Karena prematur, pertumbuhan motorik kamu juga tidak secepat teman-teman seangkatan kamu.
Meskipun badan kamu besar, kadang hati kamu masih kecil. Karena teman sekelasmu berbeda usia hampir satu tahun.
Tapi mama tahu kamu selalu mau berusaha, menjadi murid yang baik. Anak yang baik, dan kakak yang baik.
Terima kasih ya sayang, kamu tidak pernah menolak satu kalipun kalau mama minta tolong sesuatu. Meskipun kamu sering menolak kalau mama suruh tunggu sendirian di rumah, karena takut.
Maafkan mama ya kalau akhir-akhir ini mama sering marah dan bersuara keras sehingga kamu pikir mama bentak kamu. Bukan maksud mama memojokkan kamu di depan Kai, hanya ingin tahu mengapa kalian bertengkar. Itu saja.
Dan satu lagi Riku… Mama senang sekali waktu tadi malam kamu merapat ke mama karena takut waktu mama bacakan buku yang diminta Kai.
Sesekali manja ya Riku… mama kangen peluk kamu. Mama tahu kamu sering kecewa karena Kai merebut mama dan minta dipeluk begitu kamu peluk mama. Tapi percayalah, mama sayang kamu sama besarnya dengan Kai.
Apalagi kamu sudah menemani mama 7 tahun … jauh lebih lama dari Kai yang baru 2,5 tahun kan?
Kamu….
Paulus Riku Miyashita
kamu istimewa…
Jadi… di hari jadi kamu hari ini 25 Februari 2010, mama mau mengucapkan selamat ulang tahun. Selamat menjadi lebih besar 1 tahun lagi. Tapi…. jangan cepat-cepat ya besarnya.
Mama mau menikmati hari-hari kita bersepeda bersama menjemput Kai.
Masih mau mendengar, “Mama lapar, ada snack apa?”.
Masih ingin menggandeng tangan kamu dan pulang bersama dari sekolah, karena kamu mau pulang sama-sama. Bahkan kamu pamer ke teman-teman, “Ini mama gue…”
Masih mau date bersama, makan es krim dan takoyaki…
Masih mau ini dan itu bersama-sama…sebelum kamu bosan dengan mama (semoga tidak ya)
Kado ulang tahun? Tunggu hari Minggu ya? Nanti kita cari sama-sama papa dan Kai…..
Lupa sudah pasti bukan hanya monopoli orang lanjut usia. Anak-anak pun bisa lupa makan, lupa belajar kalau sudah asyik bermain. Biasanya kita mudah lupa kalau dalam keadaan “setengah sadar” alias mengantuk atau sibuk. Menurut data, orang Jepang paling sering kelupaan barang di dalam kereta atau taksi (ya karena inilah transportasi orang Jepang yang paling banyak di pakai). Asyik berbicara dengan teman, bengong, mengantuk atau bahkan ketiduran menyebabkan kita tidak sadar bahwa kita ketinggalan barang (untung bukan orang ya hihihi). Dan yang paling banyak tertinggal di dalam kereta adalah payung, baju, handphone dan belanjaan.
Enaknya kalau di Jepang, jika kita tahu bahwa kita ketinggalan barang langsung begitu turun, kita bisa langsung memberitahukan petugas stasiun. Apalagi kalau kita tahu sebelumnya kita duduk di gerbong nomor berapa. Biasanya petugas akan menghubungi petugas di stasiun berikutnya, untuk mengambilkannya. Tak jarang kami tertahan sebentar karena petugas mengambil barang di gerbong yang diberi tahu, dan menahannya untuk kita. Kita bisa naik kereta berikutnya untuk “menjemput” barang kita itu.
Jika tidak langsung sadar bahwa kita ketinggalan, bisa menghubungi “Lost and Found” dan melaporkan ketinggalan apa dan meninggalkan nomor telepon kita. Biasanya sih tidak lama akan ada panggilan untuk mengambil barang tersebut.
Itu kalau kelupaan atau jatuh di kereta atau di taksi. Kalau di jalan? Biasanya sih orang Jepang jika menemukan dompet, atau handphone (saya juga pernah tuh menitipkan handphone orang yang nyangkut di baju saya ke petugas kereta), buku, bungkusan dsb akan melaporkan penemuannya ke petugas. Jika menemukan barang itu di toko, ya kepada petugas toko. Jika di stasiun memberikan ke petugas stasiun. Di sekolah, kepada guru/petugas sekolah. Tapi kalau di jalan ya melaporkannya ke kantor polisi, seperti yang dilakukan Riku beberapa hari lalu.
Waktu aku cari data mengenai barang apa yang terbanyak “ketinggalan” atau “jatuh” ternyata aku mendapatkan data dari kepolisian Jepang. Yang menuliskan bahwa dalam tahun 2009, ada sebanyak 2.630.000 kasus penemuan barang. Yang terbanyak adalah baju sebanyak 390.000 kasus, payung 370.000 kasus, surat-surat/dokumen sebanyak 250.000 kasus. Orang yang menemukan akan diberikan surat penemuan, dan biasanya orang yang telah melaporkan kehilangan dengan memberikan ciri-ciri khusu pada barangnya, akan mendapatkan barangnya kembali. Jika kehilangan barang dan mencarinya ke pos polisi terdekat biasanya setelah diperiksa isi dan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan pengakuan si empunya dan cocok, maka barang akan dikembalikan.
