, bisa membantu ibunya, dan juga adik-adiknya melewati masa pertumbuhan, hingga sekarang semuanya menjadi “orang”. Gayam suaminya juga orang yang sangat baik, dan beberapa kali pernah aku temui di Tokyo, yang datang dalam rangka bisnis.

Jadilah Inge dan Gayam datang ke rumah saya, dan waktu itu saya sedang tidur, karena sakit kepala yang sangat mengganggu. Buru-buru saya bangun, begitu mbak Riana memberitahukan bahwa Inge datang. Ngobrol-ngobrol, kedua pasutri ini tidak mau makan yang berat, tapi kalau es krim, tidak akan menolak, karena mereka sangat cinta es krim. Jadilah aku bersama Gayam dan Inge pergi ke Senayan City untuk makan es krim. Oma (ibu saya) diajak tapi tidak mau pergi. (Memang sih kebanyakan orang semakin lanjut usianya, semakin malas untuk keluar rumah)

Sampai di Senayan City, aku teringat bahwa ada berita gerai MOS Burger Jepang yang dibuka bulan Desember lalu, entah di Senayan City, entah di Plaza Senayan. Yang pasti namanya ada”senayan”nya. Jadi sambil mencari-cari, Inge memperkenalkan toko es krim favoritnya. Wah bagaimana tidak enak, wong harganya juga enak sih hehehehe.

Puas makan es krim, kami naik ke atas, untuk mencari si MOS ini (niat banget ya?) . Ternyata tidak ada gerai MOS di sini saudara-saudara…. Sayang….
Tapi yang pasti aku dapat panenan, berupa koper (Trunk”) yang di jual di Main floor nya.

Sekitar jam 3 an, Inge dan Gayam pulang. Sementara saya mulai khawatir atas badan Kai yang agak demam.

Keesokan harinya, Senin 2 Maret, memang Kai sudah tidak begitu demam. Tapi daripada mengambil resiko, aku pikir lebih baik tetap saja dibawa ke dokter. Apalagi tanggal keberangkatan aku ke Yogya sudah semakin mendekat.

Sebelum jam 7, Opa mendaftar kan ke poli anak RSPP dan rupanya dokter poli anak itu mulai berpraktek pukul 8 pagi. Jadi Opa langsung menjemput kami di rumah untuk kembali lagi ke RSPP, karena kami mendapat nomor urut satu.

Meskipun nomor urut satu ternyata tidak membuat kita dipanggil pertama, karena filenya belum datang. Tapi waktu diukur suhu badan Kai, hanya 36,7… loh ya tidak demam. Tidak seperti Riku, kai selalu menangis jika harus diperiksa dokter. Diagnosa dokter saat itu adalah verdaag tiphus. Jika nanti malamnya masih demam, maka besok harus periksa darah. Langsung, sehingga dokter sudah memberikan lembaran kertas rujukan untuk ke laboratorium.

Setelah mengambil obat di apotik, kami pulang ke rumah…. (dan berjuang keras untuk memberikan obat pada Kai yang selalu meronta-ronta atau bahkan mengetahui bahwa dalam es krim yang diberikan itu terkandung obat….—pinter banget sih nih anak — hiks)

Hari ke 13 – Reuni SMP thanks to FB

4 Mar

Ya, mau tidak mau saya harus mengucapkan terima kasih pada FB alias Facebook. Karena dengan adanya FB, terkumpullah alumni SMP saya dan kita bisa mengadakan reuni dengan sukses besar sepanjang saya reunian dengan teman SMP!!! 31 orang berhasil dikumpulin dan datang ke temu kangennya SMP Tarli yang diadakan tanggal 27 Februari (Hari ke 13) lalu.

Monica yang kirim sms-sms terutama pada mereka yang tidak punya account di FB, kemudian Joko U yang sebarin undangan di FB. Aku yang tentuin tanggal, dan akhirnya juga yang tentuin tempat. Tadinya aku sudah mau booking di Barcode. Sampai waktu di Bandung aku sudah berkali-kali telepon managernya, tapi tidak ada. Dan untung sekali, di sabtu itu aku dapat telpon dari Joko, bahwa teman-teman “berteriak-teriak” kalau akan diadakan di Kemang, Mereka sudah putus asa mendengar kata KEMANG, karena memang terkenal macetnya daerah itu. Padahal sebetulnya Barcode, ngga terlalu jauh dari mulut Kemang Raya, jadi menurut aku dan Wawam mustinya OK-OK saja.

But karena banyak yang komplain, akhirnya Senin aku putuskan untuk mengubah tempat ke Cafe Amor. (Untung banget telpon ke manajernya Barcode ngga nyambung ya?? Kalo ngga aku kan kudu telpon lagi untuk ngebatalin). Eeee ternyata si Intan punya teman yang orang dekatnya Cafe ini, dan dia yang akan arrange pemakaian Cafe Amor untuk 20 orang, dan akan disediakan LIVE MUSIC!… wah wah wah….

Aku sampai Cafe Amornya, hari Jumat tanggal 27 February 2009 (Hari ke 13 ), pukul 6 lebih. … malahan hampir setengah 7 malam. Karena aku mau bertemu dengan teman karibku, Adityana Kassandravati dan Devy yang sudah datang sejak pukul 5 katanya (ternyata mereka juga baru datang jam 6…untung aku udah bilang kalau jam 5 ngga bisa coba kalo aku datang jam 5 cengar-cengir deh sendiri). Adit, si psikolog yang sedang naik daun karena sering muncul di tipi ini membawa anak perempuannya, yang lahirnya cuma beda 3 hari dari Kai. Sayang juga aku tidak ajak anak-anakku ke sini…. tapi sekali lagi, kalau aku bawa berarti aku harus bersiap-siap tidak enjoy.

Dan benar saja, Adit juga terpaksa pulang lebih cepat karena sang Putri tidak betah berada di luar terus. Pastilah mengantuk lagipula di Cafe kan tidak ada mainan atau televisi yang bisa menghibur anak-anak balita. Devi juga harus pulang sehingga kloter pertama kurang dua orang deh.

Tapi kekhawatiran akan sepi acara reuni ini bisa terhapus, karena satu persatu mulai berdatangan deh. termasuk teman-teman yang benar-benar sudah 20 tahun lebih tidak bertemu. (Ya sejak lulus SMP gitu deh). Rameeee banget. Kalau duah kayak gini, ngga bakal deh bisa bikin acara lain.

Pemain musik yang harus memulai acara akhirnya menghubungiku, dan tanya kapan bisa dimulai acaranya. Waktu itu memang sudah 90% berkumpul dan sudah bisa dimulai acaranya. Jadilah aku memulai acara, meskipun aku tidak memegang jabatan apa-apa di reunian ini. Bu RT nya Monica, Pak RT nya Ucup, tapi keduanya malas bicara. Jadilah aku diangkat jadi JUBIR deh.

(baju putih singer profesional, baju hitam paranormal maksa jadi singer hihihi)

Emang udah biasa jadi MC jadi nyerocos aja deh tuh, termasuk menyampaikan berita-berita terkini dari teman-teman, lalu rencana pendirian perpustakaan oleh Sinta di daerah Cicalengka, sehingga menghimbau teman-teman untuk mengumpulkan buku-buku bekas. Kemudian menyampaikan rencana yang sebetulnya tercetuskan oleh Romo Ari (ya teman kita seangkatan ada yang menjadi Romo/Pastor) yaitu mengadakan Family Gathering di bungalow/villa… (Kayaknya terbentur lagi masalah EO nya…kagak ada yang mau hihihi… well… kalau aku bisa pulang Agustus sih OK aja, but untuk sementara waktu aku tidak bisa buat rencana mudik dalam tahun ini.

Akhirnya acara musik dibuka dengan lagu-lagu jadul angkatan 80-an, yaitu lagu-lagunya Vina deh. Berhubung yang lain malu-malu, jadilah MC yang seksi sibuk ini menjadi singer dadakan, hihihi. (Eh pertama kali loh aku nyanyi pake band…. biasanya karaoke. Rasanya sih kurang greget …abis aku memang bukan wanita penghibur sih —eits maksudnya entertainer loh)

4 orang di belakang panggung: me, wawam,intan dan monika yang pulang paling belakangan

::::::::::::::::::::::::

Ngobrol-ngobrol ngalor ngidul… akhirnya aku pulang jam 11:30 malam diantar oleh Wawam dalam hujan. Aku sengaja sebelum sampai di rumah, kirim sms dulu ke papa minta bukain pintu (suatu kondisi yang ngga akan bisa dan tidak mungkin terjadi di masa lalu) Padahal rumahnya Wawam di Radal tuh, sengaja banget muterin khusus untuk aku hehehe. Memang dia dari dulu selalu jadi Ketua kelas sih (dan aku selalu jadi wakil hehehe) jadi bertanggung jawab terhadap anak buahnya.

Well, meskipun ada beberapa yang tiba-tiba tidak bisa datang, boleh dikatakan acara reunian kali ini adalah yang tersukses sampai saat ini. Semoga pertemuan berikutnya bisa lebih sukses lagi. Terutama jika teman-teman yang tinggal di Amerika bisa bergabung bersama.

Hari Ke 10 – Bukan Kumpul Kebo

1 Mar

Ya, hari ini sengaja saya beri judul menyangkut kebo, terinspirasi dari tulisan komentarnya Lala di Hari ke 9 – Kopdar atau Narbar. Dia tulis, “Hari ke-10 bakal crita tentang apa? Lala yang ngebo dari pagi sampai sore, ya? Haha!”

Yang membuat saya heran sebetulnya, kenapa untuk hal yang berhubungan dengan tidur itu, yang menjadi “korban” adalah Kerbau atau Kebo. (bukan bahasa Makassar Kebo, yang berarti putih loh!). Papa selalu berkata, “Wah penyakit ULAR nih, ngantuk setelah makan”. Jadi kondisi kenyang yang kemudian menyebabkan mengantuk itu dianggap sama dengan tindakan seekor ular yang memangsa korban, kemudian tidur lama. Karena itu dikatakan penyakit ular. Saya sendiri tidak tahu bagaimana di keluarga lain, tapi kondisi seperti ini di Jepang, dikatakan sebagai “Menjadi sapi (kerbau) 牛になる” Nah cocok deh Kerbau = tidur.

Kumpul kebo juga berhubungan dengan tidur meskipun mungkin lebih aktif. Dan untuk kumpul kebo, baik arti sebenarnya maupun arti buatannya, membutuhkan dua kerbau atau lebih. Tapi hari ini tanggal 24 Februari (hari ke 10 saya di Jakarta) kebo-nya cuma satu, alias si “gembul” ups Lala. Memang bukan tanpa alasan dia menjadi kebo. Sampai jam 3:30 pagi dia menulis postingan di blognya, sedangkan saat itu saya sudah tidur. (Kayaknya sih selisih jalan tuh kita berdua, dia mulai tidur, sayanya yang bangun.

Hari ini sebetulnya berencana pergi ke tempat Bang Hery…tapi maaf bang, berhubung ada yang jadi kebo, tidak jadi ke sana. Bener-bener santai di rumah saja. Dan Lala mulai memotret-motret Kai yang sedang mandi (karena takut melanggar UU Pornografinya Indonesia, terpaksa saya tidak bisa postingkan hihihi). Tapi…. saya mulai sakit kepala, dan tidak bisa tidur siang. Karena malam ini lala akan pulang dengan kereta jam 9:30 dari Gambir, maka paling sedikit kita harus keluar untuk makan bersama anak-anak. Akhirnya aku putuskan untuk makan malam bersama anak-anak di resto dim sum dekat rumah, tempat pertama kali aku ajak Lala makan, pada pertemuan pertama. Waktu bulan Agustus tahun lalu itu ada juga mbak Neph yang baru saja minggu lalu menikah.

Kali ini memang cuma saya, Riku, Kai dan Lala. Termakan rayuan dan kemanjaan Lala, Mas Nug yang baru saja selesai rapat datang bergabung (dengan setelan Jas loh, beda dengan kemarin heheheh) pada detik-detik terakhir. Makan dim sum yang masih tersisa (maaf loh Mas Nug). Dan pukul setengah sembilan lewat sedikit, akhirnya Mas Nug bergegas mengantar sang putri pergi mengejar kereta pulang ke Surabaya. Kami berpisah depan restoran, dan saya naik taxi pulang ke rumah dengan anak-anak.

Well, toh kita masih akan bertemu di Jogjakarta, so good bye for now…sleepin beauty (not sleeping cow hihihi)

Tidur ke dua

1 Mar

Tidur ke dua ini merupakan terjemahan harafiah dari Nidone 二度寝, atau lebih sering kita sebut dengan Tidur Lagi. Jadi setelah kita bangun pagi, kita tidak langsung bangkit berdiri tapi tidur sekali lagi. Dan katanya Tidur ke dua ini nikmat sekali.Dalam buku “Tidur dan Mimpi” yang dikarang Prof Ishihara dari Universitas Toyama dikatakan bahwa, manusia tidak bisa masuk lagi dalam tidur yang nyenyak, jika dia sudah terbangun. Jadi tidur ke duanya merupakan tidur yang dangkal. Akan tetapi meskipun dangkal, indera penglihatan dan pendengaran tetap akan terputus, dan berlainan dengan tidur yang dalam, badan masuk dalam kondisi putus dengan indera langsung, sehingga badan terasa melayang, dan kondisi ini yang membuat Tidur ke dua ini menjadi nikmat. Kondisi ini sering dikatakan sebagai Natural hi yang membawa kita berpindah-pindah dari tidur kedua dengan kenyataan yang berulang kali. Kondisi nikmat ini merupakan satu kebahagiaan mewah yang sering dipilih oleh manusia. Seperti membayar tidur.

Saya sendiri jarang sekali Tidur ke dua, atau tidur lagi setelah bangun. Bagi saya tidur ke dua ini hanya akan menimbulkan sakit kepala saja. Lebih baik saya bangun dulu, beraktifitas, dan setelah mulai capek atau mengantuk baru take a nap, tidur singkat (meskipun pada kenyataan tidak bisa. KECUALI di dalam mobil—-sepertinya saya harus memindahkan tempat tidur saya di mobil. Atau inikah tanda bahwa saya ini Gypsy?)

Semalam Kai demam sampai 39,5 derajat. Tapi untungnya dia tidak menggigil seperti waktu kali lalu kami mudik yang cukup mengkhawatirkan saya. Sudah lewat 14 hari, dan anehnya anak-anak saya selalu demam atau sakit setelah 2 minggu di Jakarta. Hampir setiap kali pulang, mesti begitu. Malam tadi saya pikir kalau perlu saya akan memeluk dia seperti biasanya Riku jika sakit. Tapi sifat Kai dan Riku ternyata lain. Kai malah tidak mau diselimuti atau dipeluk. Jadi saya hanya stay alert jika dia mengeluh saja.

Tapi tak lama, justru Riku yang datang minta dipeluk. Dia bilang, “Mama aku takut. Aku melihat mimpi yang menakutkan” Lalu sambil saya peluk dia erat-erat, dia menceritakan mimpinya, sambil tidur…. ya sepotong-sepotong saja kata-kata yang keluar dari bibirnya. Ada cerita bahwa manusia disihir menjadi tinta, dan tinta-tinta itu dihapus…. jadi manusianya tidak kembali lagi. Hilang!

Untung saya memang mengantuk sehingga tidak terlalu memperhatikan cerita dia, dan mengajak dia tidur lagi. Karena entah kenapa akhir-akhir ini saya mudah untuk menjadi takut hehehe. Apalagi persis sebelum Riku bercerita, yaitu sekitar jam 3 itu, anjing-anjing yang berada di dekat rumah menyalak-nyalak.

Ketika Riku bangun pagi dalam pelukan saya jam 6 pagi, dia berkata,

“Mama bangun! Sudah pagi loh”
“Hmmm mama masih ngantuk….”
“Ya sudah mama bobo lagi aja. Mama…. maaf ya aku sudah bikin mama tidak bisa tidur dengan mimpiku”

Mendengar itu, aku malahan tidak bisa tidur lagi. Malah berpikir anakku ini perasa sekali sih. Kenapa dia tahu bahwa dia membuat tidurku tidak nyenyak, bahkan sampai minta maaf segala. Dan sifat “minta maaf” di saat yang tepat begini memang merupakan sifat dia. Dia tidak segan untuk minta maaf, bahkan untuk sesuatu yang sebetulnya tidak perlu. Anakku ini ternyata sudah lebih dewasa daripada orang dewasa lain atau mamanya juga yang masih saja sering merasa sulit untuk minta maaf. Dan yang pasti masih banyak orang Indonesia yang bahkan tidak menyadari bahwa dirinya berbuat salah, merugikan atau mengecewakan orang lain dan sulit mengucapakan sepatah kata “maaf” itu. Ya, memang orang Jepang memang jauh lebih sering mengucapakan kata maaf.

So, kali ini saya mau minta maaf karena sebetulnya dalam 2-3 hari ini blog ini sulit untuk diakses, karena ada perpindahan server. Bahkan kemarin saya sendiri tidak bisa membaca posting terakhir saya, meskipun banyak komentar yang masuk, yang copynya masuk ke dalam inbox emails saya.Tapi saya amat berterima kasih karena masih banyak teman yang setia untuk membaca blog saya, seperti ANDA! Ya Anda yang sekarang sedang membaca tulisan tak bermutu yang ditulis demi memanfaatkan waktu sebelum Kai terbangun.

