Tentu sudah tahu ya artinya Yes Man, yaitu merefer orang yang selalu “YES!” tanpa ada pertanyaan atau perlawanan, bagaikan kerbau dicucuk hidung (ihhh padahal sakit kan kalau hidungnya di cucuk). Nah kalau No Man, mestinya kebalikannya, selalu mengatakan “No!”…..
Di keluarga Miyashita tidak ada yang “Yes Man”, pasti ada hal-hal tertentu yang pasti dipertanyakan dulu sebelum memberikan jawaban. Tapi kalau No Man ada, yaitu si Kai. Duuuh, dia selalu menjawab, “IYA DA” (bahasa Jepang IYA itu bukan yes, tapi OGAH!) .
“Kai ganti pampers yuuk…”
“Iya da!”
“makan yuuk….”
“Iya da!”
“pergi ke tempat sensei yuuk…”
“Iya da!”
Dooooh pusing aku. Awal-awal aku kesal, marah dong. Lama-lama aku biarin aja… pergi. Lalu kalau dia minta sesuatu,
“Mama…. Minta cucu (susu) ”
“Iya da….”
“Mamaaaaa… cucu…”
“Iya da….”
Nangis deh….. Dan terpaksa taktik “menolak” seperti Kai tidak bisa dilanjutkan, karena aku ngga tahan ributnya.
Tapi pura-pura marah itu manjur juga, karena dia lalu datang sendiri sambil bilang;
“Ma…. ganti pampers yuuk”
“Ma… pergi yuuk”
“Ma… tsuru-tsuru…. (tsuru-tsuru adalah bunyi seruput waktu makan segala jenis mie. Sehingga kalau dia mau makan mie, dia minta “tsuru-tsuru”…. meskipun tsuru-tsuru juga bisa berarti botak hehehe)
Suatu episode dalam mobil:
Riku: “Mama aku boleh buka mainan ini ya”
Mama belum jawab tapi Kai langsung nyamber: “Dame (ngga boleh) ochiru.. dame” (Ngga boleh nanti jatuh berantakan)
dengan gaya sok teu nya si Kai melarang Riku membuka mainan di dalam mobil, persis dengan alasan yang biasanya aku pakai hihihi.
“Mama… koen itta!” (pergi ke Taman tadi)
“Ow… tanoshikatta?” (senang?)
“Tanoshikatta….”(senang)
“Uma notta” (Naik kuda-kudaan)
“Wahhh asyik”
“SHuuun mo notta” (Naik perosotan juga)
Aku heran kenapa tiba-tiba dia cerita lagi. Soalnya ini sudah yang ke tiga kalinya.
“Riku wa?” (Riku mana?)
“Riku nen ne” (Riku bobo)
“Ohhh…” Pantas dia ajak omong terus, rupanya dia mulai takut gelap dalam mobil di belakang…
“Mama… Mama iru?” (Mama ada?)
“Mochiron…” (Tentu saja)
“Mama inakereba, darega unten suru deshou?” (Kalau mama ngga ada kan siapa yang nyetir)
Dan dia mengoceh terus sepanjang perjalanan pulang, sambil aku juga tanya-tanya.
Meskipun itu anak dua sering berkelahi, tapi Kai pasti ingat Riku kalau makan. Pernah dia melihat ada 2 permen kopiko di atas mejaku, dan dia minta. Ya sudah, aku kasih satu.
“Riku?”
“Ngga usah… ini buat mama”
“Riku….” dan dia menangis.
Astaga… dia sedih Riku tidak dapat (padahal belum tentu kakaknya ingat dia kalau makan hihihi). Terpaksa deh aku kasih permen kopiko yang satu lagi, dan dia langsung keluar mencari kakaknya…. “Riku… ini”
Hari ini aku minta maaf pada Riku. Di sekolahnya ada “Kunjungan Orangtua” pada jam pelajaran ke 2 dan 3. Tapi aku tidak bisa datang, karena Kai demam. “Ya sudah… Mama nanti jaga Kai baik-baik ya…” Sambil berkata begitu dia pergi ke sekolah dalam rintik hujan yang dingin.
Memang Kai sedang demam selama dua hari ini. Demamnya datang di malam hari saja, dan di siang hari turun sampai 37,5… batas normal untuk bisa menitipkan di penitipan anak. Lebih dari 37,5 dianggap demam, dan penitipan tidak mau menerima anak sakit, karena akan menularkan penyakit pada anak-anak lainnya. Seandainya demam waktu sedang di tempat penitipan, ya kami orang tua akan ditelepon untuk SEGERA menjemput anak-anak kami…..
Semoga si No Man, alias anakku Kai sembuh segera deh. Mama sudah kangen sama “IYA DA” nya hehehe.
Seperti biasa hari Jumat merupakan hari tersibukku. Di kala umat Islam di Indonesia merayakan Idul Adha, di negara ini waktu berputar terus tanpa ada libur hari besar keagamaan. Karena aku sekarang selalu membuka FB ku, bisa mengetahui perkembangan di tanah air, dan jadi mengetahui bahwa hari ini adalah hari Idul Kurban. Kalau dulu kadang aku terlewatkan hari-hari libur Indonesia karena memakai kalender Jepang. Posting kali ini benar-benar catatan harian dan curhat tentang kemarin.
Pagi-pagi sudah disibukkan oleh Kai yang tidak mau dilepas dari gendongan, padahal aku masih harus mempersiapkan macam-macam. Akhirnya begitu dia mau turun, aku langsung buka baju dan celananya untuk ganti baju. Tapi… dia tidak mau dipakaikan baju, dan bermain dengan Riku. Kalau terlalu lama telanjang pasti masuk angin, karena ini musim dingin. Jadi aku tanya Riku, mau ngga memakaika baju adiknya. Well…. anak sulungku ini lalu membujuk adiknya pakai baju, dan Kai mau. Senangnya diriku, dan cepat-cepat ambil kamera :D. (Jangan heran ya kalau banyak foto, soalnya kamera selalu berada di dekat meja makan hihihi). Terharu sekali aku melihatnya.
Kai memang sedang sulit diatur. Sedang masanya. Pasti dia akan berkata,”Yada…(tidak mau)” , jika disuruh sesuatu. Semua pasti melawan. Dan biasanya aku membiarkan sementara, biasanya setelah beberapa saat dia akan mengerjakan sendiri. Apalagi soal makanan, jika dia lihat kakaknya sudah makan dan enak, baru dia mau makan. Jadi pagi kemarin dia juga mulai “betingkah”. Sudah hampir jam 9 belum mau berangkat ke penitipan, padahal biasanya semangat sekali. Biarpun aku bujuk bahwa kita akan naik bus, tidak mempan juga. Aku memang bingung antara pergi naik bus atau sepeda. Karena ternyata sakit kakiku semakin menjadi, yang tadinya sebelah kiri saja, sekarang mulai menyerang sebelah kanan. Dan aku perhatikan karena aku naik sepeda dengan beban berat yaitu Kai+ belanjaan. Ketahuan deh sudah semakin tua…. hiks…
Akhirnya kami naik sepeda, karena mengejar waktu. Setelah menyerahkan Kai pada gurunya, aku titipkan sepeda ke parkiran sepeda di lantai 3. Ini juga berat karena harus mendorong sepedaku yang memang berat sampai ke lantai 3. But…apa boleh buat lah. Aku masih bisa mengejar kereta jam 10:01 dari Shinjuku! Itu targetku.