Aku pernah ketinggalan dompet uang receh di stasiun bertahun yang lalu. Wah aku pikir pasti tidak akan ketemu deh, karena aku tidak taruh nama atau tanda khusus, cuma ada beberapa kartu bus dan kartu discount. Ehhh iseng tanya ke petugas stasiun, dia bertanya, “warna apa?”. Coklat kecil…. “Ada apa saja isinya?” Lalu aku bilang, “uang kecil dan kartu bus, kartu kartu”. Langsung deh diberikan dompet uang kecil itu kepada saya. Tapi waktu itu, dia menyuruh saya menelepon orang yang menemukan dan bilang terima kasih. Saya dipinjamkan telepon di situ loh. Hebat! masih bisa ketemu dompet tanpa nama di Jepang! Dan tentu saja tidak keluar biaya apa-apa (ada banyak kasus teman-teman saya juga yang masih bisa menemukan dompet. T.P san bahkan sampai 2 kali kehilangan dompet dan kembali)
Barang-barang yang ditemukan akan disimpan di pos polisi sampai 1 bulan, dan sesudah itu akan di pool di pusat penemuan barang sampai 3 bulan. Sesudah 3 bulan, jika si pemilik tidak muncul akan dibuang atau menjadi milik si penemu . Karena itu perlu mengisi formulir penemuan barang. (dan sebetulnya Riku berhak mendapat 10 yen uang yang dia laporkan waktu itu hehehhe)
Untuk keterangan mendetil mengenai lost and found di Jepang bisa melihat website kepolisian Jepang di sini. (sayang berbahasa Jepang, yang berbahasa Inggris hanya info penting saja, tidak lengkap)
Aku menuliskan ini, karena kebetulan suamiku baru kehilangan dompetnya. Baru sadar tadi malam waktu pulang kantor. Dan karena pikir mungkin ada di kantor, tadi pagi Gen pergi tanpa dompet ke kantor. Tapi cari di kantor tidak ketemu! Nah loh. Akhirnya aku yang panik telepon kartu kredit untuk memblokir kartu kreditnya. Untung dia tidak pernah bahwa kartu ATM bank (aku yang pegang soalnya 😀 ). Oleh kantor Kartu Kreditnya disuruh melapor ke polisi. Tapi aku ragu, dan rasa lebih baik Gen sendiri yang melapor ke polisi. Karena sebetulnya tadi pagi dia pergi ke kantor naik mobil tanpa SIM, jadi lebih baik dia sendiri yang menjelaskan (apakah mau berbohong atau tidak ….hihihi). Nah di telepon aku tanya, kemarin dia pergi ke mana? beli apa? mungkin waktu beli rokok jatuh tuh dompetnya. Baru dia sadar dia pergi ke toko konbini dekat kantor. Jadi dia pergi ke toko itu untuk menanyakan dompetnya …. dan A D A. Ternyata ada orang yang menemukan dan memberikan ke petugas tokonya. HEBAT ya bisa ketemu. (Iya sih uang di dalamnya ngga sampai 5000 yen hihihi) .
Memang Gen kemarin lagi sibuk sekali dan tegang karena ada audit di kantornya. Untung semua lolos dan ditambah dompetnya ketemu hari ini. Kesalahan dia hanya mengemudikan mobil dari kantor ke rumah tadi malam, dan dari rumah ke kantor tadi pagi, tanpa SIM… untung juga tidak terjadi apa-apa sehingga tidak perlu menunjukkan SIM pada polisi. Serba untung deh… (ternyata kami sudah menjadi orang Jawa nih, yang menganggap semua masih untung!)
Hmmm dasar Jepang, segalanya dibuat angket. Iseng baca-baca ketemu angket tentang “Cara kamu mengusir ngantuk waktu sedang bekerja”. Ada 10 yang terpilih, dan yang paling dipilih orang adalah : “Pergi ke WC“…. sayangnya tidak dispesifikasi lagi, pergi ke WC untuk apa? Tidur di WC, atau cuci muka, atau buang air atau ngacaan ngeliat tampang sendiri sampai terbangun (tampang drakula mungkin yah hihihi), atau merokok, atau ML (Menyikat Lantai) atau yang lain …..
Nah yang kedua baru “Minum Kafein” alias ngopi… sayangnya aku ngga mempan tuh minum kafein. Wong abis minum langsung tidur juga bisa jeh. Yang ketiga “Olahraga ringan atau strech“. Nah kalau ini sih aku gampang, bersihin rumah aja bisa buat melek… saat itu saja. Kembali ke depan komputer ya ngantuk lagi hihihi.
Yang keempat : “Makan permen karet“. Wah aku ngga suka ngunyah permen karet, yang ada malah sakit kepala kebanyakan memamah biak hihihi. Yang kelima adalah “Mencuci Muka atau Tangan“. Untuk wanita mungkin kalau sedang di kantor ya tidak bisa. Soalnya musti perbaiki make up lagi dong. (Jadi ingat kalau om-om jepang terima handuk panas langsung lap mukanya…)
Yang keenam : “Meneteskan obat mata“… ini memang sering dilakukan orang Jepang. Yang aku takuti apakah tidak pengaruh ya untuk kesehatan mata. Tapi karena banyak orang Jepang pemakai contact lens, jadi memang perlu mungkin ya.Aku sendiri jarang sekali pakai tetes mata. Kalau mau tetes mata selalu minta tolong mama. Setelah di Jepang karena terpaksa baru bisa netes mata sendiri (dan anak-anakku). Yang ketujuh : “Memijat mata/kepala“… ntar keenakan malah jadi bobo deh 😀
Yang kedelapan : “Ngobrol” horeeee… memang ini paling bagus untukku juga. Chatting juga termasuk kan? Tapi biasanya sih jadi keterusan ngobrol dan pekerjaan tidak maju-maju deh. hihihi.
