Hari ke 8 – 88 dan Cantent in Viis Domine

26 Feb

Seperti yang pernah saya posting di Apa artinya sebuah angka! Bagi orang Jepang, angka delapan adalah angka mujur. Dan dalam kehidupan manusia, ada suatu titik-titik usia tertentu yang “Diagungkan”. Usia o tahun atau usia 1 tahun pada hitungan Jepang lama yang merupakan hari kelahiran, usia 20 tahun yang menurut pemerintah merupakan pengakuan seseorang menjadi dewasa dengan sebutan khusus HATACHI 二十歳 , usia 60 tahun dengan sebutan KANREKI 還暦 (genap 4 kali putaran shio dan dikatakan bahwa manusia kembali lagi menjadi bayi), usia 88 tahun yang disebut BEIJU 米寿 , 90 tahun disebut SOTSUJU 卒壽 dan 99 tahun yang disebut HAKUJU 白寿.

Sedikit sekali orang yang bisa mencapai umur 88, dan lebih sedikit yang bisa mencapai 90 tahun. Ada dua muridku, orang Jepang yang bisa mencapai sotsuju, yaitu Almarhum Dr Fukuoka Yoshio, yang meninggal 11 januari lalu, dan Bapak Watanabe Ken yang masih segar bugar sekarang dengan usia 93 tahun. Ah aku ingin segera berjumpa Bapak Watanabe sepulang dari Indonesia. Dialah yang memberikan kesadaran pada saya bahwa umur tidak menjadi penghalang untuk belajar, belajar dan belajar terus. Dia mulai belajar bahasa Indonesia denganku pada umur 83 tahun dan sampai saat ini masih belajar di sebuah sekolah bahasa di Shinjuku. Bayangkan… SEMBILAN PULUH TIGA tahun.

Di keluarga Coutrier sendiri, Opa dan Oma (dari pihak papa) berhasil melewati 88 tahun. Padahal boleh dibilang mereka juga tidak fit 100% sampai akhir hidupnya. Opa meninggal persis di hari ulang tahunnya yang ke 88 dan saya bisa menghadirinya. Oma meninggal usia 89 tahun, tanpa ada yang memberitahukan saya (mungkin karena pikir saya toh tidak bisa datang). Dan dari Coutrier Clan ini, sesepuh yang masih hidup adalah Oma Dorothea Versluys yang tinggal di Amersfoort dan baru saja merayakan ulang tahun ke 89 tahun tanggal 7 Januari lalu. Aku juga sangat menyayangi oma Do ini, dan berkhayal kapan lagi bisa bertemu beliau in real.

Dan tanggal 18 Februari lalu, seminggu sebelum Riku ulang tahun, seorang Oma berulang tahun yang ke 88 tahun. Beliau memang bukan Oma yang terdaftar dalam pohon keluargaku. Oma Poel Fernandez dan saya, cucunya, tak ada hubungan darah sama sekali. Beliau yang terus melajang sampai sekarang, hanyalah tetangga belakang rumah kami yang lama. Tapi Oma Poel yang kucinta itu sudah hadir sejak aku lahir, yang memberikan aku nama julukan BARENDJE DONDER KOP (arti harfiah bocah gundul…. yang penggambarannya amat cocok dengan Ikkyu_san, si pendeta Buddha kecil yang gundul dan pintar).

Dan sejak aku bisa berjalan, beliau selalu membuatkan, menjahitkan baju untukku sampai aku SMA. Yang terakhir dia jahitkan adalah rok seragam Tarakanita dalam empat warna/corak, putih untuk hari Senin, abu-abu dan kotak-kotak, serta rok berwarna krem untuk hari Sabtu. Setelah itu dia angkat tangan, dan berkata, “Aku sudah terlalu tua untuk bisa menjahitkan kamu lagi, beli saja. Saya bahkan tidak yakin bisa hidup sampai kamu menikah.”

Nyatanya dia masih bisa melihat foto-foto pernikahan kami (karena dilaksanakan di Jepang), dan bisa menggendong Riku setiap kali aku ke Jakarta, dan bisa bertemu juga dengan cicit ke duanya, Kai di Jakarta. Tuhan memang yang terindah, dan Hanya DIA yang membuat hidup kita menjadi indah pada waktunya.

KAU YANG TERINDAH
DI DALAM HIDUP INI
TIADA ALLAH TUHAN YANG SEPERTI ENGKAU
BESAR PERKASA PENUH KEMULIAAN

KAU YANG TERMANIS
DI DALAM HIDUP INI
KUCINTA KAU LEBIH DARI SEGALANYA
BESAR KASIH SETIA-MU KEPADAKU

REFF:
KUSEMBAH KAU YA ALLAHKU
KUTINGGIKAN NAMA-MU SELALU
TIADA LUTUT TAK BERTELUT
MENYEMBAH YESUS TUHAN RAJAKU

KUSEMBAH KAU YA ALLAHKU
KUTINGGIKAN NAMA-MU SELALU
SEMUA LIDAH KAN MENGAKU
ENGKAULAH YESUS TUHAN RAJAKU

Aku menangis sambil mendengar dan ikut menyanyikan lagu ini. Sebuah lagu kesayanganku yang dinyanyikan oleh teman-teman yang tergabung dalam Paduan Suara Cantent in Viis Domine, atau disingkat CAVIDO, pada misa syukur ulang tahun Oma Poel Fernandez di gereja St Johannes Penginjil Blok B, tanggal 22 Februari (hari ke 8 aku di Jakarta) yang lalu. Aku memang pernah menjadi anggota Paduan Suara ini sejak SMP, sampai sebelum keberangkatanku ke Jepang tahun 1992. Adalah Oma yang mendorongku bergabung dalam paduan suara ini, sehingga menjadi anggota paling rawit saat itu. Tapi setiap kali selalu ditanya, mbak SMA kelas berapa? , karena badanku yang bongsor itu, padahal aku masih SMP.

Pindah ke Jepang tahun 1992, aku merasa kehilangan pada suasana kekeluargaan yang kocak yang ada dalam paduan suara ini. Tapi yang membuat aku bahagia adalah, bahwa mereka, meskipun banyak anggota baru yang tidak mengenal aku, tetap menyambutku dengan hangat setiap aku mampir dalam tugas-tugas mereka di gereja setiap kali aku mudik ke jakarta. Aku masih dianggap sebagai anggota. Dan seandainya aku mau jujur, aku merasa menyesal tidak mendengarkan mereka mengiringi misa pernikahanku karena dilaksanakan di Jepang. (Dan aku tahu Oma Poel juga kecewa dengan keputusanku…. maafkan aku Oma)

Paduan suara ini memang tidak bisa melupakan kehadiran Oma Poel dalam sejarahnya. Kepala sekolah SMA Tarakanita waktu itu, Sr Fraceline yang mendirikan paduan suara ini. Karena anggotanya adalah murid SMA Tarakanita maka tentu saja hanya bersuara wanita saja. Kemudian membuka diri dan menerima murid SMA Pangudi Luhur (yang pria semua) supaya bisa lengkap 4 suara, dan akhirnya menerima anggota umum. Baru setelah itu pelaksanaan sehari-hari untuk latihan dan pemilihan lagu kemudian dilakukan oleh Oma Poel Fernandez ini. Terus dilakukannya sampai saat kesehatan dan pendengarannya bermasalah sehingga akhirnya koordinasi latihan dan lagu-lagu diserahkan pada Mas Atok Joko dan istrinya Mbak Savitri. Dan PS Cavido tahun lalu sudah merayakan lustrum ke 6 atau 30 tahun berdirinya.

