Stroberi Kertas

17 Feb

Karena pak Marsudiyanto sudah tidak sabar sampai menanyakan kok TE belum update, maka cepat-cepat aku publish cerita tentang hari Minggu lalu, yang memang tidak kelar-kelar penulisannya. Entah kenapa malaaaas terus bawaannya minggu ini :D. (Dan memang hari Senin turun salju lagi yang cukup tebal)

Minggu, 13 Februari lalu. Tokyo cerah! Saling cerahnya membuat kami ingin keluar rumah. Tapi kemana? Syaratnya harus murah dan tidak terlalu jauh. Lalu Gen mengajak kami pergi ke ladang stroberi dan ke kota Ogawa, Saitama.

Tapi siap-siap dan sarapan membuat kami akhirnya keluar rumah pukul 11 siang. Dan sekitar pukul 12:20 kami sampai di Hanazono, Kota Fukaya Saitama. Di situ ada semacam pasar dari koperasi Hanazono yang cukup besar, dan mempunyai parking lot yang luas. Tapi tujuan kami adalah sebuah ladang di belakangnya yang bernama Hanazono Ichigo-en (Taman Stroberi Hanazono). Ini adalah kedua kalinya kami mampir ke sini. Pertama kali sudah pukul 4 sore, jadi taman sudah ditutup. Dan kali ini kami juga gagal memetik stroberi karena sudah penuh dengan orang yang reserve. Kami belum reserve jadi tidak bisa ikut memetik stroberi hari itu.

Gagal deh memetik stroberi yang berada di dalam rumah vinyl di latar. Lain kali musti reserve dulu deh. (Tapi kemarin aku beli stroberi manis dan murah, lalu Gen bilang... beli aja deh sudah pasti enak hihihi)

Hmmm cukup kecewa, sehingga akhirnya kami langsung bergerak menuju kota Ogawa, tempat pembuatan kertas Jepang. Tapi begitu masuk kota Ogawa, terbaca sebuah papan “Pemandian Air Panas Kawaranoyu” yang katanya bisa merendam kaki. Coba-coba kami mampir ke situ, dan…. ternyata penuh sehingga harus antri. Ok lah kupikir aku ambil saja nomor gilirannya. Aku mendapat nomor 25, dan disuruh menunggu nanti akan ada pengumuman sampai dengan nomor berapa boleh masuk dan menyelesaikan pembayaran. Terus terang aku tidak tahu cara-caranya, jadi sambil menunggu Gen memarkirkan mobil (yang juga antri) aku cari-cari informasi. Dan setelah Gen masuk ke lobby, terdengar pengumuman bahwa sudah boleh masuk sampai dengan kartu no 5. HAAAAAHHHH!!!! Nomor 5, sedangkan kami nomor 25? Musti tunggu sampai kapan? Kami langsung memutuskan BATAL!

Tempat praktek membuat kertas, spt pabrik saja. Bawah jenis-jenis kertas yang dihasilkan (dan dijual)

Pembatalan ke dua deh 🙁 Jadi kami langsung menuju Balai Kerajinan Tradisional Saitama 埼玉伝統工芸会館.  Membayar 300 yen untuk dewasa kami langsung memasuki sayap kanan gedung, tempat praktek membuat kertas Jepang. Hmmm yang disebut kertas Jepang adalah kertas yang agak kasar permukaannya, masih kelihatan berserat, kadang terlihat ada potongan emas atau kertas perak, pokoknya nyeni deh. Biasa dipakai sebagai cover lampion, atau untuk pintu geser.

Kertas jepang yang biasanya dibuat tanpa mesin (handmade)

Nah, di sini kami bisa mencoba membuat kertas sendiri. Dengan membayar 840 yen kami bisa membuat 8 lembar kartu pos sendiri. Bisa juga ukuran lain dengan harga berbeda, tapi kami memilih membuat kartu pos saja. Kami diajarkan oleh Ibu Tanino Hiroko 谷野裕子, yang merupakan salah satu ahli pembuat kertas handmade ini.

Aku dan Riku bergantian menciduk pulp kertas

Memang tidak begitu susah, karena kami cukup “menciduk” air yang berisi bubur kertas, kemudian menggoyang-goyangkannya supaya airnya turun lewat saringan. Tapi proses menciduk itu dua kali sehingga kalau tidak hati-hati bisa masuk gelembung udara. Sesudah air turun semua, kertas kami ditaruh di atas lapisan kain supaya bisa kering, dan sementara itu kami menghiasnya memakai bunga, daun, kertas, pita, apa saja yang bisa dipakai sebagai hiasan.

Menghias kartu pos dengan bunga, kertas, pita dsb

Karena ada 8 lembar kartu pos, kami berempat termasuk Kai rame-rame menghiasnya. Kai paling senang membuat bentuk dari perforator berbentuk sakura atau hati. Jadi dia buat yang banyak, dan kami yang pakai 🙂

Sementara kami sedang menghias, ada seorang pengunjung bapak-bapak yang agak cerewet, minta dijelaskan proses pembuatan dari awal. Semacam kuliah singkat deh. Akhirnya kami juga “nebeng” dengerin kuliah singkat tentang pembuatan kertas Jepang ini.

Kertas Jepang terbuat dari kayu sejenis kuwa, yang diambil hanya bagian kulitnya saja. Kemudian kulit kayu itu dibersihkan sampai putih,  sambil direndam menjadi semacam kapas. Semua pekerjaan dilakukan dengan tangan, dan proses ini (pengumpulan kayu, pengulitan sampai menjadi semacam kapas) dilakukan di musim dingin. Jaman sekarang semua dikerjakan dalam ruangan, tapi dulu dikerjakan di sungai. Bisa bayangkan bekerja dengan memakai air sungai di musim dingin. Belum lagi punggungnya duuuh ngebayanginnya aja sudah bbbbrrrr.

Setelah bahan pulp itu bersih dari kotoran, dicampur dengan semacam lem (aku tidak tau apa namanya) untuk membuat bahan itu mengambang dalam air.  Karena jika bahan pulp ini tenggelam maka akan sulit untuk menciduknya.

Proses pembuatan dari kayu sampai pulp

Cara menciduk, berapa kali menciduk menentukan ketebalan kertas. Untuk seorang profesional mereka tahu kira-kira berapa kali menciduk atau dengan mata saja bisa mengetahuinya. Yang paling menentukan waktu pertama menciduk mengambil lapisan teratas yang amat tipis, seperti membran. Baru kemudian menciduk yang agak banyak dan “mengayak” sehingga seluruh permukaan saringan tertutup. Lakukan berulang kali, sampai tercapai ketebalan yang diinginkan. Kemudian lapisan kertas itu ditaruh di atas kain untuk menyerap air. Nah, yang lucu kertas ini ditumpuk berlapis-lapis di atasnya tanpa ada “pembatas”. Kok bisa tidak menyatu ya? Ya, mungkin karena membran itu 😉

Petugas membuat lapisan penutup kartu pos yang telah kami hias

Setelah mengikuti kuliah singkat itu kami sempat melihat petugas menumpuk kartu pos yang kami hias tadi dengan lapisan kertas tipis, untuk kemudian dikeringkan. Kami tidak bisa membawa pulang hasilnya saat itu karena masih basah. Jadi mereka akan mengirim ke rumah hasilnya (dan kami terima hari Rabu kemarin)

Selain ada tempat praktek membuat kertas, di Balai Kerajian Tradisional Saitama itu juga ada tempat pameran (dan percobaan) menenun kain, tapi sayang waktu kami datangi sudah ditutup. Kemudian kerajinan kayu dengan lemari khas Jepang, boneka Hina (untuk perayaan Festival anak perempuan), lampion dll.

Keluar dari Balai Kerajinan ini sudah pukul 4 sore. LAPAAAAR! Soalnya kami makan nanggung sih (brunch jam 10 pagi). Jadi tujuan selanjutnya mencari makan, dan sesudah muter-muterin gunung (karena masih penasaran cari tempat memetik stroberi) akhirnya kami bisa makan yakiniku di kota Fukaya.  Sudah jam 5 tuh.

Dan tujuan kami terakhir hari itu adalah Parking Area (tempat istirahat jalan tol) Yorii, yang terletak di sebelah kota Ogawa. Karena kami mendengar bahwa Parking Area itu mengambil pemandangan dari buku Le Petite Prince. Memang kami sudah pernah pergi langsung ke museumnya di Hakone, tapi mumpung di jalan tol, bisa gratis istirahat kan?

Yorii Parking Area yang mengambil pemandangan dari buku Le Petite Prince

Dan benar saja, begitu kami masuk PA tersebut, pemandangan kota Perancis di malam hari menyebarkan suasana romantis. Kami sempat mampir ke toko di situ, dan memang tokonya juga lain dari yang lain. Selain menjual pernik-pernik buku “Pangeran Kecil”, juga menjual kue-kue dan permen ala eropa. Kalau tidak tahan mata, aku bisa borong semua deh 😀

Kami sampai di rumah pukul 8 malam. Masih pagi, tapi cukup capek. Jadi kami menutup hari dengan membacakan buku dongeng untuk anak-anak.

Hari itu tidak dapat stroberi tapi dapatnya kertas deh…..

Kai dan kartu pos made by d'Miyashita

Lupa

24 Feb

Lupa sudah pasti bukan hanya monopoli orang lanjut usia. Anak-anak pun bisa lupa makan, lupa belajar kalau sudah asyik bermain. Biasanya kita mudah lupa kalau dalam keadaan “setengah sadar” alias mengantuk atau sibuk. Menurut data, orang Jepang paling sering kelupaan barang di dalam kereta atau taksi (ya karena inilah transportasi orang Jepang yang paling banyak di pakai).  Asyik berbicara dengan teman, bengong, mengantuk atau bahkan ketiduran menyebabkan kita tidak sadar bahwa kita ketinggalan barang (untung bukan orang ya hihihi). Dan yang paling banyak tertinggal di dalam kereta adalah payung, baju, handphone dan belanjaan.

Enaknya kalau di Jepang, jika kita tahu bahwa kita ketinggalan barang langsung begitu turun, kita bisa langsung memberitahukan petugas stasiun. Apalagi kalau kita tahu sebelumnya kita duduk di gerbong nomor berapa. Biasanya petugas akan menghubungi petugas di stasiun berikutnya, untuk mengambilkannya. Tak jarang kami tertahan sebentar karena petugas mengambil barang di gerbong yang diberi tahu, dan menahannya untuk kita. Kita bisa naik kereta berikutnya untuk “menjemput” barang kita itu.

Jika tidak langsung sadar bahwa kita ketinggalan, bisa menghubungi “Lost and Found” dan melaporkan ketinggalan apa dan meninggalkan nomor telepon kita. Biasanya sih tidak lama akan ada panggilan untuk mengambil barang tersebut.

Itu kalau kelupaan atau jatuh di kereta atau di taksi. Kalau di jalan? Biasanya sih orang Jepang jika menemukan dompet, atau handphone (saya juga pernah tuh menitipkan handphone orang yang nyangkut di baju saya ke petugas  kereta), buku, bungkusan dsb akan melaporkan penemuannya ke petugas. Jika menemukan barang itu di toko, ya kepada petugas toko. Jika di stasiun memberikan ke petugas stasiun. Di sekolah, kepada guru/petugas sekolah. Tapi kalau di jalan ya melaporkannya ke kantor polisi, seperti yang dilakukan Riku beberapa hari lalu.

Waktu aku cari data mengenai barang apa yang terbanyak “ketinggalan” atau “jatuh” ternyata aku mendapatkan data dari kepolisian Jepang. Yang menuliskan bahwa dalam tahun 2009, ada sebanyak  2.630.000 kasus penemuan barang. Yang terbanyak adalah baju sebanyak 390.000 kasus, payung 370.000 kasus, surat-surat/dokumen sebanyak 250.000 kasus. Orang yang menemukan akan diberikan surat penemuan, dan biasanya orang yang telah melaporkan kehilangan dengan memberikan ciri-ciri khusu pada barangnya, akan mendapatkan barangnya kembali. Jika kehilangan barang dan mencarinya ke pos polisi terdekat biasanya setelah diperiksa isi dan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan pengakuan si empunya dan cocok, maka barang akan dikembalikan.

Aku pernah ketinggalan dompet uang receh di stasiun bertahun yang lalu. Wah aku pikir pasti tidak akan ketemu deh, karena aku tidak taruh nama atau tanda khusus, cuma ada beberapa kartu bus dan kartu discount. Ehhh iseng tanya ke petugas stasiun, dia bertanya, “warna apa?”. Coklat kecil…. “Ada apa saja isinya?” Lalu aku bilang, “uang kecil dan kartu bus, kartu kartu”. Langsung deh diberikan dompet uang kecil itu kepada saya. Tapi waktu itu, dia menyuruh saya menelepon orang yang menemukan dan bilang terima kasih. Saya dipinjamkan telepon di situ loh. Hebat! masih bisa ketemu dompet tanpa nama di Jepang! Dan tentu saja tidak keluar biaya apa-apa (ada banyak kasus teman-teman saya juga yang masih bisa menemukan dompet. T.P san bahkan sampai 2 kali kehilangan dompet dan kembali)

Barang-barang yang ditemukan akan disimpan di pos polisi sampai 1 bulan, dan sesudah itu akan di pool di pusat penemuan barang sampai 3 bulan. Sesudah 3 bulan, jika si pemilik tidak muncul akan dibuang atau menjadi milik si penemu . Karena itu perlu mengisi formulir penemuan barang. (dan sebetulnya Riku berhak mendapat 10 yen uang yang dia laporkan waktu itu hehehhe)

Untuk keterangan mendetil mengenai lost and found di Jepang bisa melihat website kepolisian Jepang di sini. (sayang berbahasa Jepang, yang berbahasa Inggris hanya info penting saja, tidak lengkap)

Aku menuliskan ini, karena kebetulan suamiku baru kehilangan dompetnya. Baru sadar tadi malam waktu pulang kantor. Dan karena pikir mungkin ada di kantor, tadi pagi Gen pergi tanpa dompet ke kantor. Tapi cari di kantor tidak ketemu! Nah loh. Akhirnya aku yang panik telepon kartu kredit untuk memblokir kartu kreditnya. Untung dia tidak pernah bahwa kartu ATM bank (aku yang pegang soalnya 😀 ). Oleh kantor Kartu Kreditnya disuruh melapor ke polisi. Tapi aku ragu, dan rasa lebih baik Gen sendiri yang melapor ke polisi. Karena sebetulnya tadi pagi dia pergi ke kantor naik mobil tanpa SIM, jadi lebih baik dia sendiri yang menjelaskan (apakah mau berbohong atau tidak ….hihihi). Nah di telepon aku tanya, kemarin dia pergi ke mana? beli apa? mungkin waktu beli rokok jatuh tuh dompetnya. Baru dia sadar dia pergi ke toko konbini dekat kantor. Jadi dia pergi ke toko itu untuk menanyakan dompetnya …. dan A D A. Ternyata ada orang yang menemukan dan memberikan ke petugas tokonya. HEBAT ya bisa ketemu. (Iya sih uang di dalamnya ngga sampai 5000 yen hihihi) .

Memang Gen kemarin lagi sibuk sekali dan tegang karena ada audit di kantornya. Untung semua lolos dan ditambah dompetnya ketemu hari ini. Kesalahan dia hanya mengemudikan mobil dari kantor ke rumah tadi malam, dan dari rumah ke kantor tadi pagi, tanpa SIM… untung juga tidak terjadi apa-apa sehingga tidak perlu menunjukkan SIM pada polisi. Serba untung deh… (ternyata kami sudah menjadi orang Jawa nih, yang menganggap semua masih untung!)

dan sembab lagi mataku…

28 Nov

Seperti biasa hari Jumat merupakan hari tersibukku. Di kala umat Islam di Indonesia merayakan Idul Adha, di negara ini waktu berputar terus tanpa ada libur hari besar keagamaan. Karena aku sekarang selalu membuka FB ku, bisa mengetahui perkembangan di tanah air, dan jadi mengetahui bahwa hari ini adalah hari Idul Kurban. Kalau dulu kadang aku terlewatkan hari-hari libur Indonesia karena memakai kalender Jepang. Posting kali ini benar-benar catatan harian dan curhat tentang kemarin.

Pagi-pagi sudah disibukkan oleh Kai yang tidak mau dilepas dari gendongan, padahal aku masih harus mempersiapkan macam-macam. Akhirnya begitu dia mau turun, aku langsung buka baju dan celananya untuk ganti baju. Tapi… dia tidak mau dipakaikan baju, dan bermain dengan Riku. Kalau terlalu lama telanjang pasti masuk angin, karena ini musim dingin. Jadi aku tanya Riku, mau ngga memakaika baju adiknya. Well…. anak sulungku ini lalu membujuk adiknya pakai baju, dan Kai mau. Senangnya diriku, dan cepat-cepat ambil kamera :D. (Jangan heran ya kalau banyak foto, soalnya kamera selalu berada di dekat meja makan hihihi). Terharu sekali aku melihatnya.

Kai memang sedang sulit diatur. Sedang masanya. Pasti dia akan berkata,”Yada…(tidak mau)” , jika disuruh sesuatu. Semua pasti melawan. Dan biasanya aku membiarkan sementara, biasanya setelah beberapa saat dia akan mengerjakan sendiri. Apalagi soal makanan, jika dia lihat kakaknya sudah makan dan enak, baru dia mau makan. Jadi pagi kemarin dia juga mulai “betingkah”. Sudah hampir jam 9 belum mau berangkat ke penitipan, padahal biasanya semangat sekali. Biarpun aku bujuk bahwa kita akan naik bus, tidak mempan juga. Aku memang bingung antara pergi naik bus atau sepeda. Karena ternyata sakit kakiku semakin menjadi, yang tadinya sebelah kiri saja, sekarang mulai menyerang sebelah kanan. Dan aku perhatikan karena aku naik sepeda dengan beban berat yaitu Kai+ belanjaan. Ketahuan deh sudah semakin tua…. hiks…

Akhirnya kami naik sepeda, karena mengejar waktu. Setelah menyerahkan Kai pada gurunya, aku titipkan sepeda ke parkiran sepeda di lantai 3. Ini juga berat karena harus mendorong sepedaku yang memang berat sampai ke lantai 3. But…apa boleh buat lah. Aku masih bisa mengejar kereta jam 10:01 dari Shinjuku! Itu targetku.

Tapi ternyata rencana tinggal rencana saja…. Seperti aku tulis di status FBku, pagi itu memang lucu, kalau kita melihat dari sudut yang lucu. Tapi kalau aku mau gerutu karena terlambat tentu tidak akan lucu jadinya. Lucu yang pertama, persis ada ibu yang duduk di depanku (aku berdiri) yang tidur sambil ngorok keras sekali. Keadaan sunyi di dalam kereta, dan perlu diketahui, bunyi kereta di Jepang tidak terlalu ribut.  Sehingga kalau ada orang kent*t keras dikit pastilah kedengaran hehehe. Yah, semua maklum sih kalau pagi hari memang sering mendengar suara dengkur seperti itu (cuman yang ini ibu-ibu sih, jadi rada aneh aja hihihi). Dan yang memang perlu diacungi jempol atas kehebatan orang Jepang adalah mereka tahu kapan mereka harus bangun! gila ngga? Si ibu ini bangun persis waktu pintu kereta membuka di stasiun terminal akhir! Saya dan pak Nanang di FB malah jadi bernostalgia kalau ketiduran di kereta pasti kelewatan 2-3 stasiun hihihi. Dasar orang Indonesia!

Nah kejadian kedua terjadi di stasiun Shinjuku. Kalau aku berlari, aku pasti bisa naik kereta jam 10:01, tapi aku tertahan…hiks. Tertahannya kenapa? Pas aku turun dari eskalator, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu di lengan jasku yang ngegandul-gandul :). Waktu aku lihat, ternyata ada HP yang nyantel di lengan jasku yang terbuat dari wool. Rupanya HP itu pakai hiasan cantelan-cantelan yang mempunyai sudut tajam. jadi nyantel deh ke jas aku. Ntah dia taruh HP itu di mana, apa di tas atau di kantongnya. Nah masalahnya aku harus bagaimana? Huh…mana buru-buru lagi. Selintas terpikir mau jatuhin aja di mana gitu, biar ada yang ketemu dan kasih ke petugas, atau taruh di kiosk mana biar ditemui petugas. Tapi…. masak sih aku gitu (iih itu setan di kepala bisa ketawa kalo aku laksanakan tuh hihihi). Jadi deh terpaksa aku pergi ke loket petugas JR (karena di kawasan JR lebih baik lapor ke situ). Mana sebelum aku yang antri untuk urusan karcis banyak lagi, terpaksa nunggu deh…. sabarr…sabarrrr…. Begitu tiba giliran aku, aku menjelaskan bla bla bla, dan hanya dijawab petugas, “Jadi barang ketinggalan ya?”
“Iya”
“OK kami simpan di sni”
thats all….. aku pikir dia akan tanya nama, alamat dan no telp segala (doooh kayak seleb aja mel hihihi) sehingga akan makan waktu (makanya aku pikir macem-macem tadi hihihi)…. ternyata tidak sama sekali.

Well, selesai urusan menyerahkan HP, aku cepat-cepat ke peron tempat aku harus berangkat dan baru ada kereta pukul 10:17 …yaaah telat deh. Apa boleh buat. Sambil mengharap murid-muridku masih menungguku. (Ada perjanjian di universitas bahwa murid harus menunggu 30 menit, setelah 30 menit guru belum datang tanpa pemberitahuan maka dianggap kelas libur). Hasilnya? Mereka masih menungguku …syukurlah. (telat 15 menit saja sih)

Pulangnya, aku belanja dulu baru jemput Kai dan naik sepeda pulag ke rumah, taruh barang-barang dan pergi jemput Riku dari les bahasa Inggris dengan mendorong Kai yang duduk di baby carnya. Sepulang dari situ, sudah capek… pek… pek…., dan seperti biasa aku taruh beberapa krupuk dan snack di meja untuk Kai dan Riku. Aku bilang pada Riku, “Mama tiduran sebentar ya, nanti kalau kamu lapar bangunin mama aja”.

Belum lama aku tiduran, Kai masuk dan menyuruh aku keluar. Dia mau memperlihatkan sesuatu. Aku bilang nanti deh Kai….Tapi Kai terus maksa, menyuruh aku berdiri. Coba bayangin, pas baru akan terlelap tidur, dibangunkan hanya untuk mempelihatkan hal yang tidak penting, yang masih bisa ditunda. Jika itu Riku, bisa diberitahu dan dia memaklumi. Tapi ini Kai, yang belum bisa mengerti bahwa mamanya lagi tidak mau diganggu, mau tidur! Jadi aku memang harus bisa menerima.

Setelah ngomel, ngedumel aku kembali lagi masuk ke dalam selimut. Sambil meredakan kemarahan dan  rasa capek yang tidak tertahankan, aku berpikir. Kapan aku bisa benar-benar istirahat dari dua anak ini? Mungkin memang perlu aku menitipkan anak-anak untuk 1-2 hari dan …getaway sendiri. Aku lalu berpikir …aduh enaknya mereka yang di Indonesia, ada pembantu, ada baby sitter, ada orang tua yang bisa dimintain tolong…sedih deh di sini sendiri. Semua harus kerjakan sendiri, merawat anak, beberes, masak juga… kalau kayak begini terus, aku bisa sakit deh. Hmmm tapi kalau dirawat di RS mungkin bisa jadi getaway juga kali ya. Cuma kasihan yang merawat anak-anak yang kasihan. Duuuh kok aku sampai berpikir “getaway” di rumah sakit sih?

DAN aku teringat pada mama. Mama juga pernah dirawat lama di RS. Hampir 2 minggu, karena terkena virus herpes yang menyerang mata. Sampai mata kiri mama hampir buta. Dan kami anak-anak tidak boleh menjenguk mama di RS, karena berbahaya jika terkena virus itu juga. Waktu itu kami dirawat oleh Oma dan Opa dari pihak papa yang tinggal di Makassar, yang datang ke Jakarta sebelum melanjutkan perjalanan ke Belanda. Hmmm aku sadar bahwa waktu mama dirawat itu pasti juga karena terlalu capek merawat kami. Waktu itu kami juga tidak ada pembantu. Sering sekali kami tanpa pembantu. Dan mungkin karena mertuanya akan datang menginap untuk waktu yang lama, mama terlalu memforsir diri sampai akhirnya jatuh sakit. Tiba-tiba aku bisa merasakan kondisi mama waktu itu. Membesarkan 4 anak sendirian. Papa lebih sering bertugas di luar negeri/luar daerah. Aku “hanya” 2 anak… duhh mama… kasian sekali mama waktu itu…. dan aku menangis terisak-isak dalam selimut. Kangen Mama!

Biasanya setelah menangis, maka perasaan bisa lebih lega. Tapi waktu aku masih menangis sesegukan begitu, Riku datang dan berkata,
“Mama, aku bisa mengerti perasaan mama…. Mama capek padahal Kai mau kasih bangun terus kan. Riku ngerti. Tapi mama jangan nangis dong. Riku sedih kalau lihat mama nangis. Mama benci Riku juga?”
Aduuuuh sulungku ini mau menghibur aku…. tambah deh mewek nya…

“Riku, mama nangis bukan karena mama capek. Ya mama capek juga. Tapi lebih karena mama ingat oma yang dulu juga pasti capek membesarkan anak-anak sendirian. Mama sayang Riku. Riku permata mama… Riku waktu kecil jarang nakal dan melawan mama.” Aku peluk Riku. Tapi si unyil satu tidak suka melihat aku memeluk Riku, lalu bilang…”Kai ..kai” dia minta dipeluk juga. OK aku peluk. Kata Kai “Kai.. Mama…Riku… san (tiga)” Benar seperti segitiga deh. Dan tentu saja si Kai tidak mengerti apa-apa selain, dia juga mau “keberadaan”nya diketahui dan iri pada Riku.  Akhirnya aku bermain dengan Kai dan Riku, dan tidak jadi tidur meskipun masih di tempat tidur.

Setelah Kai dan Riku keluar kamar (tentu saja untuk menonton TV lagi), aku masih leyeh-leyeh sambil mikir mau masak apa. Tiba-tiba Riku datang dan bilang padaku;
“Mama, mama selalu bantu Riku. Nanti di kemudian hari, tidak tahu akan seperti apa dan bagaimana, tapi Riku akan bantu mama terus. Cerita sama Riku ya. Jadi mama jangan sedih. Kalau mama sedih Riku ikut sedih… (dan dia mulai menangis) ” Duuuh anakku kamu itu baru umur 6 tahun (3 bulan lagi 7 th). Sambil peluk dia aku berkata,
“Iya Riku, Mama ngga sedih lagi. Nanti kalau ada apa-apa Mama akan bicara sama Riku. Curhat dan diskusi sama Riku. Riku mau dengerin mama ya? ”
“Iya dong. Mama pasti cerita sama Riku ya…”
“Iya sayang. Mama sayang Riku (dalam bahasa Indonesia)”
“Aku juga sayang mama” (dalam bahasa Indonesia… ahhh kata sayang memang paling enak pakai bahasa Indonesia. Kai pun lebih tahu kata “sayang” daripada “suki (suka)” bahasa Jepang. Khusus untuk perasaan seperti cinta dan sayang, bahasa Jepang kalah dari bahasa Indonesia.)

Dengan mata bengkak, aku mempersiapkan makan malam untuk Kai dan Riku, sambil berpikir aku harus tulis peristiwa malam ini. Sebagai kenang-kenangan untuk Riku di masa depan, jika dia baca kelak, bahwa aku menghargai dia yang sangat memperhatikan dan menyayangi mamanya. Bukan untuk pamer tentang hubunganku dan sulungku, tapi hanya sebagai kenangan saja. Sebagai reminder. Supaya jangan aku lupa bahwa aku punya dua anak yang membutuhkan aku. My precious Jewels.

Dan waktu Gen pulang pukul 11 malam, aku tidak bisa bercerita ttg hal ini karena Kai masih bangun dan menyita perhatian papanya terus. Udah gitu Gen ternyata sudah makan di kantor… tahu gitu kan aku makan sama anak-anak 🙁  Dan malam itu kami terpaksa bangun dua kali, pertama karena Kai muntah akibat terlalu banyak gerak, dan sekitar jam 3 karena dia hanya mau minum susu di botol yang bergambar Mickey. Duuuh kai..kai… Cinta banget dia sama Mickey.

Maaf dan terima kasih

19 Des

Pagi ini aku mendengar lagi kata itu… Maaf dan terima kasih

Kereta Odakyu line yang aku tumpangi dari stasiun Shimokitazawa, berhenti agak lama di stasiun berikutnya,  Seijougakuen Mae. Wah pasti ada sesuatu. Dan kulihat ada petugas yang berlari ke arah gerbong belakang (saya di gerbong agak depan). Dan tak lama ada pengumuman begini;

“Kami mohon maaf penumpang yang terhormat, ada seorang penumpang yang jatuh sakit, dan sedang ditangani. Mohon tunggu sebentar.” (Pengumuman dari luar kereta)

Setelah 2 menit, kondektur memberikan pengumuman:

“Kita sebentar lagi berangkat. Ada penumpang yang tiba-tiba jatuh sakit, sehingga perlu ditangani. Kami mohon maaf atas keterlambatan kereta ini. Kita berhenti di stasiun ini selama 4 menit.
Pintu akan menutup, penumpang yang berdiri dekat pintu harap hati-hati”

—-jreng pintu menutup —- aku pikir baik ya orang Jepang kasih tahu dulu sebelum pintu menutup. Karena dulu waktu saya naik kereta di Italia bersama adik-adik, ingat sekali pintu menutup tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan atau nada peluit buzzer apa saja deh. Dan menutupnya jeblak banget sampai kami kaget. Kalau terjepit lumayan sakit mustinya tuh….

Kereta mulai jalan…
“Stasiun selanjutnya adalah Noborito. Kami mohon maaf atas keterlambatan yang disebabkan oleh penumpang yang sakit. Kami juga berterima kasih pada penumpang sekitarnya yang membantu dalam menangani penumpang tersebut. Sebentar lagi kita sampai di Stasiun Noborito.”

Hmmm …. kondektur itu mengucapkan terima kasih atas nama si sakit, kepada penumpang lainnya. Itu karena,  penumpang yang sakit itu adalah tanggung jawab perusahaan kereta. Jadi dnegan menerima bantuan dari penumpang lain, perusahaan itu tertolong. Ini memang sistem “kerangka” 枠組みdi Jepang. Kamu adalah anggota sebuah kelompok, jika terjadi sesuatu pada kamu, maka kelompok itu akan bertanggung jawab, baik itu mengucapkan Maaf atau terima kasih. Kamu tidak akan menjadi individu sendiri di Jepang. Meskipun kadang keadaan itu menghambat perkembangan diri (karena sulit untuk menjadi yang “terdepan”. Tatanan masyarakat ini memang unik dan jarang terdapat di Indoensia. Yang ada di Indonesia, si A bersalah, maka kelompok yang beranggotakan si A malah berlomba mengatakan “itu bukan pernyataan kami”, atau “Si A bukan anggota resmi kami”…. bla bla bla…apa saja yang bersifat mengelak tanggung jawab. Kapan ada si A salah, satu kelompok akan minta maaf?????????? Kalau di Jepang, pertama kali itu yang dilakukan. Minta maaf baru kemudian menjelaskan duduk perkaranya.

Hmmmm 4 menit terlambat. Saya rasa bisa saja 4 menit itu dikejar, meskipun tidak untuk pencapaian jadwal di stasiun-stasiun berikutnya, tapi untuk tujuan akhir bisa ditepatkan pada jadwalnya.

Dan satu lagi yang membuat saya berpikir adalah pengumuman yang terdengar di telinga saya waktu kereta berhenti di stasiun berikut Noborito.

“Ada penumpang yang sakit di stasiun sebelum ini, Kami mohon jika ada penumpang yang merasa tidak enak badan, agar sesegera mungkin お早めに memberitahukan pada kami”

Mungkin dengan mendengar pernyataan ini Melati san akan bilang, “Ahh itu karena perusahaan tidak mau dirugikan lagi, jadi cepat-cepat kasih tahu dong! — ya mungkin ada negatif thinking seperti itu. Tapi didengar dari sudut si calon sakit, pernyataan itu menguatkan. Jadi kalau sakit tidak usah ditahan-tahan loh…  Ahhhh diingatkan lagi… Memang Jepang terlalu melindungi warganya. overprotection. Kahogo 過保護。Banyak contoh-contoh overprotection ini, tapi untuk posting ini sekian dulu. Terima kasih!

Odakyu Line
Odakyu Line

Semar Mendem?

24 Okt
omuraisu onigiri
omuraisu onigiri

Pagi ini hujan. Sudah sejak kemarin siang sebetulnya, sehingga kemarin terpaksa aku meninggalkan sepedaku di parkiran sepeda sebelah penitipan Kai, dan naik taksi pulang. Dan pagi ini aku keluar lebih cepat dari biasanya. Naik taksi lagi, dan menitipkan Kai ke guru pengasuh di Penitipan Himawari. Tentu saja dia menangis begitu aku melepaskan pelukan. Tapi kata gurunya kemarin, dia hanya menangis pertama saja, sesudah itu dia enjoy bermain dengan teman-temannya yang lain. Untunglah.

Karena aku hari ini bercelena jeans, bersepatu kets, dan mungkin berjalan seperti robot, gradak-gruduk seperti tulisannya ibu Enny, rasanya cepat sekali aku sampai di stasiunnya Universitas Senshu. Rekor! jam 9:50 loh…. padahal ngajarnya baru jam 10:45. Hehehe. Dan pagi ini sambil aku naik kereta, aku merasa bersyukur karena badanku gede. Kenapa? Satu, aku bisa gendong Kai yang 12 kilo + tas ransel kira-kira 5-6 kg jalan mencari taksi dalam hujan. Ke dua, aku tidak mudah tumbang waktu didorong-dorong orang yang berebutan masuk ke dalam kereta karena memang masih Rush Hour. Dan untungnya meskipun hari ini masih sakit kepala, aku tidak berasa “mau pingsan” dalam kereta yang penuh sesak. Ke tiga: aku masih bisa cekatan berlari (thanks to my sepatu kets) meliuk-liuk melawan arus manusia yang berjalan dengan cepat di stasiun Shinjuku, untuk pindah kereta.

Begitu sampai di stasiun Mukogaoka Yuen, aku lihat bis kampus baru akan berangkat. Tapi kali ini aku pikir, santai aja…. toh masih ada waktu. Dan….aku menemukan makanan ini SEMAR MENDEM!!!!. Langsung aku teringat pada semar mendem di Indonesia, dan membayangkan isinya, daging ayam giling dan dibungkus dengan dadar telor. Hmmmm enakkkkk…. PENGEEEEEN….. (BTW kenapa ya namanya Semar Mendem, apa ada si Semar dalamnya?)

Tapi tentu saja makanan itu bukan Semar Mendem, Itu adalah Onigiri, nasi kepal yang dibuat dari nasi goreng rasa tomat yang dibentuk segi tiga, kemudian dibungkus telor dadar, sehingga terlihat seperti semar mendem segi tiga. Rasanya? belum tahu enak atau tidak, karena sesudah menulis ini baru akan saya coba. Well, jam sudah menunjukkan pukul 10:39, I should go now, bertemu mahasiswa-mahasiswa ku yang cantik -cantik dan cakap-cakap (tapi rada malas hahahaha). Have a nice day minna-san, dan juga have a nice week end. With love….Imelda…..

Mana pasanganku?

14 Okt

Masih cerita dari Hari Olahraganya Riku. Saya merasa lucu mendengar satu pengumuman pada waktu acara istirahat yang disampaikan lewat pengeras suara, “Telah ditemukan sebelah sepatu olahraga, berwarna biru dengan nama xYx san. Harap diambil di sekretariat”. Sambil saya membayangkan tentu anak itu sekarang sedang kebingungan mencari pasangan sepatunya, dan dengan berjingkat-jingkat mungkin . Dan untung saja di Jepang memang untuk anak TK/SD mempunyai kebiasaan menuliskan nama dan kelasnya di setiap barang miliknya. Jadi dengan mudah bisa mengenali dan mencari pasangan sepatunya yang hilang tadi.

Saya sendiri pernah mengalami “kehilangan pasangan” sepatu. Tentu saja setelah dewasa dan kejadiannya di Jepang. Tepatnya di stasiun. Jika Anda pernah naik kereta api, biasanya di antara badan kereta dan peron, pasti ada ruang space, dan terkadang cukup lebar. Saya memang penakut, sehingga saya selalu merasa gamang setiap turun dari kereta. Waktu itu saya sedang pergi dengan alm. Ratih dan terjadilah kecelakaan itu. Sepatu pantofel yang saya pakai, sebelah kanan jatuh di sela-sela kereta dan peron. Untung kejadiannya di terminal akhir di Shibuya. Tapi berarti juga paling sibuk dan paling banyak orang lalu lalang. Saya panik dan tentu saja malu… bagaimana nih saya pulang…atau bagaimana saya mengambil sepatu saya yang ada di dekat roda kereta itu. Sambil berjingkat-jingkat saya terpaksa menunggu di pinggiran setasiun, dan Ratih memanggil petugas stasiun, memberitahukan kejadian itu. Saya juga sempat berpikir, bagaimana ya petugas itu bisa ambil sepatu saya? Ternyata kejadian seperti ini sering terjadi, sehingga di setiap stasiun tersedia pencapit panjang, sehingga petugas tidak usah turun ke rel kereta. Sialnya saya harus menunggu kereta itu untuk pergi (berangkat) dari stasiun itu. Dan itu cukup lama…20 menit…. Manyun deh.

Akhirnya segera setelah kereta berangkat, petugas ambil sebelah sepatu saya, dan kita bisa melanjutkan perjalanan. Sambil saya bersyukur, sepatu itu tidak terlindas kereta, sehingga masih bisa dipakai. Kalau tidak???? terpaksa harus beli sepatu baru, yang sizenya belum tentu ada di toko sepatu biasa….hiks (dasar kaki gajah… ukuran max sepatu wanita di Jepang adalah 24,5). Dan sodara-sodara waktu saya cari gambar pencapit di sebelah kiri ini…. saya terkejut-kejut mengetahui bahwa barang ini yang disebut “Tangan Magic Petugas Stasiun” dijual dengan harga 31.290 YEN saja….. bueh sapa yang beli ya? dan apa ada yang mau beli?????

Dan sebetulnya saya juga punya koleksi sesuatu yang tidak berpasangan, jadi hanya ada sebelah saja… mau dibuang sayang sekali apalagi kalau mahal. Meskipun tidak bisa dipakai sebelah saja, kecuali mau dibilang nyentrik…. Nah, apalah benda itu? Saya mau kasih sayembara ah…. Nanti saya akan kirim hadiah kepada 3 penjawab yang benar hehehe.

Apakah teman-teman punya cerita “memalukan” seperti saya?  Share dong hihihihi.

(diposting dari Sendai, Miyagi, Jepang Utara…yang belum berubah warna dedaunannya….)