Pengaruh Media

20 Mar

Dalam kondisi seperti sekarang ini, memang media sangat diperlukan untuk mendapatkan informasi. Surat kabar memang tertulis dan akurat tapi tetap hanya bisa membaca semacam laporan hari sebelumnya, yang tidak perlu diketahui saat itu juga. Sehingga untuk real time, kami lebih bergantung pada siaran televisi dan radio, dan/atau media online yang berafiliasi dengan media cetak.

Aku sendiri memanfaatkan NHK Televisi di rumah. Rasanya saat ini aku merasa bangga juga karena selalu membayar iuran NHK yang setiap bulannya ditarik 1340 yen. Begitu gempa terjadi, aku langsung menyalakan NHK dan mendapatkan berita akurat yang disiarkan terus menerus. Tentang gempa, gempa susulan, tsunami, jumlah korban, kemudian tentang PLTN Fukushima, dan pemadaman listrik. Pembacaan berita diselingi oleh siaran langsung dari pemerintah, yaitu Menteri Sekretaris Kabinet Edano Yukio, Perdana Menteri Jepang Kan Naoto, pihak Tepco, dll. Juga siaran perkembangan di daerah pengungsian. Semua bisa diikuti di NHK.

Jika aku kalah dengan anak-anak karena mereka mau menonton acara anak-anak, ya aku pindah ke Radio untuk mendengar berita NHK melalui gelombang FM. Karena tanpa tayangan visual, biasanya jika ada berita penting aku minta anak-anak bersabar karena mamanya mau melihat visual dari yang diberitakan. Begitu selesai, kembalikan lagi TV ke anak-anak. Kasihan juga pada mereka karena terus terang sejak kejadian gempa tgl 11 Maret lalu selama kurang lebih 4 hari mereka terpaksa melihat berita terus menerus (yang kemudian berdampak negatif pada Riku, untung sekarang sudah hilang)

Karena aku menonton NHK terus menerus, aku tidak tahu apa yang disiarkan oleh TV swasta, baru setelah 5 hari lewat aku juga mulai melihat chanel lain. Dan yang mencolok bisa terlihat adalah berkurangnya pemasangan iklan dari perusahaan sponsor. Bagian iklan diisi oleh Iklan Layanan Masyarakat dari AC Japan (Advertising Council Japan) yang intinya ingin mengajak masyarakat untuk peduli pada korban gempa dan tsunami. Salah satu iklan yang menarik misalnya tentang kikubari, perhatian terhadap sesama. Seperti adegan seorang pelajar lelaki yang melihat tindakan orang lain yang memberikan tempat duduknya pada bumil, dan akhirnya dia juga membantu seorang lansia yang sedang naik tangga. Tentang iklan ini sahabatku, Mas Sapto Nugroho menulis di Kompasiana. Silakan baca.

Tapi karena iklan layanan masyarakat ini terlalu sering, rasanya juga bosan mendengar himbauan seperti ini terus menerus. Tapi dari chanel swasta ada beberapa hal yang aku juga bisa lihat, antara lain perkembangan kumpulan sumbangan yang dibuka oleh Stasiun TV tersebut. Misalnya pada saat aku melihat chanel Nihon Terebi, mereka melaporkan bahwa sudah terkumpul 400juta yen. Suatu pengumuman yang tidak ada di TV NHK. Selain itu aku juga bisa mendengar diskusi-diskusi mengenai penanganan masalah (nuklir dan pengungsi) yang lebih keras dan kritis daripada NHK. Yah, mereka juga dibayar untuk “bersuara”. Tapi aku pribadi lebih suka mendengar berita yang tidak “radikal”, yang hanya memberikan info begitu saja, tanpa perlu dianalisa. Tapi untuk PLTN, di NHK  analisanya dilakukan seorang ahli Nuklir dari Tokyo University, Prof Sekine. Dan aku suka gayanya yang cool (meskipun sementara orang mengatakan “dia tidak tahu apa-apa”).

Well, memang sulit untuk memilih info mana yang terbaik untuk kita masing-masing. Saking banyaknya media yang bisa dipilih, kadang kita terlalu “banjir” info, yang kadang menyesatkan dan membuat panik. Jangan lupa bahwa di internet, orang bebas untuk mengemukakan pendapat.

Sejak terjadi gempa, aku memang memakai FaceBook sebagai tempat untuk “berkumpul”, bertukar informasi. Mungkin ada beberapa teman yang juga di Jepang yang kurang bisa membaca bahasa Jepang sehingga menganggap tulisanku bisa dipakai sebagai sumber informasi. Terima kasih untuk kepercayaan itu, karena sebetulnya aku juga HANYA menulis saja, menulis apa yang sedang terjadi sebisa mungkin TANPA bumbu. Kalau tidak ada datanya lebih baik aku tidak tulis, karena akan membuat orang bingung.

Dan dipikir-pikir, aku juga merasa beruntung aku tidak lagi menjadi DJ Radio (bisa baca di “Kugadaikan Cintaku” ceritanya). Karena stasiun Radioku dulu itu sebenarnya didirikan untuk memberikan informasi kepada warga asing yang tinggal di Tokyo dan sekitarnya dalam bahasanya sendiri. Jika aku masih bekerja di situ, dan jika stasiun Radio itu masih bertujuan yang sama seperti pada awalnya didirikan, maka aku pasti harus berada di studio terus, untuk siap memberikan laporan gempa, informasi dalam bahasa Indonesia dan termasuk membacakan nama-nama korban/ orang hilang. Sekarang aku cukup menulis di blog TE saja bukan? 😀 Tanggung jawabnya lebih ringan.

Ada beberapa teman di FB juga yang menanyakan padaku, “Dalam laporan gempa Jepang, saya belum melihat liputan yg memperlihatkan korban dalam keadaan yg sangat menyedihkan sehingga terkesan …tidak manusiawi”

Memang Jepang tidak pernah menayangkan korban atau jenazah dalam tayangan TV sehari-hari. Juga tidak dalam bentuk foto di media cetak. Kenapa?

Aku jawab karena Jepang sangat menghargai hak asasi manusia, sehingga ada privacy law, undang-undang menjaga kerahasiaan individu. Aku pun selalu berusaha mem-blurkan wajah orang-orang dalam foto yang kupakai di sini, kecuali jika anggota keluarga atau teman orang Indonesia yang sudah pasti tidak keberatan. Sebelum difoto atau disorot, biasanya pihak TV/wartawan bertanya dulu apakah bersedia disorot. Nah, jenazah pun sebelumnya adalah manusia, tapi tak bisa ditanyakan bukan? Itu jawabanku hanya berdasarkan hak asasi manusia. Tapi selain itu aku juga sudah pernah menjelaskan di TE sekilas, bahwa dalam upacara penguburan pun, tidak ada orang yang memotret jenazah. Tabu! Meskipun memang aku belum pernah bertanya apakah ada dasarnya dalam agama Buddha. Nanti kalau kebetulan bertemu dengan pendeta Buddha akan aku tanyakan. Tabunya lebih pada perasaan/hati. Tentu saja lebih baik kita mengenang orang yang kita cintai itu dalam rupa yang bagus, ceria, sebelum meninggal kan? Daripada mengingat muka terakhirnya yang mungkin dalam rupa kesakitan atau mungkin rusak karena kecelakaan. Intinya apakah kita memakai HATI atau tidak. Etika di sini juga memegang peran. 

(Mungkin bisa baca juga kritik dari Sapto Nugroho tentang : Kritik ke KOMPAS : Judul Menarik tidak harus membuat Panik)

Setelah aku mencari-cari apa sih dasar hukumnya, mengapa di TV/atau koran tidak ada tayangan/foto  jenazah? Aku menemukan jawaban sebagai berikut: (Bisa baca blog dalam bahasa Jepangnya di http://shima-x.petit.cc/banana/20100117164515.html. )

Menurut UU Penyiaran Jepang (Housoushou 放送法) Pasal 3 ayat 2:
Sebagai kewajiban dan persyaratan penting program penyiaran yang merupakan tanggung jawab setiap perusahaan adalah:
Tidak merugikan keamanan umum dan merugikan kebaikan moral umum
adil dalam bidang politik (tidak berat sebelah)
Penyiaran tidak membelok dari kenyataan/kebenaran
Jika terdapat perbedaan pendapat, sedapat mungkin dijelaskan dari berbagai sudut.

karena itu penayangan mayat di media bisa dianalisa:
– membuat mual, merugikan kondisi kesehatan
– memberikan pengaruh buruk pada anak-anak (yang juga melihat tayangan itu)
– Tanggapan, isi, tampilan dari si pembuat
– Berpikir dari sisi jenazah itu, menghormati jenazah, masalah agama
– reaksi dari perusahaan sponsor
– reaksi dari komite moral penyiaran.

Dan isi dari UU Penyiaran itu juga bisa menjawab pertanyaan berikut:

“Apa TV di Jepang itu hanya memilih tayangan yang bagus-bagus dan ada sensor ya? Kok terlihat masyarakat Jepang tenang saja sesudah gempa dan masih antri lagi untuk pulang? Segitunya tenang dan teraturnya mereka ya?”

Memang begitulah adanya masyarakat Jepang sama seperti apa yang ditayangkan oleh media. Karena sebetulnya TV juga mengambil gambar bahwa barang-barang di toko-toko habis, bukan? Itu bukan berita bagus kok menurutku, jadi memang begitulah kenyataannya. Bahkan kemarin ada tayangan pembagian makanan di tempat pengungsian, bisa dilihat mereka juga antri untuk mendapatkan makanan. Tidak ada yang berebut. Malah ada volunter yang mengambilkan makanan, atau berkeliling yang menanyakan kebutuhan para lansia yang di pengungsian. Apakah memang begitu semua? Tentu saja ada beberapa kasus yang negatif, tapi jumlahnya begitu kecil. Bukan karena tidak dilaporkan tapi karena tidak ada sedikit sekali kejadiannya. Ada kok berita tentang anak yang menipu dengan alasan sumbangan ke pusat gempa padahal masuk kantong sendiri. Jumlah kerugian? 2000 yen! Kecil kan?

Satu hal lagi yang ditanyakan media asing terutama di Amerika. Mengapa tidak ada penjarahan di Jepang sebagai dampak dari musibah? Waktu ada bencana hurricane di Amerika, dikatakan banyak terjadi penjarahan, mumpung penghuni/pemilik tokonya tidak ada, ambil saja! Di Indonesia juga terjadi penjarahan besar-besaran tahun 1998 kan? Mengapa?

Di Jepang ada istilah Kajibadorobou. Orang yang menjarah pada wkatu terjadi kebakaran (musibah). Ada? Tentu saja ada, tapi sedikit, tidak banyak. Mungkin karena orang Jepang tidak terlatih untuk merampok 😀 Kalau mau berbuat kejahatan lebih rapih, seperti ore-ore (lewat telepon/transfer). Dan secara moral orang yang mencuri pada saat musibah sudah dicap saitei 最低 tidak berharga lagi hidup sebagai manusia.

Meskipun sebetulnya kalau aku pikir tindakan seperti menyerbu membeli bahan makanan gila-gilaan di toko-toko hampir serupa dengan Kajibadorobou juga kan? Memanfaatkan musibah untuk diri sendiri. OK deh kalau memang sama sekali tidak ada persediaan. Karena aku tahu juga bahwa orang Jepang jarang menyimpan barang, biasanya secukupnya saja, dan berbelanja setiap hari. Lagipula mau membeli barang banyak juga mau simpan di mana? Rumah terlalu kecil. Biasanya aku pun sekali membeli beras max 5 kg. Lain dengan mereka yang tinggal di daerah dingin dan rumahnya lebih besar yang setiap membeli 30 kg.

Aku memang tidak rush untuk berbelanja seperti orang lain. Kupikir untuk seminggu masih cukup kok makanan. Aku tahu bahwa barang di supermarket tidak ada juga dari teman-teman yang tinggal di Tokyo dari tulisan mereka di FB. Susah memang untuk menahan diri untuk tidak ikut panik. Seperti kata Gen, “Orang-orang itu panik kan karena mereka mau segala sesuatunya TIDAK BERUBAH, tidak mau menyesuaikan diri. Kalau memang tidak ada susu, telur dan roti, ya tidak usah panik kan? Kita bisa tetap hidup tanpa itu.”
Ah, untung sekali pemikiranku juga sama dengan pemikiran suamiku. Kesempatan juga untuk matiraga selama bulan Puasa (Katolik – menyambut Paskah).

Tenang dan jangan panik. Justru harus kita praktekkan dalam saat-saat seperti ini. Tapi memang ketenangan itu timbul karena KEPERCAYAAN. Bukan hanya kepercayaan kepada Tuhan yang memang mutlak, tapi aku juga seperti warga Jepang lainnya PERCAYA bahwa Pemerintah Jepang TIDAK AKAN mengorbankan warganya.

Aku share email dari temanku Alex sehubungan dengan recording Yamaha sebagai berikut:

Hello Imelda-san,

It was really a pleasure to hear your cheerful voice this afternoon. In the times like now I am so happy that I am able to talk to people like you and I am happy that you are fine.

Believe it or not but people in Japan are still keep on working: maybe for those who are abroad it’s hard to believe but we both know it is true. Some of my friends left Japan in panic like my good old ****** buddy xxxxxx who came to Japan more than 30 years ago, I really couldn’t believe it…

Anyway I am sending you the text and 2 maps of the studio in Akasaka for the recording on March 22, Tuesday. I will see you there. If there are any questions please let me know anytime.

Till then – all the best and may the God bless us all,Alex

 

Masih kurang percaya? silakan juga baca tulisan seorang Indonesia di Tokyo, Pepih Nugraha yang menulis “Mengapa Saya (Masih) Bertahan di Tokyo“.

It is all about Faith, about Confidence, about Loyalty, about LOVE

Sebagai penutup tulisan aku ingin sharing sebuah lagu dari ANPANMAN. Tahu kan anpanman? Karakter roti yang pernah aku tulis di sini : Roti Sebagai Sumber Ide. Lagu Anpanman March ini populer di kalangan anak-anak. Dan untuk menghibur anak-anak di pengungsian diputar oleh sebuah stasiun Radio. Teman-teman blogger seperti  Imoe, Koelit Ketjil, Kika, Yoga, Uda Vizon, dkk tentu tahu bagaimana anak-anak di pengungsian memerlukan penghiburan untuk meringankan trauma mereka. Bukan terus menerus kabar sedih yang harus mereka terima, mereka tetap mempunyai harapan untuk maju dan hidup. Mereka butuh bermain, bergembira, meskipun sulit. Nah, lagu anak-anak yang diputar ini TERNYATA dapat menghibur pengungsi dewasa lainnya. Karena mereka juga baru sadar kata-katanya saat itu. Begini liriknya:

Ya! Senangnya, Gembira akan Kehidupan ini
Seandainya pun ada luka di dada.

Untuk apa kita lahir,  apa yang dilakukan untuk hidup
Jangan sampai tidak bisa menjawabnya
Bakarlah semangat dengan Hidup yang sekarang ini
Karena itu kamu, pergilah dengan senyum

Ya! Senangnya, Gembira akan Kehidupan ini
Seandainya pun ada luka di dada.

Ah Anpanman yang baik
Pergilah! Pertahankanlah mimpi semua orang

Apa yang kamu perbuat untuk bisa bahagia,
apa yang kamu perbuat untuk bisa gembira
Jangan sampai selesai tanpa mengerti apa-apa
Jangan lupakan mimpi, Jangan teteskan air mata
Karena itu kamu, terbang sampai manapun juga
Jangan takut, untuk semua orang
Hanya CINTA dan KEBERANIAN, teman kita

Ah Anpanman yang baik
Pergilah! Pertahankanlah mimpi semua orang

そうだ うれしいんだ 生きるよろこび
たとえ 胸の傷がいたんでも

なんのためにうまれて なにをして 生きるのか
こたえられないなんて そんなのは いやだ!
今を生きる ことで 熱い こころ 燃える
だから 君は いくんだ ほほえんで
そうだ うれしいんだ 生きるよろこび
たとえ 胸の傷がいたんでも

ああ アンパンマン やさしい 君は
いけ! みんなの夢 まもるため
なにが君の しあわせ なにをして よろこぶ
わからないまま おわる そんなのは いやだ!
忘れないで 夢を こぼさないで 涙
だから 君は とぶんだ どこまでも
そうだ おそれないで みんなのために
愛と勇気だけが ともだちさ

ああ アンパンマン やさしい 君は
いけ! みんなの夢 まもるため

時は はやく すぎる 光る星は 消える
だから 君は いくんだ ほほえんで
そうだ うれしいんだ 生きるよろこび
たとえ どんな敵が あいてでも

ああ アンパンマン やさしい 君は
いけ! みんなの夢 まもるため

(Pencipta Miki Takashi ) Jika mau dengar silakan dengar di YouTube ini.

Hidup terus berjalan….

dan aku menutup tulisan ini sambil menonton TV tentang kantor pos yang berada di daerah gempa (yang masih berdiri) dibuka kembali, dan semua surat yang belum disampaikan, diantarkan ke rumah-rumah, sambil mencari warga di pengungsian juga.

dan lagu yang dinyanyikan oleh siswa yang mengikuti upacara kelulusan di pengungsian:

asu toiu hi ga arukagiri
shiawase ni shinjite

Selama ada hari yang disebut ESOK
Percayalah pada KEBAHAGIAAN

Asu toiu hi http://www.youtube.com/watch?v=QQsKdWKmY-A

dan Selamat Hari Minggu!

*********************************************************************:

Tanggapan Tim Nuklir Indonesia KBRI Tokyo Terhadap Peningkatan Status INES 5 dari PLTN Fukushima

 

Pada hari Jumat,18 Maret 2011, NISA (Badan Pengawas Keselamatan Industri dan Nuklir Jepang) mengeluarkan informasi pada sekitar pukul 18.00 tentang dinaikannya level INES (International Nuclear Events Scale) dari level 4 menjadi level 5 dari skala 7. Peningkatan level ini dilakukan karena lebih dari 3% bahan bakar (fuel) telah mengalami kerusakan (damage). Menurut berita NHK, level 5 ini sama dengan level ketika terjadi kecelakaan pada Three Miles Island-2 (TMI-2) yang terjadi pada tahun 1979.

Pengumuman skala INES menjadi 5 oleh pemerintah Jepang ini tidak diikuti dengan perluasan daerah evakuasi. Sehingga hingga saat ini, daerah evakuasi tetap 20 km dan antara 20 km hingga 30 km disarankan tetap berada dalam ruangan. Dengan melihat data laju dosis radiasi di reaktor Fukushima Daiichi ataupun di beberapa daerah lain (lihat Update Laju Radiasi 18 Maret 2011), memang tidak terlihat peningkatan, terlebih lagi peningkatan yang signifikan. Bahkan data pengukuran mengindikasikan bahwa tindakan pendinginan melalui operasi penyemprotan air mampu menurunkan dosis radiasi. Usaha untuk memulihkan kembali sumber listrik pada instalasi memberikan harapan pemulihan sistem pendingin reaktor. Meskipun keberhasilan dua usaha ini masih perlu menunggu perkembangan lebih lanjut.

Selain pertimbangan dari Tim Nuklir yang berada di Crisis Center KBRI Tokyo, analisis pakar keselamatan reaktor nuklir di tanah air juga memperkuat pertimbangan. Dr. Setiyanto, Kepala Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN, sesaat setelah pengumuman peningkatan level INES dari 4 menjadi 5 (18 Maret 2011), menyatakan bahwa dari data yang ada, dosis radiasi dari reaktor Fukushima Dai-ichi belum mengkhawatirkan. Beliau pun menyatakan bahwa radius evakuasi 20 km dari pemerintah Jepang sudah cukup aman, meskipun skala kecelakaan ditingkatkan menjadi INES 5.

Dengan memperhatikan berbagai faktor di atas, hingga saat ini KBRI Tokyo belum mengubah rekomendasinya terkait penentuan radius evakuasi, yaitu tetap 50 km. Oleh karena itu, semua WNI di Jepang diminta untuk tetap tenang dengan tetap memperhatikan sumber-sumber informasi dari Pemerintah Jepang dan KBRI Tokyo.

 

26 Replies to “Pengaruh Media

  1. Imel,

    Saya mengikuti perkembangan berita tentang Jepang melalui Face book mu, blog mu dan dari KBRI Jepang. Berita di Indonesia (terutama hal 1) suka bikin panik..namun anehnya dihalaman berikutnya banyak berita positif, bagaimana mahasiswa Indonesia di Jepang kagum dengan orang2 Jepang dalam menghadapi bencana, saling bahu membahu mengatasi kesulitan, serta saling berbagi.

    Di satu sisi, bencana ini juga mengajarkan pada anak-anak, seperti latihan mereka selama ini, bahwa manusia bisa menyesuaikan kehidupan dalam kondisi apapun. Syukurlah Riku sudah bisa menyesuaikan, tidak terlalu sedih, saya pikir ini akan banyak hikmahnya dalam perkembangan anak-anak.
    Terimakasih Imel, telah berbagi dengan cerita-cerita mu di blog ini….dalam kondisi sulit ini, Imel terus menyiarkan berita melalui blog dan Face book, menjadi pegangan orangtua dan keluarga yang anaknya bekerja/kuliah di Jepang.

