Sebetulnya Riku sudah sering ke Taman Safari, bahkan dia juga sudah ke sana tanggal 1 Agustus yal bersama sepupu-sepupunya. Tapi saat itu Kai tidak ikut. Karena itu, ketika Eka mengajak kami jalan-jalan, setelah dari Mie Janda, kami putuskan untuk pergi ke Taman Safari. Untuk Eka dan Kai, Taman Safari adalah yang pertama. Bagi Krismariana, sesudah bertahun-tahun lewat (katanya terakhir ke TS ini waktu masih SD…waduh). Saya sendiri sih sudah sering, karena sering mengantar tamu Jepang ke sini.
Yang lucu, Riku karena sudah pernah ke Taman Safari, dia berlagak menjadi penunjuk jalan. Begitu keluar tol, dia bilang “Sudah dekat loh…”. Kemudian selalu mengingatkan kami untuk membeli wortel dulu sebelum masuk ke TS. “Nanti mau kasih makan Llama loh!”. Jadi deh begitu kami belok kanan dan memasuki jalan kecil menuju TS ini, mampir dulu untuk membeli wortel di pinggir jalan.
Kami sampai di Taman Safari ini, kira-kira pukul 2 lewat dan langsung memasuki areal binatang. Sebetulnya Kai sedang tidur waktu itu, tapi aku pikir, sayang kalau dia tidak lihat binatang yang ada. Dan benarlah, begitu aku bangunkan dia, pas dia melihat Gajah… langsung, “ooowww … awwww…. … mama…”celoteh kekaguman bertubi-tubi.
Kami menghabiskan waktu cukup lama di sini, menikmati kehadiran binatang-binatang yang ada dari dekat. Binatang pertama yang menyambut kami adalah Zebra. Berturut-turut kami melihat Gajah, Llama, Kijang, Kuda Nil, Rusa, Bison, Anoa, Beruang, leopard dsb dsb… Memang puas rasanya melihat berbagai jenis binatang yang ada. Lain deh perasaannya dibandingkan waktu pergi ke Ragunan. (Yah harganya juga beda berpuluh lipat)
Setelah selesai dengan course yang naik mobil, kami berhenti di parkiran untuk melihat pertunjukan gajah. Yang pasti Riku mau naik gajah katanya. Kai yang agak malas berjalan (minta digendong terus) juga antusias melihat gajah, sehingga dia langsung berlari menghampiri. Kami sampai di arena tersebut kira-kira pukul 4, dan dikatakan bahwa setengah jam sesudahnya akan ada pertunjukan gajah yang terakhir. Jadi sambil menunggu waktu pertunjukan, kami berfoto dengan gajah dan naik gajah. Untuk Riku, sudah ke tiga kalinya dia naik gajah, tapi untukku dan si Koala Kai pertama kali. Sempat saya tanyakan pada petugasnya, apakah bisa ‘gajah’ naik Gajah? Jawabannya…. “Ngga apa bu, tiga ‘gajah’ juga masih bisa” hahahaha.
Jadilah kami bertiga naik Gajah yang terbesar di situ. Well, naik gajah ternyata amat sangat tidak nyaman. Mana aku musti menggendong Kai yang ketakutan, sambil berpegangan menahan goyangan setiap kali si gajah melangkah.
Selesai course naik Gajah ini, kami menonton show, dan di akhir show ada pertunjukan si Gajah menggambar dengan kuas pada sebuah T-shirt. Aku jadi ingat sebuah cerita dari seri Curious George tentang gajah dan monyet yang melukis. T shirt yang digambar gajah-gajah ini dijual tentu saja, untuk biaya apa tepatnya sih aku tidak tahu. Tapi akan menjadi cerita yang menarik bagi Riku sebagai pengalaman di liburannya kali ini, jadi aku mengacungkan jari mau membeli Tshirt itu. (Memang cukup mahal harganya, yaitu Rp. 100.000 untuk selembar kaos. Kalau saya bukan turis, pasti saya tidak akan beli hehehe) Rupanya ada upacara khusus untuk 4 pembeli pertama, yaitu upacara pengalungan bunga oleh sang gajah. Tapi rupanya si Gajah bingung untuk mengalungkan karangan bunganya pada Kai yang digendong, sehingga akhirnya aku yang dikalungkan bunga.
