Momijigari dan Dompet

25 Nov

Sebetulnya penduduk Tokyo sejak Jumat lalu libur berturut-turut 3 hari renkyu, tapi deMiyashita seperti biasa, tidak pernah bisa libur 3 hari full, pasti hanya bisa 2 hari saja. Dan memang hari Jumat, Gen libur, tapi karena hujan kami tidak bisa pergi Momijigari, mencari keindahan daun-daun musim gugur, sesuai dengan keinginanku. Gen tahu aku sudah capek mengurus anak-anak ditambah kondisi tidak fit, jadi dia mengajak Riku dan Kai menonton film Jepang yang berjudul “Floating Castle”. Lumayanlah aku bisa istirahat tidak mendengar suara anak-anak selama 4 jam. Maunya sih tidur, tapi akhirnya waktunya habis membersihkan rumah dan membuat design kartu duka (mochuhagaki).

Sabtunya Gen ke kantor, dan cuaca juga tidak cerah. Paginya hujan dan menjadi mendung. Tadinya aku mau mengajak anak-anak ke Taman Shakuji dekat rumah, tapi batal lagi. Karena masih banyak kerjaan di rumah yang harus kulakukan. Gen pulang kantor jam 4, dan aku sempatkan pergi berbelanja sayur naik sepeda. Yang pasti aku malas masak, sehingga akhirnya Gen mengajak kami makan di luar. Dan hisashiburini (setelah beberapa saat) kami makan sushi di dekat rumah. Riku seperti biasanya memilih salmon, salmon aburi (dibakar atasnya saja), sedangkan Kai sukanya telur ikan Salmon (ikura). Yang lucu saat itu ada paduan sushi salmon dan ikura, sehingga aku katakan itu namanya oyako-zushi (Sushi Ibu anak). Sedangkan aku mencoba Zuniku aburi (daging yang terdapat di kepala tuna seberat 40 kg). Dan memang enak, lembut karena banyak lemak. Aku memang suka makan kepala ikan. Tapi 1 buah sushi harganya 260 yen. Mahal! (biasanya dihitung per piring berisi 2 buah, tapi karena ini khusus, jadi isinya cuma 1 buah)

Nah, karena mengetahui dari prakiraan cuaca bahwa hari Minggu cerah, aku minta Gen untuk pergi momijigari, ke mana saja, asal keluar rumah. Kalau bisa melihat illumination (hiasan lampu) sih lebih baik, tapi memang illumination peaknya setelah masuk Desember, jadi yang penting melihat pohon-pohon berubah warna di musim gugur saja dulu. Jadi pagi-pagi kami bersiap untuk pergi ke Taman Showa Kinen, yang memang terkenal dengan berbagai macam tumbuhan. Tapi karena Gen sakit kepala, akhirnya kami baru berangkat jam 1. Itu juga setelah aku sebal karena terlalu lama menunggu keputusan pergi atau tidak. Aku paling benci menunggu dalam ketidakpastian. Kalau memang mau batal, ya batalkan saja, biar aku bisa buat rencana lain. Meskipun akhirnya kami juga hanya drive ke arah Taman Showa, dan tidak jadi masuk karena terlalu penuh mobil yang antri untuk masuk parkirannya. Apalagi sore ini adalah hari terakhir orang libur, jadi pasti macet di mana-mana. Jadi kami cuma bisa melihat momiji di sepanjang jalan. Itupun sudah cukup lah daripada tinggal dalam rumah terus. Jadi foto-fotonya juga kurang bagus karena diambil dari dalam mobil.

Sebelum berangkat ke Taman Showa Kinen itu, kami sudah sarapan sekitar jam 10 pagi, jadi jam 2 an sudah merasa lapar, terutama anak-anak. Sebetulnya aku sudah bilang pada Gen untuk makan dulu sebelum pergi, dan kami berdua setuju untuk MacDonaldgari! Mencari Mac Donald. Segitu kepengennya? hehehe. Ya kami memang ingin ke MacDonald setelah melihat iklan di TV yang memberitahukan bahwa jika memesan set menu yang L akan mendapat hadiah magnet khusus. Waaah aku mau tuh, lucu-lucu sih bentuknya. Dan akhirnya kami menemukan MacD di jalan Itsukaichi pukul 3:15 dan borong untuk 4 orang! Untung kami jarang beli MacD, sehingga tidak bisa dibilang junkfood eater 😀 Tapi kadang, kepengen juga kan makan junkfood tuh… Seakan MacD, KFC dan sejenisnya melambai-lambai memanggil 😀

Oh ya sebelum kami menemukan MacD ini, kami sempat berhenti di sebuah toko konbini, hanya karena aku melihat sebuah rumah dengan lapangan luas, yang penuh dengan pohon berwarna kuning, merah…dan di salah satu sudut rumah di kejauhan ada semacam pohon cemara yang berwarna putih! Aduh aku senang sekali melihat perpaduan warnanya, juga rumahnya yang kelihatan kuno. Kupikir itu kuil, ternyata setelah aku datangi, tertulis nama orang 🙁 Pasti deh orang kaya… Dan karena rumah orang aku tidak berani ambil foto, takut disangka mau maling 😀 Coba aku bisa gambar ya, aku ingin sekali menuangkan keindahan pemandangan rumah itu. Sayang sekali aku tidak bisa menggambar 🙁 hiks….

Lalu apa hubungannya judul di atas Momijigari dengan dompet? Hmm memang 3 hari libur membuat aku harus membuka dompet lebar-lebar mencari recehan untuk bayar macam-macam :D. Tapi maksudku menulis dompet itu karena ada sebuah angket di situs Goo, yang aku senangi. Yaitu sebuah survei yang mereka adakan pada pengguna situs dengan pertanyaan: “Dompet yang kamu pakai sekarang sudah tahun ke berapa?” Ya, ternyata … dompet itu lumayan awet dipakai terus, dan ada yang mengganti karena rusak, atau karena sudah terlalu lama. Meskipun ada juga yang mengganti dompet setiap tahun baru 😀

Aku? Dompetku yang sehari-hari aku pakai, berwarna merah. Itu aku pakai, karena dompet sebelumnya berwarna hitam. Dan karena dulu aku pernah panik mencari-cari dompet dari dalam ranselku. Rupanya karena ranselku berwarna biru donker, lalu dompetnya hitam, dan kebanyakan barang-barang dalam dompet itu juga hitam, maka sulit dicari. Kemudian Tina, adikku menyarankan ganti dompet dengan warna jreng, supaya langsung terlihat. Dan itu kupakai sampai sekarang!

Kapan tuh? Aku jawab sekitar 5-6 tahun, tapi mungkin lebih karena aku ingat saat itu Riku masih kecil sekali, padahal Riku sekarang hampir 10 tahun. Jadi bisa jadi sudah 8 tahun loh.

Dompetmu yang sekarang sudah berapa tahun dipakai?

 

 

 

Kopdar Fesbuker

4 Nov

Hihihi, biasanya kalau kopdar pasti chatters atau bloggers atau insan radio/TV ya? Semuanya akrab lewat jaringan udara, jaringan televisi, atau jaringan internet. Jadi sebetulnya anggota segala macam SNS (Social Networking Site) macam fesbukers, plurkers, twitters, kalau bertemu di real namanya juga kopdar dong ya?

Hari Jumat yang lalu aku libur mengajar, karena di Universitas sedang persiapan Festival Universitas (semacam bazaar). Jadi  aku bisa bertemu Whita, yang juga tinggal di Tokyo. Kami berkenalan lewat TE (tapi Whita tidak punya blog sendiri, sehingga tidak masuk kategori blogger) kemudian menjadi teman di Fesbuk.  Nah, waktu aku menulis bahwa aku sedang di KBRI bersama adik saya memperpanjang pasport, dia mengatakan…. tahu begitu kan bisa pergi sama-sama. Kebetulan aku bermaksud akan mengambil paspor adik yang sudah jadi pada hari Jumat, sehingga aku menghubungi dia. “Ayo sama-sama ke KBRI besok!”

Kami bertemu di Stasiun Meguro pukul 10 lewat. Langsung saling mengenali, selain sudah tahu muka lewat foto, satu “identitas” yang langsung tertangkap adalah…kami berdua memakai scarf batik! (Hidup Batik Indonesia! ayooo jangan melempem  pake batiknya. Tapi terus terang aku cuma punya scarfs)

selalu berfoto di mana saja, termasuk waktu nunggu di Imigrasi KBRI
selalu berfoto di mana saja, termasuk waktu nunggu di Imigrasi KBRI

Perjalanan rute kami sama dengan waktu aku mengantar adik, ke foto studio, lalu ke KBRI. Itu mah sudah tidak usah diceritakan lagi. Tapi aku ingin ceritakan acara kami sesudah itu. LUNCH! (ngga jauh-jauh dari makanan hihihi).

“Mau makan apa? ”
“Apa saja”
Cuma kali ini aku yang tidak punya banyak waktu karena aku harus berada di rumah jam 2:30 siang, karena Riku pulang jam segitu. Jadi kami memilih pergi ke restoran Sushi “berputar”, Kaiten Sushi. Tentu saja kami memilih resto ini karena cepat, enak, dan bisa makan sedikit. Sama sistemnya seperti restoran Padang, hanya membayar apa yang dimakan saja.

Begitu masuk restoran kami dipersilahkan duduk di salah satu pojok sebuah counter yang besar. Di depan kami terdapat ban berjalan yang mengantarkan piring-piring kecil berisi berbagai macam sushi, nasi kepal dengan potongan ikan mentah, setengah matang (aburi) dan matang (seperti udang rebus). Kami tinggal mengambil piring yang kami mau dan makan. Tapi waktu mengambil piring, biasanya kami melihat corak/warna piringnya, dan melihat ke dinding resto yang memasang jens piring beserta harganya. Harganya bermacam-macam dari 160 yen, 200-an, 300-an, 400-an dan termahal 500-an.

Ikan Buntal Goreng
Ikan Buntal Goreng

Ada beberapa yang “aneh” yang kami makan (baru makan pertama kali)  termasuk di antaranya Ikan Buntal Goreng (Ikan Fugu yang beracun itu loh), pernah saya tulis di sini. Sambil makan kami sibuk memotret dan mengirim ke handphone masing-masing.

Nah, yang menarik adalah waktu akan membayar. Biasanya di resto sushi berputar yang lain, kami menumpukkan piring sesuai dengan warnanya, misalnya merah (160-an) , hijau (200-an) dst. Si petugas resto akan mencatat warna masing-masing serta menjumlahkannya dalam kertas, dan kami bawa kertas itu ke kasir untuk membayar.

pakai alat scanner yang ditaruh di atas tumpukan piring
pakai alat scanner yang ditaruh di atas tumpukan piring

Tapi ternyata, resto sushi yang ini amat  canggih . Kita cukup menumpuk piringnya tak beraturan. Si pelayan membawa alat scanner sebesar remote control, lalu diarahkan ke atas piring teratas. Pit pit… lalu kami diberi sebuah alat mirip kalkulator kecil tanpa angka/tombol apa-apa. Wahhh bukan kertas pula! Jadi ingat beeper (yang berfungsi memanggil jika makanan sudah jadi) yang ditulis oleh Pak Oemar di sini.

Tertulis Piring ini tidak boleh dimasukkan microwave
Tertulis "Piring ini tidak boleh dimasukkan microwave"

Alat itu rupanya merekam harga yang tercantum di chips di piring yang kita makan. Begitu kita menyerahkannya pada kasir. Alat itu didekatkan pada suatu reader, dan keluar harga yang kita mesti bayar di display mesin kassa. Canggih! Tanpa kertas…

Membawa alat kecil seperti kalkulator ke kasir (plus uang tentu saja hihihi)
Membawa alat kecil seperti kalkulator ke kasir (plus uang tentu saja hihihi)

Kami berdua terheran-heran …sempat aku tanya sih tentang cara kerja alat pembaca chips di piring itu. Tapi karena restoran itu mulai sibuk dengan tamu-tamu yang mau lunch, terpaksa aku tidak bisa memotret alat reader itu dengan detil.

scanner yang dipakai di kantong belakang pelayan
scanner yang dipakai di kantong belakang pelayan

Akhirnya kami menutup cara kopdar hari itu dengan minum kopi di Tully’s Coffee (saingannya Starbuck) dengan saran aku Hazelnut Cappucino… yummy. Waktu masih kerja sebagai DJ di Radio, ada gerai Tully’s dekat studio, sehingga hampir setiap aku rekaman, pasti mampir situ. Adicted banget sampai beli Hazelnut siropnya untuk dicampur setiap minum kopi. Jadi gemuk deh…kan gula itu hihihi.

Kami berpisah di peron Yamanote line, dengan janji akan buat pesta bakso di rumah. Nanti cari waktu ya Whit…atau natalan juga bisa…cihuy.. (kayaknya masih lama deh tuh hihihi)

Summer means … pantai!!!

21 Agu

Saya, Riku dan Kai mendarat di Narita dengan selamat pada tanggal 18 Agustus yang lalu (terima kasih atas doa teman-teman semua). Hari Selasa (duh hari ini sudah jumat ya?). Perjalanan dengan pesawat JAL lancar, dan boleh dikatakan tidak ada guncangan sedikitpun. Riku tidur pulas dalam penerbangan yang makan waktu 7 jam itu. Kai? kadang terbangun, karena dia tidak bisa tidur sambil duduk, sedangkan aku juga tidak mau memeluk dia selama itu. Jadi terkadang kakinya menjuntai ke bawah, sampai badannya ikut melorot, atau dia menjajah wilayah kursiku dan kursi kakaknya. Tapi yang pasti aku lega, karena Riku dan Kai sudah terbangun waktu kami mendarat di bandara Narita. Karena jika tidak, aku harus menggendong si Koala, sambil membawa barang-barang (tidak ada Maas sih yang membantu. JAL tidak mempunyai family service seperti SQ, kecuali membayar tiket dengan harga asli! bukan ecnomic fare — padahal economic fare aja udah mahal loh)

Setelah beristirahat sehari penuh tanggal 19,  tanggal 20 pagi pukul delapan aku terbangun melihat Gen sudah siap-siap ke kantor. Sebetulnya dia cuti s/d tanggal 25 pas Riku masuk sekolah kembali, tapi karena waswas pada pekerjaannya dia pikir lebih baik ke kantor. Dan aku sih bisa mengerti sehingga buatku no problem jika dia mau pergi ke kantor. BUT…. di luar panas terik… benar-benar NATSU,  musim panas. Padahal kemarinnya mendung…. sehingga terpaksa kemarin kami membatalkan pergi ke laut. SO? Hari ini?

Gen memutuskan untuk menikmati matahari! Dia ganti baju kerjanya dan begitu anak-anak bangun, kami naik mobil menuju ke pantai di Kanagawa-ken, Kannonzaki, pantai yang tidak terkenal sehingga dijamin sedikit orang. Kami sampai di Hotel Kannonzaki Keikyu hotel pukul 1:30 siang dan makan siang di sana. Sayang menurutku makanannya tidak enak, tapi pemandangan menghadap pantai, sementara kami duduk di ruangan berAC, memang benar-benar menghibur.

Tapi untuk Gen, pantai haruslah berpanas-panas, berpasir, berkeringat dan terbakar matahari. Jadi kami menaruh mobil di tempat parkir dan bermain air di pantai yang berada di samping sebuah museum. Museumnya sendiri tutup. Riku dengan antuasias masuk ke dalam air laut bersama Gen, tapi Kai yang baru pertama kali melihat laut…. tertegun. Dia memang masih koala yang menempel terus pada mamanya. Jadi aku ajak dia menghampiri ombak.

Lihat mukanya waktu pertama kali ombak menyentuh kakinya. Ketakutan! Akhirnya aku panggil Gen yang sudah cukup lama berada dalam air, untuk menggendong Kai dan membawanya masuk ke dalam air. Meskipun agak takut, karena berada dalam gendongan papanya, dia tidak menangis. Sekembalinya dia di tepian pantai, dia sudah mulai berani untuk berjalan sendiri di atas pasir dan… memunguti botol yang hanyut hihihi.

Meskipun matahari terik, udara tidak lembab, sehingga aku juga tidak merasa sumuk dan berkeringat. Cukup senang bisa menikmati deburan ombak, angin semilir, berfoto bersama Kai, dan memberi Kai minum susu sambil dia tertidur, memandang langit biru sementara beberapa burung elang beterbangan, memotret apa saja yang bisa dipotret, dan….masih sempat membicarakan prospek pekerjaan dengan seorang kenalan yang bekerja di Garuda sebelum batere HPku duuut bin mati a.k.a koit!

Pukul 5 sore kami bersiap untuk pulang, kembali ke parkiran sementara Gen dan Riku membersihkan badan. Aku juga sempat kagum karena parkiran itu berada di antara dua bukit yang masih rimbun dengan pepohonan yang berwarna hijau tua, dan di bagian dalamnya terdapat tanah lapang tempat orang-orang mengajak anjing peliharaan mereka berlari.

Biaya perjalanan kali ini? Hanya biaya tol dan biaya parkir 820 yen. Untuk pantai, pemandangan dan keindahan alam (+kebersihannya) … gratis. Murah!

Yang tidak murah adalah biaya makan. Setelah makan siang yang tidak enak di hotel tadi, kami mencari restoran yang menyajikan makanan laut yang segar. Tentu saja SUSHI! Akhirnya kami bergerak ke arah Hayama, tempat marina kapal yacht pribadi, sebuah tempat wisata yang cukup dikenal. Mencari restoran yang menyajikan hasil laut teluk Sagami, dan kami menemukan restoran sushi yang dimaksud Gen. Namanya Inaho, yang pernah dia kunjungi 16 tahun yang lalu.

Makan sushi di restoran sushi yang bukan chainstore memang mendebarkan. Karena biasanya mereka tidak mencantumkan harga makanannya, dan kalau kamu tidak mengerti ikan/hasil laut yang mana yang murah dan yang mana yang mahal, bersiaplah untuk jantungan begitu menerima tagihannya. Untunglah di SUSHI-YA ini masih mencantumkan harga untuk 3 set sushi yang dibuat sesuai ide si pembuat sushi. Judulnya : Biasa  2500 yen, Khusus 4000 yen dan Spesial 5500 yen. Tentu saja ada course menu yang harganya mulai 15.000 yen saja (kebayang ngga ya makan seorang 1,5 juta rupiah? hmmm bukan level aku nih).

Jadi Gen memesan 2 set Biasa untuk dia dan Riku, dan 1 set Khusus untuk aku. Karena rasa ingin tahu saja, apa sih yang disajikan dalam set Khusus itu, yang katanya semuanya berasal dari laut di teluk Sagami saja. Ternyata isinya: Sushi dengan isi belut (unagi), anago, hati belut (kimo), gurita dan telur gurita, sea urchin (uni) dan satu ikan berdaging putih. Hmmm memang khusus, karena aku belum pernah makan hati belut dan telur gurita. Enak memang, tapi tidaklah terlalu enak sehingga membuatku ingin makan lagi (kecuali dibayarin hihihi)

So kemarin tema keluarga kami adalah Laut! Hari ini? di rumah dulu deh, soalnya Gen akhirnya merasa perlu untuk pergi ke kantor menengok pekerjaan yang sedikit mengkhawatirkan.  Aku juga ingin mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi umat islam di mana saja berada.

Teh Koucha

1 Nov

Postingan ini bukan merefer sebutan untuk kakak perempuan bahasa Sunda. Tapi untuk Teh yang memang Teh… Tapi di Jepang, kami mengenal dua sebutan yaitu : Ocha untuk teh Jepang, dan Koucha untuk teh ceylon, teh jawa, teh darjeling …apa saja….teh yang berwarna merah kecoklatan itu, selain dari Teh Jepang. Nah hari ini tanggal 1 November di Jepang diperingati sebagai hari Teh KOUCHA. Dan menurut sejarahnya pertama kali Teh Koucha masuk ke Jepang adalah hari ini di tahun 1791 , Daikokuya Koudayu membawa teh hadiah dari Ratu Rusia Ekaterina Alekseevna II ke Jepang. Jadi tanggal ini ditetapkan menjadi hari peringatan teh.

Saya yang sebenarnya coffee addict, sudah hampir 2 minggu ini berpindah ke lain hati…. ya sekarang saya lebih mengkonsumsi Teh dibanding kopi. Gara-gara sering sakit kepala, sehingga saya pikir coba kalau saya mengganti kopi dengan teh. Akibatnya…. saya ngantuk terus nih bawaannya hehheeh (teh yang disalahin). Tapi yang pasti saya masih lebih bisa minum teh Jawa atau jasmine tea, daripada teh herbal-herbalan dengan rasa macam-macam yang aneh-aneh. peppermint, atau apple atau ….chamomile (yieks begitu cium baunya saja, saya teringat pada jamu hehhehe)

Tanggal 1 November ternyata banyak peringatannya, tapi yang menarik bagi saya itu adalah hari Sushi, entah apa alasannya…saya tidak menemukan data yang menyebabkan sushi harus diperingati tanggal 1 november…but… mungkin…mungkin loh…. karena sushi itu berupa potongan ikan/udang/telur yang bentuknya seperi angka satu (ya lurus lurus aja kan) makanya dipilih tanggal 1-11 ini sebagai hari peringatannya. Ini hipotesa saya yang mungkin salah…..

Kemudian hari ini juga merupakan peringatan huruf braille di Jepang, karena pada tanggal 1 November 1890 untuk pertama kalinya huruf Braille yang memakai 6 titik dipakai untuk menggantikan huruf titik bagi penderita tunanetra di Jepang yang 12 titik. Yang merupakan bapak huruf titik untuk tuna netra di Jepang adalah Ishikawa Kuraji ( Huruf titik di Jepang berlainan dengan huruf yang dipakai di luar negeri, mungkin dikarenakan Bahasa Jepang tidak memakai alfabet, sehingga tidak cocok jika huruf Braille dipakai begitu saja. ) Yang pasti penderita tuna netra di Jepang sejak tahun 1890 ini sangat diperhatikan dengan pemakaian huruf titik ini di hampir semua fasilitas umum. Bahkan di kaleng-kaleng minuman, atau pegangan tangga, pasti didapati tulisan titik ini. Bila mau melihat dokumen mengenai huruf titi silakan baca wikipedia ini , yang memang berbahasa Jepang, tapi dnegan melihat fotonya saja mungkin dapat kita lihat usaha-usaha melakukan Barrier Free bagi penyandang Tuna netra.

Yang terakhir yang saya anggap menarik dijadikan hari peringatan untuk tanggal 1 November ini adalah Hari Anjing… loh kok? Ya, alasannya 1 November jika dibaca menurut bahasa Jepang adalah 11-1 dalam bahasa Inggrisnya One One One (wan wan wan). Sedangkan suara anjing di Jepang adalah wan-wan-wan (seperti yang sudah pernah saya tulis di postingan ini. Sehingga jadilah tanggal 1 November sebagai hari Anjing. (Sekelibat saya berpikir, kalau mau merefer ke bunyi saja, berarti nanti tanggal 22 Februari dibaca two two two …. dalam bahasa Indonesianya jadi tut tut tut….hari kereta api deh…. hehheh —INFO INI TIDAK BENAR, HANYA REKAAN SAYA SAJA—-)