  2. mbak imel, aku juga membaca facebook dan blogmu. Di saat tmn2 ngajak pulang, aku bilang ke mas, mbak imel gak pulang mas, jadi sepertinya masih aman 🙂 Kami juga memenatau NHK, mbak, tapi yang bahasa inggris lwt streaming di internet..

  3. setuju banget mbak, etika dalam media itu harus dipegang

    dulu pernah kan kita menanggapi tulisan nana tentang pengungsi Merapi yang kehilangan anaknya masih terus diwawancarai, meskipun terlihat sang ibu dalam keadaan berdukua,
    semoga media di sini bisa melihat contoh liputan di Jeang, dan tak hanya mengejar rating

    kesedihan seseorang tak layak diekspos

  4. Saya salut dengan perilaku bangsa Jepang, mereka bukan saja mampu mengolah emosi, tapi juga dapat memberi petunjuk praktis untuk mengekspresikan emosi yang ada itu. Sementara bangsa kita hanya pintar mengumbar emosi, tapi tidak tahu bagaimana cara menyalurkannya. Padahal, kemampuan menyalurkan emosi itu sebenarnya yang jauh lebih penting. Alasannya, tanpa harus diumbar pun kita sudah terlatih untuk tertawa dan bersedih, jadi untuk apa harus menampakkan emosi yg berlebihan. Sebaliknya, hampir tidak ada kemampuan bawaan untuk berperilaku yang pantas jika terjadi suatu peristiwa yang benar-benar menguras emosi. Itulah sebabnya kita harus selalu belajar untuk melatih kemampuan berekspresi dan menyalurkan emosi, baik secara sosial maupun secara individual (untuk yg kedua ini, kayaknya masyarakat Jepang masih memiliki kekurangan. Buktinya, angka bunuh diri lumayan tinggi, itukan berarti mereka benar2 tidak memiliki ekspresi individu yang baik). Apapun itu, terima kasih atas pembelajarannya.

  5. Mbak Imelda, terimakasih selalu untuk updatenya. Ini sangat berguna untuk kami-kami yang Nihonggonya masih sangat terbatas 😀

    Terpukau dengan kalimat ini : `It is all about Faith, about Confidence, about Loyalty, about LOVE`
    Setuju sekali mbak^^b

    Happy sunday ya untuk Miyashita family, GBU..

  6. berarti klo ada tv yang ‘lebay’ dalam memberitakan sebuah peristiwa dengan tujuan supaya ratingnya naik dan pemasukannya iklannya banyak, dia termasuk kajibadorobou juga ya neechan? heheh kan ambil keuntungan dari bencana yg menimpa orang hheheh

  7. iya salut banget ama sikap orang jepang yang kalem, gak panikan, dan sangat teratur.

    kapan itu saya liat di berita, reporter nya juga sampe bilang kalo dia kagum ama orang jepang. di pengungsian itu pas lagi ngantri ngambil makanan/bahan bantuan, semuanya teratur ngantri. gak ada yang marah2, gak ada yang serobot2an. bener2 teratur banget…. hebat dah..

  8. saya tertarik dengan ini “privacy law, undang-undang menjaga kerahasiaan individu” ternyata jepang sangant menghargai hak privasi, ga seperti di media lokal sini, belum apa2 udah main colong ceprat cepret pakai camera tersembunyi

  9. wah mba Imelda…
    Postingan yang sangat informatif…

    aku juga sangat terkagum kagum dengan mentalitas orang Jepang yang gak panik dan tetap tenang tuh mba…tapi seperti kata mba di atas…mungkin hal tersebut juga timbul dari rasa percaya ya mba 🙂

    Nice posting mba 🙂

  10. Mbak.
    Sebenarnya deg-degan sih membaca semua berita tentang Jepang. Terutama tentang radiasi nuklir itu.
    Tapi syukurlah banyak juga berita positif termasuk postingan dirimu mbak yang sedikit menjawab tentang itu.

