Tetap Bersyukur dan Berdoa

12 Mar

Sudah baca postingan aku yang terakhir? “Tulisan ke 888 – Perang atau Damai“? Tulisan itu sebetulnya  sudah aku selesaikan pukul 2 pagi kemarin, tapi karena mau menempelkan foto yang relevan, dan membuat jarak dengan posting sebelumnya, maka aku pending. Dan aku publish tulisan itu pukul 14.44 (tertulis di dashboard)

Persis sesudah aku menekan tombol enter, aku merasa aneh.. getaran. Aku memang merasa bahwa aku bisa merasakan getaran gempa beberapa detik lebih cepat dari orang lain. Lebih peka. “KITA (datang)” Dan aku panggil, “Rikuuuuu”, karena dia ada di kamar belajar, sambil aku meraih Kai yang ada di dekat televisi. Panggilan pertama, Riku tidak langsung datang. Baru aku teriak, “Jishin! (gempa)”. Pertama memang kecil dan kami bertiga masuk ke bawah meja makan. Biasanya sih gempa itu akan cepat berhenti, tapi kali ini tidak. Lama dan bertambah besar. Barang-barang terdengar  mulai jatuh, dan aku hanya bisa berkata, “Wah besar…. Tuhan! Tuhan! Tolong…” Aku mulai berpikir, bagaimana jika bangunan apartemenku rubuh dan kami terkubur hidup-hidup. Kalau memang harus mati ya tidak apa-apa, tapi aku tidak ingin membuat orang tuaku khawatir. Jadi aku mau menulis email.

Aku baru ingat bahwa HP ku ada di kamar belajar. Paginya aku pakai untuk menelepon penitipannya Kai untuk membatalkan menitipkan Kai hari ini. Hari sebelumnya juga aku batalkan karena…. aku alergi parah. Muka dan mata gatal, merah dan mata berair. Belum lagi bersin-bersin. Aku ingin istirahat di rumah tanpa harus keluar menyambut serbuk bunga yang beterbangan.

Ya, jadi HP tidak ada di tanganku. Tapi…. ada laptopku di atas meja makan. Jadi aku meraih ke atas, mengambil komputer dan mencoba apakah internet jalan. Horreee jalan! Aku langsung buka Twitter, menulis “gempa….” Lalu membuka FB dan menulis, “tuhan…. semoga gempa ini tidak bertambah besar”. Saat itu yang kupikir adalah menyampaikan situasi kami kepada saudara di Indonesia. Seandainya aku harus mati pun, aku ingin menulis, “Maafkan aku”.

Mendapatkan dan memberikan informasi adalah yang terpenting dalam keadaan genting begitu. Dan dengan aku menulis di FB aku mengetahui dari dr. Yordan bahwa pusat gempa di Miyagi dengan kekuatan 7,9 SR (akhirnya yang benar adalah 8,8 SR). Aduh….

Karena goncangan mulai reda aku cepat-cepat ambil HP dan menyalakan TV. Kembali lagi ke bawah meja, sambil monitor TV dan FB. Dan aku melihat, belum sejam berlalu tsunami sudah melanda daerah perairan di Miyagi. Mobil dan bangunan bertingkat seakan mainan lego yang terbawa air. Dan aku mencari keberadaan saudara/teman-teman yang berada di Tokyo sekitarnya.

Dari FB aku tahu bahwa Whita sedang bekerja dan bisa menulis status, berarti OK. Aku juga bisa berhubungan dengan Nesta melalui FB yang sendirian di rumah. Tak lama aku mendapat email dari adik iparku di Sendai, yang menjadi pusat gempa kali ini. Dia, suami dan anaknya bersama ada di mansionnya (lantai 6). Aku lega karena biasanya suaminya jarang ada di rumah. Tapi karena dia wartawan, dia terpaksa harus pergi ke kantornya. Yang aneh, email dari adik iparku ini masuk ke email gmail, tapi tidak di email HP. Padahal dia kirim ke email HP. Aku memang mengatur supaya semua email HP diteruskan ke email di gmail. Dan untung sekali. Rupanya semua jalur telepon dan email semua provider HP mengalami kemacetan. Email yang seharusnya aku terima berbarengan dengan gmail itu baru sampai jam 3 pagi 🙁 Karenanya aku bersyukur sekali BAHWA AKU BERADA DI RUMAH DAN MEMPUNYAI JARINGAN INTERNET.  Jaringan internet rumah yang FTTH (Fiber To The Home) tidak terpengaruh.

Aku juga senang begitu mendapat berita dari ibunya Gen bahwa dia tidak apa-apa. Tinggal belum ada kabar dari Gen sampai dengan pukul 4:15 sore. Yang aku juga khawatir sangat adalah keberadaan Ekawati Sudjono di Tsukuba. Ternyata asramanya porak poranda dan karena listrik padam mereka harus mengungsi ke Hall Universitas. Tapi yang sampai saat ini aku belum tahu keberadaannya adalah Fety yang berada di Chiba. Semoga dia baik-baik saja. (Persis aku publish tulisan ini aku mengetahui bahwa Fety selamat. Dia baru bisa OL sore ini krn mengungsi ke tempat teman)

Sesudah gempa dahsyat yang pertama ada beberapa kali gempa susulan yang cukup besar 3-4 kali, kemudian melemah dan melemah dengan span waktu yang lebih lama juga. Tapi ada berapa gempa besar yang terjadi di daerah lain yang dapat dideteksi beberapa saat sebelum terjadi, sehingga di siaran TV atau HP akan ada suara alarm peringatan. Ada sekitar 5 kali yang cukup membuat aku deg-degan. Tapi ternyata justru yang ada peringatannya itu tidak terasa kuat di Tokyo. Dan kalau melihat daftarnya bisa diketahui bahwa gempa-gempa itu tidak hanya berpusat di satu titik, tapi di beberapa daerah yang tersebar, termasuk Nagano dan Tochigi.

Selama itu aku dan anak-anak berada di bawah meja makan, tempat yang masih aman dalam rumah. Serasa piknik waktu aku membuat onigiri. Tidak bisa masak karena anak-anak masih takut aku jauh-jauh dari mereka, dan aku juga takut memakai gas. Tapi aku sungguh bersyukur bahwa Riku pulang cepat, karena biasanya dia pulang jam 3, ini dia sudah di rumah jam 2:30. Seandainya dia dalam perjalanan pulang waktu gempa besar itu terjadi…. tak bisa kubayangkan.

Anak-anak tidur di bawah meja karena masih khawatir akan gempa susulan

Karena masih takut gempa susulan, anak-anak tidur di bawah meja terus malam harinya. Gen sampai di rumah pukul 12:30, masuk dengan pucat dan dingin. Dia menyetir mobil selama 7 jam lewat jalan biasa (jalan tol ditutup) dan mengantar beberapa temannya (menurunkan di stasiun yang jalur keretanya jalan yaitu Tokorozawa). Dari Tokorozawa yang biasanya cukup setengah jam, makan waktu 2 jam karena macet.

Tapi Gen masih beruntung ada mobil, karena puluhan ribu  orang yang bekerja di dalam kota Tokyo tidak bisa pulang ke rumahnya, karena kereta berhenti. Mereka terpaksa menginap di kantor atau tempat-tempat umum. Pemerintah Tokyo membuka gedung/SMA milik pemda dan membagikan selimut serta makanan untuk mereka yang terpaksa mengungsi itu. Dan aku juga bersyukur adikku Tina yang bekerja di Shinjuku, kemarin itu ambil cuti, sehingga tidak perlu berada terus di dalam kantor dengan rasa khawatir. Mereka yang tidak tahan untuk berada di kantor karena alasan misalnya kantornya berada di bangunan tua jadi khawatir, atau alasan-alasan lainnya, berjalan kaki sampai rumah. Termasuk papanya Gen yang berkantor di Tokyo berjalan kaki dan makan waktu  5 jam untuk sampai di rumahnya di Yokohama. Jaraknya sekitar 20 km.

Tapi pagi ini Gen terpaksa harus pergi ke kantor karena ada pelaksanaan ujian masuk universitas. Dia berangkat pukul 6:30 naik kereta. Tinggallah aku dengan anak-anak lagi di rumah. Tapi syukurlah gempa susulan sudah semakin lemah. Dan berkat saling komentar di FB dengan ibu-ibu yang tinggal di Tokyo, aku masak nasi dan lauk cepat-cepat untuk mengantisipasi jika terjadi pemadaman listrik.

Banyak yang bertanya, “Tidak mengungsi?”. Biasanya sih tidak, jika pemda tidak menghimbau untuk mengungsi. Lebih baik berlindung di bawah meja daripada keluar rumah dan tertimpa keramik/kaca/pagar yang rubuh atau jatuh. Lebih baik lagi memakai helm terus. Seandainya mengungsi kami akan pergi ke SD terdekat. Di sana ada suply makanan, selimut dan air bersih. Semua informasi bisa didapatkan lewat TV atau radio. Jika diumumkan darurat dan harus mengungsi juga lewat TV. Kami harus mengikuti petugas yang akan mengiring kami untuk berlindung ke mana.

Ada sebuah puisi yang dibuat Bang Irwan Djamaluddin, sempaiku (senior) di FSUI:

teringat aku beberapa belasan tahun yang lalu

orang yang tak mengenal saling tak ambil tahu

gempa bumi datang tak memberi tahu

kansai goncang langit menjadi kelabu

sebelumnya tak saling ambil tahu

kemudian semuanya bahu membahu

saling bantu membatu

tak ada yang gerutu

suasana sendu bertambah pilu

 

kaum kerabat dan handai taulan semua

bimbang dan ragu bertanya-tanya

orang tua berlinang air mata

menunggu kabar  anak-anaknya

yang sedang di negeri sakura

apakah terjebak dalam petaka

 

kini aku terenyuh dalam lara

meninggalkan negeri yang-ku suka

gempa dan tsunami bertandang ke sana

terbilang banyak kenalan kawan disana

sampai kini belum ada kabar berita

semoga semua senantiasa dalam lindunganNYa.

warga dunia menunduk-kan kepala

 

Dusun Jaban Sleman Jogja, 11-2011

Mari kita berdoa untuk semua teman kita baik WNI maupun orang Jepang yang menjadi korban gempa dan tsunami ini. Untuk mereka yang masih dalam pengungsian dalam dingin dan gelap karena tidak ada listrik (termasuk juga adik iparku).  Aku yakin doa kita semua akan menjadi kekuatan bagi mereka. Sama seperti doa teman-teman dan saudara-saudara  semua melalui pesan di FB, Twitter, pesan di TE atau email, sms bahkan telepon langsung (Nenny terima kasih banyak….). Sungguh, aku tak bisa menahan haru akan kebaikan teman-teman semua. Karena doa teman-teman aku bisa kuat juga menghadapi situasi yang tidak menentu ini. Meskipun lewat koneksi internet, aku merasa aku digandeng, didukung dan didorong untuk bisa melewati semuanya. Thank you and I love you all.

*****************

Saat ini kami mendapat peringatan

1. untuk memakai payung/jas hujan jika turun hujan. Kilang minyak Cosmo Oil yang di Chiba terbakar, dan diprediksi jika turun hujan akan menjadi hujan kimia. Bahan kimia ini berbahaya untuk tubuh kita. Ternyata soal hujan asam ini hoax.

2. Karena PLTN Fukushima kemungkinan bocor mengakibatkan suply listrik akan terganggu. Diharapkan mempersiapkan senter untuk penerangan karena mungkin akan diadakan pemadaman bergilir dan usahakan penghematan listrik. (Perkembangan terakhir Minggu 8:08 ; Yang meledak adalah lapisan luar dr reaktor nuklir di Fukushima, sehingga tidak berbahaya. Thank God. Tapi mulai tgl 14 selama seminggu akan ada pemadaman bergilir selama 1-2 jam. ***dan orang Indonesia akan menjawab …Oh gpp kok kalau di Indonesia sudah sering dan lebih lama hehehe***)

Kata pakar gempa, kami mungkin akan merasakan gempa-gempa susulan selama sebulan. Untuk pemulihan daerah korban gempa juga akan makan waktu yang lama. Tapi kami percaya dengan usaha dan doa kami akan bisa mengatasi semuanya.