Air Jahe

22 Nov

Senin yang sibuk! Ternyata hari ini banyak beterbangan serbuk rumput butakusa ブタクサ (hogweed) sehingga aku bersin-bersin terus (susah deh kalau alergi-an). Dan ternyata juga maksimum temperatur hanya 15 derajat. Jadi sudah bisa dipastikan aku menderita bersin + pilek. Dan puncaknya waktu aku menyetir pulang malam hari. Baru kali ini aku bersin-bersin begitu hebat dalam mobil. Untung aku sendirian di mobil, kalau ada anak-anak pasti mereka bilang, “Mama…kaget…” hihihi.

Karena aku perlu membeli suplemen untuk suamiku, aku mampir di drugstore langganan dekat rumah pukul 21:30. Sekalian membeli roti, deterjen, dan snack untuk anak-anak. Hampir semua keperluan rumah tangga dijual di drugstore ini, karena itu dinamakan Super Drug Store (SDS). Dan harganya jauuuh lebih murah dari supermarket biasa. Jadi bisa dipastikan aku belanja bulanan selalu di sini.

Waktu mau membayar, aku melihat bungkusan putih ini. Shogayu, diterjemahkan Air Jahe! Hmmm, aku memang masih punya serbat jahe dan sekoteng. Tapi ingin coba seperti apa sih Air Jahenya Jepang. Karena kebetulan kemarin aku menonton acara televisi yang berisi eksperimen, cara untuk menghangatkan badan. Eksperimen antara minum air panas (teh dsb) dengan minum Air Jahe panas. Ternyata jika kita minum air panas biasa, memang badan langsung menjadi hangat tapi tidak tahan lama. Sedangkan jika kita minum air jahe badan berangsur-angsur menghangat tapi tahan lama. So…. coba deh.

Satu bungkus berisi 6 kemasan sachet yang berisi bubuk air jahe. Katanya ditambahkan 90 ml air panas. Mungkin karena aku tambahkan air panas  terlalu banyak, sama sekali tidak manis, dan…hmmm kok sama sekali tidak menjadi hangat ya badanku? Lalu kupikir, mungkin Indonesia bisa mengekspor wedang jahe, serbat wangi atau sekoteng ke Jepang nih. Karena orang Jepang terbiasa minum air jahe, pasti bisa juga diterima oleh konsumen Jepang. Tapi syaratnya : tidak boleh manis. Orang Jepang tidak suka manis, sedangkan orang Indonesia suka manis. Memang sih orang Indonesia itu manis-manis seperti akyu…**loh** 😀

Apa minuman/makananmu waktu batuk/pilek? Share dong….

Ditulis pukul 5:20 pagi, sambil masak burjo (bubur kacang ijo) + jahe (aku suka yang clear begini daripada pakai santan), jadi kepingin makan burjo setelah melihat fotonya Titik di sini. Tadi bangun jam 3 karena tiba-tiba ada terjemahan yang harus diselesaikan dalam…3 jam! (Dan aku sudah menghabiskan 1,5 jam doing nothing, eh masak burjo, beresin rumah dan posting kok hihihi)

Have a nice Tuesday!

Bahasa Anjing

20 Nov

Memang aku sudah menulis tentang BowLingual di posting sebelum ini, yaitu sebuah alat untuk menerjemahkan apa yang “dikatakan” oleh seekor anjing menjadi bahasa manusia biasa. Tapi tentu saja tidak bisa semua yang disalakkan oleh anjing itu bisa diterjemahkan oleh BowLingual. Bahkan di ulasan di majalah TIME dikatakan, coba saja, kalau pun terjemahan itu tidak benar, disarankan untuk membawa anjing itu jalan-jalan saja. Andai saja ada orang yang bisa mengerti bahasa Anjing, mungkin ada banyak pesan yang bisa diketahui.

Hampir setiap hari Sabtu, aku menonton acara televisi Chanel TV Nihon (chanel 4) acara “Tensai! Shimura dobutsuen” (Jenius! Kebun Binatang Shimura). Shimura Ken, terkenal sebagai seorang pelawak, tapi terus terang aku tidak suka melihat lawakan dia, sejak dulu, sejak aku datang ke Jepang. Berlainan dengan temanku Setyawan yang nge-fans berat padanya. Yang aku paling tidak suka dia sering memukul kepala orang. Lawakannya kasar menurutku. Tapi di program TV ini, dia yang penyayang binatang mengumpulkan cerita-cerita mengenai binatang. Sekaligus dengan bintang-bintang tamu yang lain menceritakan bagaimana mereka bergaul dengan binatang. Salah satu yang aku suka, Shimura mempunyai “teman” dekat seekor simpanse yang pintar. Belum lagi ada corner acara mengenai bayi-bayi binatang…. duhhhh cute sekali! Karena papa Gen hari Sabtu juga sering bekerja dan pulang malam, aku dan anak-anak sering menonton acara ini bersama.

Kemarin ada acara yang menampilkan seorang Amerika bernama Heidi. Konon wanita yang mantan polisi ini bisa mengerti bahasa binatang terutama anjing. Dia sadar mempunyai “bakat” ini sebelum bekerja sebagai polisi, tapi dia tidak gubris dan bekerja sebagai polisi. Dalam melaksanakan tugasnya sering dia “dibantu” oleh anjing-anjing yang ada di sekitar penjahat yang harus dia tangkap. Lalu setelah dia keluar dari kepolisian, dia mengasah bakatnya dengan bergaul dengan berbagai macam binatang. Nah, dalam program TV itu, dia mengunjungi akuarium dan bisa “bercakap-cakap” dengan berbagai binatang.

Yang akhirnya aku rasa terharu sekali, dia bisa menjadi “perantara” dengan menanyakan apa yang diinginkan anjing itu kepada pemiliknya. Terutama ada keluarga yang kematian putri pertamanya. Putri pertama ini yang memelihara si anjing. Putri ini meninggal karena tertabrak, dan anjing itu tiba-tiba tidak bertemu dengan tuannya, kecuali waktu sebelum pemakaman. Enam bulan setelah upacara pemakaman itu si anjing tiba-tiba menjadi kurus sekali. Stress. Nah ini yang ingin ditanyakan oleh si Bapak, apakah anjing itu stress karena tidak tahu bahwa si Putri meninggal? Ternyata dari “pembicaraan” Heidi dan anjing ini, diketahui bahwa si anjing sudah mengerti bahwa si Putri meninggal. Tapi dia stress justru karena khawatir terhadap putri kedua yang waktu itu berusia 3 tahun, yang mungkin tidak bisa menerima kematian kakaknyLalu si Bapak juga bilang bahwa si anjing sering tiba-tiba melihat ke arah mereka seperti mau mengatakan sesuatu. Sebenarnya apa sih yang mau disampaikan. Lalu hasil “pembicaraan” Heidi dan anjing diketahui bahwa, pada saat-saat itu si anjing mau memberitahukan bahwa dia merasakan kehadiran si Putri almarhum. Lalu Heidi berkata,” Anjing ini paling suka boneka beruang”, dan ternyata boneka beruang itu adalah boneka dari Putri almarhum. Mungkin “bau” dari si Putri masih tercium kuat dari boneka itu.

So pasti dong, aku menangis mengikuti acara ini. Payah deh…hehehe. Cuma memang kalau dipikir-pikir apa benar si Heidi ini bisa bicara dengan binatang. Jangan-jangan itu cuma akal-akalan pembuat program TV itu. Atau dia sudah tahu lebih dahulu ceritanya sehingga bisa dibuat sedih-sedih. Mana ada sih orang yang bisa berkomunikasi sedetil begitu dengan binatang, sampai bentuk boneka, atau kondisi rumah/kamar disampaikan dengan detil. Tapi terlepas dari benar tidaknya kemampuan Heidi, penyayang binatang terutama anjing, pasti berlomba-lomba ingin “bercakap-cakap” dengan binatang peliharaannya. Loh, kok seperti dukun ya? hehehe.

Bisa melihat foto-foto Heidi dan binatang di website Nihon Terebi

BowLingual

20 Nov

Tidak bisa dipungkiri dimungkiri (ternyata kata dasarnya “mungkir” jadi yang benar dimungkiri …baru tahu setelah cek di KBBI daring)  bahwa anjing adalah sahabat manusia. Dia bisa menjadi tempat curhat bagi pemiliknya. Tapi apakah pemiliknya tahu isi hati anjing peliharaannya?

Di Jepang tahun 2002 ada sebuah pabrik mainan Takara yang mengeluarkan alat penerjemah bahasa anjing menjadi bahasa manusia. Jadi kalau anjing menyalak “guk”terjemahannya “minta makan” atau “guk guk” terjemahannya “awas yah” (ini hanya contoh dari aku saja hehehe). Kalau mau lihat alatnya ya seperti foto yang terdapat di homepage perusahaan itu. Alat yang dinamakan “BowLingual” ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Korea dan Inggris dan dijual mulai tahun 2003. Alat ini terpilih oleh majalah TIME sebagai penemuan terbaik tahun 2002 “The Best Invention of 2002”.

Selain itu alat ini juga menerima penghargaan Ig Nobel Prize, yaitu Penghargaan Nobel parodi yang katanya “bertujuan membuat kita tertawa dan berpikir”. Ig adalah singkatan dari ignoble yang berarti “tercela, terhina, bermutu rendah”. Jadi kalau penelitian yang menerima Nobel itu yang serius-serius, maka penelitian yang menerima Ig Nobel ini serius dilakukan oleh si peneliti, tapi mungkin menurut masyarakat awam itu sebagai “mengada-ngada”. Dan kata suamiku, Gen, orang Jepang banyak menerima Ig Nobel Prize ini. Mungkin maksudnya bukan berlomba, tapi memang orang Jepang suka “menemukan” atau “membuat” sesuatu yang baru. Teman-teman pernah dengar tentang Ig Nobel Prize ini?, aku kok jadi tertarik untuk melihat apa saja yang pernah mendapat penghargaan ini hehehe.

Seandainya ada BowLingual dalam bahasa Indonesia, mau beli ngga? Kalau bahasa Jepang sih katanya 100 dollar harganya, jadi ya kira-kira segitu deh 😀

BowLingual, alat penerjemah bahasa anjing dari perusahaan Takara. Gambar diambil dari website resmi http://www.takaratomy.co.jp/products/bowlingualvoice/ Terdiri dari dua alat, yang dipasang di leher anjing dan remote penerima sinyal yang dipegang pemilik.

 

Mengenai BowLingual bisa dibaca juga artikel yang terdapat di TIME, dan wikipedia.

Imbauan atau Peringatan

18 Nov

Sebetulnya aku sudah pernah menulis tentang “peringatan-peringatan” yang tertulis untuk lomba ASKAT nya Pakdhe Cholik berjudul  Peringatan itu perlu tidak?  Jepang memang terkenal dengan banyaknya peringatan, imbauan (bukan himbauan loh, yg benar imbauan), pengumuman, yang tujuannya mencegah terjadinya sesuatu atau untuk keseimbangan bermasyarakat.

Nah, weekend kemarin kami pergi ke Aizu Wakamatsu dengan mobil melewati jalan tol Tohoku Jidoushadou. Karena perjalanan dari rumah sampai Tsurugajo Castle  sepanjang 293 km, kami beristirahat beberapa kali di Parking Area (PA) atau Service Area (SA). Bedanya Parking Area itu biasanya menyediakan WC dan toko/tempat makanan, sedangkan Service Area lebih besar dan lebih lengkap dengan pompa bensin segala. Nah, di WC wanita aku menemukan imbauan/peringatan ini yang ditempelkan di balik pintu WC:

Peringatan jangan menyetir waktu ngantuk

“Jika Anda mulai menguap, berarti Anda ngantuk. STOP menyetir dalam kantuk. Segarkan badan dan hati. Silakan berangkat menyetir dengan aman. Caranya (gambar dari kiri ke kanan):
1. Mengunyah permen karet peppermint yang kuat (di sini memang banyak sekali jenis-jenis permen karet yang pedaaaas sekali).
2. Minum Kopi hitam (Bisa pilih mau yang gelas kertas, plastik, kaleng dan mau dingin atau panas, banyak jenisnya)
3. Menyegarkan perasaan dengan  makan es krim.
4. Menyegarkan muka dengan minuman dingin
5. Menempelkan sheet dingin untuk menyegarkan mata (Di sini untuk menurunkan panas ada semacam salonpas yang mengandung jell dingin untuk ditempelkan. Sering dipakai juga untuk anak-anak yang perlu belajar sampai malam menghadapi ujian. Konon bisa membuat mata melek …karena dingin 😀 )
Barang-barang ini bisa dibeli di toko pada PA dan SA (ini mah sekalian iklan hehehe)

Jadi diharapkan setelah selesai urusan WC bisa membeli dan menyegarkan badan dengan usaha-usaha yang tercantum di atas.

Selain peringatan jangan menyetir waktu mengantuk, ada pula peringatan seperti ini:

Peringatan di atas itu aku lihat di samping wastafel tempat cuci tangan di WC. Artinya begini:
“Tidakkah Anda lupa sesuatu?
Barang-barang yang paling sering ketinggalan:
1. Dompet (16 kasus)
2. SIM (10 kasus)
3. Telepon Genggam (8 kasus)
4. Tas (7 kasus)
5. Barang milik anak-anak ( 6 kasus)
6. Kunci (6 kasus) (Data yang dikumpulkan dalam satu tahun oleh SA/PA tersebut)

Yang aku rasa hebat, mereka sempat-sempatnya mendata barang-barang yang hilang, dan kemudian menghubungi yang punya kalau ada informasinya, dan menyimpan jika ada yang mencarinya, sampai bisa membuat statistik barang apa saja yang paling banyak tertinggal. Sejauh mata memandang (ya pandanganku memang terbatas sih heheh) banyak statistik yang dibuat oleh orang Jepang, mulai dari yang cemen-cemen (yang tidak penting) sampai yang memang penting. Aku pernah menemukan statistik sebuah stasiun mengenai barang apa yang paling banyak tertinggal dan nomor satunya adalah payung. Menarik kan? (Eh cuma aku yang merasa menarik kaliiii hihihi).

Oh ya cerita perjalananku masih ketinggalan satu tempat. Semoga besok aku sempat menuliskannya ya.
Happy weekend!

 

 

Permen 800 tahun

17 Nov

Pasti tidak percaya ya? Mana ada permen sampai 800 tahun? Apa tidak busuk ya? Eh tapi gula itu bisa busuk ngga? Nah loh, itu bukan wewenangku untuk menjelaskan. Tapi aku mau mengatakan bahwa memang benar ada permen berusia 800 tahun lebih. PABRIKnya!

Gorobee Ame (Ame= permen) ini terbuat dari 95% beras ketan hasil produksi Aizu dan 5% malt. Ya, Aizu yang dimaksud itu memang Aizu yang kami kunjungi akhir pekan lalu. Kebetulan sekali, kemarin Gen pulang membawa permen yang terbungkus kertas merah  itu. Lalu dia bilang, “Lihat mel, ini permen sejarahnya sudah 800 tahun. Tulis aja di TE”. Jadi deh bahan posting hari ini.

Konon pada tanggal 2 April 1181, seorang samurai terkenal Minamoto no Yoshitsune, mampir ke toko permen itu dan menikmatinya. Bahkan pada abad 16, daimyo (pemimpin) Aizu yang bernama Ujisato Gamo mengangkat dirinya sebagai pedagang permen itu, untuk mempromosikan permen tersebut. (Aku jadi ingat barang-barang yang ditunjuk sebagai merek official Ratu Inggris) Dan tentu saja Byakkotai, Pasukan Macan Putih pernah menikmati permen ini. Bagaimana rupa permen itu?

Permen Gorobee

Rasanya seperti ting-ting jahe tapi tidak pedas dan tidak begitu manis. Kenyal-kenyal di mulut. Katanya sih harganya 6 buah 300 yen (30.000 rupiah). Tokonya juga terletak persis di depan stasiun Aizu Wakamatsushi sehingga mudah di capai. Sayang waktu kami ke sana, belum kenal dengan permen ini. Waktunya memang pendek sih, untuk perjalanan Tokyo-Aizu Wakamatsu pp saja 9 jam, dan pulang hari.

Sebagai tambahan, aku cari keterangan apakah benar permen itu tidak bisa busuk? Hasil pencarian di google Jepang menghasilkan: Permen paling lama setengah tahun dari batas waktu kedaluwarsanya. Lebih dari itu, permen bereaksi dan menjadi masam, dengan kemungkinan mencair. Naruhodo (Gitu yah hihihi).

Label

16 Nov

Menurut KBBI, label (ternyata sudah menjadi kata bahasa Indonesia)  adalah 1 sepotong kertas (kain, logam, kayu, dsb) yg ditempelkan pd barang dan menjelaskan tt nama barang, nama pemilik, tujuan, alamat, dsb; 2 etiket; merek dagang; 3 petunjuk singkat tt zat yg terkandung dl obat dsb; 4 petunjuk kelas kata, sumber kata, dsb dl kamus; 5 catatan analisis pengujian mutu fisik, fisiologis, dan genetik dr benih dsb. Tentu saja dalam kehidupan kita sehari-hari banyak berjumpa dengan apa yang dinamakan label. Aku ingat dulu jaman SD-SMP ada trend untuk membuat label nama dan alamat di atas kertas stiker lalu bertukaran dengan teman-teman. Labelku jaman itu sederhana berwarna perak dengan tulisan hitam, karena paling murah. Bisa pakai gambar macam-macam kalau mau tapi ya harus tambah biaya tentunya.

Hari ini aku masih ingin melanjutkan tulisan kemarin soal kunjunganku ke SD Riku. Jam pelajaran ke 5 aku mengikuti pelajaran “Mengenalkan Buku” (Bahasa), dan yang menarik kelas 3 yang terdiri dari 3 kelas, dicampur muridnya, sehingga satu kelas berisi sepertiga dari murid kelas 3-1, 3-2 dan 3-3. Riku di kelas 3-2. Menurutku ini juga usaha yang bagus untuk mengendalikan anak-anak yang ramai di kelas biasanya. Maklumlah kalau teman sekelas kan sudah biasa bercanda. Dan kali ini setiap murid-murid dibagi menjadi grup beranggotakan 3 anak. Setiap anak harus memperkenalkan buku yang menurutnya bagus. Jalan cerita dan menerima pertanyaan dari 2 temannya mengenai buku itu. Jadi seperti latihan review buku deh. Sebetulnya aku agak sebal dengan Riku, karena dia memilih buku bukan berupa cerita, tapi kamus bergambar mengenai Kupu-kupu dan Ngengat! Bagaimana coba buat review kamus? Tapi Riku bilang gurunya tidak melarang dan tidak menegur apa-apa, jadi ya sudah biarlah Riku memperkenalkan kamus bergambar itu. Tapi sepanjang yang aku lihat, salah satu temannya amat tertarik dengan buku yang diperkenalkan Riku dan banyak bertanya. Syukurlah. Sebagai penutup pelajaran ke 5 itu, mereka harus menulis kesan tentang pelajaran itu. Jadi pelajaran ini mengajarkan : cara berpidato, cara mendengar dan bertanya, serta cara menulis kesan-kesan. Hmmm makanya orang Jepang suka baca, karena diwajibkan banyak membaca di sekolah. Oh ya, ada satu buku yang dijadikan “Buku Pilihan kelas 3-2” yaitu Petualangan Tom Sawyer. Well, aku akan belikan untuk Riku, karena aku ingat waktu kecil aku juga baca buku ini.

Pelajaran ke 6 tentang mata pencaharian masyarakat sekitar(IPS), dan ini yang berhubungan dengan label. Jadi masing-masing murid diharapkan membawa label bahan makanan dari rumah. Semua bahan makanan di Jepang PASTI ada label keterangan berupa:
1. Nama bahan
2. Daerah asal
3. Cara penyimpanan (kulkas-suhu kamar)
4. Tanggal pembuatan
5. Kedaluwarsa
6. Harga per gram
7. Berat bersih
8. Harga jual
9. Perusahaan pengemas

Tertulis asalnya Kokusan, berarti dari Jepang (bukan luar negeri) tapi tidak jelas daerah tepatnya.

Oleh gurunya masing-masing murid menerima peta buta peta Jepang tanpa tulisan apa-apa, serta selembar kecil peta lengkap. Di lembar peta buta itu mereka harus menuliskan daerah itu menghasilkan bahan makanan apa. Misalnya Hokkaido menghasilkan kentang, di daerah Hokkaido mereka menuliskan kentang. Untuk yang berasal dari luar negeri, ditulis di tempat terpisah.

Masalahnya mereka belum banyak bisa membaca kanji. Kebetulan aku  berdiri dekat meja Riku dan 3 teman (mereka duduk berkelompok ber-4) Jadilah aku ditanya-tanyain oleh mereka. “Riku no mama, Nagano itu nishi Nihon? (Jepang Barat)?” Lalu aku tunjukkan tempatnya. Yang aku rasa sulit juga buat anak-anak adalah 愛知 (Aichi) dan 愛媛 (Ehime), sama-sama memakai kanji 愛 ai, tapi bacanya berbeda. Memang kanji nama tempat itu sulit dibaca.

Melihat pelajaran seperti itu, aku merasa bagus karena mereka memakai bahan yang ada di sekitar mereka (label makanan) untuk mempelajari peta dan nama daerah Jepang, sekaligus belajar membaca huruf Kanji. Selain itu mereka bisa mengetahui daerah itu paling banyak menghasilkan apa. Misalnya Hokkaido biasanya hasil laut dan Nagano banyak menghasilkan bermacam-macam jamur. Pelajaran seperti ini sudah pasti TIDAK NGANTUK! Karena tidak melulu harus menghafal nama dan tempat. Ah seandainya saja pelajaran Ilmu Bumi di Indonesia bisa seperti ini ya? hehehehe. Masalahnya di Indonesia pelabelan juga tidak sedetil seperti Jepang kan? (Well sebetulnya aku juga sering membeli sayuran di ladang sekitar rumah sehingga sudah pasti tidak ada labelnya).

Bagaimana? Menarik kan pelajarannya. Mau jadi murid SD di Jepang ngga? 😀 (Pasti ngga mau ya, karena tulisannya kruwel-kruwel :D)

Bermacam-macam label yang sempat dikumpulkan Riku dalam satu hari 😀

Guru SD

15 Nov

Tadi pagi aku membaca status di beberapa teman waktu SD dulu. Mereka menuliskan tentang meninggalnya seorang ibu guru yang memang khas sekali, bernama ibu Dien. Meskipun aku tidak pernah diajar langsung olehnya, aku masih ingat sosok seorang ibu kurus, tinggi dengan rambut digelung seperti konde. Aku tidak tahu usianya sudah berapa tahun, tapi jika aku SD 30 tahun yang lalu mestinya memang sudah sepuh. Hmmm hukum alam memang tidak bisa dipungkiri, manusia memang setiap saat bertambah tua. Rest in Peace Ibu Dien.

Bicara mengenai guru SD, hari ini aku pergi ke SD Riku karena ada acara open school. Setahun 2-3 kali ada kesempatan untuk melihat langsung proses pembelajaran murid-murid di sekolah, dan harinya acak. Pernah juga diadakan pada hari Sabtu/Minggu supaya bapak/ibu orang tua murid yang tidak bisa datang di hari kerja, bisa juga datang dan melihat perkembangan serta proses belajar anaknya di kelas. Dan menurutku itu WAJIB.

Tadi pagi dimulai dengan rusuh. Karena Riku mencari-cari jangka dan penggaris segitiganya yang akan dipakai pada jam pelajaran ke 3. Memang dia sudah tanya aku sejak hari Jumat, tapi karena aku juga sibuk sambil cari juga, dan kemarin aku lupa cari. Jadilah pagi-pagi bongkar sana-sini… tentu sambil ngomel, “Makanya alat-alat tulis wajib untuk sekolah itu harus diumpetin jangan sampai Kai ambil dan main-main. Apalagi jangka kan tajam, bahaya….. bla bla bla”….. Tetap tidak ketemu, dan Riku bilang, “Kalau tidak ada ya sudah ma, ngga papa. Tapi mama datang ya….” Dan meskipun aku sedang sakit kepala, aku memang berniat datang, sebelum jam ke 3 supaya bisa membelikan jangka dan penggaris segitiga. Jam ke 3 mulai jam 10:25, dan toko-toko buka jam 10. Jadi cukuplah waktu untuk mencari jangka itu.

Setelah mengantar Kai ke TK, aku mencari toko-toko yang buka, sekitar 3 toko tapi tidak ada dan akhirnya aku pergi ke supermarket yang agak jauh dari rumah. Di situ pasti ada, jadi aku bersepeda ke sana. Syukurlah ketemu dan aku cepat-cepat beli kemudian ke sekolahnya Riku. Pas jam istirahat antara jam ke 2 dan 3. Aku serahkan jangka dan penggaris pada Riku dan Riku amat berterima kasih. Dia memang mirip aku yang selalu merasa bersalah jika ada sesuatu yang tidak beres, semisal lupa membawa sesuatu atau lupa mengerjakan sesuatu.

Nah, pelajaran ke 3, Berhitung dimulai. Orang tua yang datang masih sedikit 3-4 orang saja. Kami berdiri di belakang kelas dan mengamati. Dan saat itulah aku memperhatikan satu anak laki-laki yang……. begitu nakal. Tempat duduk di jungkirbalikkan, dan dia duduki, atau sesekali dia berdiri, berjalan-jalan dan mengganggu teman laki-laki di belakangnya. Dia memasukkan tempat pensil dsb nya ke dalam baju temannya itu. Sementara guru menerangkan di depan. Memang ada beberapa anak lain yang tidak memperhatikan guru, tapi mereka masih duduk. Si anak X ini saja yang sama sekali tidak memperhatikan. Disuruh menyiapkan buku catatan, dia tidak bawa. Jadi dia mengambil kertas di depan kelas, yang memang disediakan untuk anak-anak yang tidak bawa. Di depan kelas ada tumpukan kertas dalam laci, spidol, pensil, rautan, pokoknya semua perlengkapan yang bisa dipinjam oleh anak-anak yang tidak membawa.

Tapi, si X ini tidak mencatat apa-apa di kertas itu. Pelajaran hari ini tentang menemukan segitiga dalam lingkaran. Dan dia malah melubangi  kertasnya, fotocopi tugas dia remas-remas dulu sebelum dikumpulkan. Duuuuuh benar-benar minta dihajar ini anak. Gurunya memang menegur, tapi di Jepang memang tidak bisa sembarangan menegur, apalagi memukul, mencambak, atau perlakuan apa saja yang mengenai badan. Kelihatan sekali si guru juga sudah kesal sekali, sehingga setengah menganggap anak ini tidak ada. Sampai ada ibu Filipin yang bertanya, “Anak itu siapa sih? Kok nakal sekali? Ibunya datang?” Lalu dijawab oleh murid lain, “Dia gakudo!”

Gakudo, adalah semacam tempat penitipan bagi murid-murid SD sesudah pulang sekolah sampai pukul 5 sore. Untuk memasukkan anak ke Gakudo, ibu/orang tuanya harus bekerja minimal 16 jam seminggu, dan mendaftar ke kelurahan. Aku sendiri bekerja tidak sampai 16 jam seminggu, sehingga aku merasa tidak bisa memasukkan Riku ke Gakudo. Jadi begitu dikatakan bahwa si X adalah anak gakudo, aku bisa mengerti bahwa ibunya bekerja. Tiap hari hanya bertemu waktu malam hari, kurang waktunya untuk bisa berinteraksi dengan anaknya. Dan memang di kelas Riku ada beberapa anak yang Gakudo, dan semuanya memang “hiper” jika tidak bisa dikatakan nakal. Tidak mau memperhatikan guru, bicara sendiri, jalan-jalan waktu pelajaran dan lain-lain. Tadi aku melihat si X ini, aku bersyukur, meskipun aku bekerja juga 3 kali seminggu, aku masih ada waktu dan sedapat mungkin hadir di acara-acara sekolah. Masih ada waktu untuk bermain dengan anak-anak sepulang sekolah, dan makan malam bersama. Seandainya aku bekerja ten-go, belum tentu aku bisa menghadapi anak-anak di rumah dengan santai.

Tadi aku mengikuti jam ke 3 Berhitung dan jam ke 4nya Musik. Ampun deh, itu anak-anak yang sama, biang kerok kelas juga yang selalu buat ulah. Untuk mulai menyanyi saja tidak bisa dalam keadaan diam dan hening. Saat ini aku ingat pada Pak Cheppy, guru angklungku dulu. Berapa tongkat dirigen yang patah karena beliau pukulkan ke papan tulis. Aku yang memang anak alim dan patuh yang selalu diam jika disuruh diam, sering heran pada teman-teman yang tidak mau mendengar guru. Kadang pak Cheppy marah kepada anak lain, tapi aku yang deg-degan dan ikut mau nangis. Karena itu waktu aku melihat si X dan teman-teman Riku yang seperti itu, aku juga jadi kesal sendiri. Riku? Dia tidak ramai tapi kurang perhatian. Karenanya setiap dia melihat ke arahku, aku tegur dia supaya memperhatikan guru. Nanti kalau dia pulang, aku akan minta dia lebih perhatikan jalannya pelajaran!

Dan dengan melihat proses pembelajaran di kelas itu tadi, aku benar-benar menghargai para guru SD. Duh, jika aku yang jadi guru, mungkin setiap hari satu kotak kapur terbang ke jidat anak-anak itu, atau aku hukum berdiri satu kaki di sudut kelas! Aku tidak bisa jadi guru SD deh. Salut dan hormatku untuk semua guru SD….

Selesai ditulis 12:50 dan pukul 13:05 pelajaran ke 5 Murid-murid memperkenalkan buku yang dibacanya (Bahasa), serta pelajaran ke 6 tentang mata pencaharian masyarakat sekitar(IPS). Pergi dulu yaaaaa…..

Kesatuan Macan Putih

14 Nov

Jika kemarin aku sudah menulis tentang Tsurugajo Castle (istana dari han Aizu), maka untuk menulis tempat yang aku kunjungi setelah itu, aku harus menuliskan sedikit sejarah Jepang jaman Meiji awal, 1868-an.

Pada jaman sebelum Meiji, atau yang dikenal dengan jaman Tokugawa atau Edo (nama Tokyo waktu itu), Jepang dikuasai oleh Shogun dari keluarga Tokugawa dan menjadi pucuk pimpinan dari wilayah-wilayah yang disebut han, yang diketuai oleh seorang daimyo. Pada akhir kekuasaan Tokugawa, ada dua han yang melawan Tokugawa dan mendukung pemerintahan baru, yaitu Satsuma dan Chosu. Sedangkan han Aizu yang diketuai Matsudaira Katamori sebagai daimyo terakhir mendukung pemerintahan lama.

Pada perang antara pendukung Tokugawa dan pendukung pemerintahan baru yang disebut perang Boshin tahun 1868-1869 (yang berakhir dengan kekalahan Tokugawa), Aizu ikut bertempur dan sebagai pasukan cadangan dibuatlah pasukan yang diberi nama Byakkotai atau bisa diterjemahkan menjadi Kesatuan Macan Putih. Kesatuan ini terdiri dari 305 pemuda berusia 16-17 tahun yang terdiri dari anak-anak samurai dari han Aizu. Pada waktu terjadi pertarungan di Tonogahara, ada 20 anggota Byakkotai terpisah dan mundur ke bukit Iimori. Dari bukit Iimori ini, mereka bisa  melihat ke arah kastil Tsurugajo dan terlihat kastil itu terbakar. Merasa kalah dan tidak bisa mempertahankan tuan mereka, prajurit muda ini kemudian melakukan bunuh diri di bukit tersebut. Tapi ada satu prajurit yang selamat (diselamatkan penduduk) bernama Iinuma Sadakichi yang kemudian setelah perang selesai pindah dan tinggal di Sendai. Karena pengakuan Iinuma inilah diketahui nasib 19 orang anggota Byakkotai yang bunuh diri ini. Untuk mengenang keberanian mereka di bukit Iimori ini dibangun tempat kenangan, monumen dan kuburan yang diberi nama Byakkotai Kinenkan (Byakkotai Memorial).

Hadiah patung batu dari Mussolini

Dalam komplek ini terdapat puisi dari Matsudaira Katamori yang tertulis di batu peringatan yang bertuliskan: “Seseberapa banyaknya tangisan akan menghapus batu-batu ini, nama-nama mereka tidak pernah akan terhapuskan dari dunia”. Kagum akan keberanian dan kesetiaan pasukan Byakkotai, Benito Mussolini dari Italia mengirimkan sebuah patung batu dari Pompeii untuk didirikan dalam kompleks Memorial ini.

Tingginya tangga di bukit Iimori, sebelah kanan ada elevator untuk ke atas, tentu harus bayar

Setelah memarkirkan mobil, kami menuju Memorial dan di pintu masuknya kami mendapati sebuah tangga yang tinggi sekali. Sempat berpikir juga, apakah aku sanggup untuk naik ke sana. Tapi ternyata untuk turis penakut seperti aku, tersedia elevator sampai ke atas dengan membayar 250 yen. Jadi aku, Riku dan Kai naik elevator sedangkan Gen naik tangga. Sesampai di atas memang hanya monumen dan patung serta kuburan yang bisa dilihat. Bagi wisatawan yang tidak mengerti jalan cerita sejarah Byakkotai pasti menganggap tempat ini membosankan. Tapi buat mereka yang mengerti bisa merasakan dan membayangkan kegalauan anak-anak muda yang demi membela han dan tuannya, rela bunuh diri sendiri.

Tugu peringatan dan tempat berdoa

Dari bukit tempat memorial, kami menuju arah pulang sesuai dengan petunjuk yang ada. Dan kami menemui sebuah bangunan yang aneh. Semacam menara berwarna hitam. Kami diajak untuk mencoba masuk dan naik menara ini, dan merasakan keajaiban bangunan yang didirikan tahun 1796. Jika kita masuk dan menaiki tanjakan (bukan tangga) Aizu Sasaedo ini, kita akan bisa sampai atas, dan tanpa perlu kembali ke arah datang kita bisa turun ke bawah. Jadi waktu turun kita tidak akan pernah berpapasan dengan orang yang sedang naik. Memang menarik sekali bangunan kuno ini. Meskipun rasanya 400 yen cukup mahal sebagai tanda masuknya 😀

Menara Aizu Sasaedo dengan tangga beralur yang memungkinkan kita tidak usah kembali untuk turun

Tapi waktu kami meninggalkan Aizu Sasaedo dan akan berjalan pulang, kami menemukan sebuah kali kecil berarus deras dengan Jinja (tempat berdoa) dan pemandangan di sini indah! Tanahnya ditutupi daun-daun kuning sehingga kami bisa merasakan autumn yang sesungguhnya. Jepang Utara di musim dingin memang memikat.

menuruni bukit

 

Trip to Fukushima

13 Nov

Kemarin malam tiba-tiba Gen berkata padaku, “Besok ke Museum Noguchi Hideyo yuuk di Aizu Wakamatsu (Fukushima). Sekalian melihat Tsurugajo Castle”. Saat itu pukul 9:30 malam, dan anak-anak sudah tidur sejak pukul 7:30. Kami berencana berangkat pukul 5 pagi. Siip deh, anak-anak bisalah bangun cepat karena sudah tidur cepat. Kami memang sering tiba-tiba saja memutuskan pergi berwisata ke luar Tokyo.

Jadi tadi pagi, jam 6 pagi (tidak bisa jam 5 pagi) kami berangkat dari Nerima. Sebelumnya sempat ragu pergi atau tidak, karena sejak semalam ada beberapa gempa kecil maximum skala 4 Richter yang terjadi justru di tempat yang kami ingin pergi, Aizu Wakamatsu. Belum lagi menurut prakiraan cuaca, akan turun hujan dan maksimum temperatur 16 derajat.

Tapi akhirnya kami tetap menuju Aizu Wakamatsu dengan tujuan pertama Tsurugajo Castle! Naik highway diselubungi kabut di mana-mana. Duh aku baru pertama kali melihat ada kabut di dalam kota, padahal sudah lewat jam 6. Dingin juga. Beberapa kali kami mampir di Parking Area/Service Area sepanjang highway untuk istirahat ke WC. Brrr dingin. Di papan penunjuk suhu yang ada di pinggir jalan kuketahui suhu waktu itu 12-13 derajat. Hampir 10 derajat lebih dingin dari Tokyo!

Kami sampai di Tsurugajo Castle sekitar pukul 11 siang. Kami parkir di halaman barat. Berjalan sambil menikmati halaman kastil yang dipenuhi pohon-pohon yang sudah berubah warna, kami menuju ke pintu gerbang kastil. Nah saat itu hujan mulai turun meskipun masih bisa ditahan tanpa payung. Pas waktu itu di halaman depan kastil ada pertunjukan samurai-samurai Tohoku. Tentu saja Riku dan Kai mau melihat dulu. Untung sudah hampir selesai, sehingga anak-anak tidak perlu terlalu lama berdiri di bawah hujan.

Pemandangan Tsurugajo Castle dari pintu depan

Tanda masuk ke kastil adalah 500 yen untuk orang dewasa dan 200 yen untuk anak-anak dari SD (Kai masih TK jadi tidak usah membayar). Kami menyerahkan tiket di pintu masuk kepada petugas yang berpakaian samurai. Di dalam kastil yang terdiri dari 5 lantai itu ada pameran dokumen dan foto-foto tentang sejarah daerah Aizu Wakamatsu. Kastil yang kami kunjungi ini sebetulnya merupakan  bangunan baru duplikat kastil lama yang dibangun tahun 1965 di atas peninggalan kastil lama. Untuk pameran kami tidak bisa memotret tapi untuk ruangan tertentu dan di puncak kastil kami bisa memotret pemandangan yang terlihat dari atas kastil. Ya pemandangan daerah Aizu Wakamatsu yang dikelilingi pegunungan.

Ruangan dalam kastil, dan anak-anak mencoba memegang samurai dan senapan

Setelah menaiki seluruh lantai kastil, kami turun dan seperti biasa mampir di toko souvenir untuk mencari oleh-oleh khas dari kastil tersebut. Seperti biasanya aku membeli gantungan kunci, lalu Riku membeli strap untuk ranselnya kembaran dengan teman-temannya, dan Gen biasanya membeli makanan kecil khas untuk oleh-oleh teman kantornya.

Pemandangan dari lantai teratas kastil Tsurugajo

Setelah melewatkan waktu satu setengah jam di Tsurugajo Castle ini, kami meninggalkan kompleks kastil dan pergi menuju Museum Byakkotai, kesatuan yang terdiri dari prajurit berusia 16-17 tahun yang berperan sebagai pahlawan bagi daerah Aizu Wakamatsu. Cerita mengenai perjalanan sesudah Tsurugajo Castle ini akan aku lanjutkan besok ya.