Jumat 29 April kemarin sebenarnya adalah hari libur di Jepang yang dinamakan Showa no hi (Hari Showa untuk memperingati kaisar Showa) dan merupakan awal dari rangkaian hari libur yang disebut Golden Week (biasa disingkat GW). Tapi….untukku bukan hari libur. (Sedangkan Gen yang biasanya kerja di hari libur saja, kemarin bisa libur :D)
Ya, akibat permulaan tahun ajaran baru 2011 diundur 1 bulan-an, maka aku yang memang hari kuliahnya hari Jumat, harus mengajar kemarin meskipun hari libur. Tentu saja itu berarti mahasiswa tidak bisa libur. Sama-sama deh. Dan karena Gen libur, aku tidak perlu memikirkan siapa yang harus menjaga Riku dan Kai selama aku mengajar.
Yang menyenangkan sebetulnya adalah pukul 6 pagi waktu aku bangun, Ternyata Riku dan papa Gen juga sudah bangun. Dan Gen mau mengantarkan aku ke universitas naik mobil. horre…. yatta! Meskipun aku tahu naik bus dan kereta ke arah universitas pada hari libur juga tidak terlalu penuh tapi selalu lebih enak kan, jika diantar from door to door.… sampai depan universitas hehehe. Dan untuk mengantisipasi lalu lintas macet, kami berangkat pukul 8:30. Aku mengajar pelajaran ke 2 pukul 10:45, tapi aku perlu me- lithograph (stensil) bahan pelajaran dulu, yang cukup banyak.
Tapi untunglah jalanan tidak macet sehingga aku bisa sampai di universitas pukul 9:30-an. Aku sendiri tidak tahu apa rencana Gen dan anak-anak selama aku mengajar. Dan baru tahu sekitar pukul 12 bahwa mereka menunggu di daerah sekitar universitas… sampai aku selesai mengajar pukul 2:30
Daerah dekat universitas memang asri sekali. Di situ banyak terdapat rumah-rumah tradisional yang dilestarikan yang tergabung dalam “Taman Rumah Tradisionl” Minka-en. Tadinya mereka ingin pergi ke museum Okamoto Taro, seorang seniman Jepang yang terkenal. Tapi ntah kenapa, letak museum tidak bisa ditemukan. Setelah parkir mobil, malah menemukan kumpulan rumah-rumah tradisional jaman dulu. Memang dulu aku pernah melewati beberapa rumah tradisional waktu pergi dengan Riku. Tapi waktu itu tujuan kami ke planetarium (yang ternyata kecil dan belum buka waktu kami ke sana. Bukanya pukul 3:30 hihihi).
Jadi bertiga mereka berkeliling ke rumah-rumah tradisional itu, dan Riku yang memotret rumah-rumah itu. Langsung keliatan sih dari hasilnya, pasti bukan Gen yang memotret. But not bad juga hasilnya. Ini hasil potretan Riku:
Dalam taman ada 21 rumah tradisional, termasuk salah satunya yang biasa dipakai untuk pertunjukan Kabuki. Sayang kemarin itu tidak ada pertunjukannya. Tapi di beberapa rumah ada sukarelawan, yang biasanya kakek-kakek dan nenek-nenek yang akan menjelaskan tentang rumah dan bercakap-cakap dengan pengunjung. Ada yang menyalakan perapian di irori yaitu perapian berbentuk kotak yang sering dipakai sebagai pengganti meja makan. Bisa bayangkan duduk mengelilingi irori, sambil minum teh atau makan nasi lobak (kayak Oshin deh hihihi).
Kayu yang dipakai untuk membakar akan menghasilkan abu yang terkumpul di sekitar irori. Dan pojok-pojok irori ini dahulu kakek-kakek mengajar cucunya menulis memakai ranting. Very japanese yah 😀
Yang juga menarik adanya beberapa rumah yang berlantai bambu. Biasanya lantai rumah terbuat dari papan kayu tapi ini terbuat dari bambu, yang juga menunjukkan kondisi perekonomian saat itu (bambu jelas lebih murah dari kayu). Kok waktu melihat foto-foto rumah dengan lantai bambu itu aku jadi teringat rumah saudaraku di Makassar dulu semua lantainya terbuat dari bambu sehingga kami bisa melihat kambing-kambing dan ayam berlarian di bawah rumah.
Untuk memasuki Taman Rumah Tradisional Pemda Kawasaki ini hanya membayar 500 yen (dewasa, SMA-mahasiswa 300 yen, SMP ke bawah gratis) untuk melihat semua rumah yang terdapat dalam kompleks ini. Yang aku cukup terkejut ternyata yang paling tua ada rumah yang berdiri sejak abad 17… berarti 300 tahun yang lalu? Wah orang Jepang memang menghargai sejarah ya.