88 tahun dan 30 tahun

Oma Poel dan Cavido

aku dan komunitas gereja katolik indonesia

ikatan yang hanya bisa “abadi” dengan campur tangan Bapa Surgawi saja

Selamat ulang tahun untuk Oma Poel

Selamat berkarya dan terus maju untuk Cavido. I love you all, and always miss our togetherness.

The Lord bless you and keep you; The Lord make his face to shine upon you and be gracious unto you; The Lord lift up the light of his coutenance upon you and give you peace. Amen(Bilangan 6:24~26)

http://www.youtube.com/watch?v=O2WQ5yKhgLw compossed by Peter C. Lutkin. yang sering dinyanyikan Cavido juga.

Foto lengkap bisa dilihat di

http://www.facebook.com/album.php?aid=64867&id=787239774&l=31bec

Hari ke 5- Healing getaway

22 Feb

Ya, hari ke 5 saya kasih judul healing getaway, karena saya memang getaway, melarikan diri ke Bandung. Selain tujuan untuk “memanjakan diri sendiri”, saya sebenarnya ingin bertemu seseorang, yang ternyata mendadak tidak bisa ditemui. Beliau adalah Romo Pujasumarta, uskup Bandung, yang saya kenal lewat internet. Tapi saya terus saja menjalankan rencana saja meskipun rencana tidak terlaksana.

Saya tahu dari penguasanya Bandung si DM, lalu Ibu Enny, bahwa untuk ke Bandung bisa naik travel. Dulu, kalau ke Bandung saya selalu naik kereta Parahyangan. Tapi karena kelihatannya travel ini mempunyai pamor yang cukup cemerlang di kalangan Blogger, saya pikir saya mau coba naik travel saja. Apa sih travel itu?

Saya ingat dulu ada transportasi darat menuju Bandung ada mobil 4848. Nah, gantinya si 4848 inilah yang disebut dengan travel. Memang ada banyak nama travel itu seperti Xtrans, Cipaganti travel dll. Sejauh saya mencari di Internet, Cipaganti Travel ini yang rutenya paling dekat rumah saya yaitu Pondok Indah -HangLekir – Senayan City -BTC Bandung. Biasanya travel ini berangkat sejam sekali (tergantung dari trayeknya).

Kamis, 19 Februari. Saya pesan travel untuk jam 11:30. Tapi karena Kai tidak tidur-tidur, saya terpaksa merubah jam keberangkatan menjadi 12:30. Saya naik dari Pondok Indah Arteri, persis jam 12:30. Karena saya penumpang yang pertama mendaftar saya mendapat kursi persis di belakang supir. Enaknya jarak kaki menjadi lebih luas dibanding posisi kursi lain. Dan waktu menaruh tas di bagian bagasi, saya bilang “Hati-hati pak ada komputernya”. Si Supir jadi keder, jadi menyaran saya untuk menaruhnya di tempat di bawah kaki saja.

Hmm saya kurang yakin apa jenis mobil yang saya tumpangi itu. Mungkin sejenis L300. Tapi yang pasti memang lebih jelek dari mobil yang saya lihat juga menyusuri jalan tol dari travel yang sama. Wah sial deh saya. Dan, saya suka mabok darat jika mobilnya bergoncang keras, atau bau solar/minyak tanah, dan jika terlalu mendadak berubah jalur alias ngebut ugal-ugalan. Lengkap deh penderitaan saya, karena ternyata mobil yang saya tumpangi begitu. Ada 4 orang lain yang menggunakan travel ini, dan salah satu ibu sering berteriak, “Astagfirullah…. pak hati-hati…”. Saya yakin sih di Pak supir tidak dengar, tapi secara psikologis saya pikir lebih baik saya tidak ikut memperingatkan. Karena saya pikir pak supir itu akan lebih marah dan lebih ugal-ugalan jika diperingati. Itu sifat manusia…. offence. Jadi sepanjang perjalanan saya usahakan tidur atau memejamkan mata, sambil pegangan terus. Hmmm tidak ada sabuk pengaman sih di bagian penumpang. Kalau di Jepang, ini sudah melanggar aturan lalu lintas. Karena sekarang semua penumpang, bahkan penumpang taxi sekalipun harus mengenakan sabuk pengaman. Sambil meram begitu, saya teringat Bu Enny, dan ingin tahu juga bagaimana ibu apakah tidak pernah mengalami seperti saya ini…. mabok darat.

Mobil berhenti di tengah perjalanan, di semacam parking area untuk mengisi solar, dan istirahat serta memberikan kesempatan untuk yang mau ke WC. Saya tidak tahu apa namanya, karena tidak tercantum di mana-mana. Saya pikir perjalanan sudah dekat, ternyata masih jauh. Akhirnya jam 3 lebih saya sampai di BTC (Bandung Trade Center). Lebih dari perkiraan waktu perjalanan yang 2 -2,5 jam. Tapi untunglah, saya masih utuh, belum pecah terburai hihihi.

Tidak ada orang yang tahu detil rencana saya ke Bandung hari ini. Hanya orang yang membaca tulisan saya di dinding FB Pak Oemar Bakri saja, yang mengetahui bahwa saya memang pernah menanyakan pada beliau apa bisa bertemu sekitar tanggal 19/20. Pak Oemar bahkan sempat menanyakan detil rencana saya apa saja, karena beliau sibuk harus menemani professor. Jam 11 pagi, dapat sms,”Imelda posisi di mana?”. “hehehe, masih di Jakarta pak, mungkin paling cepat baru jam 3 siang sampai”. Saya memang tidak mempunyai rencana yang tersusun rapih untuk perjalanan ini, karena memang saya mau “tanpa rencana”… unplanned. Saya capek dengan membuat rencana seperti orang Jepang. Toh hari ini saya mau “memanjakan diri saya sendiri”.

