Hari Minggu tanggal 13 Oktober, setelah menonton baseball, kami mengunjungi rumah mertua di Yokohama. Kebetulan adik Gen dari Sendai datang, dan juga keesokan harinya tante dari Wakayama juga mampir. Jadi secara tidak langsung kami bereuni di sana. Dan mengisi acara setelah makan siang, bapak mertuaku memutar film lama, The Guns of Navarones.
Aku langsung teringat bahwa aku sudah pernah membaca buku aslinya. Sebuah buku yang dikarang Alistair MacLean dengan judul Meriam Benteng Navarone (1957). Kenapa aku bisa ingat tentang buku ini, sebenarnya karena buku ini termasuk buku novel dewasa pertama yang kubaca dengan sembunyi-sembunyi waktu aku kelas 5 SD (atau 6 persisnya aku lupa)- sekitar tahun 1981. Sebelumnya aku hanya membaca buku-buku tipisnya Album Cerita Ternama, atau cerita-cerita anak-anak. Temanku yang tetangga di belakang rumah yang meminjamkan buku kakaknya itu kepadaku. Dia menyerahkan buku itu lewat pagar rumah, dan waktu selesai aku kembalikan juga lewat pagar kawat. Lucu juga kalau mengenang masa-masa itu.
Dan karena aku takut tidak diperbolehkan baca buku setebal itu oleh mama, aku membacanya di kamar asisten di belakang. Mama memang tidak begitu senang membaca, lain dengan papa. Untuk soal buku, aku memang “anak papa” :D. Aku sembunyikan novel itu di bawah kasur asisten, dan kalau mau baca ya masuk kamar mereka dan baca di situ 😀 (Duh pengakuan dosa deh hehehhe). Tapi sesuai dengan keterangan tentang Alistair MacLean “Compared to other thriller writers of the time, such as Ian Fleming, MacLean’s books are exceptional in one way at least: they have an absence of sex and most are short on romance because MacLean thought that such diversions merely serve to slow down the action.” Jadi tidak ada dong cerita yang nyerempet-nyerempet begitu. Bahkan menurutku waktu itu ceritanya sulit dicerna. Ada dua buku Alistair yang kubaca yaitu Meriam Benteng Navarone ini dan HMS Ulysses, dan keduanya berat euy.
Tapi dengan buku berat ini, aku akhirnya menyenangi cerita spy, misteri dan detektif. Setelah itu bacaanku buku-buku Agatha Christie, Sidney Sheldon pinjam dari perpustakaan tapi kalau membeli sendiri aku hanya boleh membeli bangsanya Lima Sekawan dan Trio Detektif. Tentu Winnetou juga termasuk di dalam daftar bukuku. Untung saja waktu itu aku belum kenal Kho Ping Ho, coba kalau kenal jaman aku SMP bisa-bisa aku tidak belajar 😀
Baru setelah aku masuk SMA dan bahasa Inggrisku sudah cukup memadai, aku membaca buku roman berbahasa Inggris dari Mills and Boon (sekarang menjadi Harlequin) dan berkenalan dengan Barbara Cartland 😀 yang tipe ceritanya senada semua: Gadis miskin berkenalan dengan pria kaya. Cinderella stories deh. Lama kelamaan aku bosan dan memutuskan “persahabatan” dengan BC.
Jaman universitas aku sudah bisa membeli buku sendiri, dan menyukai buku-buku dari S. Mara Gd, V. Lestari dan Maria A Sardjono. Ingin membeli buku-buku Mills and Boon tidak bisa karena sulit mendapatkan buku bahasa Inggris saat itu. Sejak aku bisa membaca buku bahasa Inggris di SMA, aku tidak pernah lagi suka buku terjemahan jika tidak terpaksa sekali.
Sekarang buku-bukuku beragam, tapi sampai aku tetap merupakan fans ketiga penulis wanita Indonesia dan buku romance Harlequin dalam bahasa Inggris karena membaca buku-buku mereka membuatku rileks dan bisa menikmati waktu “me Time” atau dalam perjalanan dalam kereta.
Hari ini adalah hari kelahiran seorang penulis cerita detektif Jepang yang bernama Edogawa Ranpo. Coba sebutkan nama ini dan bayangkan nama Edgar Alan Poe, mirip kan? Memang dia memakai nama ini, padahal nama aslinya adalah Hirai Tarou. Bukunya yang terkenal adalah Kaijin Nijumensou 怪人二十面相(かいじんにじゅうめんそう). Sayangnya aku belum pernah baca karya-karyanya. waktu kutanya apakah Gen pernah baca, ternyata dia tidak pernah baca. Gen sih jenis bacaannya susah seperti sastra klasik dan modern serta buku essei biologi. Eh tapi dia sudah menyelesaikan tetraloginya Pramoedya Ananta Toer loh (tentu saja terjemahan ke bahasa Jepang) .
Kamu suka buku cerita detektif?
Sssst aku sedang membaca ini: