Aku sudah pernah menulis tentang ransel anak SD di : “Beban Berat Anak SD Jepang“, dan itu ternyata sudah 5 tahun yang lalu. Dulu aku menyesal tidak membeli ransel untuk Riku lebih cepat, sehingga sudah akhir Maret 2008 baru membeli ransel untuk Riku. Telat! karena sudah tinggal sedikit pilihannya, dan tinggal yang mahal-mahal 😀 Jadi kami tidak mau mengulang kesalahan yang sama dan mulai mencari ransel bulan November ini.
Kebetulan hari Senin ini merupakan Happy Sunday, hari libur pengganti hari Kebudayaan yang jatuh tanggal 3 November kemarin. Karena hari libur jatuh pada hari Minggu, maka Seninnya menjadi hari libur pengganti, furikae. Tapi cuaca hari ini tidak bagus, hujan dari pagi. Lagipula Riku baru pulang ke rumah jam 10:30 dari rumah mertua di Yokohama. Dia kemarin ‘kencan’ dengan omnya menonton pertandingan Rugby. Akhirnya kami berempat dara-dara, santai-santai di rumah sampai pukul 6 sore!
Tepat pukul 6 sore, kami keluar rumah, langit sudah gelap, tapi hujan sudah berhenti. Ambil baju di dry cleaning, lalu kami berempat pergi ke tukang pangkas! Ya, bukan salon, karena memang hanya untuk pangkas potong rambut saja. Biayanya cukup 1000 yen seorang 😀 murah kan? Tentu tanpa cuci blow segala.
Nah, kebetulan di lantai bawah pertokoan tempat potong rambut itu ada promo penjualan ransel anak SD. Memang tidak sebanyak department store terkenal hanya ada 3 deret rak. Kai dengan gaya sok taunya mencari ransel yang dia suka. Coba-coba, lalu dia teliti bentuk kancingnya, ringan dan besarnya, dan akhirnya dia menentukan pilihan. Aku dan Gen hanya melihat dari jauh, sedangkan Riku membantu Kai mencari ransel yang cocok untuk adiknya. Hmmm terasa sekali anak-anak sudah besar, sudah tahu apa yang mereka mau.
Jadi setelah Kai menentukan sebuah ransel berwarna hitam yang ringan dan cukup mahal :D, aku membawa ransel itu ke cashier untuk membayar. Lalu pegawai cashier itu bertanya padaku,
“Ibu mau membeli hari ini? Kalau beli besok ada tambahan potongan harga 5% loh”
“Wah, bisa dipending sampai besok?”
“Bisa, nanti saya kasih kertas pesanan untuk ambil besok. Besok toko buka sampai jam 11 malam, jadi silakan datang. Kalau tidak bisa besok (tgl 5) bisa juga tgl 7, tgl 15, 20 dan 25,jadi cukup banyak pilihan kok”
Lalu dia membuatkan catatan pesanan berikut jenis ransel, sehingga besok aku tinggal menyerahkan kertas itu dan bayar lebih murah 5%.
Terus terang aku heran, seheran-herannya. Orang Jepang itu bagaimana sih….. berpihak pada pembeli. Memang aku pernah mengalami seperti ini yaitu saran mengubah paket handphone, supaya aku cukup membayar 4000 yen daripada 25.000 yen. Ceritanya di sini. Tapi kali ini, bahwa si pegawai cashier sampai bertanya apa aku tidak mau tunda dulu supaya lebih untung ….. kan mengherankan. memang cukup besar angka yang harus kubayar, tapi servicenya itu loh. Semakin cinta sama penjual di Jepang 😀
Eh tapi kalau mau diingat, aku juga sering disarankan mengambil paket makanan di restoran yang kalau pesan satu set, lebih murah daripada pesan ala carte. Bisa beda sampai 500 yen loh. Dan mereka justru menawarkan yang lebih murah bagi pelanggan. Kurasa, di Indonesia sedapat mungkin menyarankan yang termahal deh…. atau aku salah? Pernahkah kamu disarankan untuk membeli sesuatu yang lebih murah?
Sejarah randoseru ini sudah 100 tahun lebih, dimulai dari Bakumatsu (akhir jaman Edo/ Tokugawa sekitar 1860-an) dengan dimulainya pemakaian tas punggung ala barat “Senou” oleh serdadu Jepang. Pada tahun 1885, sekolah Gakushuin (berdiri tahun 1877) melarang murid-murid diantar dengan becak/ mobil ke sekolah dan mewajibkan murid-murid memakai “Senou” untuk membawa peralatan sekolahnya. Karena dalam bahasa belanda “senou” ini disebut dengan “Ransel”, maka Jepang mengadaptasi nama ini dan menjadi terkenal dengan nama “RANDOSERU”. Tapi bentuk yang dulu lebih menyerupai Rugsack daripada bentuk kotak masif seperti sekarang. Baru tahun 1887 bentuk kotak itu muncul akibat pesanan khusus Perdana Menteri Ito Hirobumi untuk hadiah masuk SD Kaisar Jepang ke 123, Kaisar Taishou ( 1879-1926).
Meskipun demikian, ransel masih merupakan barang mewah untuk anak-anak kota saja. Anak-anak di pedesaan masih memakai Furoshiki (kain segi empat seperti syal) untuk membawa peralatan tulis mereka. Baru pada tahun 1955, ransel dipakai di seluruh negeri, dan merupakan barang mutlak untuk murid SD.