Yang kesembilan: “Makan permen menthol” dan terakhir “Memijat titik-titik peredaran darah”. Nah, ada cara lain yang ampuh juga tidak ya??? Aku butuh nih, karena biasanya aku insomnia, susah tidur. Tapi pas ada kerjaan terjemahan kok insomnianya sembuh tuh. Apalagi kalau Kai sudah memanggil : “Mama, bobo sini. Peluk!!!” aduuuh susah deh menolaknya hehehe.
Mungkin kalau sekarang bisa ditambah dengan “Fesbuking” dan “Blogging” ya?
Minggu pagi, cerah dan kedua anakku bangun pagi. Jam 8 pagi mereka sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah kakek-neneknya di yokohama. Hanya aku yang masih belum bersiap, karena ada terjemahan yang nanggung untuk dipotong. Meskipun akhirnya aku putuskan untuk keluar rumah pukul 9, sambil membawa laptop untuk bekerja di dalam mobil. (Dan ternyata mengetik dalam mobil juga sama sekali tidak nyaman… lain sekali dgn di pesawat yah hihihi)
Sudah sejak malam sebelumnya Riku dan Kai mempersiapkan tas mereka masing-masing. Tapi isinya mainan, sehingga untuk baju dan pampers/susu Kai masih perlu aku yang persiapkan. Mereka ingin sekali bertemu neneknya, A-chan. Kebetulan A-chan juga sendirian, karena Ta-chan sedang pergi naik gunung. Jadi kami mau mengajaknya pergi makan siang ke Chinta Town Yokohama.
Pecinan di hari minggu…. aduh aduh aduh. Entah kenapa hari minggu kemarin itu benar-benar padat orang. Aku bayangkan kalau pas imlek bagaimana nih? Pasti tidak bisa jalan. Kami harus menyibak antrian orang yang bisa dilihat di mana-mana. Semua antri! Untuk apa sih? Ternyata akan ada parade sore harinya, jadi mereka sudah bersiap untuk melihatnya.
Ada beberapa restoran yang ingin kami masuki tapi selalu ditolak penuh. Kalau mau musti reserved tempat dulu. Akhirnya kami masuki restorsn kedua yang “memanggil” kami dengan mengatakan, “Silakan masuk, kami bisa langsung memberikan Anda tempat, bahkan di kamar….”
Biasanya untuk bisa menempati kamar harus pesan tempat dan kadang ditarik biaya. Wah mungkin mahal tempat ini. Lalu A chan berkata, tidak apa deh daripada cari lagi, sudah lapar. Nanti saya yang bayar. Jadi masuklah kami ke restoran itu, dan sepakat tidak pesan banyak, cukup mengganjal perut. Karena mungkin resto ini tidak enak…. tamunya sedikit.
Ternyata… resto ini memang sedikit lebih mahal dari resto lain, tapi makanannya cukup enak. Dan Riku dimanjakan neneknya dengan dibelikan Peking Duck (katanya karena minggu depan akan ulang tahun). Entah bagaimana tapi restoran itu mungkin akan membawa berkah juga tuh untuk dua anakku. Karena gigi taring (gigi susu) Riku yang atas tanggal di situ, sedangkan si Kai meninggalkan peninggalan di WC hihihi (Katanya kalau bisa buang air besar di suatu tempat pertanda akan kembali lagi ke tempat itu…. katanya)
Nah kan, judulnya becak, tapi belum berbicara mengenai becak sama sekali ya? Sebetulnya kami bertemu dengan becak “modern” di sebuah persimpangan jalan masuk ke China Town ini (China Town mempunyai beberapa pintu masuk). Bentuknya serupa bajaj, yang dicat meriah, tapi kalau dilihat lebih jelas lagi, ternyata si supir duduk dan mengayuh seperti sepeda. Waaah kalau begini kan becak dong.
Namanya VeloTaxidiciptakan tahun 1997 di Jerman dan terkenal sejak pameran EXPO tahun 2005 di Aichi. Angkutan yang ECO ini, memang ramah lingkungan, karena pakai tenaga manusia. Bukan itu saja, kabin tempat duduknya semua dibuat dari daur ulang. Dan selain unsur transportasi, Velotaxi ini bisa digunakan sebagai sarana iklan. Velotaxi ini bisa ditemukan di beberapa tampat wisata, dan memang Yokohama mempunyai banyak tempat wisata, yang salah satunya adalah China Town.
Kalau melihat homepagenya, ada banyak cara mereka untuk mempromosikan pemakaian velotaxi ini. Bayangkan jika Anda adalah Cinderela yang dijemput dengan Velotaxi dengan pengemudi ber-tuxedo sebagai pengganti kereta kuda? Hmmm …mungkin memang tidak romantis ya.. tapi unik kan? Imelda mau coba? mau aja sih kalau dibayarin, soalnya cukup mahal kalau aku harus bayar sendiri. Bukan… bukan dihitung berdasarkan berat badannya, tapi satu orang dihitung 300 yen untuk naik pertama, dan selanjutnya dihitung per point, 1 point = 100 yen. Nah, yang aku belum ketemu 1 point itu dihitung berdasarkan apa? km atau waktu.
Mungkin kita orang Indonesia akan mengatakan, yaaah kalau itu mah di negara kita juga banyak. BECAK! Dari dulu memang kita sudah ramah lingkungan kok, dengan tenaga manusia menyediakan transportasi bagi warga. Cuma memang aku merasa jaminan terhadap penumpang yang amat kurang. Bayangkan penumpang kok ditaruh di depan, dan harus melihat jalanan yang terkadang dibawa melawan arus oleh si abang (Nah kan pasti tukang becak kita panggil abang, bukan pak! lagi-lagi pemakaian bahasa yang “membedakan”)
Yang juga aku rasa lucu, kok velotaxi dikembangkan di Jerman, dan dipakai di Jepang. Padahal Jepang yang sebetulnya menemukan alat transportasi dengan manusia ini. Becak pun awalnya berasal dari JINRIKISHA (Rickshaw bahasa Inggrisnya) yang disebutkan berawal tahun 1868, awal Meiji. Tapi ada pula yang mengatakan bahwa becak jinrikisha ini ditemukan oleh seorang Amerika yang tinggal di Jepang pada tahun 1869 yang bernama Jonathan Scobie, untuk mengangkut istrinya yang sakit-sakitan , dan pulang pergi ke Yokohama naik jinrikisha ini. (aduuuh romantis sekali ya? bagaikan digendong sang suami kan? )
Jinrikisha kuno ini masih dapat ditemukan di tempat wisata Kamakura atau Kurashiki (dua tempat wisata tradisional Jepang, dan memang aku sendiri pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri). Berwarna hitam, dengan tempat duduk berwarna merah. Disediakan selimut untuk menutupi kaki penumpang wanita. Pengemudinya berpakaian kimono pendek dengan celana pendek hitam. Dan coba lihat kaki mereka… ya seperti abang becak sih (bukan bermaksud mengejek loh… tapi berotot maksudku). Waktu pergi ke kamakura, aku sempat melihat seorang ibu-ibu yang dijemput seorang pengemudi jinrikisha yang masih muda (Memang aku belum pernah bertemu pengemudi yang sudah tua, seperti di Indonesia yang sudah kakek-kakek masih menarik becak).
Terlepas dari sisi manusiawi (kok mempekerjakan orang begitu) atau sisi lingkungan (ramah lingkungan tanpa gas emisi dll), kehadiran velotaxi (becak modern), dan jinrikisha (becak kuno) di tempat wisata bisa membantu orang-orang tua atau penyandang cacat untuk menikmati tempat wisata di Jepang, selain mungkin dapat membangkitkan kenangan tentang masa lalu.
Aku rasa setiap ibu yang menerima telepon dari polisi pasti akan berdebar-debar dadanya. Bahkan sebelum bilang “Hallo”, sudah memikirkan sesuatu yang negatif, misalnya kecelakaan, atau anaknya ditangkap polisi karena berbuat jahat atau kenakalan lainnya. Dan terus terang dalam setahun ini aku sudah berkali-kali mendapat telepon dari polisi.
Ada beberapa kali aku berada di tengah jalan, dan langsung aku tahu itu dari Riku yang pergi ke pos polisi dan pinjam telepon pak polisi untuk menelepon aku karena aku tidak ada di rumah waktu dia pulang sekolah. Memang waktu-waktu itu aku tidak “keburu” sampai di rumah sebelum Riku pulang sekolah. Dan meskipun aku sudah memberikan kunci padanya, dia masih belum berani menunggu aku sendirian di rumah, dan menelepon dari rumah. Saat itu dia pergi ke pos polisi yang terletak 400 meter dari rumahku, dan melaporkan ke pak polisi bahwa mama belum pulang (untung bukan melaporkan mamanya hilang hahaha)
Itu alasan pertama aku mendapat telepon dari nomor “110” , nomor polisi di Jepang. Nah, barusan ini aku mendapat telepon lagi. Memang Riku sedang bermain di taman sendirian sesudah makan siang. Dan aku sempat berpikir, aduh jangan terjadi kecelakaan atau apa. Ternyata yang menelepon adalah pak polisi yang dari suaranya sudah cukup tua. Dia berkata, “Mohon maaf mengganggu, barusan Riku datang membawa uang 5 yen yang dia pungut di jalan. Saya mau menuliskan laporannya, bisa minta waktu sebentar? Maaf merepotkan.”
Lalu aku berkata, “Maaf, saya yang justru harus minta maaf. Uang 5 jen saja dilaporkan oleh Riku. Saya memang bilang padanya kalau uang, dompet atau kunci harus langsung dilaporkan ke polisi… tapi 5 yen…”
“Ya memang harus tetap mengajarkan begitu. Riku anak yang baik, jangan rubah sikap itu. Tidak apa-apa. Saya hanya mau menuliskan prosedurnya dan ijin apakah boleh memberitahukan nama dan nomor telepon jika pemiliknya datang? ”
“Tidak usah. Sebetulnya ini sudah kejadian ke tiga kalinya, dan tidak perlu memberikan nama atau nomor telepon dan kalau bisa diselesaikan di kantor, selesaikan saja”
“Baik kalau begitu, saya akan tulis suratnya”
Aku pernah menuliskan di “Harga Sebuah Kejujuran” tentang Riku pertama kali menemukan uang 10 yen (sekitar 1000 rupiah) dan langsung melaporkan ke pos polisi. Kira-kira seminggu yang lalu dia melaporkan penemuan sebuah bola ke polisi, sampai petugas polisi telepon aku dan mencatata prosedur yang seperti tadi. Tapi untuk barang, jika pemilik tidak muncul memang bisa menjadi milik Riku, tapi musti ambil di Itabashi, jauh dari rumah kami. Karena itu aku berkata, “Selesaikan saja (baca buang saja) 処分 shobun. ” Dan Gen menasehati, jika menemukan barang seperti itu biarkan saja dulu, jangan langsung bawa ke polisi, karena mungkin si pemilik akan datang mencari ke tempat dia kehilangan. Dan biasanya pemilik tidak akan terpikir untuk mencari “bola atau mainan lain” ke polisi. TAPI KALAU MENEMUKAN UANG, DOMPET ATAU KUNCI harus langsung melaporkan ke polisi.
Tadi memang sempat aku berpikir, duh Riku…. 5 yen saja! Pura-pura saja tidak lihat, karena kalau ambil dan tidak lapor pasti mempunyai “dosa” mencuri. Paling aman “pura-pura tidak lihat”. Tapi untung pak polisi yang baik itu mendukung perbuatan Riku, karena dari kecil harus dibiasakan mengikuti peraturan. Mumpung sifat baik sudah ditanamkan, jangan dirusak.
Kadang memang orang dewasa MALAS untuk berurusan dengan KEADILAN atau KEBENARAN. Toh BUKAN MASALAH SAYA, masalah orang lain, dan pura-pura tidak melihat, mau cuci tangan saja terhadap masalah orang lain, yang sebetulnya mungkin bisa kita bantu. Memang melelahkan jika kita mau CARE/Perhatian terhadap semua masalah, tapi selama masih kita bantu meskipun kecil, meskipun mungkin tindakan kita tidak berarti banyak, apa salahnya kita bantu. Terus terang aku juga akan memilah masalah-masalah (baca sumbangan-sumbangan yang diminta) menurut keperluan dan kepentingannya. Karena bisa-bisa kalau aku bantu semua sumbangan, dalam sebulan aku yang harus minta sumbangan ke semua teman untuk kehidupanku selanjutnya. Prioritas….
Nah kan mulai melantur lagi, tapi hari ini aku mendapat pelajaran lagi dari Riku, permataku, bahwa sekecil apapun perbuatan kita, pasti ada artinya. Dan bahwa kita harus menyegarkan kembali pikiran kita semurni pikiran anak-anak. 陸はママの宝物。 Riku is Mama’s jewel….
Dalam kesempatan ini aku mau memperkenalkan juga sebuah usaha untuk membantu korban lumpur LAPINDO, yang dilakukan teman blogger seperti yang dituliskan di sini, yaitu dengan penjualan T-SHIRT/pernak-pernik. Bisa berkunjung ke websitenya SocioDistro.
Tulisan ini akan kututup dengan sebuah lagu dari acara TV NHK Pendidikan chanel 3, yang sering aku dengar judulnya Mama no takaramono (Mom’s Jewel)
Haru chan suka nakal
selalu menangis cengeng
ini ngga mau itu ngga mau
ngga mau jalan!
tapi aduh manjanya
haruchan haruchan
mama selalu mau peluk kamu
Mama suka sekali, wajah penuh senyum
Main sama mama yuuk, mau main apa? Haru chan
Haru chan … adalah permata mama
Mama sibuk dari pagi
selalu kesal dan marah-marah
nanti ya!! tunggu ya!! Tidak boleh!!
Ayo bereskan!!!!
Tapi kamu seenaknya saja
Haru chan haru chan
tidak pernah capek
Mama suka sekali, wajahmu dalam tidur
Kasih tahu mama kamu mimpi apa, haruchan
Haru chan … adalah permata mama
Jepang mempunyai masalah sosial yang cukup berat, yaitu kurangnya jumlah anak yang dilahirkan. Dalam bahasa Jepang masalah ini dikenal dengan sebutan shoshika 少子化, ka adalah perubahan, shoshi = sedikit anak. Memang jumlah anak yang dilahirkan sedikit, sehingga bagan demografi akan menjadi kerucut terbalik. Selain masalah sedikitnya anak, juga masalah banyaknya orang tua yang semakin panjang usia. Masyarakat manula ini disebut dengan koureika 高齢化, perubahan ke arah masyarakat lansia. Sedikit bayi, banyak kakek/nenek.
Koureika tidak bisa dihentikan, karena tidak bisa membunuh orang kan? Justru ini menunjukkan kesejahteraan suatu bangsa, bahwa banyak lansia bisa bertahan hidup dalam keadaan sehat pula. Yang seharusnya bisa dihentikan adalah shoshika. Maka dari itu kabinet di Jepang sekarang ada Menteri masalah shoshika ini. Berbagai hal dipikirkan supaya masyarakat Jepang mau mempunyai anak. Meskipun memang untuk mempunyai anak di Jepang (baca: kota besar) amat banyak kendalanya, sehingga banyak pasangan yang sepakat untuk tidak mempunyai anak.
Kebetulan kemarin, aku membaca sebuah ulasan editorial yang menceritakan salah satu akibat dari shoshika yang cukup akut. Ilustrasinya begini: Seorang anak membawa sepedanya ke tukang sepeda. Si anak diam saja, lalu si penjaga toko bertanya: ada apa? Si anak hanya menjawab: “kuuki 空気 (udara). Rupanya dia mau mengisi udara untuk ban sepedanya. Oi oi, si petugas ini mengatakan …”ambil saja tuh di mana-mana ada udara kok”.
Yang menjadi masalah di sini adalah, si anak tidak bisa menjelaskan keinginannya dalam bentuk kalimat. Seharusnya dia mengatakan : “Kuuki wo iretaindesuga (Saya mau mengisi angin untuk ban saya)” , tapi di otak anak itu hanya ada kata kuuki (udara). Dan katanya kecenderungan anak-anak sekarang seperti itu. Merasa cukup dengan mengatakan satu kata, dan maksudnya akan bisa dimengerti oleh sekelilingnya.
Kecenderungan ini terjadi karena jumlah anak yang sedikit, sehingga temannya dari sejak TK sampai lulus SD ya itu-itu saja dan sedikit. Ditambah lagi mereka merupakan anak tunggal. Selain itu komunikasi di rumah juga sedikit, karena si ibu juga harus bekerja untuk menunjang perekonomian rumah tangga. Si anak bilang: “Nasi”, langsung diberi nasi, tanpa diperbaiki pemakaian bahasanya.
Satu lagi tambahan yang mungkin bisa menjadi “biang kerok” fenomena ini adalah game. Masing-masing anak konsentrasi pada mainannya, dan jarang bercakap-cakap dengan temannya. Kalaupun bertanding memakai game, pasti kata-kata “makian” yang keluar.
Untung saja kedua anakku tidak mempunya kecenderungan semacam itu. Akhir-akhir ini memang Riku sering berkata, “unnn ” jika mengiyakan sesuatu. Biasanya aku langsung marah dan bilang, “itu bahasa apa? unnn siapa? Mama bukan pembantu loh!”…
Kalau Kai, justru sekarang sudah mulai cerewet. Selain IYADA dan bercerita tentang taman dan kuda-kudaan di taman, dia mulai mengulang banyak kata-kata yang baru dia dengar. Waktu di dalam mobil, aku pertama kali mendengar dia berkata : “Mama unten?” (Mama sedang menyetir?).
Memang menurut buku panduan ibu dan anak, anak seumur Kai sudah mulai memakai gabungan dua kata. “Koen itta” (Pergi Taman), “Uma notta” (Naik Kuda)… belum bisa memakai partikel ke, di, dari.
Tapi tadi malam aku merasa senang. Waktu aku membacakan dongeng “Hanasaka Jiisan” (Kakek yang memekarkan bunga), diceritakan bahwa ada anjing kecil yang hanyut di sungai dan dipungut oleh nenek. Anak anjing itu dipelihara nenek. Dan waktu Kai melihat si anjing sudah besar, dia berkata: “Ookiku natta” (Menjadi besar) yang menurut tata bahasa sebetulnya sudah cukup sulit. Untuk umur dia biasanya cukup dengan “ookii inu” Anjing besar.
Well, Kai, kamu juga sudah menjadi besar loh… Kai mo ookiku Natta yo. Mama sudah tidak kuat lagi gendong kamu yang 14 kg lama-lama. Karena tadi naik bus dalam salju ya terpaksa mama gendong sebentar, dan hasilnya sekarang kaki kiri mama sakit lagi deh…
Si riku juga sudah menjadi besar. Seminggu lagi dia ulang tahun ke 7. Bajunya sekarang untuk ukuran anak setinggi 140-150 cm (padahal dianya sendiri baru 120-an), karena badannya bongsor. Beratnya 33 kg saja! Duh, jangan harap deh mama bisa gendong kamu lagi. Wong pangku kamu aja udah sulit euy. Meskipun kadang aku masih mau manjakan dan cium-cium dia, dan dia masih mau…. Sebentar lagi pasti bilang, “Apaan sih mama cium cium… malu kan!” hihihi….
Mulai tanggal 16 Februari selama sebulan, warga Jepang yang baik akan melaporkan pajaknya di Kantor Pajak Daerah setempat. Biasanya aku juga akan heboh mengisi Laporan Wajib Pajak (Pendapatan) Kakutei shinkoku 確定申告 , dan menyerahkannya paling lambat tanggal 16 Maret. Dengan mengisi laporan, warga bisa mendapatkan “kelebihan” pembayaran pajak 還付 yang otomatis sudah dipotong dari gaji. Misalnya biaya besar untuk beli komputer atau pengeluaran extra yang lebih dalam menjalankan pekerjaan. Jika dilaporkan maka kita akan mendapatkan kembali kelebihan pajak itu. Berdasarkan laporan pajak itu juga nanti sekitar bulan Juni, kami mendapat tagihan Pajak Daerah (Tokyo) 都税 dan Pajak Kelurahan (Nerima) 区税.
Tetapi selain bayar pajak, tentu saja untuk menjadi warga yang baik itu harus menaati peraturan tempat tinggalnya. Nah, tadi aku pergi ke Kelurahan Nerima 練馬区 untuk mengganti KTP ku yang sudah habis masa berlakunya. KTP? Ya, sebetulnya tidak ada sistem KTP untuk warga Jepang, tapi untuk warga asing, baik yang permanent residen atau bukan, wajib membawa semacam KTP yang disebut Gaikokujin Toroku Shomeisho 外国人登録証明書. Untuk gampangnya aku sebut KTP aja ya. Dan ternyata KTP itu berlaku 10 tahun (tidak tahu kalau di kelurahan lain).
Setelah mengantarkan Kai ke penitipan, parkir sepeda, aku naik kereta 10 menit, sampai di Stasiun Nerima. Dari stasiun jalan kaki kira-kira 7 menit, dan langsung menuju ke loket pelayanan untuk warga asing. Begitu sampai aku langsung dilayani petugas, dan aku minta maaf, karena sebenarnya aku harus datang s/d tanggal 12 Februari. Tapi karena Kai sakit, jadi tertunda. Sang petugas langsung berkata, “Oh tidak apa-apa kok, yang penting sudah datang. ” Tadinya aku pikir aku wajib menulis surat alasan terlambat, tapi ternyata tidak perlu.
Setelah menulis formulir dan menerima tanda terima, selesai deh! Semuanya tidak sampai 5 menit. Tapi memang aku harus kembali mengambil KTP barunya tanggal 3 Maret nanti. Waktu keluar dari loket itu, aku membaca bahwa mereka berlomba untuk menyajikan pelayanan yang baik dan cepat, agar Kelurahan Nerima bisa dicap sebagai kelurahan yang terbaik di Tokyo. Well, terima kasih pak, bu, aku sebagai warga tidak pernah mendapatkan perlakuan buruk. Bahkan aku ingat, sudah ada beberapa surat “panggilan” untuk pemeriksaan kesehatan general check up yang sudah saya abaikan. Betapa mereka “care” dengan kesehatan warganya kan? Ini juga yang membuat aku enggan untuk pindah dari kelurahan ini…..
Nah, kalau tindakan yang berikut ini sih bukan kewajiban warga, tapi kesadaran warga. Hari Minggu lalu aku membawa pak susu yang sudah dicuci dan diratakan jadi lembaran kering ke sebuah supermarket langganan. Mereka menyediakan tempat sampah pengumpulan pak susu, piring sterofoam tempat daging/sayur dan botol plastik PET di depan supermarket. Barang-barang ini dikumpulkan untuk kemudian didaur ulang. Memang di apartemenku bisa juga membuang pak susu sebagai sampah kertas, tapi biasanya pak susu karena terbuat dari pulp kertas yang bermutu tinggi, bisa didaur ulang menjadi barang-barang yang lebih kuat seperti karpet. Jadi sayang jika dibuang bersama sampah kertas yang lain. Karena itu aku biasanya membawa pak bekas susu itu ke tempat pengumpulan di supermarket.
Ada satu lagi kewajiban yang baru saja aku laksanakan 10 menit yang lalu. Yaitu kewajiban membayar NHK (kalau dulu di Indonesia namanya pajak TV). Setiap dua bulan sekali, kami harus membayar 2.690 yen kepada NHK. Memang kewajiban membayar ini masih menjadi polemik di masyarakat Jepang karena semakin banyak juga rumah yang tidak mempunyai TV. Mereka cukup menonton di komputer kan?
(hari ini rajin euy… ini posting ke dua hari ini setelah Celana Buruh hihihi)
Pagi dini hari tadi, sebuah truk menabrak kereta servis dari Line Seibu Shinjuku. Kejadian pada pukul 3 dini hari menyebabkan jadwal kereta terganggu, dan baru bisa teratasi pukul setengah 11 pagi. Ya, memindahkan kereta yang terguling tidaklah mudah. Aku juga pernah mengalami berada dalam kereta sesudah kereta yang mengalami kecelakaan tertabrak truk di lintasan kereta, dan untuk pulih butuh waktu 9 jam! Aku sendiri terpaksa cari jalan lain, termasuk naik taksi untuk bisa pulang kemudian menjemput Riku yang waktu itu kutitipkan di penitipan bayi dekat stasiun rumah kami.
Jalur kereta itu harus digunakan Gen untuk pergi ke kantor. Dan untung saja kejadiannya hari ini, karena kebetulan kemarin dia naik kereta (biasanya naik mobil, tapi sekarang aku pinjam mobilnya setiap hari Senin untuk mengajar). Coba seandainya Gen naik kereta pasti akan terlambat sekali sampai ke universitas. Dan aku baca juga kebetulan ada beberapa sekolah di jalur kereta Seibu Shinjuku Line ini ada yang mengadakan ujian masuk, sehingga tentu saja kasihan anak-anak yang akan ujian tapi terlambat. Dan untuk mengantisipasinya sekolah-sekolah itu memperlambat jam mulai ujian.
Waktu membaca soal ujian ini, saya teringat dengan percakapan induk semang saya pada anaknya yang akan ujian masuk universitas waktu itu.
“Hati-hati di jalan (waktu itu bersalju) dan selamat ujian ya Nak”
“Terima kasih bu”
Kemudian nenek bercerita, “Iya kasian ya, saya pernah baca banyak kejadian anak-anak yang akan ujian menjadi gagal karena mereka sakit, atau jatuh di jalan yang bersalju”
Mendengar itu si Ibu (anak si nenek ini) marah dan berkata:
“Nenek jangan cerita yang begitu dong. Menurunkan semangat saja. Kalau hal-hal buruk itu terjadi pada anakku bagaimana. Sebelum ujian lagi bicaranya…. bla bla bla”
“Loh saya kan tidak bilang hati-hati jangan terpeleset! Saya hanya cerita saja kok”
Bertengkarlah mereka.
Memang dalam bahasa Jepang, jangan terpeleset (suberanaiyouni) 滑らないように, Jangan jatuh (ochinaiyouni) 落ちないように tidak pantas atau tabu digunakan dalam percakapan orang yang akan ujian. Karena ada pemikiran kalau berkata “Jangan begini begitu”, biasanya JUSTRU akan terjadi. Kalau berkata “Jangan terpeleset/ Jangan jatuh” nanti akan terjadi, dan ujiannya gagal.
Dalam upacara pernikahan juga dilarang menggunakan kata-kata seperti potong (kiru) 切る, berpisah (wakareru/hanareru) 別れる, 離れる Kata-kata yang negatif seperti itu tabu digunakan di Jepang. Tabu dalam berbahasa seperti ini apakah ada di Indonesia ya? Mungkin saja ada karena tiap daerah yang memakai bahasa daerah, mungkin melarang pemakaian kata-kata tertentu dalam suatu tindakan. Hanya saja biasanya tabu juga menjadi banyak jika mengaitkan dengan pakaian atau sikap, faktor-faktor di luar bahasa.
Tapi mungkin sebagai sharing pengalaman mengenai tabu bahasa ini, aku ingin menuliskan tentang “sakit hati” mama terhadap orang Makassar. Waktu aku berusia 6 bulan, mama membawaku ke Bantaeng (Sulsel) bertemu dengan mertua (kakek dan nenekku) yang kebetulan berada di sana. Setiap orang makassar yang melihat bayi imut (ehm ehm) Imelda ini berkata: “Aduh busukna!” sambil cium-cium dan cubit-cubit diriku.
Semua orang yang mendekat pasti berkata “busukna”, padahal mama yakin aku tidak sedang beol, atau belum mandi atau bau muntah. Kenapa mereka semua bilang busuk? Sakit hati deh mama. Baru setelah bertanya pada papa, baru tahu bahwa orang Makassar itu berbicara KEBALIKANNYA. Mungkin buat mereka pamali menyebutkan yang bagus, dan menjadikan mama atau aku besar kepala nantinya. Aku sendiri tidak tahu apakah semua aspek disebut kebalikannya atau tidak. Kalau ya, wahhh sulit sekali untuk mengerti orang Makassar ya.
Tabu atau pamali…. pasti banyak deh dalam kehidupan kita. Tapi aku rasa unik saja jika di Jepang yang sudah maju begini, masih memperhatikan tabu dan pamali terutama pada mahasiswa yang akan ujian, atau pasangan yang akan menikah. Dan aku sendiri belum pernah mendengar orang tua Indonesia tidak mengatakan “Jangan lupa bukunya/nomor ujian/pensil” dan lain-lain hanya untuk menghindari anaknya nanti akan JUSTRU LUPA hihihi.
(foto oleh Tadashi Miyashita – bapak mertuaku – Nikon D80)
Mungkin bagi orang Indonesia, begitu saya menanyakan mengenai baju buruh akan merasa aneh. Ya kalau di Indonesia buruh-buruh paling-paling mengenakan kaos dan celana pendek, atau bahkan bertelanjang dada. Ada yang bersarung? Hmmm belum pernah bertemu sih, tapi kalaupun bersarung mungkin akan dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu kerjanya. Atau kalaupun ada baju khusus yang dipakai, seperti buruh tambang, pasti sudah bisa membayangkan seperti seragam dengan kantong-kantong dan dilengkapi helm bersenter.
Nah, saya merasa agak aneh waktu melihat buruh bangunan di Jepang, terutama yang bekerja di situs pembangunan rumah/jalanan. Mereka memakai baju memang biasa saja, tetapi celananya itu loh. Aneh! Kalau saya bilang sih mirip celana Aladin. Coba deh lihat foto ini:
Nah, saya tanya sama suamiku (uhuyyy suami nih ye… ) ternyata dia juga ngga ngerti kenapa buruh bangunan pakai celana seperti itu. Soalnya kalau dipikir bukannya “gelembung” itu malah mengganggu?
Bukan namanya imelda kalau ngga penasaran. Jadi deh tanya sama om google jepang, dan ketemu deh. Rupanya namanya di Jepang NikkaBokka ニッカボッカ dan asal awalnya dari kata knicker bockers, yang merupakan sebutan untuk celana yang bagian bawahnya digulung di bawah lutut dan tidak pas. Rupanya ini adalah gaya anak laki-laki di Belanda. Tapi juga kemudian menjadi sebutan untuk orang Amerika keturunan Belanda di Now York.
Celana jenis ini juga rupanya menjadi populer sejak ditemukannya sepeda. Supaya tidak mengganggu waktu mengayuh sepeda, maka ditariklah ujung celana panjang ke bawah lutut, dan akhirnya malah menjadi fashion.
Mungkinkah celana monyet untuk bayi-bayi berasal dari sini? Kayaknya sih ngga…tapi siapa tahu kan? hihihi