Mungkin orang Indonesia berpikiran aneh untuk seorang wanita bepergian sendiri, menginap sendiri tanpa tujuan, dan rencananya tidak diketahui siapapun. Memang saya tahu itu berbahaya, tapi khusus satu hari itu saja, saya ingin tidak ada seorang pun yang mengatur hidup saya, tidak juga saya. Nah loh!(Saya yakin sih Tuhan akan melindungi saya selama perjalanan)

Jadi begitu saya tiba di BTC, saya ngiderin dalamnya BTC. Pikir saya kalau ada Starbuck, saya mau ngopi dulu. Ya ilah, BTC itu seperti ITC Permata Hijau aja kecilnya, dan yang pasti tempat nyaman yang ada hanyalah Kentucky Fried Chicken dan “JK apa sih tuh lupa”, gerai toko kue dengan lambang berwarna pink. Jadi sesudah saya ke WC, saya masuk Kentucky meskipun tidak lapar. Saya pernah dengar mas trainer bilang, Colonel Yakiniku enak. Jadi saya coba pesan itu, dan membeli ayam goreng+kentang untuk persiapan makan malam atau nyemil jika lapar di hotel (saya tidak yakin berani ke restoran hotel sendirian, paling-paling room service). So, bagaimana saranya si Colonel Yakiniku itu? Ngga dua kali deh…aneh rasanya! (sorry ya mas trainer)

Lima menit selesai (suatu kebiasaan yang tidak pantas ditiru! tapi saya –sebagai orang Jepang– memang biasa makannya cepat apalagi kalau sendiri). Saya ngederin lagi tuh toko-toko, dan sama sekali tidak tertarik untuk membeli apa-apa. Tapi teringat, kalau bisa beli minuman karena pasti di mini bar hotel lebih mahal. Sesudah membeli minuman, saya tanya pada seorang “entah-polisi-entah-tentara” yang menjaga di daerah situ, “Pak, tempat nyari taxi di mana?”

Dia langsung mengatakan arahnya tapi dia bilang, taxi yang ada itu tidak ber-argo. Jadi kalau mau pake argo, harus telepon. Karena Bandung sudah dikotak-kotakkan daerah penguasaan taxinya. Dan di BTC itu dikuasai taxi yang dari AU. Nah loh, bagaimana saya bisa menawar ongkos taxi, kalau saya tidak tahu “harga pasar” nya. Tadinya sempat mau saya tanyakan ke DM, tapi berarti dia akan tahu saya datang ke Bandung dan menginap di hotel itu kan?. Waktu saya tanyakan pada si tentara itu dari situ ke hotel yang saya tuju berapa, dia juga tidak tahu. “Palei? wah ngga tahu bu!”.

Ya sudah terpaksa saya harus menawar sendiri. Saya pergi ke tempat antrian taxi, dan langsung tanya,

“Ke Valley berapa?”
“Oh …palei…palei… bisa bu.”
“Iya berapa?”
“60 ribu aja”
“Mahal banget?”
“Kan di atas bu… naik”
“Iya di Dago atas, tapi kan ngga jauh-jauh banget” lalu temennya bilang, eh si ibu ini tahu loh
” ya sudah 30 ribu ya? (saya ikutin taktiknya mama, menawar setengah harga…keder juga sih tadinya hihihi)
“Ngga bisa bu…” (Ahh kasian bapak-bapak ini, sudahlah yang pas saja supaya tidak ada kembalian juga)
“Ya sudah 50”

So, meluncurlah taxi yang bentuknya sudah tidak jelas lagi ke arah hotel yang saya tuju. Dalam hati pikir, yaah ke hotel bagus naik taxi bobrok hihihi. Tapiiiiiiii , ternyata hotel itu memang jauh naik berkelok-kelok ke atas bukit. JAUH deh pokoknya. Saya sampai pikir 50 ribu tuh memadai ngga ya? Jadi kasian saya.

Ya, saya menginap di “The Valley”. Sebuah hotel di atas bukit, yang menawarkan panorama indah kota Bandung terutama di malam hari. Dan yang mengetahui saya menginap di Bandung dan di hotel ini, dan Aston keesokan harinya hanyalah dik WITA. Dia bekerja di travel biro indo.com, bagian copywriter. Temannya Alma, yang mau mendengarkan “cerewet”nya saya memilih-milih hotel. Awalnya saya memilih hotel lain, sudah konfirm, baru saya tahu dari pembicaraan dengan teman SMP, Shinta Ambarsari, bahwa ada restoran enak dan bagus namanya the Valley. Dan waktu saya cari di internet, loh kok, ada hotelnya juga. Hmmm kalau tidak mahal-mahal banget ingin juga menginap di sana. Jadi deh, saya ubah ke The Valley ini.


Taxi memasuki sebuah bangunan apik yang merupakan lobby dan Cafe. Saya langsung dipersilakan duduk untuk mengurus check in. Karena pakai voucher hotel, jadi gampang saja prosesnya (untung aku tidak lupa membawa KTP indonesia). Dibantu oleh bell boynya, melewati beragam tangga, akhirnya saya sampai di kamar 301, yang terletak beberepa level di bawah lobbynya. Ternyata kama-kamar memang dibangun berdasarkan kontur lereng, sehingga menyebabkan lobby letaknya di atas kamar-kamar. Begitu kamar dibuka, saya mendapati interior yang manis dari kayu hitam. Hmmm lumayan. Dan begitu bell boynya pergi, saya langsung mengambil foto. Kebiasaan saya, segala macam memang difoto. Kalau bisa setiap sudut, dari WC nya sampai pernik-pernik kecil yang unik.. Sayangnya di hotel itu, tidak banyak pernak-perniknya, sehingga saya tidak begitu banyak memotret.

Memang begitu saya membuka pintu ke arah balkon, menjumpai pemandangan seluruh kota Bandung. Sayangnya, saya juga hars melihat pembangunan sebuah apartement mewah di sisi kiri, dikejauhan yang sedang di kerjakan. Hmmm, katanya daerah ini adalah resapan air untuk Bandung. Kok dibangun hotel, villas, dan apartemen menjulang seperti itu. Ah, aku tidak mengerti lah, yang aku tahu, aku mau enjoy stay saya di the Valley.


So, saya melewatkan satu malam di the Valley sendirian, hanya ditemani TV, yang sengaja saya nyalakan supaya tidak “lonely”, sambil leyeh-leyeh dan membaca buku. Oh ya, satu yang saya kecewa dengan hotel The Valley ini, yaitu … tidak adanya WiFi/sambungan internet dalam kamar. Jadi kalau saya mau memakai internet, saya harus “mendaki” tebing lagi, ke Lobby atau Cafe sebelah lobby. Duh, malas juga kan…. Jadi malamnya sekitar jam 7 malam saya pergi ke Cafe yang sepi pengunjung, dan melihat emails, dan blog saya selama kurang lebih 1 jam saja. Malas juga berada sendirian di Cafe, meskipun saya memang bisa menikmati pemandangan malam hari. Dan di luar banyak mobil dan orang-orang berdatangan untuk makan di Bistro Valley, yang terletak di sebelah Cafe ini. Nah, di Bistro dengan dek teras inilah yang memang menjadi “primadona” hotel ini. Sayangnya, saya tidak mempunyai keberanian (no nyali deh) untuk makan sendirian di Bistro, dengan kemungkinan “digoda” orang (huh merasa kecakepan aja sih kamu mel…hihihi).

Jadi saya kembali ke kamar, dan menghabiskan malam “panjang” di sana, sambil mengunyah ayam kentucky. Aku menikmati sekali my healing-getaway, tanpa tangisan Kai, meskipun merasa kangen dikeloni (eh salah…. mengeloni) Riku dan Kai. Oh ya dua lagi yang merupakan kekurangan hotel ini, yaitu…percakapan dan suara TV dari kamar sebelah terdengar jelas! (untung tidak terdengar ah-uh-ah-uh yang menggoda iman hihihi), serta, setiap saya mengganti posisi tidur, tempat tidur mengeluarkan suara yang lumayan keras. Awalnya saya sempat kaget sendiri sih… masak saya sedemikian berat sehingga setiap bergoyang dikit, tempat tidurnya bunyi? ternyata emang salah si tempat tidur deh yang suka bunyi-bunyi hahaha.

