Kelopak Bunga Menari

11 Apr

Kelopak bungamu menari gemulai melayang di atas kepala

Tengadahkan muka menyambut lembutnya sentuhanmu

kuarak engkau yang turun bagaikan bidadari menari

ingin kurebahkan diriku di hamparan permadani merah muda

dan mendengarkan dentingan dawai gita surgawi

serenity

aku terbangun pukul 5:30, tak lama Riku pun bangun dan disusul Kai. Ah, anak-anakku ini memang selalu bangun pagi. Padahal aku baru tidur pukul 3 pagi, karena mempersiapkan makanan siang untuk Akemi san dan Riku, serta membereskan rumah.

Riku berteriak pada papanya, “Papa hari ini sakura fubuki loh…”. Fubuki biasanya dipakai untuk musim dingin yang menggambarkan keadaan salju turun dicampur angin yang menghalangi pandangan mata. Kanjinya saja 吹雪 yaitu kanji  angin dan salju.  Nah jika Sakura fubuki berarti sakura no hanabira (kelopak) turun bagaikan hujan dan tertiup angin, menari-nari sampai ke tanah. Ah bunga sakura pun akan rontok dan habis. Kecantikan sakura memang hanya sementara. Masih untung di musim sakura kali ini tidak ada hujan yang merusaknya. Sejak tanggal 21 Maret, awal sakura mulai mekar di Tokyo, sampai hari ini tidak turun hujan. Cukup lama untuk kelangsungan hidup sakura, yang biasanya hanya bertahan 1 minggu sampai 10 hari saja. Ada rasa sedih dan sepi saat berpisah dengan sakura. Hmm orang Jepang memang kodoku 孤独, selalu kesepian!

Hari ini, Jumat 10 April  adalah hari pertama aku mengajar di universitas untuk tahun ajaran 2009-2010. Begitu aku antar Kai ke Himawari, dia langsung memeluk gurunya, dan tanpa menangis, dia iringi kepergianku. Aman…. Aku langsung menuju halte bus, naik bus ke stasiun di jalur lain, dan ganti kereta 2 kali dan naik bus dosen untuk bisa sampai di kampus Senshu University. Jauh, tapi tak terasa aku sudah mengajar di sini 10 tahun!

Kelas menengah hanya 5 orang saja, di kelas yang bisa memuat 30-40 murid. Bergema! Aku harus minta pindah kelas, meskipun mungkin minggu depan jumlah murid akan bertambah.

Setelah jam kedua selesai, aku bergegas menuju ke ruang rapat untuk mengikuti rapat dosen yang selalu diadakan setiap awal tahun ajaran. Pembicaraannya sudah klise, sehingga tanpa hadirpun tidak akan ada topik yang ketinggalan. Tapi mumpung ada kesempatan bertemu dengan dosen lain, dan makan siang gratis… apa salahnya.

Waktu aku masuk ruang rapat, aku duduk di samping dosen perempuan yang mengajarkan bahasa Korea. Aku tidak tahu namanya, tapi yang pasti dia pernah menyapa aku, setelah aku kembali mengajar sesudah melahirkan Riku. Waktu itu aku hanya cuti satu semester, dengan digantikan Ibu Sasaki (感謝いたします). Dan dia yang menegur aku, mengucapkan selamat, dan berkata jika ada yang bisa dibantu kasih tahu saja. Well, tentu saja hanya basa-basi tapi daripada tidak? Kita harus bersyukur bahwa masih ada yang memperhatikan dan berkeinginan berbuat baik untuk kita. Sambil bercakap dengan dia, aku menyadari bahwa memang aku telah berusaha dan berjuang dalam sepuluh tahun ini…. mengajar dan membesarkan dua anak.  I should be proud of myself.

Jam ke tiga, aku mengajar kelas dasar. Dan senangnya aku mendapat kelas yang dilengkapi alat LL. Jumlah mahasiswanya mungkin terbanyak selama aku mengajar di sini. Hampir 40 orang. Dan ada seorang mahasiswa penderita cacat, sehingga perlu pelakuan khusus. Tapi aku kagum dengan semangatnya. Meskipun sulit berbicara, dia berusaha untuk mengulang perkenalan bahasa Indonesia selengkapnya. Setelah pelajaran selesai aku berkata padanya, kalau mau skip latihan percakapan/ucapan, kasih tahu saja. Mungkin dia akan minder jika semua perhatian pada dia. Mudah-mudahan murid-murid tahun ini bisa memenuhi harapan.

Pulang bersama guru bahasa Spanyol sejak naik bus dari kampus sampai di Stasiun Shinjuku. Cantik dia. Suaminya orang Jepang, tapi dia pernah berkata padaku, bahwa dia tidak akan mau melahirkan. Suaminya pun tidak mau punya anak. Merepotkan saja katanya. Apalagi kalau dia pulang kampung butuh berpuluh jam naik pesawat. Dia tidak bisa membayangkan mengajak pulang anak-anak dan berada satu pesawat dengan anak-anak selama dua puluh jam… Well, pandangan hidup manusia memang berbeda.

Sebelum pulang ke rumah aku sempat membeli sakura mochi dan saudara-saudaranya. Untuk menemani minum teh bersama Akemi san. Dan tentu saja untuk difoto dan memasang fotonya di blog hehehe. Dan sakura mochi itu ternyata tidak memakai bunga sakura, tetapi justru memakai daun sakura yang direbus dan diberi garam. Jadi daunnya bisa dimakan (dan enak!) Dan mochinya berwarna pink sehingga mengingatkan kita pada bunga sakuranya.

Dari kiri ke kanan, atas ke bawah :

( Tsubu an mochi, Ohagi wijen, Kusa mochi, Sakura mochi, koshi an mochi, Ohagi kinako)

Sedangkan kalau Sakura-dorayaki memang ada rasa sakura dalam mochi di dalam dorayakinya:

Sakura dorayaki