Tapi ternyata rencana tinggal rencana saja…. Seperti aku tulis di status FBku, pagi itu memang lucu, kalau kita melihat dari sudut yang lucu. Tapi kalau aku mau gerutu karena terlambat tentu tidak akan lucu jadinya. Lucu yang pertama, persis ada ibu yang duduk di depanku (aku berdiri) yang tidur sambil ngorok keras sekali. Keadaan sunyi di dalam kereta, dan perlu diketahui, bunyi kereta di Jepang tidak terlalu ribut. Sehingga kalau ada orang kent*t keras dikit pastilah kedengaran hehehe. Yah, semua maklum sih kalau pagi hari memang sering mendengar suara dengkur seperti itu (cuman yang ini ibu-ibu sih, jadi rada aneh aja hihihi). Dan yang memang perlu diacungi jempol atas kehebatan orang Jepang adalah mereka tahu kapan mereka harus bangun! gila ngga? Si ibu ini bangun persis waktu pintu kereta membuka di stasiun terminal akhir! Saya dan pak Nanang di FB malah jadi bernostalgia kalau ketiduran di kereta pasti kelewatan 2-3 stasiun hihihi. Dasar orang Indonesia!
Nah kejadian kedua terjadi di stasiun Shinjuku. Kalau aku berlari, aku pasti bisa naik kereta jam 10:01, tapi aku tertahan…hiks. Tertahannya kenapa? Pas aku turun dari eskalator, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu di lengan jasku yang ngegandul-gandul :). Waktu aku lihat, ternyata ada HP yang nyantel di lengan jasku yang terbuat dari wool. Rupanya HP itu pakai hiasan cantelan-cantelan yang mempunyai sudut tajam. jadi nyantel deh ke jas aku. Ntah dia taruh HP itu di mana, apa di tas atau di kantongnya. Nah masalahnya aku harus bagaimana? Huh…mana buru-buru lagi. Selintas terpikir mau jatuhin aja di mana gitu, biar ada yang ketemu dan kasih ke petugas, atau taruh di kiosk mana biar ditemui petugas. Tapi…. masak sih aku gitu (iih itu setan di kepala bisa ketawa kalo aku laksanakan tuh hihihi). Jadi deh terpaksa aku pergi ke loket petugas JR (karena di kawasan JR lebih baik lapor ke situ). Mana sebelum aku yang antri untuk urusan karcis banyak lagi, terpaksa nunggu deh…. sabarr…sabarrrr…. Begitu tiba giliran aku, aku menjelaskan bla bla bla, dan hanya dijawab petugas, “Jadi barang ketinggalan ya?”
“Iya”
“OK kami simpan di sni”
thats all….. aku pikir dia akan tanya nama, alamat dan no telp segala (doooh kayak seleb aja mel hihihi) sehingga akan makan waktu (makanya aku pikir macem-macem tadi hihihi)…. ternyata tidak sama sekali.
Well, selesai urusan menyerahkan HP, aku cepat-cepat ke peron tempat aku harus berangkat dan baru ada kereta pukul 10:17 …yaaah telat deh. Apa boleh buat. Sambil mengharap murid-muridku masih menungguku. (Ada perjanjian di universitas bahwa murid harus menunggu 30 menit, setelah 30 menit guru belum datang tanpa pemberitahuan maka dianggap kelas libur). Hasilnya? Mereka masih menungguku …syukurlah. (telat 15 menit saja sih)
Pulangnya, aku belanja dulu baru jemput Kai dan naik sepeda pulag ke rumah, taruh barang-barang dan pergi jemput Riku dari les bahasa Inggris dengan mendorong Kai yang duduk di baby carnya. Sepulang dari situ, sudah capek… pek… pek…., dan seperti biasa aku taruh beberapa krupuk dan snack di meja untuk Kai dan Riku. Aku bilang pada Riku, “Mama tiduran sebentar ya, nanti kalau kamu lapar bangunin mama aja”.
Belum lama aku tiduran, Kai masuk dan menyuruh aku keluar. Dia mau memperlihatkan sesuatu. Aku bilang nanti deh Kai….Tapi Kai terus maksa, menyuruh aku berdiri. Coba bayangin, pas baru akan terlelap tidur, dibangunkan hanya untuk mempelihatkan hal yang tidak penting, yang masih bisa ditunda. Jika itu Riku, bisa diberitahu dan dia memaklumi. Tapi ini Kai, yang belum bisa mengerti bahwa mamanya lagi tidak mau diganggu, mau tidur! Jadi aku memang harus bisa menerima.
Setelah ngomel, ngedumel aku kembali lagi masuk ke dalam selimut. Sambil meredakan kemarahan dan rasa capek yang tidak tertahankan, aku berpikir. Kapan aku bisa benar-benar istirahat dari dua anak ini? Mungkin memang perlu aku menitipkan anak-anak untuk 1-2 hari dan …getaway sendiri. Aku lalu berpikir …aduh enaknya mereka yang di Indonesia, ada pembantu, ada baby sitter, ada orang tua yang bisa dimintain tolong…sedih deh di sini sendiri. Semua harus kerjakan sendiri, merawat anak, beberes, masak juga… kalau kayak begini terus, aku bisa sakit deh. Hmmm tapi kalau dirawat di RS mungkin bisa jadi getaway juga kali ya. Cuma kasihan yang merawat anak-anak yang kasihan. Duuuh kok aku sampai berpikir “getaway” di rumah sakit sih?
DAN aku teringat pada mama. Mama juga pernah dirawat lama di RS. Hampir 2 minggu, karena terkena virus herpes yang menyerang mata. Sampai mata kiri mama hampir buta. Dan kami anak-anak tidak boleh menjenguk mama di RS, karena berbahaya jika terkena virus itu juga. Waktu itu kami dirawat oleh Oma dan Opa dari pihak papa yang tinggal di Makassar, yang datang ke Jakarta sebelum melanjutkan perjalanan ke Belanda. Hmmm aku sadar bahwa waktu mama dirawat itu pasti juga karena terlalu capek merawat kami. Waktu itu kami juga tidak ada pembantu. Sering sekali kami tanpa pembantu. Dan mungkin karena mertuanya akan datang menginap untuk waktu yang lama, mama terlalu memforsir diri sampai akhirnya jatuh sakit. Tiba-tiba aku bisa merasakan kondisi mama waktu itu. Membesarkan 4 anak sendirian. Papa lebih sering bertugas di luar negeri/luar daerah. Aku “hanya” 2 anak… duhh mama… kasian sekali mama waktu itu…. dan aku menangis terisak-isak dalam selimut. Kangen Mama!
Biasanya setelah menangis, maka perasaan bisa lebih lega. Tapi waktu aku masih menangis sesegukan begitu, Riku datang dan berkata,
“Mama, aku bisa mengerti perasaan mama…. Mama capek padahal Kai mau kasih bangun terus kan. Riku ngerti. Tapi mama jangan nangis dong. Riku sedih kalau lihat mama nangis. Mama benci Riku juga?”
Aduuuuh sulungku ini mau menghibur aku…. tambah deh mewek nya…
“Riku, mama nangis bukan karena mama capek. Ya mama capek juga. Tapi lebih karena mama ingat oma yang dulu juga pasti capek membesarkan anak-anak sendirian. Mama sayang Riku. Riku permata mama… Riku waktu kecil jarang nakal dan melawan mama.” Aku peluk Riku. Tapi si unyil satu tidak suka melihat aku memeluk Riku, lalu bilang…”Kai ..kai” dia minta dipeluk juga. OK aku peluk. Kata Kai “Kai.. Mama…Riku… san (tiga)” Benar seperti segitiga deh. Dan tentu saja si Kai tidak mengerti apa-apa selain, dia juga mau “keberadaan”nya diketahui dan iri pada Riku. Akhirnya aku bermain dengan Kai dan Riku, dan tidak jadi tidur meskipun masih di tempat tidur.
Setelah Kai dan Riku keluar kamar (tentu saja untuk menonton TV lagi), aku masih leyeh-leyeh sambil mikir mau masak apa. Tiba-tiba Riku datang dan bilang padaku;
“Mama, mama selalu bantu Riku. Nanti di kemudian hari, tidak tahu akan seperti apa dan bagaimana, tapi Riku akan bantu mama terus. Cerita sama Riku ya. Jadi mama jangan sedih. Kalau mama sedih Riku ikut sedih… (dan dia mulai menangis) ” Duuuh anakku kamu itu baru umur 6 tahun (3 bulan lagi 7 th). Sambil peluk dia aku berkata,
“Iya Riku, Mama ngga sedih lagi. Nanti kalau ada apa-apa Mama akan bicara sama Riku. Curhat dan diskusi sama Riku. Riku mau dengerin mama ya? ”
“Iya dong. Mama pasti cerita sama Riku ya…”
“Iya sayang. Mama sayang Riku (dalam bahasa Indonesia)”
“Aku juga sayang mama” (dalam bahasa Indonesia… ahhh kata sayang memang paling enak pakai bahasa Indonesia. Kai pun lebih tahu kata “sayang” daripada “suki (suka)” bahasa Jepang. Khusus untuk perasaan seperti cinta dan sayang, bahasa Jepang kalah dari bahasa Indonesia.)
Dengan mata bengkak, aku mempersiapkan makan malam untuk Kai dan Riku, sambil berpikir aku harus tulis peristiwa malam ini. Sebagai kenang-kenangan untuk Riku di masa depan, jika dia baca kelak, bahwa aku menghargai dia yang sangat memperhatikan dan menyayangi mamanya. Bukan untuk pamer tentang hubunganku dan sulungku, tapi hanya sebagai kenangan saja. Sebagai reminder. Supaya jangan aku lupa bahwa aku punya dua anak yang membutuhkan aku. My precious Jewels.
Dan waktu Gen pulang pukul 11 malam, aku tidak bisa bercerita ttg hal ini karena Kai masih bangun dan menyita perhatian papanya terus. Udah gitu Gen ternyata sudah makan di kantor… tahu gitu kan aku makan sama anak-anak 🙁 Dan malam itu kami terpaksa bangun dua kali, pertama karena Kai muntah akibat terlalu banyak gerak, dan sekitar jam 3 karena dia hanya mau minum susu di botol yang bergambar Mickey. Duuuh kai..kai… Cinta banget dia sama Mickey.
Ichi hachi juu…. angka apa itu? Ini adalah deretan angka yang dihafal oleh Kai, dan selalu dia sebutkan, kapan saja. Dulu Riku selalu menyebutkan juhachi atau 18 sehingga pernah saya tulis di “Ada apa dengan 18” dan di “Masih tentang 18“. Tapi untuk Kai, ya tiga angka itu, satu (ichi), delapan (hachi), dan sepuluh (juu). Mungkin diantara angka 1 sampai sepuluh, pengucapannya yang paling mudah untuk Kai ya ketiga angka ini. Dan setiap dia melihat angka, baik itu berupa jam analog maupun deretan huruf saja, di mana saja , dia akan berteriak, “JI”… padahal Ji lebih berarti huruf, daripada angka. Kalau angka disebut dengan SUUJI.
Saya sendiri memang sangat memperhatikan angka. Pada waktu menulis surat/email/memberikan komentar biasanya saya perhatikan jam di komputer. Dan biasanya kalau saya melihat jam itu, angka yang keluar adalah angka-angka bagus… seperti jam 01:23 atau 12:34 atau 10:01….. Dan setahu saya ada satu orang lagi blogger yang juga sering memperhatikan angka bagus itu. Entah kenapa saya selalu tertarik dengan magis dari angka-angka itu. Angka kesukaan saya? Masih tetap 8.
Karena itu saya juga pernah memberikan hadiah pada komentator TE yang ke 6666, 6969, 6996, 6999, 7000, 7777 dan 8888. Nah sesudah 8888 tentu saja ada angka 9999 dan 10.000 ya. Beberapa hari yang lalu Gen membawa selembar perangko Naruto padaku dan berkata, “Mel, ini aja hadiah untuk komentator ke 9999 di TE”. Hmmm iya kalau orang itu suka Naruto…. kalau tidak? Nanti tanya saja deh sama yang jadi komentator9999 dan 10.000maunya apa ya?
Kepengen dapet hadiah? Perhatikan saja di sidebar kiri, ada tulisan SPEC dan disitu ketahuan kok sudah ada berapa komentar yang masuk ke TE. Tentu saja, ada kemungkinan pendatang baru atau masuk spam, sehingga saya masih perlu moderasikan lagi. Atau bisa juga saya delete komentar yang tidak relevan atau hetriks keterlaluan tanpa ada message di dalamnya ( yang pasti tulisan , Pertamax, Kedua, Ketiga dst tanpa ada lanjutan kalimat lainnya akan saya hapus heheheh)
So… siapa ya yang akan menjadi komentator ke 9999 dan 10.000. Saya tunggu ya…. (lalu mungkin ada yang bertanya sesudah 10.000 ada lagi ngga? hmmm mungkin kalau ada yang mau nunggu sampai 11.111 dan jika blog ini termasuk empunya masih hidup …… ya sayembara (taelah) akan dilanjutkan terus heheheh)
Ini adalah posting yang ke 656 (jadi ingat palindrome deh) dan pada tanggal 11-11.
Tadi dini hari, Kai terbangun menangis dan mencari aku di kamar studioku. Begitu bertemu denganku, dia langsung berkata…..”obake….”
Aku menentramkan hatinya, “Tidak ada obake, yang ada mama”.
Entah sudah beberapa hari ini dia sibuk dengan kata “obake”. Pasti dia dengar di penitipan, karena kami tidak pernah mengatakan hal itu.Dan waktu Kai mengatakan “Obake”, Riku pasti mengatakan “Obake tidak ada!” (karena….dia juga takut …hihihi)
Obake adalah setan atau hantu… Dan terus terang saya tidak suka cerita setan/hantu di Jepang karena mereka banyak bermain dengan penggalan kepala berdarah-darah, tangan juga terpotong, wajah hancur. Mungkin ini disebabkan karena cara bunuh diri di Jepang itu lebih memakai pedang yang merobek perut. Atau terjun dari gedung tinggi. Jarang yang memakai cara bunuh diri yang “manis” seperti minum baygon, atau gantung diri.
Satu lagi yang perlu saya informasikan, kalau di Disneyland atau atraksi rumah hantu lainnya (dulu sekali pernah masuk di Dufan, sekarang masih ada ngga ya?) kita menaiki kendaraan, lalu dibawa masuk melewati course yang ada. Nah, kebanyakan atraksi rumah hantu di Jepang itu kita harus BERJALAN sendiri dalam gelap. Jadi kalau terpaku tidak bisa bergerak, ya tidak maju-maju. Karena itu cocok sekali sebagai tempat nge-datenya pasangan-pasangan remaja (asal yang cowonya berani aja, kalo ngga ya …malu-maluin hahahaha)
Nah kembali ke Kai…. ternyata dia cukup takut dengan obake, dan tidak mau dibacakan sebuah buku Picture Book, yang paling terkenal di Jepang, yang menceritakan tentang obake. Judulnya “Nenai ko dareda”, “Mana anak yang tidak tidur?”… jadi ceritanya kalau tidak tidur, anak-anak akan dibawa pergi oleh obake…. yang lucu sih gambarnya hehehe.
Jam berdentang…. dong…dong…dong….
Siapa yang masih bangun jam segini?
Burung Hantu?
Kucing hitam?
Tikus yang nakal?
Atau… pencuri?
Bukan….bukan…. tengah malam adalah waktunya HANTU
Ehh… ada yang masih bermain tengah malam begini?
Jadilah hantu
dan terbang ke dunia hantu….
Dulu Riku waktu kecil juga tidak mau membaca buku ini, tapi begitu berumur 4 tahun, dia justru mau menunjukkan keberaniannya dengan minta dibacakan.
(Terus terang aku juga suka takut kalau anak-anak, terutama balita bilang, “obake”, karena konon mereka masih murni sehingga bisa melihat apa yang tidak kita lihat…. Seperti keponakanku yang berkata, “Ma, itu om kok duduk di kamar tamu terus sih….?” hiiiiiiiiiiiiiiiii)
Kamu takut hantu? Ibuku selalu berkata, “Jangan takut pada orang yang sudah mati, justru kita harus takut pada mereka yang hidup, karena yang hidup lebih jahat…. bisa berbuat apa saja”. Dan… Ibuku termasuk yang bisa melihat hihihihi.
BTW, ada ngga ya Picture Book, atau cerita tentang hantu untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia?
Wah kalau udah berurusan dengan kata yang satu ini, hubungan dua manusia bisa runyam deh. Apalagi kalau dibiarkan, yang tadinya kecil…jadi besar besar mengembang dan meletus! Dooorr …. dan akhirnya semua tindakan yang dilakukan akan salah di mata yang cemburu. Entah dia itu perempuan atau laki-laki.
Nah, hari Rabu itu, aku a. g. a. k. cemburu… ngaku nih. Begini ceritanya.
Sudah sejak Jumat lalu, Kai tidak bisa ke “belakang”. Sembelit. Sudah upaya macam-macam tetap tidak bisa. Aku sempat bicara dengan guru di penitipannya, dan mendapat jawaban yang melegakan. “Tidak apa-apa kok bu, ada anak yang memang biasanya siklusnya 4-5 hari”. Tapi aku tahu pasti Kai juga menderita. Jadi aku putuskan kalau Hari Rabu sembelitnya tidak sembuh, aku akan ke RS. Selasa malam…menunggu…menunggu sampai pagi tidak ada tanda-tanda. Akhirnya jam 9 pagi, aku telepon ke penitipan memberitahukan bahwa kami akan terlambat, karena mau ke Rumah Sakit dulu.
Sudah bersiap-siap, kami turun ke bawah, ke tempat sepeda…. Nah saat itu Kai menangis sambil berkata, “Ma…pu pu”. Cepat-cepat deh aku naik lift ke lantai 4, kembali buka pintu dan ke WC. …. Lega deh… (sorry ya pasti ada yang bilang iiiih imelda…ginian aja diceritain hihihi)
Nah karena aku tahu Kai juga senang dan lega, aku peluk dia.
“Untung ya nak…bisa keluar.”
“Mmmmm ” (maksudnya iya)
“Yuk kita pergi…”
“Shensei?” (Dia selalu berkata shen-sei bukan sensei… dan entah kenapa memang Kai suka sekali dengan penitipannya, sensei-senseinya)
“Hmmm … Kai sayang siapa? Mama atau sensei?”
“(Sambil liat aku) Shensei..”
“Hah? Kai ngga sayang mama?” Lalu dia cium aku.
Iseng aku tanya lagi, “Kai sayang siapa? Mama atau shensei?”
Lalu dia ketawa… diam
“Ayo …kai sayang siapa? Mama atau sensei?”
“Shensei”… (huh… menyebalkan sekali…. aku jadi teringat kalau pertanyaan yang sama diajukan pada Riku waktu kecil, dia PASTI menjawab Mama)
“Kaiiiiiiiiiiiiiiiiii….. Kai ngga sayang mama ya?”
Lalu dia cium aku lagi…
Gebleknya aku tanya lagi
“Kai sayang siapa? Mama atau sensei?”
“Mama…”
“Nahhhh gitu dong” Sambil aku cium-cium dia.
Betapa memang kita manusia akan bertanya terus pada pasangan kita, siapa yang dia cintai. Seakan tindakan saja tidak cukup. Cemburu. Dan jika tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, kita akan terus bertanya, bertanya, bertanya… sampai mungkin pasangan kita itu muak dan berkata, “Ya aku cinta kamu kok” (padahal karena terpaksa tuh)…. Nah udah dijawab begitu juga biasanya masih marah tuh kalo cewek!bilangnya… ngga tulus, karena musti ditanya dulu baru bilang…. hahahaha… Susah ya jadi laki-laki. Menghadapi perempuan yang cemburuan (tapi kejadian bisa kebalikan kok, cowonya yang cemburuan)
Kembali ke Kai, aku jadi berpikir saat itu. Memang aku jarang berduaan pergi dengan Kai, istilahnya ‘date’ kencan atau rendezvous deh. Bahkan mungkin tidak pernah! Selalu ada Riku. Sedangkan dengan Riku, aku sering pergi date berdua, makan es krim lah, takoyaki lah….
Jadi aku bilang pada Kai,
“Kai… mama to isshoni tabeni ikou ne… (Kai pergi makan sama mama ya?)”
“Ikou… (mari pergi)”
Cepat-cepat aku telepon penitipan dan membatalkan pergi ke sana hari ini. Aku mau ‘date’ kencan dengan anak kedua ku.
Akhirnya kami berdua jalan ke famires (Family restoran) dekat rumah. Dan menikmati date berdua. Sambil makan dia senderan ke aku, dan sesekali aku minta dia cium pipiku. Sayangnya, dia tetap tidak mau makan sayur yang kupesan. Kai memang tidak suka sayur, lain dengan Riku yang hobby makan sayur. Susah deh…gimana ngga mau sembelit kalau gitu? Akhirnya sebelum pulang ke rumah, aku dan Kai mampir ke toko konbini (convinient store) untuk membeli jus sayur dan buah.
Hilang deh cemburuku hari itu.
(Terima kasih pada Eka yang saking kepikirannya ikut membantu aku mencari artikel tentang sembelit. di sini :
Weleh emang selain obat dan penyakit, Rumah Sakit bisa kasih oleh-oleh apa? Ya, hari ini saya mau menuliskan sesuatu yang saya dapatkan dari Rumah Sakit.
Setiap Rumah Sakit (bahkan Puskesmas) di sini, untuk bagian anak pasti menyediakan sebuah rak buku. Kadang ada yang menyediakan ruang untuk bermain, kalau memungkinkan, tapi kalau Rumah Sakit yang sempit paling sedikit ada satu rak buku berisi bermacam-macam picture book. Nah, saya senang membacakan bermacam-macam Picture Book kepada anak-anak saya, sambil melihat judul-judul yang ada. Wahhh memang Jepang surganya Picture Book deh, segala topik bisa dijadikan buku bergambar.
Saya memang pernah membaca dari jurnal mengenai Picture Book, tentang macam-macam tema PB dari untuk anak-anak sampai orang dewasa. Dan saya rasa tema-tema yang amat sederhana untuk anak-anak itu menarik sekali. Sesuatu yang jorok atau tabu dibicarakan di Indonesia bisa dikemas menjadi menarik, dan di dalamnya diselipkan “pengetahuan” yang pasti tidak akan bisa masuk kepala jika diberikan di kelas. Karena diberikan dalam PB, bisa langsung dimengerti. Misalnya karena pernah membaca buku Kasabuta, Riku tahu kenapa keropeng itu terbentuk dan menjelaskannya pada saya setiap dia jatuh.
Inilah buku-buku Picture Book yang pernah saya temukan di Rumah Sakit selama menunggu giliran.(Baik yang kemarin waktu ke RS maupun yang dulu-dulu yang pernah saya rekam dalam kamera HP saya)
PB berjudul Hana no ana no hanashi, Cerita tentang Lubang Hidung, karangan Yagyu Genichiro. Dipenuhi dengan gambar yang lucu dan menarik, dan juga dijelaskan bagaimana terjadinya kotoran hidung atau upil.
PB hahaha no hanashi, “Cerita mengenai Gigi“, karangan Kako Satoshi. Seorang penulis Picture Book, yang pernah saya bahas dalam postingan “Anda Tahu PLTA Cirata“. Apa yang menyebabkan gigi berlubang dan sakit dijelaskan dalam gambar sehingga mudah dicerna oleh anak-anak.
Kedua Picture Book di atas mungkin masih “sopan”. Nah berikut tema yang mungkin akan dibilang…. iiiih imelda jorooookkk. hehhee Tapi manusiawi sekali, dan dengan bantuan PB ini malah orang tua akan mudah menjelaskan pada anak-anak.
Picture Book terjemahan dari bahasa Jerman, judul bahasa Jepangnya, Unchi shitanowa dareyo, “Siapa yang Berak”. Dengan buku ini, anak-anak bisa tahu bagaimana bentuk kotoran binatang yang berbeda-beda tentunya. Karena biasanya anak-anak tidak ada kesempatan melihat kotoran hewan secara langsung kan? Saya ingat dulu kalau minum jamu pil yang harus diminum 10 biji sekaligus, pasti ingat kotorannya kambing deh.
Buku ini masih membicarakan soal kotoran, tapi digambar asli oleh orang Jepang yang bernama Gomi Taro, seorang penulis PB yang terkenal. Buku yang berjudul Minna Unchi (1977), “Semua berak” itu sudah diterjemahkan dalam banyak bahasa. Ya, buang air memang wajar dilakukan semua orang dan binatang.
Sebuah Picture Book lagi dengan tema ‘jorok’ karangan Cho Shinta berjudul ONARA, “Kentut”. Saya sudah lupa isinya bagaimana tapi cukup menarik.
Sayang saya belum bertemu PB tentang “kencing” karena ternyata waktu saya browsing, ada sekitar 60 buku yang menceritakan tentang membuang kotoran, tapi terbanyak memang mengenai buang air besar. BAK nya sedikit. Padahal saya pikir perlu sekali. Saya ingat, waktu toilet training untuk Riku, amat sulit. Karena dia melihat saya ke WC duduk…jadi sampai umur 3 tahun dia selalu duduk di wc rumah. Nah karena akan masuk TK di usia 4, saya buru-buru memberitahukan dia bahwa laki-laki harus berdiri, dan sambil memarahi papanya, menyuruh papanya mengajarkan cara kencing ala laki-laki yang benar. Kelihatannya sepele, tapi hal ini penting loh.
Jadi hampir tidak ada tabu dalam picture book di Jepang, semua bisa menjadi bahan untuk menulis PB. Saya tidak tahu apakah di Indonesia ada pengarang PB yang berani menulis hal-hal seperti ini. Kalau terjemahan mungkin ada ya….
Nah, posting hari ini saya tutup dengan foto Kai yang membacakan buku untuk Riku. Biasanya kebalikan kan? Tapi tadi pagi waktu saya menyuruh Riku ke sekolah, dia masih mengeluh persendian sakit, dan sempat muntah karena batuk. Yah terpaksa saya meliburkan dia lagi, daripada dia belum sembuh benar ke sekolah dan menerima virus influenza. Malah lebih gawat lagi deh. Dan dengan demikian saya juga terpaksa minta ijin tidak mengajar hari ini (untung kemarin universitasnya yang libur karena ulang tahun pendirian Univ Waseda, jadi tidak perlu minta ijin). Saya kasih tahu Kai, “Kakak sakit, musti bobo”. Lalu dia mengambil buku (dan lucunya kenapa ambil Bible bergambar dan tebal hihihi) lalu dia membacakan untuk Riku. Bunyinya, ” Aaa u u u aa ooo ….. ” Jelas saja, dia belum bisa baca kok. Lagaknya aja tuh ….hihihihi.
Pagi hari Riku mengeluh kaki dan tangannya sakit. Aku ukur suhu badannya tidak demam, hanya 36,5. Ah pasti dia cuma mau bolos. Tapi, kemarin dia juga mengeluh kakinya sakit, sampai dia manja minta aku antar dia ke sekolah. Meskipun terlambatpun dia maunya pergi sama aku. Akhirnya kami sampai di sekolah pukul 8:30 persis anak-anak sudah menyiapkan pelajaran pertama, tapi guru belum ada karena selalu ada “pengarahn pagi” setiap pagi.
Karena kemarin dia juga mengeluh begitu, dan menurutnya hari ini yang sakit lutut, tangan (siku) dan dagu, juga tenggorokan. Hmmm, mengingat kondisi sekolahnya yang sedang banyak murid sakit influenza, dan sakit di pergelangan merupakan tanda-tanda influenza, maka aku dan Gen putuskan supaya Riku tidak ke sekolah. Aku pergi mengantar buku penghubung (berisi sebab kenapa tidak masuk) ke sekolah dan Kai ke penitipan, sedangkan Gen mengantar Riku ke dokter.
Rupanya pas dia sampai di RS dan diukur demamnya ternyata sudah 38,1 derajat. Wah! Oleh dokter dia langsung mengikuti test influenza. Hasilnya negatif, jadi bukan influenza. Tapi, jika besok masih demam, maka harus ke RS lagi untuk ditest lagi.
Yang mengejutkan waktu ambil obat di apotik, di pintu apotik tertulis, pasien atau keluarganya yang positif atau dicurigai mengidap influenza, jika mau mengambil obat influenza tidak boleh masuk ke dalam apotik, harus lewat pintu belakang, mengebel dan petugas akan ambil resepnya di luar. Tentu hal ini untuk mencegah penyebaran influenza terhadap pasien lain. Apalagi virus H1N1 ini menjadi “mematikan” pada pasien penyakit lain. Ada berita bahwa ada anak kecil berusia 4 tahun meninggal, karena virus ini bertambah ganas karena dia menderita pnemonia. Juga ada yang meninggal karena virus ini mencapai otak. Duhhhh… Kelihatan memang seperti paranoid, sampai di setiap sudut ada alkohol gratis segala, tapi memang kalau sudah terinfeksi, akan sulit ditanggulangi.
Jadi hari ini aku merawat Riku yang berada di rumah. Karena bosan tidur terus, aku sempat memberi ijin dia untuk menonton TV selama 1 jam di sore hari. Sesudah itu aku ajak tidur lagi, karena dia tidak mau ditinggal kalau aku jemput Kai di penitipan. Aku bohongi dia bahwa aku ngantuk mau tidur, dan kalau sudah bangun akan pergi sama-sama jemput Kai. Begitu dia tertidur, aku langsung cepat-cepat naik sepeda dan menjemput Kai, membeli es krim (di sini es krim boleh diberikan pada anak demam dengan tujuan menurunkan panas) dan pulang. Untung saja Riku masih tidur. Sedangkan si Kai panggil-panggil “Kakak…kakak”… “Sssshhh kakak bobo!” “Bobo?” dengan lirih Kai ikut berbisik. Duhhh gemes!