Jakarta 1 Maret 2009, 8:06 AM

Hari ke 8 – 88 dan Cantent in Viis Domine

26 Feb

Seperti yang pernah saya posting di Apa artinya sebuah angka! Bagi orang Jepang, angka delapan adalah angka mujur. Dan dalam kehidupan manusia, ada suatu titik-titik usia tertentu yang “Diagungkan”. Usia o tahun atau usia 1 tahun pada hitungan Jepang lama yang merupakan hari kelahiran, usia 20 tahun yang menurut pemerintah merupakan pengakuan seseorang menjadi dewasa dengan sebutan khusus HATACHI 二十歳 , usia 60 tahun dengan sebutan KANREKI 還暦 (genap 4 kali putaran shio dan dikatakan bahwa manusia kembali lagi menjadi bayi), usia 88 tahun yang disebut BEIJU 米寿 , 90 tahun disebut SOTSUJU 卒壽 dan 99 tahun yang disebut HAKUJU 白寿.

Sedikit sekali orang yang bisa mencapai umur 88, dan lebih sedikit yang bisa mencapai 90 tahun. Ada dua muridku, orang Jepang yang bisa mencapai sotsuju, yaitu Almarhum Dr Fukuoka Yoshio, yang meninggal 11 januari lalu, dan Bapak Watanabe Ken yang masih segar bugar sekarang dengan usia 93 tahun. Ah aku ingin segera berjumpa Bapak Watanabe sepulang dari Indonesia. Dialah yang memberikan kesadaran pada saya bahwa umur tidak menjadi penghalang untuk belajar, belajar dan belajar terus. Dia mulai belajar bahasa Indonesia denganku pada umur 83 tahun dan sampai saat ini masih belajar di sebuah sekolah bahasa di Shinjuku. Bayangkan… SEMBILAN PULUH TIGA tahun.

Di keluarga Coutrier sendiri, Opa dan Oma (dari pihak papa) berhasil melewati 88 tahun. Padahal boleh dibilang mereka juga tidak fit 100% sampai akhir hidupnya. Opa meninggal persis di hari ulang tahunnya yang ke 88 dan saya bisa menghadirinya. Oma meninggal usia 89 tahun, tanpa ada yang memberitahukan saya (mungkin karena pikir saya toh tidak bisa datang). Dan dari Coutrier Clan ini, sesepuh yang masih hidup adalah Oma Dorothea Versluys yang tinggal di Amersfoort dan baru saja merayakan ulang tahun ke 89 tahun tanggal 7 Januari lalu. Aku juga sangat menyayangi oma Do ini, dan berkhayal kapan lagi bisa bertemu beliau in real.

Dan tanggal 18 Februari lalu, seminggu sebelum Riku ulang tahun, seorang Oma berulang tahun yang ke 88 tahun. Beliau memang bukan Oma yang terdaftar dalam pohon keluargaku. Oma Poel Fernandez dan saya, cucunya, tak ada hubungan darah sama sekali. Beliau yang terus melajang sampai sekarang, hanyalah tetangga belakang rumah kami yang lama. Tapi Oma Poel yang kucinta itu sudah hadir sejak aku lahir, yang memberikan aku nama julukan BARENDJE DONDER KOP (arti harfiah bocah gundul…. yang penggambarannya amat cocok dengan Ikkyu_san, si pendeta Buddha kecil yang gundul dan pintar).

Dan sejak aku bisa berjalan, beliau selalu membuatkan, menjahitkan baju untukku sampai aku SMA. Yang terakhir dia jahitkan adalah rok seragam Tarakanita dalam empat warna/corak, putih untuk hari Senin, abu-abu dan kotak-kotak, serta rok berwarna krem untuk hari Sabtu. Setelah itu dia angkat tangan, dan berkata, “Aku sudah terlalu tua untuk bisa menjahitkan kamu lagi, beli saja. Saya bahkan tidak yakin bisa hidup sampai kamu menikah.”

Nyatanya dia masih bisa melihat foto-foto pernikahan kami (karena dilaksanakan di Jepang), dan bisa menggendong Riku setiap kali aku ke Jakarta, dan bisa bertemu juga dengan cicit ke duanya, Kai di Jakarta. Tuhan memang yang terindah, dan Hanya DIA yang membuat hidup kita menjadi indah pada waktunya.