  11. Kebetulan baca koran jawa pos dimana ada seorang mantan wartawannya yg lulusan teknik nuklir (bpk. Agus mustofa), sehingga bisa membantu menuliskan berita maslah tsb dari bahasa teknik dan detil shg saya jadi ngerti kalo ternyata yang masih panas itu tingal airnya saja. Reaktornya sendiri sudah padam, dan yang dikatakan bahaya radiasi sebenarnya dalah radiasi yang melebihi batas aman untuk manusia. jadi gak semua radiasi membahayakan.

    yg lucu adalah import dari jepang ke indonesia mau dicek dulu apakah ada radiasinya apa tidak? Lah wong di tokyo saja masih makan dan minum tanpa ada masalah, kok yg di jakarta bingung takut kena radiasi……..

  12. informasi Mbak Imel sangat menyejukkan, yang namanya bencana pastilah tidak ada yang enak, tapi itulah pentingnya media, memberikan informasi yang berguna,bukannya mengambil keuntungan semata. Siaran tentang yang terbaru di Jepang sangat terbatas disini dibanding infotainment, dari postingan Mbak Imel aku dapat mengikuti perkembangan disana. Dari situ aku percaya Orang Jepang akan cepat recovery.

  13. aku justru ngikutin perkembangan jepang dari TE ini mbak.. lebih akurat menurutku.
    media2 lebih banyak mengejar rating, jadi kurang peka lagi pada keadaan..
    apalagi disini, terkesan dilebih2kan dan malah nambah kecemasan…

    moga selalu dilindungi mbak.. 🙂
    salam sayang untuk Riku n Kai

  14. semestinya anggota DPR ataupun institusi2 yang sering mengadakan studi banding ke LN itu sebaiknya subscribe blog ini aja deh. cuma modal koneksi internet duank-an!
    Tapi mereka pasti tidak mau deh, karena tidak bisa sambil2 yang lainnya.

    Aaargghhh ….

    Mengetahui hal2 baik yang terjadi di saat yang tidak baik di Jepang, bener2 bikin iri abis, kapan ya di negeri ini bisa seperti itu? 🙁

  15. bagus bgt media jepang tidak terlalu mengekspos kesedihan.. karena justru itu malah membuat orang terus terpuruk..
    karena saya sempat merasakan waktu gempa jogja 2006 dan erupsi merapi 2010 lalu..
    berita di tv justru membuat orang untuk terus khawatir.. bukannya bangkit..

    salut untuk Jepang 🙂

    tentu saja boleh sedih, tapi jangan terus-terusan
    EM

  16. Saya lagi nggak ada waktu untuk buka blog sebenarnya…biasanya baca berita terbarumu di FB saja…tapi sekarang nggak tahan ngintip, untung anak-anak sudah tidur juga. Senang membaca optimisme dan pemantauan liputan media (termasuk yang bersifat jurnalisme warga) dari status FBmu. Mungkin masalah terbesar di Indonesia memang krisis kepercayaan. Yang mau nyumbang juga banyak, tapi yang takut sumbangannya tidak sampai juga banyak. Jadilah tempat bencana ramai dikunjungi, ada yang mau kasih sumbangan sambil memantau, ada juga yang kasih sumbangan sambil membawa misi kampanye…

  17. berita yang wajib adalah yang bersifat informasi namun orang Indonesia belum mampu menyajikan tanpa melukai banyak orang. Benar kata mbak Anna, kejadian waktu Merapi erupsi yang diexpose adalah jumlah yang mati dan yang kena wedhus gembel. Seharusnya memberikan langkah-langkah yang lebih kongkrit. Malah saya baca di media beberapa waktu yang lalu ada anggota SAR yang diangkap karena membawa pisau multi fungsi (merk Victorinox biasanya) dan ditahan hingga sekarang (sedang menghadapi sidang). Sempat di demo oleh teman2 SAR lainnya di pengadilan….tapi yah ini potret dari sebuah negara yang terus mencari jati diri…

  18. Tulisan mbak Imelda khas narator dan translator jempolan. Maka saya nggak heran kalau mampu menulis panjang lebar gini. Salut untuk mbak Imelda yang tetap aware buat keluarga dan aktif berbagi lewat blog.

  19. kadang2 juga suka sebel deh kalau ngeliat di tv atau di media online, foto2 para korban kecelakaan, pembunuhan dan yang sebenernya gak pantas di lihat oleh publik. Tapi baru tahu ada undang2nya kalau di Jepang. Hkkks, mulai sekarang kalaupun gue foto2 di bus atau tempat umum, mesti inget wajah2nya kudu di blur inih… Thank you utk sharing information

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *