Late Passenger

31 Okt

ya sesuai dengan tulisannya, saya pernah menjadi late passenger dan semoga tidak terulang lagi. Tahun 1989, bulan desember tanggal 21, Papa, mama, saya dan Andy, berempat harus naik pesawat garuda dari London Gatwick pulang ke kampung halaman kami, Jakarta. Papa menyelesaikan tugas di London waktu itu sebagai kepala perwakilan kantor minyak negara untuk wilayah Eropa, setelah bertugas  2 tahun. Karena waktu itu saya “hanya” berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sudah tinggal nulis skripsi, masih punya waktu flexible untuk bisa pergi ke London, membantu mama packing barang, atau baby sitting Andy ( di negara eropa, minor tidak boleh ditinggalkan sendirian di rumah) sementara mama dan papa sibuk dengan acara perpisahan sana-sini.

Ternyata, waktu 3 bulan saya di sana tidak cukup untuk mengepack semua barang… Anehnya juga kami tidak memakai jasa pengepackan saja. Mungkin mama sudah terbiasa mengerjakan segalanya sendirian, sehingga enggan memakai jasa-jasa begitu. Yang pasti saya kerja siang malam (tentu saja sambil cerita-cerita dengan mama sehingga progressnya lambaaaaat sekali) packing barang, dan setelah semua barang yang besar-besar masuk container. Kirim, maka kami mulai mengepack barang-barang kecil…yang ternyata dengan baju-baju sisa kami, mengharuskan kamu membawa 20 koper (4 orang tuh) . Susah memang, karena biasanya pada saat-saat terakhir masih ada orang yang memberikan hadiah kenang-kenangan untuk dibawa pulang. (Please kalau ada teman yang akan pulang/pergi ke LN tanya dulu padanya masih bisa bawa, atau berikanlah sesuatu kenang-kenangan saja yang kecil).

Tibalah hari keberangkatan. Koper naik mobil lain duluan, kami penumpang naik mobil yang dikemudikan pak Gozy (hallo pak…dimanakah Anda berada?) , yang entah kenapa melewati jalan yang STUCK, maceeeeet banget. Padahal waktu keberangkatan sudah tickling. Petugas Garuda monitor terus kami berada dimana,…. dan terus terang saya dan Andy sudah sakit perut….. panic. Koper sudah sampai duluan jadi bisa check in langsung, tinggal penumpangnya. Jadilah kami berlari-lari ke counter check in untuk mendapatkan boarding pass (tanpa bertele-tele karena paspor biru…hihihi kekuatan warna paspor itu ternyata ada), dan langsung boarding. Yah, seakan pesawat garuda itu menunggu saya, ups bukan saya tapi papa dan mama, karena mereka first class. Tapi saya dan Andy, harus menekuk muka, menahan malu, duduk di kelas ekonomi sebagai penumpang terakhir. Begitu kami dulu, pintu ditutup dan terbanglah kita.

Tapi mama pernah menjadi late passenger untuk pesawat domestik. Kejadiannya di bandara Yogyakarta. Sudah check in tentu saja tepat waktu. Lalu mama mau ke WC. Masuk WC wanita (ya masak pria sih)…. dan TERKUNCI… tidak bisa dibuka kuncinya. Untung tidak lama datang seorang ibu, sehingga ketahuan mama masih terkunci dalam wc. Dipanggillah petugas bandara. Dicoba dari luar tidak bisa. Padahal announcement panggilan pesawat sudah terdengar, dan papa sudah senewen tunggu di luar (Papa tidak tahu bahwa mama terkunci). Karena dicoba dari luar tidak bisa, terpaksalah si petugas memanjat ke atas, dan masuk bilik WC …. (jadi berdua mama tuh di dalam) dan dia dobrak pintu dari dalam…. horray…. tapi mama harus bergegas menuju pesawat. Dengan pengalaman ini sebaiknya kalau pergi ke WC harus kasih tahu teman atau pergi bersama teman. Kalau saya karena terbiasa sejak kecil (ntah mungkin ini ajaran di pramuka) selalu memeriksa kondisi tempat dulu sebelum masuk/mengunci pintu sehingga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bisa mengambil tindakan (seperti Mac Gyver deh — pasti Lala ngga tau nih)

Menuju pesawat SQ A-380 yang heboh, tapi kayaknya biasa-biasa aja
Menuju pesawat SQ A-380 yang heboh, tapi kayaknya biasa-biasa aja

Untung saja waktu saya menumpang pesawat SQ dari Singapore ke Jakarta hari Sabtu lalu, kami tidak terlambat untuk masuk pesawat. Padahal waktu ganti pesawat hanya 50 menit (minus 10 menit tutup pintu), dan harus pindah dari terminal 3 ke terminal 2 yang cukup jauh. Saya cukup khawatir karena membawa 2 anak, sehingga saya sebelumnya sudah minta bantuan ground staff untuk membantu pindah pesawat. Saya pikir akan disediakan mobil (seperti mobil golf) yang akan membawa kami, ternyata tidak. Hanya ada petugas yang membantu mendampingi dengan berjalan….huh… kalau begini sih saya juga bisa. Sayang sekali di dalam bandara Changi itu tidak ada Bajaj ….

Kai sudah baca The Bling of My Life
Kai sudah baca "The Bling of My Life"