KAU YANG TERINDAH
DI DALAM HIDUP INI
TIADA ALLAH TUHAN YANG SEPERTI ENGKAU
BESAR PERKASA PENUH KEMULIAAN

KAU YANG TERMANIS
DI DALAM HIDUP INI
KUCINTA KAU LEBIH DARI SEGALANYA
BESAR KASIH SETIA-MU KEPADAKU

REFF:
KUSEMBAH KAU YA ALLAHKU
KUTINGGIKAN NAMA-MU SELALU
TIADA LUTUT TAK BERTELUT
MENYEMBAH YESUS TUHAN RAJAKU

KUSEMBAH KAU YA ALLAHKU
KUTINGGIKAN NAMA-MU SELALU
SEMUA LIDAH KAN MENGAKU
ENGKAULAH YESUS TUHAN RAJAKU

Aku menangis sambil mendengar dan ikut menyanyikan lagu ini. Sebuah lagu kesayanganku yang dinyanyikan oleh teman-teman yang tergabung dalam Paduan Suara Cantent in Viis Domine, atau disingkat CAVIDO, pada misa syukur ulang tahun Oma Poel Fernandez di gereja St Johannes Penginjil Blok B, tanggal 22 Februari (hari ke 8 aku di Jakarta) yang lalu. Aku memang pernah menjadi anggota Paduan Suara ini sejak SMP, sampai sebelum keberangkatanku ke Jepang tahun 1992. Adalah Oma yang mendorongku bergabung dalam paduan suara ini, sehingga menjadi anggota paling rawit saat itu. Tapi setiap kali selalu ditanya, mbak SMA kelas berapa? , karena badanku yang bongsor itu, padahal aku masih SMP.

Pindah ke Jepang tahun 1992, aku merasa kehilangan pada suasana kekeluargaan yang kocak yang ada dalam paduan suara ini. Tapi yang membuat aku bahagia adalah, bahwa mereka, meskipun banyak anggota baru yang tidak mengenal aku, tetap menyambutku dengan hangat setiap aku mampir dalam tugas-tugas mereka di gereja setiap kali aku mudik ke jakarta. Aku masih dianggap sebagai anggota. Dan seandainya aku mau jujur, aku merasa menyesal tidak mendengarkan mereka mengiringi misa pernikahanku karena dilaksanakan di Jepang. (Dan aku tahu Oma Poel juga kecewa dengan keputusanku…. maafkan aku Oma)

Paduan suara ini memang tidak bisa melupakan kehadiran Oma Poel dalam sejarahnya. Kepala sekolah SMA Tarakanita waktu itu, Sr Fraceline yang mendirikan paduan suara ini. Karena anggotanya adalah murid SMA Tarakanita maka tentu saja hanya bersuara wanita saja. Kemudian membuka diri dan menerima murid SMA Pangudi Luhur (yang pria semua) supaya bisa lengkap 4 suara, dan akhirnya menerima anggota umum. Baru setelah itu pelaksanaan sehari-hari untuk latihan dan pemilihan lagu kemudian dilakukan oleh Oma Poel Fernandez ini. Terus dilakukannya sampai saat kesehatan dan pendengarannya bermasalah sehingga akhirnya koordinasi latihan dan lagu-lagu diserahkan pada Mas Atok Joko dan istrinya Mbak Savitri. Dan PS Cavido tahun lalu sudah merayakan lustrum ke 6 atau 30 tahun berdirinya.

88 tahun dan 30 tahun

Oma Poel dan Cavido

aku dan komunitas gereja katolik indonesia

ikatan yang hanya bisa “abadi” dengan campur tangan Bapa Surgawi saja

Selamat ulang tahun untuk Oma Poel

Selamat berkarya dan terus maju untuk Cavido. I love you all, and always miss our togetherness.

The Lord bless you and keep you; The Lord make his face to shine upon you and be gracious unto you; The Lord lift up the light of his coutenance upon you and give you peace. Amen(Bilangan 6:24~26)

http://www.youtube.com/watch?v=O2WQ5yKhgLw compossed by Peter C. Lutkin. yang sering dinyanyikan Cavido juga.

Foto lengkap bisa dilihat di

http://www.facebook.com/album.php?aid=64867&id=787239774&l=31bec