Setelah upacara pengalungan bunga, kami mengambil T Shirt lukisan si gajah di samping panggung. Melihat Riku dan Kai memakai T Shirt itu, aku teringat untuk membelikannya juga untuk Gen, sehingga “my Three Boys” bisa kembaran…. hehehe.
Karena di samping panggung juga ada toko cendera mata, kami masuk ke dalam untuk melihat-lihat apa ada yang bisa dijadikan oleh-oleh. Yang pasti Riku harus membeli oleh-oleh untuk 3 sahabatnya di Tokyo. Aku sempat pusing mau membelikan apa untuk anak laki-laki seusia Riku sebagai hadiah dari Jakarta. Tapi begitu melihat boneka harimau dan leopard yang Riku pilih, aku langsung setuju untuk membeli. CUTE! dan harga murah jika dibandingkan dengan barang yang sama di Tokyo. Yang terpenting juga, ada kalung/tag di leher mereka yang bertuliskan “Taman Safari Indonesia”. Well ini sangat mewakili oleh-oleh yang manapun.
Yang aku heran, Riku akhir-akhir ini suka pada boneka stuffed animal sebagai teman tidur. Perasaan dulu aku tidak pernah punya boneka (apalagi orang hahahah) sebagai teman tidur deh. Tidak juga bantal atau guling khusus yang konon dimiliki oleh anak-anak yang tidak bisa digantikan oleh apapun juga, meskipun sudah robek, usang dan tidak karuan bentuknya. Seakan setiap anak punya “boneka/benda kesayangan”. (Dan aku rasa pasti di antara pembaca TE juga ada yang begini, atau bahkan mungkin mempunyai boneka itu sampai sekarang… hiiii kebayang deh bentuknya) Well, aku tidak! Tapi Riku akhir-akhir ini membawa si beruang hadiah dari Opa dari Toronto sebagai teman tidur, dan dia bawa dari Tokyo dan menghuni tas ransel hijaunya, dan setia menemani dia tidur di Jakarta.
Sebetulnya ada cerita unik mengenai si beruang ini, yang aku ketahui dari Mbak Riana, asisten rumah tangga di Jakarta. Dia bercerita begini, “Bu, Riku lucu deh…tiba-tiba datang pada saya dan bilang gini….
“Mbak beha aku mana?”
“Emang Riku punya beha?”
“Iya … beha aku mana… (padahal yang dia maksud itu BONEKA beruangnya) hahahaha. Aku baru mengerti setelah lama, bahwa Riku memang tidak salah atau menghafal salah. Mungkin malah si Mbak mendengar salah. Karena Beruang dalam bahasa Jepang adalah KUMA, tapi jika memakai Japlish, akan menjadi BE-YA (bear) …dan memang Beha dan Beya itu dekat! hihihi.
Nah, kembali lagi ke toko souvenir Taman Safari. Aku heboh menyuruh Riku memilih kado untuk teman-temannya. Padahal dia sendiri sibuk memeluk dua buah boneka yang agak besar, boneka harimau dan macan putih.
“Mama, aku boleh beli ini? Ini kado untuk papa”
“Boleh … tapi satu aja ya…”
“Tapi ini untuk aku… aku mau dua ini. Yang ini papa, yang ini aku”
(perlu diketahui bahwa semua percakapan Riku di Jakarta memakai bahasa Indonesia! Dia sudah mahir dan sering show off bahwa dia bisa bahasa Indonesia… terutama doang, dong, banget dan kereeeen)
Well, dengan alasan itu aku bisa merasakan dia sudah kangen papanya. Jadi aku setuju membeli dua boneka yang kemudian dia bawa terus ke mana-mana, mirip lagunya Mbah Surip alm…. digendong ke mana-mana.
Sementara itu toko mulai dipadati pengunjung. Duh mesti begini deh. Setiap aku masuk toko yang kosong, yang tadinya tidak ada siapa-siapa….tidak lama akan menjadi penuh dan…menyebalkan karena terpaksa aku yang harus antri menunggu pembeli lain memilih dan membayar. Hal ini pernah juga aku tulis dalam postingan berjudul JINX. Sifat “menarik pembeli” sepertinya juga terjadi waktu penawaran TShirt lukisan gajah tadi. Yang tadinya tidak ada yang mau membeli, setelah aku, Riku dan Kai maju ke depan menerima pengalungan bunga, bertubi-tubi orang yang juga mau membeli.Akhirnya abis deh stock T Shirt hari itu…. Syukurlah.
Sementara itu Kai si Koala ternyata juga berkeliling sendiri dan menemukan mainan yang dia mau…dan itu bukan boneka fluffy, tetapi bentuk dinosaurus. (Yang akhirnya begitu sampai rumah tidak ketahuan lagi ada di mana…..). Karena sudah lewat jam setengah 5, padahal kami harus sampai di jakarta jam 7 malam karena Adrian menunggu, jadi kami buru-buru keluar dari lokasi Taman Safari. Memang masih banyak yang belum kami lihat, termasuk berfoto di Baby Zoo dsb… well next time ya…
Yang mengejutkan kami adalah kenyataan bahwa jalan turun dari Taman Safari sampai ke depan tol itu ternyata MACET CET CET…. KOK bisa ya? padahal kan hari biasa tuh… Kalau begini, bisa-bisa jam 10 kami baru bisa sampai Jakarta. Biarpun kami bisa bercerita macam-macam, tetap saja khawatir dengan keadaan jalan yang macet begitu. And then…. terdengarlah bunyi SIRINE…..
Voorrijder!!!
kemudian supir cantik kami berkata,
“Mbak Em, aku ngga sabar nih… boleh ya..”
“Wah aku sih terserah..kamu yang nyetir kok!”
Dengan keahliannya menyetir, Eka langsung masuk ke belakang mobil yang berada di belakang “pembuka jalan” itu, menyalakan lampu hazard, dan sesekali membunyikan klakson pada mobil yang mau menyalip kami. Jadilah kami menjadi rombongan di belakang Voorrijder yang jelas-jelas mengambil setengah jalur naik, sehingga kami dengan leluasa bisa “ngebut” melampaui deretan mobil yang terjebak macet.
Well, aku pernah menulis bahwa aku tidak mau berada pada rombongan yang dikawal oleh Voorrijder pada tulisannya Daniel Mahendra, dengan alasan malu. Tapi jelas untuk kondisi semacam ini, memang ada bermacam perasaan…. malu, deg-degan, merasa kasian pada yang terjebak macet, tapi jika mengetahui waktu 2 jam bisa dipersingkat begitu cepat… maka uang Rp 1 juta (katanya) rasanya tidak mahal jika kita dalam keadaan darurat. Yang pasti, aku sendiri tidak bisa menyetir seperti Eka, dan tidak berani “ikut-ikutan” pada rombongan di belakang pembuka jalan. Nyaliku kecil, dan aku memang masih “de niue batakers” kalah bener dengan the real batak, Eka.
Kalau aku mungkin, setelah tahu bahwa memang bisa menyewa jasa voorrijder…. akan mengeluarkan uang segitu untuk mohon dikawal…jika terpaksa. Ahhh… memang aku tidak bisa melawan peraturan. Mungkin karena itulah aku berada di Jepang! Dimana peraturan memang ada untuk dipatuhi…..
Kalau aku yang menyetir, pasti patuh berada di antrian dan sampai di Jakarta pukul 10 malam. Dan tentu saja aku bersyukur sekali, mempunyai supir yang cantik, berani dan handal menyetir seperti si Eka. Sayang aku tidak bisa menggaji dia untuk menjadi supir pribadiku (ngga bakal dikasih lah sama Adrian hihihi). Cukuplah hari itu, aku menikmati THRILLING yang mungkin tidak ada ke dua kalinya dalam hidupku.
Eka…. you are GREAT!!!! (Riku juga enjoy loh, dia duduk di samping bu supir!”)
Sebetulnya masih banyak yang ingin kutulis, begitu banyak foto yang ingin kupasang…. tapi nanti pembicaraan jadi tidak terfokus, jadi kusudahi sampai di sini. Tapi yang pasti hari itu Kamis, 13 Agustus, merupakan hari yang benar-benar menyenangkan. Thanks to Eka and Krismariana.
So… next year….driving to…. Bandung or Jogja? yihaaaa.