Hari ke 3 di jakarta

18 Feb

wah kok jadinya aku bikin serial seperti Lala ya, the Jakarta Stories hehehe. Gpp deh sekedar untuk mencatat juga aku ngapain aja selama di liburan (Buat laporan ke Tokyo juga gitchu hihihi). Atau kali-kali ada yang mau ngundang saya gitu.

Tgl 17 Feb, aku tidak kemana-mana. Berkutat depan komputer terus, cari info, nulis posting dsb dsb, sampai matanya pedes deh. But jam 6 lewat Wita janji akan datang ke rumah untuk antar tiket so aku siap-siap mandi jam 5. Jadi kopdar dengan Wita deh….

Aku seharian juga chat dan sms pentolan teman-teman di SMP untuk membicarakan reunian SMP yang mau diadakan tanggal 27 nanti. Selalu kalau aku pulang, baru tergerak untuk ngumpul. Pikir-pikir iya juga sih kalau ngga ada event khusus, ngapain juga ngumpul ya? (so aku ini event khususnya??? ngga juga deh, cuman emang aku aja yang ngga ada kerjaan hihihi).

Pak RT nya Wawam dan Bu Monika, trus yang pusat informasi clubbing Intan. Yang selalu membingungkan emang mencari tempat yang enak, ambiencenya, makanannya, dan tidak berada di daerah macet, karena hari jumat malam. Pak Wawam usul Barcode Kemang, Monika sih apa  aja katanya  (Monika juga masih ada bayi sih jadi jarang jjl), nah giliran aku tanyain Intan, ternyata Intan yang tukang jalan aja belum pernah ke Barcode. Dia usul Cafe Amor di Dharmawangsa Square atau Juststeak di Barito, atau FX. Masalahnya aku belum pernah ke FX jadi buta bener-bener. Dan kalau mau mikir macet, parkir dsb emang enakkan Juststeak atau Cafe Amor ini. Hmm Kalau juststeak bisa kira-kira deh tempatnya , tapi si Amor ini gimana. So, aku pikir mumpung Wita datang, aku seret aja dia untuk temenin aku (maksa judulnya).

So begitu Wita datang, tanpa ba bi bu, takut ketahuan Kai dan dia nangis, jadi langsung keluar rumah deh.. Berhubung wita naik motor dan saya tidak bisa mbonceng (karena takut) jadi kita naik taxi ke Dharmawangsa Square. Biasanya sih kalau ke sini, aku pasti ke Gelato, tapi karena hari ini membawa misi untuk ke Amor ya langsung deh ke lantai 4.

Tempatnya sih bagus, dan waktu kita masuk ke situ sepi…. Yang ada dua cewek sedang belajar dansa tango. Wah bisa dansa juga di sini? Anyway, aku tanya sama pelayannya bagaimana kalau mau bikin kumpul-kumpul untuk 20 orang. Ada beberapa tempat duduk sofa yang comfortable dan diberitahu juga ada terrace seat di lantai atasnya. Dan untuk ke lantai atas ini kita harus naik tangga di luar. Ternyata lantai atas juga luas, tapiiiiiiii tidak ber- AC. hmmm sebetulnya enak sih, tapi Jakarta tanpa AC keknya males deh. Ya akhirnya aku putuskan pake tempat di bawah aja, di tempat sofa yang agak luas, sehingga nanti bisa di setting untuk 20-an orang. (Eh ada wine cellarnya juga loh….)

Tapi aku sih bilang, karena belum tahu berapa orang yang datang, nanti aku telpon utk reserve. Nah, sekarang giliran survey makannya. Hmmm pilihan makanannya sih banyak, then aku tanya specialtynya di situ apa. Jawabnya, Sup Buntut Goreng. Yaaah jauh-jauh ke Cafe, masak sup buntut goreng sih. Tapi daripada yang masakan erop nanggung, jadi aku pesan itu aja. Wita pesan spaghetti. Begitu dihidangkan, hmmm aku kok kurang sreg ya? Apa standarnya aku ketinggian? Masak buntut gorengnya dibumbui dengan bawang bombay dan paprika dan pake semacam demi glace sauce? Ini mah judulnya mustinya nasi buntut goreng + sup hahaha…. Aku ngelirik spaghettinya juga kayaknya ngga lezat-lezat banget (Wita kamu makannya lambat sih hahaha…terpaksa ditelen ya?)

Cerita punya cerita, begitu makanan abis, kita langsung cabut deh. Sebelum pulang, mampir WC dulu dong. Nah, di sini ada masalah lagi. Masak keran wastafelnya ngga ada! Gimana mau cuci tangan dong? Wahhhh sudah deh, terpaksa musti dicoret dari list. Begitu keluar aku tanya sama pelayannya, “WC nya mana sih pak?”. Diantar memang di tempat yang kita masuki tadi. Trus saya bilang, “Kok wastafelnya ngga ada airnya?”…. Eeeh ternyata sodara-sodara, pemutar keran memang tidak ada, tapi kalau mau mengeluarkan air dari selang yang ada itu musti injak semacam bola di lantai. Halah! Saya bilang sama si bapak, “Ya tulis dong pak, kalau ngga tau bahwa ada bola di lantaii gini, kan ngga bisa cuci tangan?” Maunya nyentrik kali ya? Tapi sama sekali inconvinience.

Kami pulang ke rumah dan mendapatkan Kai nangis teriak-teriak. Kasian dia ngga bisa tidur tanpa mamanya… Terpaksa deh Wita pulang cepet-cepet dan aku masuk ke kamar liat Kai. Dan Kai begitu liat mamanya langsung DIAM. Huh manja ! Tapi sebetulnya dia memang belum ngantuk rupanya dan masih mau main, sehingga minta diajak keluar. huhuhuhu…..

Jadi apakah aku akan reserve Cafe Amor? menurut Monika kalau makanannya ngga enak ngapain mel…. iya juga sih. Terpaksa deh hari ini survey tempat lagi. Barcode deh! Semoga hari ini ada orang yang bisa aku culik untuk nemenin ke Barcode hihihi.

Sabtu yang ajaib

10 Feb

Kalau mau dibilang kebetulan, ya memang kebetulan. Tapi oleh beberapa teman blogger selalu dikatakan bahwa tidak ada kebetulan di dunia ini. Ya terpaksa saya mengakuinya. Tapi kalau saya bilang ajaib boleh dong ya?

Pernah tidak di antara teman-teman yang bertemu seseorang di suatu tempat lalu orang itu berkata: Ohh Mbak/Mas  XxXx yang punya blog YyYy ya? Saya selalu baca blog kamu loh. Dan waktu dia mengatakan namanya, memang kamu ingat dia pernah menuliskan komentar di blog kamu.

Well, saya pernah dan sudah 3 kali. Dua kali terjadi pada kesempatan yang sama, yaitu dalam acara kebaktian KMKI di Tachikawa. Ada dua gadis dalam kesempatan berbeda (dan tidak saling mengenal) mendatangi saya, dan mengatakan “Saya pernah baca blog Ibu!”. Nah loh.

Dan hari Sabtu kemarin, waktu saya menunggu waktu untuk makan malam bersama mahasiswa Univ Senshu dan Ibu Sasaki di lobby Sekolah RI Tokyo, tiba-tiba masuk serombongan mahasiswa. Lalu seorang mahasiswi, melihat saya dan mengatakan, “Ibu Imelda? Saya selalu membaca blog Ibu”. Wahhhh. Dan waktu saya menanyakan namanya, dia menyebut Wheni. Saya ingat memang Wheni pernah satu kali menulis tentang Jogja (di posting Aku ingin pergi jauuuhhh), begini:

“salam kenal..saya suka baca blognya ibu heheh…kebetulan saya dr jogja jdi mo ngucapin selamat nikmatin jogja..jangan lupa gudegnya dicoba ya bu..”

Kok bisa ketemu di Sekolah Indonesia di Meguro? Saya yang tidak setiap bulan ke sana, dan Wheni juga waktu itu datang pertama kali untuk latihan angklung ke situ. Kok bisa waktunya pas ya? Wheni mengenali saya terutama karena melihat KAI. Dia tanya itu Kai atau Riku? (jadi yang celeb itu Kai dan Riku bukan Mamanya hihihi… yah kecipratan dikiiiit deh). Memang seperti ada yang mengatur…. dan ini kejadian yang ke tiga kalinya saya bertemu pembaca blog saya di Tokyo.

Dan ajaibnya hari Sabtu itu bertambah karena saya juga bertemu dengan seorang Jepang yang sudah 5 tahun tidak bertemu, dan berada dalam rombongan Wheni itu. Dia adalah aranger musik bernama Yoichi, yang membantu Katon dalam pembuatan CD Loveholic. Terakhir kami bertemu di Jakarta, di rumah makan Penang Bistro.

Saya harus melewatkan waktu 2,5 jam sebelum acara berikutnya di Restoran cabe setelah meeting KMKI. Pertamanya saya pikir pasti bete menghabiskan waktu selama itu. Eeee tahu-tahunya bertemu dua orang yang tidak disangka, sehingga kami bisa bercakap-cakap, dan waktu 2,5 jam berlalu begitu saja.

Pukul 5 saya berjalan ke arah restoran bersama Kai untuk memenuhi janji makan malam pukul 5:30. Acara kali ini adalah untuk selamatan kelulusan mahasiswa yang pernah mengambil mata kuliah bahasa Indonesia 3-4 tahun yang lalu. Bulan Maret ini mereka lulus dan wisuda. Ada yang melanjutkan belajar, ada yang bekerja, seperti Ayu-san yang diterima bekerja di ANA (Baca Perbedaan Usia). Dan Tozu Arisa san, mahasiswa penyandang cacat tubuh yang giat mengumpulkan kursi roda bekas untuk dikirim ke Jogjakarta, seperti sudah pernah saya posting di “Kursi Roda dari Jepang“.

http://i15.photobucket.com/albums/a371/emi_myst/blog4/IMG_6197.jpg

(kiri : Ayu san- Kai-Saya-Takeda san – Sasaki Sensei) (kanan: Tozu san -Sasaki sensei-Kai-saya)

Kelompok ini boleh dibilang aneh, karena terdiri dari bermacam jurusan yang berbeda, dan hanya bertemu 2 kali seminggu dalam pelajaran bahasa Indonesia (waktu itu dipegang Ibu Sasaki berdua dengan saya). Dan kelompok ini juga pernah mengadakan gashuku (seminar di luar kota), kami bersama-sama pergi ke hot spring di Hakone. Di situ Riku pertama kali  masuk hot spring (usia 2 tahun)

(kiri : Arbi sensei (kebetulan juga bertemu di restoran ini)-Saya dan Kai- Sasaki sensei)

Tidak tahu kapan lagi bisa bertemu bersama-sama, karena pasti mereka sibuk sebagai pegawai baru. Tapi saya yakin mereka suatu waktu akan mengadakan reuni kembali. Semoga saja.

Sabtu ini memang ajaib…..

Dalam Kelembutan Pagi

1 Feb

Dalam kelembutan pagi
Buana berseri
Dibuai bayu dini hari
sejuk dihati

Kusambut pagi sendiri
Tanpa kau melati
Namun tak kulupakan dikau
satu denganku

Padamu angin kubertanya
Mungkinkah abadi
Bahagiaku kini
Kupasrah Illahi

(lirik oleh Baskoro – sebuah nama jawa yang saya suka tapi ada yang bilang Jockie Suprayogi… tidak tahu mana yang benar)

Pagi ini memang tidak bisa dibilang lembut. Karena sebetulnya amat sangat berangin…. dan dingin. Jam 6:30 aku keluar rumah dan berjalan dengan tergesa-gesa. Dan waktu aku lewat toko kelontong “Murata” tetangga rumahku, kulihat jam sudah menunjukkan 6:35. Tapi untung ketika tiba di halte bus, tertunjuk display digital bahwa bus akan sampai dalam 4 menit. Syukurlah aku tidak harus menunggu lama dalam dingin. Bahkan masih sempat memotret langit pakai kamera ponsel.

Sampai di Stasiun Kichijoji jam 6:59 … wah pasti terlambat untuk misa jam 7 pagi. Tapi biarlah, yang penting niat kan?  Aku berjalan ke arah gereja. Masih pagi, belum ada toko yang buka. Tapi di beberapa toko yang akan buka jam 9 pagi, sudah terlihat pegawainya membersihkan dan menyiapkan etalase tokonya. Saya belum pernah bekerja di toko, tapi saya tahu kerja seperti itu juga berat. Pernah coba membawa nampan penuh berisi piring-piring? Itu memang membutuhkan ketrampilan sendiri. Yang saya pernah hanya mencuci piring untuk 400 orang…. dan itu memang menyakitkan tangan dan punggung (saya memang selalu bermasalah dengan punggung). Tapi kalau membayangkan arbaito mencuci piring, seperti yang saya dengar dari mahasiswa di Amerika? Uhhh betapa menyiksanya pekerjaan itu. Apalagi di musim dingin begini, tangan kering dan jika mencuci dengan air hangat, bisa menjadi luka-luka. Perih setiap terkena sabun. Saya selalu ngeri dan kasihan setiap melihat ibu temannya Riku. Seorang ibu rumah tangga yang anaknya 3 atau 4 deh. Tangannya hancur! Entah mungkin dia juga atopi, penyakit baru di Jepang semacam alergi kulit. Saya jadi teringat dulu waktu mahasiswa dan tinggal di keluarga orang Jepang, Nenek yang tinggal bersama selalu mengelus tangan saya dan berkata,”Tangan seorang putri… halus dan lihat kuku kamu masih bulat. Kalau bekerja keras, tangan tidak sehalus ini dan kuku pasti menjadi pipih.” Padahal tangan teman saya Ratih yang mungil itu masih jauuuh lebih bagus dan halus dari saya (Tangan gue gede bo!). Setelah menikah memang terjadi apa kata Nenek itu. Tangan menjadi kasar dan kuku tidak bulat lagi. Resiko menjadi seorang istri, ibu dan pembantu mungkin yah hehhehe. So teman-teman para suami, coba nanti dirasakan dan diperhatikan tangan istri-istrinya ya hehehe (tapi di Indonesia ada pembantu asisten sih yang kerja kan pembantu asisten… DAN JANGAN MEMBELAI TANGAN PEMBANTU ASISTEN UNTUK MENGETAHUI ITU YA… PLEASE hihihi)

