Ada yang pernah dengar kata ini? Aku terus terang sering mendengar tapi tidak tahu apa sebenarnya”dakko-chan” itu. Kalau di Indonesia mungkin anak-anak pernah tahu lagu berjudul “dakocan”….hihihi.
Dakocan (by Pak Kasur)
Kulihat ada boneka baru
dari karet amat lucu
dakocan namanya bukan sarinah
sayang sayang mahal harganya
Nah… berarti jaman pak Kasur menciptakan lagu ini, paling sedikit beliau pernah melihat wujud dakkochan, yang memang merupakan boneka dari Jepang. Dan terbuat dari karet… sebenarnya sih bukan karet tapi dari plastik yang diisi udara seperti balon berbentuk. Bentuknya? Setelah cari di mbah gugle akhirnya aku ketemu deh wujudnya seperti ini:
Konon boneka Dakkochan ini dibuat tahun 1960, di sebuah pabrik plastik di daerah Yokohama, sebagai mainan anak-anak. Nama awalnya “Kinobori Wink (Si Kedip Pemanjat Pohon)” atau “Kuronbo Burachan (Si Hitam yang Menggantung)”. Gayanya memang seperti Koala yang sedang bergantung di pohon kan? Pada waktu itu dijual dengan harga 180 yen (Rp. 18000). Dan sejak dikeluarkan bulan Juli 1960, langsung menjadi populer dikalangan gadis-gadis, dan mendapat nama kesayangan menjadi “Dakko-chan”. Pada tahun itu saja terjual 5.500.000 buah dengan omzet 100 juta yen! Dan ternyata kepopuleran boneka dakkochan juga sampai ke telinga Pak Kasur sehingga beliau menciptakan lagu tersebut ya. Dan memang kalau lihat liriknya, waktu itu di Indonesia sedang marak boneka “Sarinah” (terus terang aku cari gambarnya tapi tidak ketemu… seperti apa ya boneka sarinah itu?), dan tidak bisa membeli boneka “dakkochan” a.k.a dakocan karena mahal harganya. Jelas saja 18.000 rupiah, jaman itu…. wong jaman sekarang saja 18 ribu itu MAHAL kok (menurutku loh). Bagaimana teman-teman, mau ngga keluarin duit 18.000 rupiah untuk boneka dakochan itu? hihihi
Nah, “dakko” itu dalam bahasa Jepang berasal dari kata “daku (peluk)”, “dakko shite…. (peluk dong)”! Aku tidak perlu membeli boneka dakkochan, karena setiap saat, 24 jam sehari selalu mendengar kata “DAKKO SHITE...” PELUK DONG” dari anakku, si Koala KAI-chan. Dia sepertinya sedang dalam masa GANKO (Keras Kepala) dan minta perhatian terus dari mamanya. Dia akan marah dan berteriak jika terbangun, dan mamanya tidak ada di sebelahnya. Juga berteriak dan menangis meraung-raung jika permintaannya tidak dikabulkan…. terus terang akhir-akhir ini aku mulai capek melayani dia. Tapi setiap kali aku ingatkan diri sendiri bahwa memang ada masanya, dan masa ini akan berlalu…dan tidak akan kembali. Itu juga yang dikatakan Gen waktu kemarin pagi Kai minta peluk, dan setelah aku peluk, dia mencium aku, “Belum tentu 5 tahun lagi, dia mau cium-cium kamu loh…”. Atau waktu pagi hari tadi, dia terbangun dengan senyum dan berkata, “Mama maaf ya…” (Karena sebelum tidur, dia sempat berteriak, nangis-nangis tidak mau tidur).
Karena si Kai-dakko-chan, juga karena Riku juga sudah masuk spring vacation, karena aku harus mengurus macam-macam sementara tenaga serasa semakin berkurang (akibat umur nih hihihi), jadi aku tidak bisa meluangkan waktu untuk menulis posting. Sepertinya performance TE untuk bulan Maret akan menjadi yang terendah dalam sejarah, kecuali jika tiba-tiba aku bisa posting 4-5 tulisan sehari dalam sisa-sisa hari di bulan Maret 2010 ini ….hahaha.
Well, have a nice MONDAY to all my friends. Salam dari kami di Nerima.
Sebetulnya Riku sudah sering ke Taman Safari, bahkan dia juga sudah ke sana tanggal 1 Agustus yal bersama sepupu-sepupunya. Tapi saat itu Kai tidak ikut. Karena itu, ketika Eka mengajak kami jalan-jalan, setelah dari Mie Janda, kami putuskan untuk pergi ke Taman Safari. Untuk Eka dan Kai, Taman Safari adalah yang pertama. Bagi Krismariana, sesudah bertahun-tahun lewat (katanya terakhir ke TS ini waktu masih SD…waduh). Saya sendiri sih sudah sering, karena sering mengantar tamu Jepang ke sini.
Yang lucu, Riku karena sudah pernah ke Taman Safari, dia berlagak menjadi penunjuk jalan. Begitu keluar tol, dia bilang “Sudah dekat loh…”. Kemudian selalu mengingatkan kami untuk membeli wortel dulu sebelum masuk ke TS. “Nanti mau kasih makan Llama loh!”. Jadi deh begitu kami belok kanan dan memasuki jalan kecil menuju TS ini, mampir dulu untuk membeli wortel di pinggir jalan.
Kami sampai di Taman Safari ini, kira-kira pukul 2 lewat dan langsung memasuki areal binatang. Sebetulnya Kai sedang tidur waktu itu, tapi aku pikir, sayang kalau dia tidak lihat binatang yang ada. Dan benarlah, begitu aku bangunkan dia, pas dia melihat Gajah… langsung, “ooowww … awwww…. … mama…”celoteh kekaguman bertubi-tubi.
Kami menghabiskan waktu cukup lama di sini, menikmati kehadiran binatang-binatang yang ada dari dekat. Binatang pertama yang menyambut kami adalah Zebra. Berturut-turut kami melihat Gajah, Llama, Kijang, Kuda Nil, Rusa, Bison, Anoa, Beruang, leopard dsb dsb… Memang puas rasanya melihat berbagai jenis binatang yang ada. Lain deh perasaannya dibandingkan waktu pergi ke Ragunan. (Yah harganya juga beda berpuluh lipat)
Setelah selesai dengan course yang naik mobil, kami berhenti di parkiran untuk melihat pertunjukan gajah. Yang pasti Riku mau naik gajah katanya. Kai yang agak malas berjalan (minta digendong terus) juga antusias melihat gajah, sehingga dia langsung berlari menghampiri. Kami sampai di arena tersebut kira-kira pukul 4, dan dikatakan bahwa setengah jam sesudahnya akan ada pertunjukan gajah yang terakhir. Jadi sambil menunggu waktu pertunjukan, kami berfoto dengan gajah dan naik gajah. Untuk Riku, sudah ke tiga kalinya dia naik gajah, tapi untukku dan si Koala Kai pertama kali. Sempat saya tanyakan pada petugasnya, apakah bisa ‘gajah’ naik Gajah? Jawabannya…. “Ngga apa bu, tiga ‘gajah’ juga masih bisa” hahahaha.
Jadilah kami bertiga naik Gajah yang terbesar di situ. Well, naik gajah ternyata amat sangat tidak nyaman. Mana aku musti menggendong Kai yang ketakutan, sambil berpegangan menahan goyangan setiap kali si gajah melangkah.
Selesai course naik Gajah ini, kami menonton show, dan di akhir show ada pertunjukan si Gajah menggambar dengan kuas pada sebuah T-shirt. Aku jadi ingat sebuah cerita dari seri Curious George tentang gajah dan monyet yang melukis. T shirt yang digambar gajah-gajah ini dijual tentu saja, untuk biaya apa tepatnya sih aku tidak tahu. Tapi akan menjadi cerita yang menarik bagi Riku sebagai pengalaman di liburannya kali ini, jadi aku mengacungkan jari mau membeli Tshirt itu. (Memang cukup mahal harganya, yaitu Rp. 100.000 untuk selembar kaos. Kalau saya bukan turis, pasti saya tidak akan beli hehehe) Rupanya ada upacara khusus untuk 4 pembeli pertama, yaitu upacara pengalungan bunga oleh sang gajah. Tapi rupanya si Gajah bingung untuk mengalungkan karangan bunganya pada Kai yang digendong, sehingga akhirnya aku yang dikalungkan bunga.
Setelah upacara pengalungan bunga, kami mengambil T Shirt lukisan si gajah di samping panggung. Melihat Riku dan Kai memakai T Shirt itu, aku teringat untuk membelikannya juga untuk Gen, sehingga “my Three Boys” bisa kembaran…. hehehe.
Karena di samping panggung juga ada toko cendera mata, kami masuk ke dalam untuk melihat-lihat apa ada yang bisa dijadikan oleh-oleh. Yang pasti Riku harus membeli oleh-oleh untuk 3 sahabatnya di Tokyo. Aku sempat pusing mau membelikan apa untuk anak laki-laki seusia Riku sebagai hadiah dari Jakarta. Tapi begitu melihat boneka harimau dan leopard yang Riku pilih, aku langsung setuju untuk membeli. CUTE! dan harga murah jika dibandingkan dengan barang yang sama di Tokyo. Yang terpenting juga, ada kalung/tag di leher mereka yang bertuliskan “Taman Safari Indonesia”. Well ini sangat mewakili oleh-oleh yang manapun.
Yang aku heran, Riku akhir-akhir ini suka pada boneka stuffed animal sebagai teman tidur. Perasaan dulu aku tidak pernah punya boneka (apalagi orang hahahah) sebagai teman tidur deh. Tidak juga bantal atau guling khusus yang konon dimiliki oleh anak-anak yang tidak bisa digantikan oleh apapun juga, meskipun sudah robek, usang dan tidak karuan bentuknya. Seakan setiap anak punya “boneka/benda kesayangan”. (Dan aku rasa pasti di antara pembaca TE juga ada yang begini, atau bahkan mungkin mempunyai boneka itu sampai sekarang… hiiii kebayang deh bentuknya) Well, aku tidak! Tapi Riku akhir-akhir ini membawa si beruang hadiah dari Opa dari Toronto sebagai teman tidur, dan dia bawa dari Tokyo dan menghuni tas ransel hijaunya, dan setia menemani dia tidur di Jakarta.
Sebetulnya ada cerita unik mengenai si beruang ini, yang aku ketahui dari Mbak Riana, asisten rumah tangga di Jakarta. Dia bercerita begini, “Bu, Riku lucu deh…tiba-tiba datang pada saya dan bilang gini….
“Mbak beha aku mana?”
“Emang Riku punya beha?”
“Iya … beha aku mana… (padahal yang dia maksud itu BONEKA beruangnya) hahahaha. Aku baru mengerti setelah lama, bahwa Riku memang tidak salah atau menghafal salah. Mungkin malah si Mbak mendengar salah. Karena Beruang dalam bahasa Jepang adalah KUMA, tapi jika memakai Japlish, akan menjadi BE-YA (bear) …dan memang Beha dan Beya itu dekat! hihihi.
Nah, kembali lagi ke toko souvenir Taman Safari. Aku heboh menyuruh Riku memilih kado untuk teman-temannya. Padahal dia sendiri sibuk memeluk dua buah boneka yang agak besar, boneka harimau dan macan putih.
“Mama, aku boleh beli ini? Ini kado untuk papa”
“Boleh … tapi satu aja ya…”
“Tapi ini untuk aku… aku mau dua ini. Yang ini papa, yang ini aku” (perlu diketahui bahwa semua percakapan Riku di Jakarta memakai bahasa Indonesia! Dia sudah mahir dan sering show off bahwa dia bisa bahasa Indonesia… terutama doang, dong, banget dan kereeeen)
Well, dengan alasan itu aku bisa merasakan dia sudah kangen papanya. Jadi aku setuju membeli dua boneka yang kemudian dia bawa terus ke mana-mana, mirip lagunya Mbah Surip alm…. digendong ke mana-mana.
Sementara itu toko mulai dipadati pengunjung. Duh mesti begini deh. Setiap aku masuk toko yang kosong, yang tadinya tidak ada siapa-siapa….tidak lama akan menjadi penuh dan…menyebalkan karena terpaksa aku yang harus antri menunggu pembeli lain memilih dan membayar. Hal ini pernah juga aku tulis dalam postingan berjudul JINX. Sifat “menarik pembeli” sepertinya juga terjadi waktu penawaran TShirt lukisan gajah tadi. Yang tadinya tidak ada yang mau membeli, setelah aku, Riku dan Kai maju ke depan menerima pengalungan bunga, bertubi-tubi orang yang juga mau membeli.Akhirnya abis deh stock T Shirt hari itu…. Syukurlah.
Sementara itu Kai si Koala ternyata juga berkeliling sendiri dan menemukan mainan yang dia mau…dan itu bukan boneka fluffy, tetapi bentuk dinosaurus. (Yang akhirnya begitu sampai rumah tidak ketahuan lagi ada di mana…..). Karena sudah lewat jam setengah 5, padahal kami harus sampai di jakarta jam 7 malam karena Adrian menunggu, jadi kami buru-buru keluar dari lokasi Taman Safari. Memang masih banyak yang belum kami lihat, termasuk berfoto di Baby Zoo dsb… well next time ya…
Yang mengejutkan kami adalah kenyataan bahwa jalan turun dari Taman Safari sampai ke depan tol itu ternyata MACET CET CET…. KOK bisa ya? padahal kan hari biasa tuh… Kalau begini, bisa-bisa jam 10 kami baru bisa sampai Jakarta. Biarpun kami bisa bercerita macam-macam, tetap saja khawatir dengan keadaan jalan yang macet begitu. And then…. terdengarlah bunyi SIRINE…..
Voorrijder!!!
kemudian supir cantik kami berkata,
“Mbak Em, aku ngga sabar nih… boleh ya..”
“Wah aku sih terserah..kamu yang nyetir kok!”
Dengan keahliannya menyetir, Eka langsung masuk ke belakang mobil yang berada di belakang “pembuka jalan” itu, menyalakan lampu hazard, dan sesekali membunyikan klakson pada mobil yang mau menyalip kami. Jadilah kami menjadi rombongan di belakang Voorrijder yang jelas-jelas mengambil setengah jalur naik, sehingga kami dengan leluasa bisa “ngebut” melampaui deretan mobil yang terjebak macet.
Well, aku pernah menulis bahwa aku tidak mau berada pada rombongan yang dikawal oleh Voorrijder pada tulisannya Daniel Mahendra, dengan alasan malu. Tapi jelas untuk kondisi semacam ini, memang ada bermacam perasaan…. malu, deg-degan, merasa kasian pada yang terjebak macet, tapi jika mengetahui waktu 2 jam bisa dipersingkat begitu cepat… maka uang Rp 1 juta (katanya) rasanya tidak mahal jika kita dalam keadaan darurat. Yang pasti, aku sendiri tidak bisa menyetir seperti Eka, dan tidak berani “ikut-ikutan” pada rombongan di belakang pembuka jalan. Nyaliku kecil, dan aku memang masih “de niue batakers” kalah bener dengan the real batak, Eka.
Kalau aku mungkin, setelah tahu bahwa memang bisa menyewa jasa voorrijder…. akan mengeluarkan uang segitu untuk mohon dikawal…jika terpaksa. Ahhh… memang aku tidak bisa melawan peraturan. Mungkin karena itulah aku berada di Jepang! Dimana peraturan memang ada untuk dipatuhi…..
Kalau aku yang menyetir, pasti patuh berada di antrian dan sampai di Jakarta pukul 10 malam. Dan tentu saja aku bersyukur sekali, mempunyai supir yang cantik, berani dan handal menyetir seperti si Eka. Sayang aku tidak bisa menggaji dia untuk menjadi supir pribadiku (ngga bakal dikasih lah sama Adrian hihihi). Cukuplah hari itu, aku menikmati THRILLING yang mungkin tidak ada ke dua kalinya dalam hidupku.
Eka…. you are GREAT!!!! (Riku juga enjoy loh, dia duduk di samping bu supir!”)
Sebetulnya masih banyak yang ingin kutulis, begitu banyak foto yang ingin kupasang…. tapi nanti pembicaraan jadi tidak terfokus, jadi kusudahi sampai di sini. Tapi yang pasti hari itu Kamis, 13 Agustus, merupakan hari yang benar-benar menyenangkan. Thanks to Eka and Krismariana.
So… next year….driving to…. Bandung or Jogja? yihaaaa.
Dulu waktu saya kecil, sama sekali tidak mempunyai mainan (dan memang tidak suka). Jika ditanya mau apa, saya pasti minta dibelikan buku. Atau setelah memulai koleksi perangko, saya selalu minta dibelikan perangko. Pernah juga hobi mengumpulkan gambar tempel (sticker) dan menulis pada list pesanan oleh-oleh waktu papa ke luar negeri dengan : “gambar temple“. Boneka Barbie-babie-an? no way … alat masak-masakan? ngga punya. Lalu apakah saya sebetulnya hobi yang mainan cowo seperti mobil-mobilan, tembak-tembakan dll? ya ngga juga. Benar-benar saya tidak ada kenangan punya mainan masa kecil.
Adik saya, Novi suka dengan boneka. Setelah besarpun kadang dia minta dibelikan boneka. (Dan dia memang telaten merawat bonekanya). Dan biasanya jika masa kecil memendam keinginan pada sesuatu, jika besar akan berusaha memenuhi keinginan itu (Masa kecil kurang bahagia gitchuuu). Setelah saya besar dan bisa membeli sendiri, mainan apa yang saya beli? Entah itu mainan atau bukan, jaman saya masih “kaya” (sekarang udah jatuh miskin gitu hihih) saya selalu membeli peralatan electronik. Mulai dari komputer, compo/stereo deck, (TV dan video deck ngga masuk itungan —abis ngga suka sih) , CD walkman, MD player, scanner, hand – copy machine, handheld PC, camera, digital recording, hand held TV(yang aku kasih ke papa) etc etc…. Pokoknya sudah bisa bikin kantor sendiri deh hehhehe. Tapi semua ada batasnya, karena produksi elektronik sekarang sudah tidak “invent” sesuatu yang baru lagi. Semua hanya perbaikan dari versi yang sudah ada.
Jadi semua barang elektroniks itu menurut saya adalah “mainan” saya. Sedangkan satu-satunya boneka yang saya beli dan saya anggap saya punya adalah “Ben”. Belinya sih untuk Riku, waktu itu Natal waktu dia berusia 2 tahun. Kami melewati Natal di jakarta, dan saya beli BEN ini untuk Riku. Yang ada, waktu dia terima boneka sebesar dia ini, dia menangis ketakutan hihihi. Ya sudah, untuk mamanya saja (Padahal emang pertamanya beli dengan tujuan mamanya bisa minjem hihihi). Sesudah BEN, tahun-tahun berikutnya saya pernah membeli TIGER nya Winnie the Pooh, juga sebesar Riku, dan karena tidak bisa masuk koper terpaksa saya tinggal di Jakarta. Waktu bulan Agustus kemarin, saya hampir membeli boneka Cheetah sebesar Riku juga yang dijual murah di PIM. Tapi karena waktu itu lagi ketemuan ENDAYORI, jadi malu juga kalau saya bawa-bawa boneka besar gitu. Dan kalah dengan Riku yang minta dibelikan mainan pokemon. So…. bagi saya sekarang, kalau ada uang dan keisengan, akan membeli dan mengumpulkan boneka fluffy binatang yang besar-besar, sambil bermimpi tidur dikelilingi those animals… bisa dijadiin guling deh hehehhe.
Lalu kenapa dulu waktu kecil tidak minta boneka fluffy begitu? Sejak kecil saya alergi debu/bulu… bersin-bersin terus. Dari SD saya harus disuntik alergi 3 hari sekali dan berlanjut terus sampai SMA. Jadi sedapat mungkin mainan yang menyerap debu tidak ada di rumah saya (selain alasan mahal tentunya hehehe). Sejak kekebalan hasil suntikan itu sedikit bermanfaat, masih ada hari-hari tanpa bersin. Tapi sejak saya datang ke Jepang, saya semakin jarang bersin-bersin. Mungkin udara juga mempengaruhi ya.
:::::::::::::::::
Sayang sekali Riku tidak suka boneka fluffy seperti itu. Dia memang lebih suka boneka plastik hero-heroan seperti Ultraman, atau pokemon, dan tidak memilih mobil-mobilan (udah puas kali yah hihihi). Sekarang dia suka mengumpulkan kartu Pokemon yang bisa dipakai untuk battle. Saya sebetulnya heran sekali dnegan sistem kartu-kartuan ini dan tidak melihat kesenangan apa yang didapat. Sama seperti kalau menonton film-film Amerika yang menunjukkan mereka mengumpulkan kartu-kartu pahlawan baseballnya. Dan Melati san selalu memanjakan Riku dengan membelikan kartu-kartu Pokemon, dan dengan sabar menemani dia bermain (terima kasih banyak loh Melati).
Setiap dia pergi ke toko konbini, selalu minta dibelikan mainan. Dan saya selalu bilang, boleh tapi yang harganya depannya angka satu (seratus gitu maksudnya) …. dan dia selalu merengek minta yang lebih besar dengan angka 3. Jadi saya bilang, boleh tapi untuk 3 hari tidak boleh beli mainan lagi. OK…. Dan yang dia beli selalu tentu saja perlengkapan Hero-hero dia, entah itu katana, atau mobilnya atau bentuk robotnya atau apa saja. Dan sebetulnya dalam satu kotak itu hanya ada lembar plastik yang masih harus di rakit dengan satu buah permen. Di Jepang disebut Pramodel yaitu singkatan dari Plastic Model Kit ( Plastic Model). Karena Riku belum bisa merakit sendiri, dia selalu menyuruh saya merakitkannya. Dan …. ternyata saya itu enjoy sekali hihihi.
:::::::::::::::::
Ternyata juga saya memang “boy” at heart. Merakit parts mainan itu satu demi satu sehingga terbentuk sebuah robot atau mobil atau apa saja. Kalau Tamiya (yang tentu lebih mahal) memang bagus tapi terlalu banyak parts sehingga perlu waktu yang lama, sedangkan mainan dalam box seharga 315 yen ini cukup beberapa menit saja. Dan hasilnya tidak mengecewakan. Saya selalu takjub dengan ketelitian produsen Jepang, karena sampai sticker yang harus ditempelkan di bagian-bagian bodynya begitu pas dan warna-warni.
:::::::::::::::::
Namun namanya anak-anak, dia tidak menghargai 315 yen + usaha ibunya merakit karena sebentar saja mainan itu sudah menjadi parts lagi yang akan masuk tempat sampah. (Saya jarang sekali membuang mainan Riku,lain dengan papanya… karena saya tidak suka jika mainan/milik saya dibuang, maka saya juga tidak akan membuang mainan Riku tanpa ijinnya. Jadilah rumah saya gudang mainan hehhehe)
Rakit merakit ini sudah saya tekuni sejak Riku berusia 2-3 tahun… dan saya tahu ada saatnya dimana Riku akan bisa merakit sendiri, dan saat itu mamanya hanya bisa gigit jari sambil lihat riku merakit hihihi. Ok deh, mamanya merakit rumah dari tahu saja ahhhh….. (secara saya suka rumah putih bergaya neo-classic)