Dan…. waktu aku ajak Riku dan Kai tidur malam harinya, pertanyaan itu keluar dari mulut Riku.
“Mama… Riku akan jadi kakek juga ya?”
“Iya dong Riku…semua manusia kan jadi tua. Mama juga jadi nenek, Riku juga jadi kakek.”
“Jadi Riku juga akan mati dong?”
“Iya …kan manusia pasti akan mati” ia mulai menangis.
“Loh kenapa Riku?”
“Ya kalau mati kan ngga bisa main lagi, ngga bisa pergi-pergi lagi. ”
“Yah…namanya manusia…. memang harus mati. Kecuali benda, kalau benda tidak mati. Manusia, hewan, tumbuhan semua mati”
“Kalau begitu buat apa aku hidup? Aku lebih baik jadi benda saja”
“Kalau Riku jadi benda, Riku tidak bisa punya pikiran seperti tadi (hmmm susah nih). Riku tidak bisa bertemu dengan papa, mama. Karena Riku tidak bernafas, tidak bisa makan, tidak minum….”
“Manusia diberi kehidupan oleh Tuhan. Diberi nyawa. Karena itu kita harus bersyukur pada Tuhan. Memang dengan “hidup” itu kita merasakan senang, tapi juga susah. Merasakan sehat tapi juga sakit. Nah seperti Riku sekarang, Riku sakit kan? Dan saat sakit, ingin segera sembuh, dan merasa ingin sehat. Jadi bersyukur pada “rasa sehat” itu. Kalau Riku tidak sakit. Riku tidak bisa menghargai sehat itu gimana. ”
Sambil aku bercakap-cakap begitu dengan Riku, Kai ganggu terus. Ganggunya dengan tidur di atas Riku…mau manja. Terpaksa aku angkat dia, karena Riku sulit bernafas. Lalu aku tanya “Kai sayang Riku?” Duhhh si Kai langsung mencium pipi Riku…. how sweet.
“Riku tuh Kai aja sayang Riku. Mama juga sayang Riku. Mama melihat Riku begini, demam dan lemas begini. Rasanya mama mau minta penyakitnya Riku supaya masuk ke badan mama aja.”
“Kenapa? ”
“Biar mama aja yang sakit, dan Riku bisa sehat, nonton TV, makan yang enak….” Dia menangis terisak-isak…
“Loh kenapa?”
“Kok mama yang musti sakit?”
“Riku…. mama dan papa sayang Riku. Orang tua sayang anak-anaknya. Dan sedih kalau anak-anaknya sakit. Papa dan mama akan berusaha supaya Riku dan Kai jangan sakit, biar papa dan mama saja yang sakit.”
Aku juga tidak bisa menahan air mata, karena melihat Kai mengelus-elus kepala Riku yang sedang menangis. Memang dari sejak bayi Kai selalu ikut menangis kalau Riku menangis. Uhhh… bahagianya mempunyai dua anak yang mau saling mengasihi. Dan Kai juga melihat mataku yang berair, lalu berkata sambil memegang pipiku yang basah, “Mama… me (mata)”
“Iya Kai… ini namida (air mata)”
Sambil aku ganti popoknya Kai, aku lanjutin lagi deh kotbahku 🙂
“Riku dulu juga waktu kecil begini. Riku kan lihat waktu Kai lahir…. Kecil, tidak bisa apa-apa. Sekrang? jadi nakal begini. Riku juga sama. Mama tahu dulu Riku waktu lihat Kai lahir, Riku tidak suka sama Kai kan?”
Dia mengangguk.
“Karena Riku pikir mama dan papa akan lebih sayang sama Kai. Tapi ngga kan? Mama papa tetap sayang Riku. Malah sekarang Kai juga sayang Riku kan? Riku musti senang punya papa, mama, dan Kai. ”
Sambil aku belai kepala Riku, “Manusia itu lahir, jadi besar, SD, SMP, SMA, Universitas…. menikah, punya anak….jadi tua…lalu mati. Memang sudah begitu. Riku ingat juga kan film Lion King. Simba yang kecil …bapaknya mati…. trus Simba kecil jadi Raja trus punya anak namanya Simba juga. Namanya Circle of Life… memang harus berputar…” Uh mulai sulit menjelaskan tapi aku lihat dia mulai mengantuk. Dan Kai juga ingin dibuatkan susu.
Sekembalinya dari membuat susu, kudapati Riku sudah tidur. Kai menunggu susu, dan minum sambil tiduran. Aku berbaring di sebelah Kai, sambil pura-pura tidur. Karena aku lhat mata Kai juga mulai merem-melek. Tiba-tiba Kai berbalik menghadap aku, dengan muka tengadah, mata merem. Duuuh lucu sekali. Tanpa sadar aku tersenyum lebar, berpikir dia sudah tertidur. Tahu-tahunya dia melihat aku tersenyum, dan ikut tersenyum….dan akhirnya kami berdua tertawa terbahak-bahak sambil berpandangan. Duuuh kapan tidurnya dong. Aku mulai pura-pura tidur lagi, dan akhirnya si Kai tertidur lelap.
Banyak air mata tumpah malam ini, tapi aku melewati malam yang sangat membahagiakan…. bisa berbincang dengan ke dua anakku. Semoga demam Riku turun….ataupun kalau besok masih demam, semoga bukan influenza, hanya masuk angin biasa.
Sayonara Natsu no hi, さよなら夏の日 cocok sekali untuk dinyanyikan saat-saat seperti ini. Pagi ini, 15 September 2009, cuaca tidak menentu. Sepertinya dia plinplan sekali untuk memutuskan …. akan menangis atau tidak. Sampai membuatku bingung, akan pergi naik apa ke penitipannya Kai. Tadinya sudah mau naik sepeda, tapi akhirnya kuurungkan niat, dan pergi kembali ke atas, mengambil payung dan berjalan berdua Kai ke halte bus. Kata Kai “BABU” (Basu : bus dalam bahasa Jepang)
Ah, anakku ini sudah bisa macam-macam. Kemarin aku meliburkan dia dari penitipan, gara-gara batuk kering. Dan begitu aku bilang, “Kai sama mama aja ya hari ini”, dia bersorak dan berkata “Yey!” sambil mengangkat tangan seakan menang pertandingan. Kemarin adalah harinya Kai dan Mama. Berdua ke dokter, berdua makan siang mie (untuk kai aku campur obat, tapi kok dia mau makan semua ya? kan rasanya pasti udah aneh hihihi), berdua nonton tv, sampai jam 3 kakaknya pulang dari sekolah. Dan berdua “nyemplung” di bak mandi sama kakaknya. “DUA” kata Kai, kalau dia mau dua atau banyak. “KUA” kalau dia mau minum air putih…. bawaan dari Jakarta tuh.. singkatan AQUA.
Well, sesudah menyerahkan Kai pada gurunya di penitipan, aku berjalan ke luar. What a gloomy day! Belum hujan….tapi rasanya tinggal menunggu perintah saja. Waktu juga baru menunjukkan jam 8:40, toko-toko baru buka pukul 10. Mau menunggu…kok masih lama. Tapi aku ingat ada satu “keinginan” yang belum terpenuhi. Jadi aku berjalan kembali, naik ke lantai dua gedung stasiun, dan memesannya.