Ternyata misa tidak diadakan di gereja, tapi di kapel kecil di sebelah altar. Agak ragu saya masuk, karena terlambat 8 menit. Tapi biarlah, toh belum sampai bacaan pertama. Jadi saya masuk dan duduk di sudut kapel. Umat semua setengah baya dan tidak sampai 20 orang. Pastor John, yang orang Indonesia berkotbah dengan bahasa Jepang yang fasih. Hebat! Saya sengaja tidak mau memperlihatkan muka saya sebelum kotbah, takut pastor grogi (Pastor grogi ngga ya? hehehe). Sayang saya lupa menanyakan pada pastor tentang hal ini. Padahal sesudah misa, kami sempat bercakap-cakap ngalor-ngidul mengenai politik segala. Saya diberitahu bahwa kemarin gereja komunitas Indonesia di Meguro kaya pastor, karena pastor yang datang sampai 3 orang hahahaha. Rupanya terjadi miskomunikasi. Tapi sedih juga mengetahui bahwa Pastor John akan dipindahkan ke Nagasaki akhir bulan Maret nanti.

Karena hari masih pagi, toko-toko belum buka, jadi saya langsung pulang ke rumah naik bus. Sampai di rumah teng jam 8:59. Membuka pintu dan melihat my three boys sudah bangun. The Big One lagi jemur pakaian… Wow thank you! Dan Riku tidak mau ketinggalan membuatkan toast untuk kita sarapan pagi. Well, hari cerah meskipun berangin, dan membuat orang ingin pergi ke luar, meskipun tidak cocok untuk berpiknik. Waktu saya selesai menuliskan posting ini, Riku, Kai dan papanya sedang pergi jalan-jalan. Riku naik sepeda, dan kai naik baby car. Itu anak juga senang sekali kalau tahu mau pergi keluar. Dia persiapkan sendiri sepatu dan tasnya!

Well, Have a nice SUN-DAY !!


Beautiful Sunday by Daniel Boone

Kurang apa lagi?

31 Jan

Tadi malam tidak seperti biasanya, Kai tidur duluan. Dan tidak biasanya juga, saya tidak ikut tertidur. Waktu keluar dari kamar, saya lihat  Riku sedang belajar menulis dengan papanya. Berkali-kali dia disuruh latihan tulis hiragana A. Memang hiragana A あdan O お hampir mirip (menurut orang Jepang sih ngga, menurut saya iya hehehe) . Rupanya dia disuruh gurunya untuk menuliskan kesan-kesan bersekolah di TK. Dan sebisa mungkin ditulis sendiri. Jadi papanya kasih latihan khusus. Saya juga sempat kena tegur karena salah urutan menulis hiragana. Karena setiap urutan ada maknanya yang membuat bentuk huruf itu balance. Ada 1-2 kata yang memang saya tahu salah karena urutannya salah. Pikir saya dulu, toh yang penting hasilnya sama! (tapi di Jepang ngga bisa loh punya pandangan seperti ini…. susah ya jadi orang Jepang — makanya gue ngga mau  jadi orang jepang hihihi)

Setelah selesai menulis kesannya, Riku mau menggambar tapi sekali lagi dimarahi papanya. Buang kertas! Memang Riku boros kertas, karena hanya pakai satu sisi saja, dan tidak penuh. Dia tahu di mana saya simpan kertas untuk printer, sehingga dia suka ambil sendiri. Dan biasanya pas saya mau pake nge-print kertasnya sudah habis…. huh memang anak-anak! hehehe.Tapi saya tidak pernah marah soal kertas, kecuali kalau dia serakkan kertas di mana-mana. Saya tidak mau mematikan kreativitas dia menulis/menggambar. Tapi papanya tidak berpikiran seperti saya. Jadi saya beri Riku bekas kertas yang sisi satunya ada hasil cetakan print, supaya dia bisa pakai sisi yang masih kosong.

Tiba-tiba Gen panggil saya, dan bilang…. “LIhat Riku menggambar free-hand… hebat… aku dulu ngga bisa loh.” “Pasti anakku ini nanti masuk teknik” Anakmu? Anakku lah hehhehe. (iya…iya… anak berdua). Tapi Riku memang masih menggambar orang berupa kerangka, belum berbadan, padahal banyak temannya sudah bagus gambarnya. Well aku tidak mau membanding-bandingkan dengan anak lain, biar saja. Saat itu Riku menggambar sebuah bangunan dengan banyak kamar. Ada lift, ada tangga, lalu di setiap kamarnya ada kegiatan. Masing-masing kamar berbeda. Ada yang membeli jus di vending machine. Ada yang sedang melihat pameran lukisan, Ada yang duduk di meja dll. Dia jelaskan semua pada kami berdua.

Atau dia menggambar sebuah rumah sakit berbaling-baling. Katanya supaya jika ada orang yang tidak bisa pergi ke RS, RS nya yang terbang ke orang itu. Gen selalu kagum dengan kemampuan Riku mengingat sesuatu, baik itu film, tempat, perkataan atau peristiwa (Anakku hehhehe). Karena pagi harinya Gen menjelaskan mengenai Flying Doctor, Dokter helicopter yang menjadi topik dalam berita di TV. Jadi Dokter-dokter itu naik helicopter menuju tempat korban/pasien kemudian membawa pasien yang tinggal di tempat terpencil itu dengan helicopter. Penjelasan itu sekarang dia pakai untuk menjelaskan Rumah Sakit Terbang nya  itu.

Kami bertiga mengelilingi meja makan. Melihat Riku yang enjoy menggambar,  lalu sambil bercakap-cakap, sambil menghirup teh panas kemi melewatkan waktu bersama. Sambil menonton TV yang beritanya tentang PHK pabrik NEC yang sekian banyak itu. Lalu mengenai pesumo yang ditangkap karena membawa ganja. Dan dalam kehidupan nyata, saya juga tahu beberapa teman yang sedang berjuang melawan penyakit yang mengancam jiwanya. Atau teman yang kehilangan pekerjaannya…… Sedangkan kami di sini masih bisa mempunyai waktu nyaman ini bersama. Masih bisa makan makanan yang hangat tadi. Masih ada pemanas di dalam rumah yang menghangatkan musim dingin. Masih ada listrik yang menerangi sehingga Riku bisa menggambar, Gen bisa baca buku, dan aku bisa blogging. Kami mempunyai dua anak yang “manis” (kecuali kalau berkelahi dan berantakin rumah hehehe). Dan coba lihat anakku ini:

(Kiri Kai kemarin — Kanan Riku seumuran Kai di jkarta)

Kurang apa lagi coba?