Creme Brulee Macchiato. Limited edition dari Starbuck. Waktu jalan ke Kusatsu, Gen pernah menawarkanku untuk beli, tapi aku menolak. Tidak enak rasanya aku bermewah-mewah dengan kopi sementara yang lainnya hanya minum minuman kaleng yang harganya cuma seperempatnya. Jadi pagi ini aku ingin “bengong” sendiri ditemani Ms Brulle ini.
Dan aku memang bengong sebengong-bengong nya. Karena aku lupa membawa buku. Temanku hanya satu yaitu Handphone yang baterenya ternyata sudah sekarat. Tapi cukuplah untuk menemaniku satu jam, sambil menunggu toko buka. Sambil bengong, aku menikmati MeTime. Tanpa komputerku, tanpa buku, tanpa teman. Ahhh… kok jadi tambah sedih. Tapi aku tahan karena aku tahu, satu jam ini aku bisa pakai untuk mengistirahatkan otak. Ngelamun? hmmm ngga sempat juga.
Akhirnya 10 menit sebelum jam 10 aku meninggalkan gerai itu dan berjalan ke arah gedung supermarket dengan tujuan membayar tunggakan HP yang satunya (karena jarang dipakai, aku tidak setting langsung potong rekening bank) . Kebetulan di depan supermarket yang belum terbuka itu ada pasar “pagi”… berjualan aneka sayuran dengan harga miring. Suatu usaha dari supermarket yang memang agak mahal itu untuk menarik pembeli. Karena mutu sayuran dan buah-buahan nya bagus, padahal dijual dengan harga miring, maka aku langsung mengambil keranjang belanjaan dan menghabiskan waktu 5 menit untuk berbelanja sayuran itu.
Selesai belanja, langsung ke lantai 3 untuk pergi ke kantor softbank, tapi ternyata kantor itu sudah pindah! Wah…. sudah begitu lamanya aku tidak pergi ke sini?Ya sudah… terpaksa harus cari cabang lain. Dan untuk belanja yang lain, seperti daging dan ikan sudah tidak memungkinkan karena ternyata belanjaan sayuranku itu berat sekali. So pulanglah aku ke rumah.
Membuka laptop, dan bercanda dengan Kris. Waktu itu dia tanya, “Sayuran apa yang paling banyak dijual, mbak”. Wah…. itu tergantung musimnya. Dan hari ini aku lihat banyak rupa-rupa mushroom. Dan memang aku beli. “Enak tuh mbak….” Masih bingung juga aku …. memang enak, tapi di Indonesia kan tidak ada, kecuali dalam kaleng. Atau sudah ada? Ah, nanti kalau pulkam lagi harus cari di toko sayur deh.
Well, cuaca, jenis sayur dan buah sudah berubah. Jagung yang banyak dijual di musim panas, sudah jarang dijumpai. Sekarang musimnya mushrooms, anggur, pear… dan sebentar lagi chestnut. Bunga Matahari pun sudah banyak yang layu. Musim panas sudah berakhir! Kami harus menyambut musim gugur yang memang sering membuat manusia merasa “tua” dan gloomy.
::::::::::::::
Selamat Tinggal Musim Panas
Air beriak dalam kolam yang tertimpa hujan petang itu
Musim yang paling indah sebentar lagi berakhir
Dan kulihat engkau yang bersandar dibahuku berkata
“Seandainya waktu dapat berhenti”
Selamat tinggal musim panas
Akan kukenang selalu
Sambil kehujananpun
Kami akan menjadi dewasa….
Kenangan tanpa akhir bersamamu tercermin dalam mata
Esok hari kami tidak akan ada di sini lagi
Semua benda yang berputar akan berubah dengan cepat
Aku cinta padamu
Lebih dari siapapun di dunia ini
Tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata
Dan sekarangpun kuingin sampaikan rasa frustasi itu
Lihatlah pelangi yang terakhir menghias langit
seakan dengan kaki telanjang berlari di angkasa
Janganlah berubah seperti apapun masa depan itu tiba
Selamat tinggal musim panas
Akan kukenang selalu
Sambil kehujananpun
Kami akan menjadi dewasa….
(lagu Sayonara Natsu no Hi , lagu yang dinyanyikan oleh Yamashita Tatsuro, diterjemahkan sebebas-bebasnya oleh Imelda Coutrier)
Entah apakah itu bisa hanya dengan menunjukkan dan mengajarkan sejarah bangsa sendiri atau tidak? Tentunya butuh akar yang kuat dan proses yang lama, tapi paling sedikit aku berusaha memberitahukan pada anak-anakku, inilah Indonesia, negara ibumu.
Hari Jumat, akhir pekan dan Senin, memang saya hindari untuk keluar rumah. Terlalu banyak orang yang berseliweran di mana saja di kota Jakarta ini. Jumat karena hari pendek, pasti macet. Demikian pula dengan akhir pekan. Dan Senin, entah kenapa di negara manapun biasanya museum libur. Yang pasti di Belanda dan di Indonesia museum libur. Kalau Jepang tidak pasti, tapi jika mau ke dokter gigi di Tokyo, katanya lebih baik menghindari hari Kamis. Alasannya? Setiap kamis ada pertemuan dokter gigi yang diadakan serikat dokter gigi Jepang hehehe.
Jadi Selasa, 28 Juli, kami pergi ke Museum Fatahilah, Cafe Batavia dan Museum Wayang. Tentu tulisan ini akan menjadi panjang dan penuh foto-foto, sehingga silakan diskip bagi yang tidak berminat.
Pukul 9:30 kami bertiga berangkat dari rumah naik taxi (sambil aku berdoa, moga-moga Kai tidak rewel). Sengaja aku cepat-cepat keluar rumah sebelum three in one berakhir, takut terjebak macet. Yang lucunya supir taxi BB yang mengantar kami ini, tidak tahu MUSEUM FATAHILAH itu di mana. Duh pak, itu loh yang di kota, bukan di Menteng. Masak dia bilang, “Bu itu Museum Sunda Kelapa? yang di Menteng?” Lagian, Sunda Kelapa masak di Menteng sih. Ada emang Mesjid Sunda Kelapa di sana. Tapi bukan MUSEUM pak…. hihihi. “Pokoknya ke arah Stasiun kota aja pak, nanti di sana nyari!” (Kalau tidak tahu Stasiun Kota mah kebangeten… aku aja pernah nyetir ke sana kok! Daerah termacet dan memerlukan energi berlipatganda jika mau menyetir ke sana hihihi. Tapi kalau belum lewat daerah ini belum bisa mengatakan diri sebagai penyetir ulung)
Melewati jalan Medan Merdeka, ada Mahkamah Konstitusi, dan ada demo di sana. Untung tidak gede-gedean sehingga membuat jalanan macet. Setelah tanya sana sini, akhirnya kami sampai juga di samping Museum Fatahilah. Waktu kami turun terasa sinar matahari mulai menyengat, sehingga cepat-cepat berfoto di depan museum dan masuk ke dalamnya. Kalau melihat foto-foto tampak muka museum, seakan kita tidak berada di Indonesia ya….
Apalagi kalau malam, pasti keren sekali. Ah, kapan kalau anak-anak sudah besar aku ingin ke sini malam hari deh. Pelataran depan museum tampah bersih, meskipun banyak pedagang asongan menawarkan jualannya. Seperti biasa, Riku ingin dibelikan balon berbentuk (dasar masih anak-anak), lalu aku bilang, “Ya, nanti kalau sudah mau pulang.” (Dan ternyata waktu kami akan pulang, si pedagang sudah tidak ada …horeee…. hihihi)
Saya cukup kaget dengan karcis tanda masuk seharga Rp. 2000,- untuk dewasa dan anak/pelajar Rp.600,-. Memang seharusnya murah, tapi hebat juga dengan harga segini, kebersihannya memang patut diacung jempol, seperti kata bu Enny di komentar postingan sebelum ini. Aku tidak tahu apakah ada subsidi pemerintah, atau saking banyaknya orang datang perhari maka biaya perawatannya bisa tertutup. Tapi yang pasti waktu kami pergi kemarin itu memang sepi, karena hari biasa.
Masuk ke ruangan pameran Jakarta di masa modern, kami dapat melihat kios bakso, warung, dan… becak. Mungkin 10 tahun mendatang bajaj juga akan dipajang di sini ya? hehehe. Waktu kami di sini, datang 4-5 murid SMA laki-laki dan mereka berpose di depan becak (pake acara naik becak segala), akhirnya aku tawarkan memotret mereka. Dan sebagai imbalannya, salah satu murid itu memotret kami.
Melihat satu per satu peninggalan sejarah di Jakarta, saya tidak bisa menjelaskan pada Riku, karena memang akan menjadi sulit. Cukuplah dia melihat saja dulu. Hanya satu komentarnya yang lucu waktu melihat jejak kaki di batu tulis, “Mama, itu pasti jejak kakinya monyet ya… abis gede gitu”… Hmmm
Setelah selesai sayap kanan bawah, kami menuju ke lantai dua, tempat kamar-kamar dengan setting meja dan lemari jaman belanda. Anehnya Riku dan Kai, sama-sama merengek ingin cepat-cepat pergi dari situ. “Kowai…. (takut). Oh ya, Kai sudah bisa bicara Kowai, waktu dia harus menuruni tangga jalan turun di PIM (Pondok Indah Mall, dekat Gramedia) … karena cepat, dia langsung berkata, “kowai” sehingga saya menggendong dia dan turun dengan eskalator itu. Memang menakutkan karena cepat. Aku tidak akan heran jika ada anak yang terjepit kakinya di sini.
Jadi kami cepat-cepat turun dari lantai dua, menuju ke halaman belakang museum, dan melihat penjara yang berada di bawah bangunan. Ihhh ngebayangi tinggi penjara yang sedikit lebih tinggi dariku (paling cuma 180 cm tuh) dan begitu sempit…. di sini juga Riku dan Kai ketakutan, jadi cepat-cepat keluar deh.
Halaman belakang museum memang sejuk sebab di bagian kirinya ditumbuhi pohon-pohon. Terlihat murid-murid SMA sedang mendengarkan penjelasan mengenai meriam Jagur yang menjadi simbol museum ini. Persis di bawah tangga terdapat patung Hermes, dan aku cukup tercengang mendengar penjelasan Riku mengenai Dewa Yunani ini… darimana dia tahu ya? (Pasti televisi!)
Karena anak-anak sudah mulai bosan dan capek, akhirnya kamu tidak memasuki sayap kiri museum, dan langsung menuju ke Cafe Batavia. Waktu kami datang, serombongan turis asing baru saja keluar, sehingga cafe itu KOSONG! Memang baru jam 11-an belum waktu makan siang. Lalu kami ditawari duduk di lantai 2. Apa keistimewaan di lantai 2? “Bisa melihat pemandangan ke arah Museum bu!”… Oh Ok… jadi kami pergi ke lantai dua, dan memilih meja dekat jendela. Kan, katanya bagus pemandangannya hehehhe.
Well, aku memang sudah memasukkan Cafe Batavia dalam list kunjungan liburan kali ini, karena membaca postingan ibu Enny di sini. Tapi aku lupa jenis makanan yang dipesan ibu… aku cuma ingat bubur ayam, tapi lupa soal ayam mabok. Jadi aku cuma pesan bubur ayam, ceker ayam dan harkau karena Riku suka (tapi harkaunya kulitnya keras, ngga aku sarankan deh hihihi …. sorry cukup cerewet soal dim sum). Dan minumannya speciality Cafe Batavia, yaitu Batavia Juice dan Fatahilah Juice (Rasanya agak kecut sehingga Riku dan Kai tidak begitu suka).
Untung juga aku pesan bubur, karena Kai mau makan banyak, bahkan jamur yang dipotong agak besar, dia ambil dan makan. Padahal aku sudah was was kalau dia tersedak. Untung OK OK aja.
Cukup lama kami di Cafe ini, santai sambil makan dan istirahat. Akhirnya saya yang harus menghabiskan makanan yang dipesan karena Riku makan sedikit. Tapi mau makan es krim sebagai dessert. Sebetulnya ada judul dessert yang menarik perhatian saya yaitu sebuah platter desert untuk 6 persons…harganya? 225.000 saja. Waktu aku tanya waiternya dia bilang, bu, itu sih bisa buat 10 orang, karena ada 16 scoop es krim, semua rasa yang kita punya di situ. Wahhh musti ajak 10 orang untuk ke sini lagi nih hehehe.
Akhirnya saya memesan paduan es krim yang namanya ada Amazonia, yaitu paduan es krim pistachio, coklat dan hazelnut (kalau tidak salah)… hmmm es krim ini katanya buatan cafe itu sendiri, tapi masalahnya saya cerewet (kritis kata mas trainer) soal rasa, jadi … mungkin saya tidak akan memesan es krim lagi karena ada yang lebih enak (kris dan nana pasti tahu deh kesukaan saya hehehe). Hampir semua dessert di sini harganya Rp. 60.000,-.
Inginnya sih berlama-lama, sambil baca buku dan tidur ayam di Cafe yang buka 24 jam ini. Tapi karena Kai sudah mulai geratak sana sini, juga memanggil manggil “Mbak… mbak….” (lucu deh, setiap dia lihat waiter perempuan dipanggilin mbak … awas kalo kamu gede jadi penggoda wanita ya! hihihi). Jadi karena kebetulan si mbak menoleh waktu dipanggil oleh Kai, sekalian aja aku minta bill nya.
Keluar dari Cafe Batavia, kami menuju ke Museum Wayang. Di sini juga karcis masuknya Rp. 2000,- untuk dewasa, dan Rp 500 untuk anak-anak. Sayang hari biasa sehingga tidak ada pertunjukan wayang, padahal Riku ingin sekali menonton wayang. Nanti deh nak, kalau bisa kita nonton yang di Jepang aja, supaya bisa ngerti ceritanya juga. Biasanya Nihon Wayang Kyokai mengadakan pertunjukan wayang secara berkala.
Melihat wayang-wayang sekilas, Riku dan Kai mulai ketakutan melihat wayang golek besar, dan ondel-ondel. Jadi kami cuma sempat berfoto di halaman antara gedung depan dan gedung belakang, dan setelah saya baca ternyata di situ adalah kuburannya petinggi-petinggi VOC, saudara/kenalan/temannya si Jan Pieter Zoen Coen. Museum Wayang ini konon merupakan gereja…
Akhirnya aku melawan rute, balik saja lagi ke pintu masuk, dan pulang. Di dalam taxi kami melihat penjual asongan mulai menjual bendera-bendera kecil. Ya, sebentar lagi RI akan memperingati kemerdekaannya, dan biasanya Jakarta penuh dengan hiasan merah-putih ya. Dan tepat hari itu aku harus meninggalkan kampung halaman dan back to reality. For the time being… just enjoy!!!