Tuhan kusyukuri nikmat yang Engkau berikan pada keluarga kami.

Praise the Lord.

IBSN: Kapan Anda Merasa Orang Indonesia?

25 Jan

Ya sebuah pertanyaan yang mudah, tapi mungkin agak sulit dijawab oleh orang Indonesia. Karena belum ada standar yang pasti ciri-ciri khas orang Indonesia. Adanya ciri khas orang dari suku Jawa, Sumatra, Bali dll. Mungkin sebuah survey yang dilakukan pada orang Jepang ini bisa menjadi semacam “referensi” bagi kita. Ini adalah sebuah hasil angket terhadap pertanyaan, Kapan Anda merasa bahwa ternyata Anda memang orang Jepang.

  1. Merasa bahagia waktu minum sup miso.
  2. Merasa relaks waktu masuk ke dalam pemandian air panas (hot spring)
  3. Merasa bahagia waktu minum teh hijau
  4. Merasa “at home” waktu mencium bau tatami
  5. Makan acar Jepang
  6. Tidur di kasur Jepang di lantai/tatami
  7. Mendukung tim Jepang dalam pertandingan olah raga
  8. Berkata,”Kereennnn ” waktu melihat orang memakai kimono
  9. Kalau terus menerus makan roti, jadi ingin sekali makan nasi
  10. Membungkuk -bungkuk waktu menelepon
  11. Memperhatikan kapan waktu sakura mekar
  12. waktu makan umeboshi (buah plum kering)
  13. Merasa senang waktu mendengar suasana festival (matsuri)
  14. Merasa minder waktu diajak omong orang asing
  15. Menyesuaikan dengan orang lain pada waktu rapat
  16. Merasa bersyukur waktu melihat gunung Fuji
  17. Memperhatikan kapan waktunya bisa melihat pemandangan daun berubah di musim gugur
  18. Secara tidak sadar memilih rasa Maccha (Green tea) misalnya es krim dsb.
  19. Selalu mengatakan “Barang tidak berguna” waktu menyerahkan hadiah pada orang lain
  20. merasa senang waktu bisa duduk menekuk lutut meskipun di atas kursi (Seiza= duduk ala jepang atau ala pendeta buddha)

Kadang kala saya merasa saya sudah menjadi orang Jepang, yaitu waktu masuk hot spring (2), makan acar Jepang (5), suka melihat orang pakai kimono (8), membungkuk waktu menelepon (10), senang mengikuti festival terutama taiko -gendangnya (13), melihat gunung Fuji (16) , dan (18) serta (19). Tapi nomor 10 memang sering dikatakan ibu saya, karena saya tidak sadar melakukannya.

Nah, sebagai orang Indonesia, kalau mengacu pada angket itu, apa ya? Makan sambal, mendukung tim Indonesia, senang melihat orang berkebaya, merasa bersyukur melihat pohon kelapa (di Jepang tidak ada pohon kelapa) dan bertelanjang kaki. Mungkin masih ada yang lain, tapi untuk sementara cukup sekian. Bagaimana teman-teman, kapan Anda merasa bahwa Anda itu orang Indonesia (terutama dalam pergaulan dengan orang asing)?

Freezing

10 Jan

Yap… hari ini rasanya diriku bisa menjadi daging beku. Dingin banget euy. Tanggal 9 Januari kemarin tercatat salju pertama di Tokyo. Memang tidak menumpuk, begitu jatuh menjadi air. Dan setelah menjadi terang berubah menjadi hujan. Tapi yang pasti dinginnya menusuk tulang. Sebetulnya dingin yang menusuk itu sudah dimulai kemarin (hari Kamis) nya, karena pagi hari waktu aku buka pintu rumah, Gunung Fuji terlihat menjulang di kejauhan. Bisa melihat gunung Fuji dengan jelas, berarti hari akan menjadi dingin sekali.

Begitu buka pintu apartemen yang terlihat gunung Fuji seperti ini.... Today will be cold
Begitu buka pintu apartemen yang terlihat gunung Fuji seperti ini. Indah tapi pasti dingin. Seandainya itu tiang listrik dan kabel-kabel tidak ada .....(Canon PowerShot G9)

Dan hari Jumat ini adalah hari yang merepotkan untukku. Karena harus mengantar Riku ke TK, lalu mengantar Kai ke penitipan Himawari, baru pergi ke universitas Senshu. Memang waktu aku keluar rumah dalam keadaan hujan tapi mungkin saja akan berubah menjadi salju lagi, sehingga lebih baik tidak naik sepeda. Aku mendorong Kai dalam baby carnya dan Riku berjalan di sebelahku. Tentu saja dia sambil merengut dan berkata,”Mama…dingin” — meskipun sudah pakai coat memang bagian kaki pasti dingin. Apalagi kalau sepatu basah kena tempias air hujan. Makanya aku selalu kagum pada pelajar SD, SMP dan SMA, yang tidak pakai stocking dan selalu biasa saja seragam bawahnya seperti waktu musim panas (bagian atas pasti pakai sweater dan coat) …. brrr….

duh anakku yang satu ini tambah nakal deh. Coba liat dia masuk dalam kopernya Riku, dan nangis waktu ngga bisa keluar dari situ. hihihi
duh anakku yang satu ini tambah nakal deh. Coba liat dia masuk dalam kopernya Riku, dan nangis waktu ngga bisa keluar dari situ. hihihi

Masalahnya aku tidak bisa titip baby carnya Kai di penitipan. Dan sudah pasti aku tidak bisa bawa-bawa terus sampai ke univ. Baby carnya Kai jenis stroller yang bisa dilipat, sehingga kalau ada locker yang besar untuk koper mustinya bisa masuk. Tapi di stasiun kecil seperti di dekat rumahku ini tidak ada locker besar. Tapi karena aku dengar ada informasi bisa menitipkan baby car di sebuah parkiran sepeda seharga 200 yen, jadi aku ubek-ubek sekeliling stasiun deh cari tempat tersebut. Tanya sana sini, akhirnya ketemu. Hmmm bagus juga untuk pelajaran nanti kalau terpaksa harus menitipkan baby-car atau barang yang besar. Sekaligus aku titipkan mantel coat dan payung Riku di situ (tidak boleh bawa mantel/payung ke dalam TK –karena tidak ada tempat untuk menaruhnya di locker— jadi bayangkan deh bawaan aku hari itu, ransel ku sendiri, plastik isi coat, baby car dan KAI  —yang paling berharga dan paling berat 14 kg hehehe)

Setelah semua dititipkan aku bisa berlenggang-kangkung ke universitas. Hari aku hanya pergi mengumpulkan tugas akhir dan menilainya, kemudian menyerahkan ke Bag. Akademik. Jadi hari ini hari terakhir kerja untuk hari Jumat …yippieee (agak sedih juga sih… jadi penganggur di hari Jumat hehheh)

Kai dan Riku bermain bersama. Kebayang ngga sih tuh dua gembil masuk dalam satu kotak plastik itu?
Kai dan Riku bermain bersama. Kebayang ngga sih tuh dua gembil masuk dalam satu kotak plastik itu?

Tadinya aku pesan di penitipan Kai sampai jam 3:30 ternyata tidak keburu dan harus diperpanjang sampai jam 6. Gara-gara aku belanja dulu di Kichijoji, bawa pulang belanjaan lalu ambil jacket Riku yang lain di rumah (di situ aku sadar aku bodoh menitipkan coatnya Riku di penitipan sepeda tadi). Dan hujan bertambah deras hiks…. Untung Riku berusaha sabar menahan dingin karena aku janjikan beli happy set di Mac Donalds (sekarang hadiahnya Naruto goods…. who can resist the temptation?). Ambil baby car di penitipan sepeda tadi, beli Mac D lalu jemput Kai lalu pulang ke rumah naik Taxi. Sampai di rumah 6:30 rasanya badan mau copot. Capek euy… tapi untung tidak usah masak untuk anak-anak karena mereka bisa makan Mac D. Pasang semua heater di kamar makan dan kamar tidur, berendam air panas bersama anak-anak dan bobo…… Hmmm harus bersyukur pada Tuhan karena masih bisa makan dan tidur di dalam kehangatan padahal banyak orang di luar sana yang kedinginan. Kami ni kansha 神に感謝。

Untung Riku skr sudah bisa mengajak adiknya bermain dan sayang padanya... Sudah bisa berubah sifat dari Anak Tunggal menjadi Anak Sulung. Kata dia, Di dunia ini yang aku sayangi adalah Mama, Papa dan Kai
Untung Riku skr sudah bisa mengajak adiknya bermain dan sayang padanya... Sudah bisa berubah sifat dari "Anak Tunggal" menjadi "Anak Sulung". Kata dia, "Di dunia ini yang aku sayangi adalah Mama, Papa dan Kai"

Late Passenger

31 Okt

ya sesuai dengan tulisannya, saya pernah menjadi late passenger dan semoga tidak terulang lagi. Tahun 1989, bulan desember tanggal 21, Papa, mama, saya dan Andy, berempat harus naik pesawat garuda dari London Gatwick pulang ke kampung halaman kami, Jakarta. Papa menyelesaikan tugas di London waktu itu sebagai kepala perwakilan kantor minyak negara untuk wilayah Eropa, setelah bertugas  2 tahun. Karena waktu itu saya “hanya” berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sudah tinggal nulis skripsi, masih punya waktu flexible untuk bisa pergi ke London, membantu mama packing barang, atau baby sitting Andy ( di negara eropa, minor tidak boleh ditinggalkan sendirian di rumah) sementara mama dan papa sibuk dengan acara perpisahan sana-sini.

Ternyata, waktu 3 bulan saya di sana tidak cukup untuk mengepack semua barang… Anehnya juga kami tidak memakai jasa pengepackan saja. Mungkin mama sudah terbiasa mengerjakan segalanya sendirian, sehingga enggan memakai jasa-jasa begitu. Yang pasti saya kerja siang malam (tentu saja sambil cerita-cerita dengan mama sehingga progressnya lambaaaaat sekali) packing barang, dan setelah semua barang yang besar-besar masuk container. Kirim, maka kami mulai mengepack barang-barang kecil…yang ternyata dengan baju-baju sisa kami, mengharuskan kamu membawa 20 koper (4 orang tuh) . Susah memang, karena biasanya pada saat-saat terakhir masih ada orang yang memberikan hadiah kenang-kenangan untuk dibawa pulang. (Please kalau ada teman yang akan pulang/pergi ke LN tanya dulu padanya masih bisa bawa, atau berikanlah sesuatu kenang-kenangan saja yang kecil).

Tibalah hari keberangkatan. Koper naik mobil lain duluan, kami penumpang naik mobil yang dikemudikan pak Gozy (hallo pak…dimanakah Anda berada?) , yang entah kenapa melewati jalan yang STUCK, maceeeeet banget. Padahal waktu keberangkatan sudah tickling. Petugas Garuda monitor terus kami berada dimana,…. dan terus terang saya dan Andy sudah sakit perut….. panic. Koper sudah sampai duluan jadi bisa check in langsung, tinggal penumpangnya. Jadilah kami berlari-lari ke counter check in untuk mendapatkan boarding pass (tanpa bertele-tele karena paspor biru…hihihi kekuatan warna paspor itu ternyata ada), dan langsung boarding. Yah, seakan pesawat garuda itu menunggu saya, ups bukan saya tapi papa dan mama, karena mereka first class. Tapi saya dan Andy, harus menekuk muka, menahan malu, duduk di kelas ekonomi sebagai penumpang terakhir. Begitu kami dulu, pintu ditutup dan terbanglah kita.

Tapi mama pernah menjadi late passenger untuk pesawat domestik. Kejadiannya di bandara Yogyakarta. Sudah check in tentu saja tepat waktu. Lalu mama mau ke WC. Masuk WC wanita (ya masak pria sih)…. dan TERKUNCI… tidak bisa dibuka kuncinya. Untung tidak lama datang seorang ibu, sehingga ketahuan mama masih terkunci dalam wc. Dipanggillah petugas bandara. Dicoba dari luar tidak bisa. Padahal announcement panggilan pesawat sudah terdengar, dan papa sudah senewen tunggu di luar (Papa tidak tahu bahwa mama terkunci). Karena dicoba dari luar tidak bisa, terpaksalah si petugas memanjat ke atas, dan masuk bilik WC …. (jadi berdua mama tuh di dalam) dan dia dobrak pintu dari dalam…. horray…. tapi mama harus bergegas menuju pesawat. Dengan pengalaman ini sebaiknya kalau pergi ke WC harus kasih tahu teman atau pergi bersama teman. Kalau saya karena terbiasa sejak kecil (ntah mungkin ini ajaran di pramuka) selalu memeriksa kondisi tempat dulu sebelum masuk/mengunci pintu sehingga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bisa mengambil tindakan (seperti Mac Gyver deh — pasti Lala ngga tau nih)

Menuju pesawat SQ A-380 yang heboh, tapi kayaknya biasa-biasa aja
Menuju pesawat SQ A-380 yang heboh, tapi kayaknya biasa-biasa aja

Untung saja waktu saya menumpang pesawat SQ dari Singapore ke Jakarta hari Sabtu lalu, kami tidak terlambat untuk masuk pesawat. Padahal waktu ganti pesawat hanya 50 menit (minus 10 menit tutup pintu), dan harus pindah dari terminal 3 ke terminal 2 yang cukup jauh. Saya cukup khawatir karena membawa 2 anak, sehingga saya sebelumnya sudah minta bantuan ground staff untuk membantu pindah pesawat. Saya pikir akan disediakan mobil (seperti mobil golf) yang akan membawa kami, ternyata tidak. Hanya ada petugas yang membantu mendampingi dengan berjalan….huh… kalau begini sih saya juga bisa. Sayang sekali di dalam bandara Changi itu tidak ada Bajaj ….

Kai sudah baca The Bling of My Life
Kai sudah baca "The Bling of My Life"